Abdul Qadir bin Abdul Mutalib: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(28 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Ulama Muslim
|name = '''ٍSyeikh Abdul Qadir bin Abdul Muththalib bin Hassan Al-Andunisi Al-Mandili Al-Makki Asy-Syafi’i'''▼
|image = Syeikh abdul qadir abdul muthalib.jpg
|image_size = 200px
|caption =
<!-- -------------- -->
|nasab = Abdul Qadir bin Abdul Muththalib bin Hassan ▼
|glr_islam_dpn = [[Syekh]]
|nisbah = [[Suku Mandailing|Al-Mandili]], [[Mekkah|Al-Makki]] ▼
|
|
|death_place = [[Mekkah]], [[Arab Saudi]] ▼
|
|
|tempat_lahir = [[Sigalangan, Panyabungan, Mandailing Natal|Sigalapang]], [[Panyabungan, Mandailing Natal|Panyabungan]]
|negara_dilahirkan = [[Mandailing]] {{negara|Hindia Belanda}}
|nationality = [[Indonesia]]▼
|ethnicity = [[Suku Mandailing|Mandailing]]▼
|
|
<!-- -------------- -->
|nama_arabic = الشَّيْخُ عَبْدُ القَادِرِ بْنُ عَبْدِ المُطَّلِبِ بْنِ حَسَنٍ الأَنْدُوْنِيْسِي المَنْدِيْلِي المَكِّيّ الشَّافِعِيْ
▲|nisbah = [[Indonesia|al-Indunisi]] [[Suku Mandailing|
|nama_lainnya =
<!-- -------------- -->
|negara1 = [[Indonesia]] {{negara|Indonesia}}
|negara2 = [[Malaysia]] {{negara|Malaysia}}
<!-- -------------- -->
▲|
<!-- -------------- -->
|occupation = [[Ulama]], [[guru]], [[Da'i]]
|
|notable_works = ''Tuhfah al-Qari‘ al-Muslim fi al-Ahadits al-Muttafaq ‘Alaiha Bayn al-Imam al-Bukhari wa al-Imam Muslim'',<br />''Al-Khazain As-Saniyyah'',<br />''Syarh ‘Aqidah Thahawiyyah'',
▲|creed =
▲|movement =
▲|notable_works = ''Tuhfah al-Qari‘ al-Muslim fi al-Ahadits al-Muttafaq ‘Alaiha Bayn al-Imam al-Bukhari wa al-Imam Muslim'',<br />''Al-Khazain As-Saniyyah'',<br />''Syarh ‘Aqidah Thahawiyyah'',
▲|awards =
|influences = [[Imam Asy-Syafi'i]]<br />[[Imam Ath-Thahawi]]<br />[[Imam An-Nawawi]]<br />[[Muhammad Yasin Al-Fadani]]
<!-- -------------- -->
▲|module =
|guru1 = Syekh Isma’il bin ‘Abdul Qadir al-Fathani
▲|website =
|guru2 = Syekh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi
▲|signature =
|guru3 = Syekh Abdul Karim ad-Daghistani
▲|parents = Abdul Muthalib bin Hassan (ayah)
|guru4 = Syekh Ali al-Fathani
▲| spouse =
|guru5 = Syekh Muhammad Ali al-Maliki
|guru6 = Syekh Hassan al-Masysyath
|guru7 = Syekh Muhammad al-Arabi
|guru8 = Syekh Alwi bin Abbas al-Hasani
}}▼
|guru9 = [[Muhammad Ahyad al-Bughuri|Syekh Muhammad Ahyad]]
|guru10 = Syekh Hasan al-Yamani,
|guru11 = Syekh Umar Hamdan al-Mahrasyi
|guru12 = Syekh Muhammad Nur Saif
|guru13 = [[Muhammad Yasin Al-Fadani|Syekh Muhammad Yasin Al-Fadani]]
|guru14 = Syekh Abdullah al-Lahji
|guru15 = Syekh Zakaria Bila.
<!-- -------------- -->
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat =
|tempat_wafat = Makkah
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h = 18
|tgl_wafat_m =
|bln_wafat_h = Rabiulakhir
|bln_wafat_m =
|thn_wafat_h = 1385
|thn_wafat_m = 1965
|hari_dimakamkan =
|tempat_makam =
▲}}
'''
== Pendidikan Awal ==
Ia mendapat pendidikan awal di Sekolah Belanda pada 1917 dan lulus kelas Lima pada 1923. Pada 1924, Ia berhijrah ke [[Kedah]] untuk mendalami ilmu agama.<ref name=niknasri/> Merantau ke negeri Malaysia bukan hanya banyak dilakukan orang-orang Indonesia pada zaman sekarang. Bahkan sudah sejak dahulu kala masyarakat [[Indonesia]] pada umumnya dan masyarakat [[
== Hijrah ke Malaysia ==
Saat ia hijrah ke [[Kedah, Malaysia]] pada tahun 1924, awalnya Syaikh Abdul Qadir muda berguru kepada Tuan Guru Haji Bakar Tobiar, di Pondok Penyarum,
Pada 1926, Syaikh Abdul Qadir bersekolah di Madrasah Darul Sa’adah Al-Islamiyah atau Pondok Titi Gajah, yang ketika itu diasuh Syaikh Wan Ibrahim bin ‘Abdul Qadir Al-Fathani atau biasa disapa Pak Chu Him yang terkenal itu.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Dikisahkan pula bahwa di saat ia masih nyantri di Darul Sa’adah Al-Islamiyyah, ia biasa memanfaatkan masa liburan untuk bekerja sebagai pemukul padi karena memang lokasi madrasah terletak di lingkungan persawahan. Meski sebagai seorang santri, ia tidak canggung menjalani pekerjaannya itu. Dalam pikirannya, yang penting itu halal tidak perlu malu dijalani. Meski harus bekerja, ia tidak lantas melupakan tujuan utamanya melawat. Sambil bekerja memukul padi, ia terlihat
Selain terkenal tekun belajar, ‘Abdul Qadir Al-Mandili juga terkenal dengan ketekunannya beribadah pada Allah. Tidak hanya ibadah wajib yang ia kerjakan, namun ibadah-ibadah sunnah pun banyak yang ditekuninya. Maka tidak sekadar belajar, tetapi ia juga mengamalkannya. Dan demikianlah akhlak keseharian seorang penuntut ilmu yang
Sesudah 12 tahun berada di Titi Gajah, dahaganya kepada ilmu semakin memuncak. Ia berkeinginan untuk berguru kepada Syaikh Wan Ismail (Syaikh Isma’il bin ‘Abdul Qadir Al-Fathani bersapa Pak Da ‘Ali<ref name="abdul qadir al-mandili"/>), yang tak lain adalah kakak Syaikh Wan Ibrahim, yang mengajar di [[Makkah]].<ref name=alkisah1/>
== Berguru ke Tanah Haram ==
Pada tahun 1355 H, Syaikh ‘Abdul Qadir bin ‘Abdul Muththalib al-Mandili bertolak ke [[Makkah|Makkah Al-Mukarramah]], suatu negeri yang selalu menjadi dambaan semua orang, apatah lagi penuntut ilmu. Adalah suatu kebiasaan yang lazim menjadi ‘sunnah’ penuntut ilmu di Nusantara, terasa belum sempurna jika tidak mengambil bagian belajar di kota kelahiran Rasulullah ﷺ tersebut. Maka pada waktu tersebut ‘Abdul Qadir tidak lagi kuat menahan hasratnya untuk segera berangkat menujunya. Sesampainya di [[Makkah]] dan setelah menyempurnakan ibadah haji pada tahun tersebut, ia bertekad untuk lebih lama tinggal di sana, tidak lain untuk menimba ilmu dari para ulamanya walaupun keilmuannya sudah bisa dibilang dalam dan matang. Akan tetapi karena dahaganya pada ilmu yang masih belum terobati, ia merasa harus lebih lanjut mendalaminya.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Di Makkah ia berguru kepada banyak ulama besar,<ref name=alkisah1/> di antaranya
* Syaikh Isma’il bin ‘Abdul Qadir Al-Fathani,
* Syaikh Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi,
* Syaikh Abdul Karim Ad-Daghistani,
* Syaikh Ali Al-Fathani,
* Syaikh Muhammad Ali Al-Maliki,
* Syaikh Hassan Al-Masysyath,
* Syaikh Muhammad Al-Arabi,
* Sayyid Alwi bin Abbas Al-Hasani,
* Syaikh
* Syaikh Hasan Al-Yamani,
* Syaikh Umar
* Syaikh Muhammad Nur Saif,
* Syaikh [[Muhammad Yasin Al-Fadani]],
* Syaikh Abdullah Al-Lahji,
* Syaikh Zakaria Bila.
Baris 80 ⟶ 111:
Setelah sekian lama berguru kepada banyak ulama Tanah Suci, ia mendapatkan izin mengajar di [[Masjidil Haram]]. Ia mengajar selama hampir 30 tahun, dalam berbagai cabang keilmuan.<ref name=alkisah2>{{harvnb|Majalah Alkisah Bagian 2|2014}}.</ref> Majelisnya yang terkenal adalah sebuah majelis yang terletak di sisi Bab Al-Umrah, salah satu pintu utama [[Masjidil Haram]]. Halaqahnya ini amat terkenal di kalangan penuntut ilmu di Masjidil Haram, terutama di kalangan santri Melayu.<ref name=alkisah2/>
Adapun jadwal kajian Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili adalah setiap usai shalat ‘Ashar, Maghrib, dan Shubuh. Selain di Masjidil Haram, ia juga biasa memberi pelajaran di rumahnya sendiri dan tempat lainnya.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Tentang halaqah pengajian Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili, Syaikh Zakariya bin ‘Abdullah Bela pernah menuturkan, “Dia memeiliki beberapa pelajaran yang disampaikannya di Masjidil Haram dalam bidang fiqih madzhab Syafi’i, nahwu, sharaf, balaghah, hadits, mushthalah hadits, tafsir, selain beberapa pelajaran yang diterimanya dari guru-gurunya. Majelis pengajiannya tidak kurang dari 200 pelajar dalam setiap pengajiannya karena sebab kepiawiannya yang begitu kuat dalam metode menerjemahkan (pelajaran), pengalamannya yang luas dalam menyampaikan pelajaran, dan metode-metode pengajaran.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Sementara itu ‘Abdul Wahhab bin Ibrahim Abu Sulaiman dan Muhammad Ibrahim Ahmad ‘Ali menuturkan, bahwa pengajian Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili
Pengajiannya berlangsung hingga beberapa jam, dua atau tiga jam. Para hadirin pun dengan penuh antusias menyimak pelajaran yang ia sampaikan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung. Suaranya dikenal membahana dan berderak memenuhi masjid. Dia biasa mengenakan
Ketika menjadi guru di [[Masjidil Haram]], Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib pernah ditawarkan dengan berbagai jabatan, sebagai guru agama di [[Cape Town]], [[Afrika Selatan]]. Presiden [[Soekarno]] juga dikisahkan pernah menawarkan sebagai Mufti Indonesia, sedangkan Raja [[Arab Saudi]] menawarkan posisi Qadhi Al-Qudat dengan gaji yang besar.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Tetapi semua itu ditolak olehnya karena ia lebih memilih konsentrasi dalam hal mengajar di Masjidil Haram.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Sesuai dengan gelar yang diberikan kepadanya yakni "Khuwaidam Talabah al-Ilmu as-Syarif bil Harami al-Makki (Khadam kecil bagi penuntut ilmu di Masjidil Haram)".<ref name=niknasri/>
Baris 115 ⟶ 146:
Dia berkata ketika menjelaskan perkataan [[Imam Ath-Thahawi|Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi]], “و لا إله غيره”, “Dan tiada yang disembah sebenar lain daripada-Nya.”
“Ini kalimat tauhid yang menyeru kepadanya oleh sekalian Rasul –‘alaihimush shalatu wassalam-. Dan bermula mengitsbatkan tauhid dengan ini kalimat adalah ia dengan ditilik kepada nafi dan itsbat yang memberi
=== Tauhid ===
Baris 174 ⟶ 205:
Syeikh Abdul Qadir juga aktif dalam menulis, sekitar 24 buah karya tulis dalam bahasa Melayu dan Arab<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> telah lahir dari kegigihan ia menutut ilmu dan mengajar, termasuk di antaranya enam buah karya terjemahan. Tulisannya meliputi berbagai bidang seperti ushuludin, fiqih, pendidikan, hukum, dan akhlaq, politik, dan perundangan. Syaikh Abdul Qadir telah lebih dahulu "modern" dalam pemikiran di kalangan ulama-ulama tradisional lainnya pada masa itu tatkala ia memperbincangkan ideologi kapitalisme, sosialisme, dan komunisme.<ref name=alkisah1/><ref name=alkisah2/> Tulisan-tulisan tersebut masih terus dicetak dan dipelajari di berbagai lembaga pendidikan formal maupun non formal. Pada tulisan-tulisannya itu dapat dengan jelas kita rasakan nuansa dakwah kepada tauhid yang dia prioritaskan.
Di antara karya-karya dia adalah
* ''Al-Khaza‘in as-Saniyyah min Masyahir al-Kutub al-Fiqhiyyah Li A‘immatina al-Fuqaha‘ asy-Syafi’iyyah''.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* ''Risalah Pokok Qadiani'', memaparkan kesesatan dan bahaya ajaran [[Mirza Ghulam Ahmad]]<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1949) ''Senjata Tok Haji dan Tok Labai''<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1950) ''Pembantu bagi Sekalian Orang Islam dengan Harus Membaca Quran dan Sampai Pahalanya kepada Sekalian Yang Mati''
* (1952) ''Tuhfah al-Qari‘ al-Muslim fi al-Ahadits al-Muttafaq ‘Alaiha Bayn al-Imam al-Bukhari wa al-Imam Muslim''.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Kitab ini beberapa hadits pilihan yang disepakati periwayatannya oleh Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari dan Imam Abul Hajjaj Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naesaburi.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* (1953) ''Bekal Orang yang Menunaikan Haji''
* (1956) ''Hukm al-Ihram min Jaddah, Penawar bagi Hati, Perisai bagi Sekalian Mukallaf, Pendirian bagi agama Islam ''<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1956) ''Pendirian Agama Islam''
* (1958) ''Sinar Matahari Buat Penyuluh Kesilapan Abu Bakar al-Asy’ari''
* (1958) ''Al-Madzhab atau Tiada Haram Bermadzhab''. Kandungan isi kitab ini seperti yang diterangkan penulisnya di muqaddimah, “Maka ini sebuah kitab yang kecil, yang mengandung ia akan hukum bermadzhab dan taqlid. Hamba sesunkan dia karena permintaan Tuan Guru Haji Hasan Ahmad Fathani, yang memberi ia akan hamba akan sebuah risalah ‘Al-Madzhab Wajibkah Atau Haramkah Bermadzhab?’ yang terbangsa kepada [[Ahmad Hassan|Al-Fadhil Tuan Hassan Ahmad]] [[Bandung]] (baca: [[Ahmad Hassan|Al-Ustadz A. Hassan]] Bandung), dan menyuruh ia akan hamba dengan menerangkan barang yang di dalamnya daripada segala yang menyalahi. Maka karena tiada dapat hamba menyalahi permintaan itu, terpaksalah hamba menyusun akan ini risalah, sekalipun hamba tiada ada ahli bagi yang demikian itu. Dan hamba namakan dia dengan ‘Al-Madzhab Atau Tiada Haram Bermadzhab’. Mudah-mudahan menjadikan dia oleh Allah Ta’ala ikhlas, serta memberi manfaat ia bagi hamba sendiri dan bagi sekalian maudara yang beragama Islam. Innahu ‘ala kulli syai-i’ qadir.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* (1959) ''Siasah dan Loteri dan Alim Ulama dan Islam: Agama dan Kedaulatan'', yang menjelaskan hukum judi yang dilegalisasi pemerintah lalu
* (1961) ''Kebagusan Undang-undang Islam dan Kecelaan Undang-undang Ciptaan Manusia''
* ''Anak Kunci Syurga''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* Syarah ‘Aqidah Thahawiyyah yang berjudul ''Perisai Bagi Sekalian Mukallaf'' atau ''Simpulan Iman Atas Jalan Salaf''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''Al-Asad Al-Mu’aar Li Qatl At-Tis Al-Musta’aar''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''Petunjuk Bagi Sekalian Ummat''. Kitab ini membahas tentang perbedaan ulama tentang sunnah tidaknya shalat qabliyyah [[Salat Jumat|Jum’at]]. Sedangkan dalam kitab ini, Syaikh Al-Mandili cenderung berpendapat sunnah. Oleh karena itu, dinampakkannya berbagai dalil yang menguatkannya. Isinya kurang lebih seperti kitab yang pernah ditulis oleh Imam [[Ibnu Al-Mulaqqin|Ibnul Mulaqqin]] yang kemudian diberi catatan tambahan oleh Syaikh Zakariya bin ‘Abdullah Bela Al-Andunisi.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''I’tiad Orang yang Percaya Akan Quran Dengan Turun [[Nabi Isa]] ‘Alaihissalam Pada Akhir Zaman<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''Menakutkan Daripada Memasukkan Kanak2 Kedalam Sekolah Bangsa Kafir''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Baris 209 ⟶ 240:
== Wafat ==
Setelah menetap 29 tahun<ref name=alkisah2/> lamanya di [[Makkah]] mengabdikan dirinya dalam keilmuan, pada 1965 M <small><nowiki>[</nowiki>[[Kalender Hijriyah]]: 18
Penulis ''Al-Jawahir Al-Hissan'' mengatakan, “Sekembalinya dari [[Madinah]], dia wafat pada 20 Rabi’ul Tsani tahun 1385 H. Yang menyampaikan berita wafatnya padaku adalah Al-Ustadz ‘Abdul Ghani Al-Mandili yang pada saat itu aku masih berada di Masjid Madinah Munawwarah. Semoga Allah merahmati dan memberinya berkah.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/> Masyarakat Makkah sangat
== Catatan kaki ==
Baris 233 ⟶ 264:
| work = [http://www.majalah-alkisah.com/ Majalah Alkisah]
| ref = harv
| archive-date = 2014-01-13
| archive-url = https://web.archive.org/web/20140113043025/http://www.majalah-alkisah.com/index.php/dunia-islam/3421-syaikh-abdul-qadir-bin-abdul-muthalib-al-mandaili--tuan-guru-para-santri-melayu-bagian-1
| dead-url = yes
}}
* {{id}} {{cite web
Baris 244 ⟶ 278:
| work = [http://www.majalah-alkisah.com/ Majalah Alkisah]
| ref = harv
| archive-date = 2014-01-13
| archive-url = https://web.archive.org/web/20140113042725/http://www.majalah-alkisah.com/index.php/dunia-islam/3423-syaikh-abdul-qadir-bin-abdul-muthalib-al-mandaili--tuan-guru-para-santri-melayu-bagian-2tamat
| dead-url = yes
}}
* {{ms}} {{cite web
Baris 276 ⟶ 313:
* {{id}} [http://allangkati.blogspot.com/2010/09/syeikh-abdul-qadir-bin-tolib.html Syeikh Abdul Qadir Bin Tolib al-Mandili]
== Lihat
* [[Daftar tokoh Indonesia]]
* [[Daftar tokoh Mandailing]]
Baris 291 ⟶ 328:
[[Kategori:Cendekiawan Muslim]]
[[Kategori:Cendekiawan Sunni]]
[[Kategori:Ahli
[[Kategori:Tokoh dari Tapanuli Selatan|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Ulama Mandailing|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
Baris 303 ⟶ 340:
[[Kategori:Kelahiran 1910]]
[[Kategori:Kematian 1965]]
[[Kategori:Ulama Nusantara]]
|