Ramalan Jayabaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
nomor togel jotu
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Fazily (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh 175.158.37.251 (bicara) ke revisi terakhir oleh Tarusbawa
Tag: Pengembalian
 
(14 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[File:Serat Jayabaya.pdf|thumb| ''Serat Jayabaya'' edisi 1932]]
 
'''Ramalan Jayabaya''' atau sering disebut '''Jangka Jayabaya''' adalah [[ramalan]] dalam tradisi [[Jawa]] yang salah satunya dipercaya ditulis oleh [[Jayabaya]], raja [[Kerajaan KadiriKediri]]. RamalanKarya tulisan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para [[pujangga]]. Asal usul utama serat ramalanJangka Jayabaya dapat dilihat pada '''kitab Musasar''' yang digubah oleh [[Sunan Prapen]] dari masa [[Giri Kedaton]]. Sekalipun banyak keraguan keasliannya, tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebutmembuatnya.
[[File:Serat Jayabaya.pdf|thumb| ''Serat Jayabaya'' edisi 1932]]
 
'''Ramalan Jayabaya''' atau sering disebut '''Jangka Jayabaya''' adalah [[ramalan]] dalam tradisi [[Jawa]] yang salah satunya dipercaya ditulis oleh [[Jayabaya]], raja [[Kerajaan Kadiri]]. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para [[pujangga]]. Asal usul utama serat ramalan Jayabaya dapat dilihat pada '''kitab Musasar''' yang digubah oleh [[Sunan Prapen]] dari masa [[Giri Kedaton]]. Sekalipun banyak keraguan keasliannya, tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebut.
 
{{cquote|Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.}}
Baris 9 ⟶ 8:
 
== Asal usul ==
Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai '''RamalanJangka Jayabaya''', maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni '''Kitab Asrar''' (Musarar) karangan [[Sunan Giri]] Prapen ''(Sunan Giri ke-3)'' di [[Giri Kedaton]] yang kumpulkannyadikumpulkannya pada tahun 1540 Saka = 1028 Hijriyah = 1618 Masehi, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab [[Pararaton]] tentang sejarah [[Kerajaan Majapahit|Majapahit]] dan [[Kerajaan Singasari|Singasari]] yang ditulis di pulau [[Bali]] 1535 Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak zamannya [[Sultan Agung]] dari [[Kesultanan Mataram|Mataram]] yang bertakhta (1613-1645 M).
 
Kitab ''Jangka Jayabaya'' pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya '''Pangeran Wijil I''' dari [[Kadilangu]] (sebutannya '''Pangeran Kadilangu II''') yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak. Memang dirinya merupakan keturunan [[Sunan Kalijaga]], sehingga logis bila dia dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang prabu [[Brawijaya]] terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara [[Sunan Kalijaga]], [[Brawijaya V]] dan Penasehat Sang Baginda benama '''Sabda Palon''' dan '''Nayagenggong'''.
Baris 19 ⟶ 18:
Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada zamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh putranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.
 
== Analisis masalah nomor togel ==
Jangka Jayabaya yang dikenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu.
 
Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton". Giri Kedaton ini tampaknya Merupakan zaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan diteruskan juga sampai zaman Sunan Giri ke-3.
 
Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di basmidibasmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.
 
Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu di gantidiganti oleh penguasa baru yakni, Ratu Sundarowang ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo ([[Sultan Agung]]) yang berkuasa di seluruh [[Jawa]] dan [[Madura]]. Di kelak kemudian hari (ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan muncullahmuncul seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.
 
Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah dia turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti dizamandi zaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti dia dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh [[Sultan Agung]]).
 
Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan "Jangka Jayabaya" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Baris 95 ⟶ 94:
# Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.
 
== Isi ramalanJangka Jayabaya ==
# Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran ---> Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
# Tanah Jawa kalungan wesi ---> Pulau Jawa berkalung besi.