Pungangan, Doro, Pekalongan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sejarah dan Daftar Kepala Desa
Membatalkan 1 suntingan by 180.241.185.2 (bicara): Rv LTA (TW)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(11 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{wikify}}
{{desa dorowetan kec doro
{{Desa
|peta =
|nama =Pungangan
Baris 12 ⟶ 13:
|kepadatan =... jiwa/km²
}}
'''Pungangan''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Doro, Pekalongan|Doro]], [[Kabupaten Pekalongan|Pekalongan]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Desa pungangan adalah sebuah Desa yang terletak paling selatan di wilayah kecamatan [[Doro, Pekalongan|doro]] yang berbatasan langsung dengan keckecamatan [[Petungkriono, Pekalongan|Petungkriyono]] dan kecamatan [[Lebakbarang, Pekalongan|lebakbarang]]. yang teletak pada ketinggian 700 [[Meter di atas permukaan laut|MDPL]].
 
== Sejarah Desa Pengangan ==
Pada masa pemerintahan  Mataram, dipimpin oleh Raden Senopati Joyo Kusumo, tepat pada abad ke -15 desa Pungangan masih hutan belantara yang letaknya jauh dari kerajaan.
 
Pada waktu itu ada empat kampung / dusun yaitu dusun Pliken, Sinutug, Pungangan dan Kopeng. Pliken dari asal kata penelitian karena waktu itu tokoh masyarakatnya bernama Mbah Wali Roso yaitu Mbah Peniten pekerjaannya sebagai penjaga padepokan Gebyog, Padepokan Gebyok merupakan tempat pertemuan para tokoh Islam di tanah Jawa.
Baris 23 ⟶ 24:
Setelah beberapa tahun pernikahan Mbah Bodo (Pangeran Tumbal) dengan Siti Sopiyah mempunyai keturunan yang bernama Raden Said. Setelah Raden Said dewasa mengembara kearah timur. dalam pengembaraannya Raden Said mendengar bahwa di Desa Wonobodro ada Tokoh Ulama besar yang bernama Syekh Maulana Maghribi, akhirnya Raden Said.menjadi Muridnya Syekh Maulana Magribi. Akhinya Raden Said mendapat tugas untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Mataram.
 
Karena yang di perangi oleh Raden Said di Mataram adalah orang-orang kafir yang mempunyai kekuatan hebat, kesaktian yang luar biasa, maka Raden Said pulang ke orang tuanya yaitu Mbah Bodo ( Pangeran Tumbal) dan Ibunya Siti Sopiyah. Setelah memperoleh cukup ilmu keagamaan kemudian kedua Orang tuanya menyuruh Raden Said sowan (menemui) Mbah Rekedin. Setelah bertemu dengan  Mbah Rekedin beliau menceritakan Bahwa dirinya mendapat mandat dari Syekh Maulana Maghribi untuk menyebarkan agama Islam di Mataram.
 
Singkat cerita, Mbah Rekidin memanggil Mbah Trunajaya untuk membuat pusaka (keris). Kemudian Mbah Trunajaya  membuat beberapa pusaka berupa Keris dan Tombak. Pusaka-pusaka  tersebut di kemas dalam Peti. Peti itu dinamai Peti Giwang.  Sedangkan Raden Said di beri sebilah keris oleh Mbah Trunajaya. Setelah mendapat pusaka dari Mbah Trunajaya Raden Said melanjutkan pengembaraan, sedangkan pusaka yang di dalam peti giwang diserahkan kepada Mbah Rekedin.
 
Di dalam pengembaraan Raden Said sangat di kagumi oleh teman-temannya karena Raden Said bercerita bahwa pusaka yang dimilikinya adalah  pemberian dari Mbah Rekidin. Akhirnya semua teman Raden Said datang brduyung Ke Mbah Rekidin ingin meminta pusaka seperti milik Raden Said. Namun Mbah Rekidin tidak mau memberikan pusakanya kepada sembarang orang. Pada waktu itu orang-orang yang ada di tempat Mbah Rekedin sampai beberapa hari, selama orang-orang Di tempat Mbah Rekedin diberi makan dan minum oleh Mbah Rekidin setiap hari tanpa mengharapkan imbalan suatu apapun. Karena Mbah Trunojoyo merupakan seorang Empu (Orang yang membuat pusaka). Maka tempat itu dinamai Pungangan asal dari kata ”empunya pangan” sampai sekarang.
 
Mbah Rekidin mendapat mahar (imbalan) dari orang yang menerima pusaka. Imbalan tersebut berupa uang, karena banyaknya orang yang memberi uang tersebut sampai satu Jambangan (Baskom besar). Kemudian uang tersebut disimpan di rawa-rawa, maka rawa itu disebut Rawa Jambangan karena untuk menyimpan uang satu jambangan. Mbah Rekidin menyuruh orang untuk menjaga uang tersebut, namun orang yang menjaga selalu hilang. Dijaga pagi sorenya hilang, dijaga sore paginya hilang. Setelah diselidiki ternyata orang-orang tersebut hilang karena di culik oleh orang belanda hitam yang berbentuk raksasa.
Baris 33 ⟶ 34:
Kemudian Mbah Rekidin memanggil orang yaitu Nyai Perlak Putih (Nyai Sikopeng) dan Kiyai Gede Penderesan untuk melindungi orang yang menjaga uang satu jambangan tersebut. Akhirnya orang yang menjaga uang satu jambangan tidak hilang lagi. Nyai Perlak Putih akhirnya menyuruh Kyai Penderesan untuk mengambil tangkai buah kolang kaling (buah aren) untuk dipergunakan sebagai tumbal (tolak balak). Mula-mula tangkai buah kolang kaling untuk memberi minum orang yang menjaga jambangan maka di tempat tersebut diberi nama Kampung Jambangan. Karena kampung Jambangan dijaga oleh Nyai Perlak Putih (Nyai sikopeng) akhirnya sampai sekarang dinamakan kampung / dusun Kopeng
 
Meskipun orang yang berdomisili di kampung Kopeng sudah biasa hidup, tetapi belanda hitam berbentuk raksasa masih berkeliaran mengganggu warga. Pada suatu hari datanglah seorang kyai dan beberapa santrinya di kampung Kopeng. Kyai itu bernama Kyai Gede Penatas Angin yang berasal dari cirebon utusan Syeh Sunan Gunung Jati untuk menyebarkan agama islam di  Mataram tepatnya di dusun Kopeng.
 
Di kampung Kopeng Kiyai Gede Penatas Angin melihat tingkah lakunya belanda hitam berbentuk raksasa yang meresahkan warga, yaitu suka menculik warga setempat..Akhiny terjadilah perang / perkelahian antara pengikut-pengikut Kyai Gede Penatas Angin dengan belanda hitam. Tetapi setelah lama berperangpun Belanda hitam belum juga bisa dikalahkan.
Baris 41 ⟶ 42:
Kemudian Kiyai Gede Penatas Angin menjalankan firasat istrinya sambil berkata “Hai belanda hitam wajahmu dan hatimu benar-benar sekeras batu”. Setelah Kyai Gede Penetas Angin berkata seperti itu tiba-tiba Belanda hitam itu berubah menjadi manusia batu (arca) yang sekarang disebut Baron Sceeber sampai sekarang.
 
Setelah kampung Kopeng tenteram maka Kyai Gede Penatas Angin mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh dari masing-masing kampung/dusun, diantaraya Mbah Waliroso, Mbah Peniten, Mbah Bodo / Pangeran Tumbal, Mbah Rekidin, Mbah Trunojoyo, Nyai Sikopeng, Kiyai Gede Penderesan dan masyarakat yang lain untuk mempersatukan empat dusun supaya menjadi satu yaitu desa Empungangan (Empunya pangan) yang sekarang diberi nama  Desa Pungangan.<ref>{{Cite web|url=http://pungangan-pekalongan.sideka.id/profil/sejarah/|title=Sejarah Desa Pungangan|last=|first=|date=|website=Situs Resmi Desa Pungangan|access-date=17 April 2020|archive-date=2019-09-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20190919135906/http://pungangan-pekalongan.sideka.id/profil/sejarah/|dead-url=yes}}</ref>
 
== Kepala Desa Pungangan ==
Baris 110 ⟶ 111:
|1999
|2013
|Program-programnya adalah pengaspalan jalan dan bangunan pelengkap dan swadaya masyarakat Dari tahun ke tahun kepemerintahan Bapak Rochani banyak kegiatan membangun desa, adapun sumber biaya swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah melalui program yang ada demi tercapainya Pungangan menjadi desa SEJAMAN( ''Sejahtera  Adil Aman dan Nyaman'').
|-
|11
Baris 118 ⟶ 119:
|Memiliki gagasan untuk melanjutkan program – progam tentang pembangunan agar desa pungangan menjadi lebih sejahtera dari aspek pendidikan, ekonomi, dan ketahanan pangan agar ''Terwujudnya masyarakat desa Pungangan yang Aman,Tenteram, Damai dan Sejahtera.''
|}
<br />{{Doro, Pekalongan}}
== Referensi ==
{{Reflist}}
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [https://pekalongankab.bps.go.id/ BPS Kabupaten Pekalongan]
* {{id}} [http://www.pekalongankab.go.id/ Situs resmi Kabupaten Pekalongan]
 
{{Doro, Pekalongan}}
 
 
{{kelurahan-stub}}