Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Isi: Rujukan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{bukan|Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2023}}
 
{{wikisource|Kitab Undang-Undang Hukum Pidana}}
'''Kitab Undang-undangUndang Hukum Pidana''' ({{lang-nl|Wetboek van Strafrecht}}, umumlazim dikenal sebagai '''KUH Pidana''' atau '''KUHP''') adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar [[hukum pidana]] di Indonesia. Dengan menyimpang seperlunya dari [[Peraturan Presiden (Indonesia)|Peraturan Presiden]] [[Indonesia|Republik Indonesia]] tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan, bahwa peraturan-peraturan hukum [[pidana]] yang sekarang berlaku, ialah peraturan-peraturan [[hukum]] pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942.<ref>{{Cite web|url=https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/25029/uu-no-1-tahun-1946|title=Peraturan tentang Hukum Pidana}}</ref> Saat ini Republik Indonesia telah memiliki KUHP produk sendiri<ref name='kuhp'/>.
 
Undang-Undang era kolonial ini akan digantikan dengan '''[[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2023|Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]]''' mulai 2 Januari 2026.
 
== Sejarah ==
'''KUHP''' atau '''Kitab Undang-undangUndang Hukum Pidana''' adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil [[hukum di Indonesia|di Indonesia]]. KUHP yang sekarang diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum [[kolonial Belanda]], yakni ''Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indië''. Pengesahannya dilakukan melalui ''Staatsblad'' Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Setelah kemerdekaanIndonesia merdeka, KUHP tetap diberlakukan disertai penyelarasan kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan lagi. Hal ini berdasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal II [[UUD 1945]] yang menyatakan bahwa: "Segala badan negara dan peraturan yang masih ada langsung diberlakukan selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini." Ketentuan tersebutlah yang kemudian menjadi dasar hukum pemberlakuan semua peraturan perundang-undangan pada masa kolonial pada masa kemerdekaan.<ref>https://rasindonews.wordpress.com/2022/06/03/delik-penghasutan-dalam-pasal-160-kuhp/</ref>.
 
Untuk menegaskan kembali pemberlakuan [[hukum pidana]] pada masa kolonial tersebut, pada tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan ''Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie ''menjadi ''Wetboek van Strafrecht'' (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Meskipun demikian, dalam Pasal XVII UU Nomor 1 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa: “Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari diumumkannya dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh Presiden.” Dengan demikian, pemberlakuan ''Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie'' menjadi ''Wetboek van Strafrecht'' hanya terbatas pada wilayah jawa dan Madura. Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di seluruh wilayah Republik Indonesia baru dilakukan pada tanggal 20 September 1958, dengan diundangkannya UU No. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang  Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1958 yang berbunyi: “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.” Namun dari hari selasa tanggal 06 Desember 2022 RUU KUHP terbaru pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI sehingga KUHP produk Belanda yang berlaku sejak 1 Januari 1918 tidak diberlakukan lagi di Negara Kesatuan Republik Indonesia<ref name='kuhp'>https://bphn.go.id/publikasi/berita/202212061210189/ruu-kuhp-disahkan-menjadi-undang-undang</ref>.
 
=== Isi ===
Adapun isiIsi dari KUHP disusun dalam 3 (tiga) buku, antara lainyaitu:
# '''Buku I Aturan Umum''' (Pasal 1 sampai dengan Pasal 103)
## Bab I - Aturan Umum
## Bab II - Pidana
## [[Bab]] III - Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
## Bab IV - Percobaan
## Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana
Baris 53 ⟶ 55:
## Bab XXIX A - Kejahatan Penerbangan Dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (UU No. 4 Tahun 1976)
## Bab XXX - Penadahan Penerbitan Dan Percetakan
## Bab XXXI - Aturan Tentang Pengulangan Kejahatan Yang Bersangkutan Dengan Berbagai-Bagai Bab<ref>https://rasindogroup.com/pengesahan-ruu-kuhp-menjadi-undang-undang/</ref>
# '''Buku III Pelanggaran''' (Pasal 489 sampai dengan Pasal 569)
## Bab I - Tentang Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang Atau Barang Dan Kesehatan
Baris 64 ⟶ 66:
## Bab VIII - Pelanggaran Jabatan
## Bab IX - Pelanggaran Pelayaran.<ref>https://kumparan.com/berita-terkini/bunyi-dan-makna-pasal-363-kuhp-tentang-pencurian-1xYWYQGgDcQ/1</ref>
 
== Revisi ==
=== Pasal santet ===
Pasal 293 Rancangan KUHP berbunyi:<ref name="tempo" />
{{cquote|(1). Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
 
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).}}
 
Ahli hukum pidana [[Barda Nawawi Arief]], yang ikut menyusun beleid itu mengatakan, pasal tersebut merupakan perluasan dari Pasal 162 KUHP yang mengatur larangan membantu tindak pidana, yang berbunyi "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 400.500."<ref name="tempo">[https://tempo.co/read/news/2013/03/17/063467552/ini-bunyi-pasal-santet-di-ruu-kuhp Ini Bunyi Pasal Santet di RUU KUHP]{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} - [[Tempo.co.id]]</ref>
 
Meskipun [[Eva Sundari]] menilai hukum akan sulit membuktikan seseorang memiliki kekuatan santet sehingga pasal ini rawan [[kriminalisasi]],<ref name="detik2">[http://news.detik.com/berita/d-2199720/anggota-komisi-iii-eva-sundari-pasal-santet-rawan-kriminalisasi Anggota Komisi III Eva Sundari: Pasal Santet Rawan Kriminalisasi] - Detik.com</ref> pakar hukum pidana dari [[Universitas Indonesia]], [[Andi Hamzah]], pembuktiannya tidak perlu membawa dukun santet melainkan cukup dengan saksi yang mendengar bahwa seseorang menyatakan dirinya mampu untuk melakukan santet.<ref name="viva1">[http://nasional.news.viva.co.id/news/read/399684-pidana-santet-bisa-dibuktikan-ini-penjelasan-pakar-hukum-ui Pidana Santet Bisa Dibuktikan? Ini Penjelasan Pakar Hukum UI] - VIVA.co.id</ref>
 
Pro dan kontra delik santet sudah muncul sejak 1990-an.<ref name="kompas">[http://nasional.kompas.com/read/2016/11/21/06581241/kembalinya.pasal.santet?page=all Kembalinya Pasal Santet] - [[Kompas.com]]</ref> Konon untuk mendalami pasal santet, [[Dewan Perwakilan Rakyat]] (DPR) melakukan studi banding ke [[Belanda]], [[Inggris]], [[Prancis]], dan [[Rusia]].<ref name="viva2">[http://politik.news.viva.co.id/news/read/399407-dalami-pasal-santet--dpr-studi-banding-ke-eropa Dalami Pasal Santet, DPR Studi Banding ke Eropa] - VIVA.co.id</ref>
 
== Peraturan terkait ==
Baris 102 ⟶ 91:
 
{{Peraturan perundang-undangan Indonesia}}
{{hukum-stub}}
 
[[Kategori:Undang-Undang Indonesia|Hukum Pidana]]