Zakiah Daradjat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(48 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
|name = Zakiah Daradjat
|image = Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat.jpg
|imagesize = 220px
|alt =
Baris 9:
|birth_place = {{negara|Holland}} Jorong Koto Marapak, [[Lambah, IV Angkek, Agam|Nagari Lambah]], [[Ampek Angkek, Agam|Ampek Angkek]], [[Agam]], [[Sumatera Barat]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|2013|01|15|1929|11|6}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|nationality = {{negara|Indonesia}} [[Indonesia]]
|other_names =
|known_for =
Baris 18:
}}
 
'''[[Profesor|Prof.]] [[Doktor|Dr.]] [[Haji|Hj.]] Zakiah Daradjat''' ({{lahirmati|Jorong Koto Marapak, [[Lambah, IV Angkek, Agam|Nagari Lambah]], [[Ampek Angkek, Agam|Ampek Angkek]], [[Agam]], [[Sumatera Barat]]|6|11|1929|[[Jakarta]]|15|01|2013}}) adalah pakar psikologi Islam Indonesia. Berkarier di Departeman Agama Indonesia selama 30 tahun sejak 1964, ia menghabiskan sisa umurnya sebagai pendidik dan guru besar ilmu psikologi di [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta]].
 
Setelah menyelesaikan pendidikan doktor di [[Mesir]] pada 1964, Zakiah membagi waktu bekerja dan membuka praktik konsultasi psikologi. Ia pernah dipercaya sebagai Direktur Pendidikan Agama dan Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam di Kementerian Agama, bertanggung jawab atas kebijakan dan eksistensi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Ia duduk di [[Dewan Pertimbangan Agung]] periode 1983–1988, satu-satunya perempuan dalam keanggotaan DPA. Pada saat yang sama, ia adalah anggota [[Dewan Riset Nasional]] dan mengurusi bidang masalah keluarga dan anak pada [[Majelis Ulama Indonesia]] (MUI) di bawah kepimpinan [[Hasan Basri]].
 
Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem [[pendidikan di Indonesia]]. Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, Zakiah termasuk salah seorang yangIa membidani lahirnya kebijakan yangpembaruan tertuangmadrasah dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri ([[Menteri Agama]], [[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Mendikbud]], dan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Mendagri]]) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]] diduduki oleh [[Mukti Ali]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Melalui surat keputusan tersebut, Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status [[madrasah]], salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Nata|2005|pp=237}} Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah berbagai jenjang diterima di sekolah maupun perguruan tinggi umum.{{sfn|Nasar|2013}}
== Kehidupan awal ==
Zakiah Daradjat lahir pada 6 November 1929 di Jorong Koto Marapak, [[Lambah, IV Angkek, Agam|Nagari Lambah]], [[IV Angkek, Agam|Ampek Angkek]], [[Kabupaten Agam|Agam]]. Ayahnya, Haji Daradjat Husain aktif dalam pergerakan [[Muhammadiyah]] sementara ibunya, Rafiah adalah anggota [[Sarekat Islam]]. Ia adalah anak tertua dari 11 bersaudara, termasuk lima adik lain ibu.{{efn|Haji Daradjat Husain memiliki dua orang istri.{{sfn|Nata|2005|pp=233}} Dari Rafiah, istri pertama, lahir enam orang anak, sedangkan dari istri kedua, Hajah Rasunah, Daradjat Husain dikaruniai ilma orang anak.{{sfn|Ajisman|2011|pp=57}}}} Meskipun tidak berasal dari figur orangtua ulama, sejak kecil Zakiah Daradjat telah ditempa pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Kiah, panggilan masa kecilnya, sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh ayahnya.{{sfn|BK3AM|1995|pp=505}}
 
Zakiah merupakan satu-satunya perempuan di [[Dewan Pertimbangan Agung]] periode 1983–1988 dan pernah menjadi anggota MPR-RI periode 1992–1997. Selain itu, ia adalah perempuan pertama yang menjabat salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengetuai bidang urusan keluarga dan anak pada masa kepimpinan [[Hasan Basri]].
Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar lagi di [[Diniyah School]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Semasa sekolah ia memperlihatkan minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama.{{sfn|Nata|2005|pp=234}} Saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia berpidato pertama kali di hadapan guru dan kakak kelasnya.{{sfn|Ajisman|2011|pp=57}} Ia mendapat tugas dari gurunya waktu itu untuk berpidato pada acara perpisahan sekolah. Setelah tamat pada 1941, Zakiah masuk ke salah satu SMP di [[Padang Panjang]] sambil mengikuti sekolah agama di [[Kulliyatul Muballighat]], kursus calon mubalig.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut mendorongnya untuk menjadi mubalig.{{sfn|Daradjat|1999|pp=4–6}}
 
== Riwayat Hidup ==
Pada tahun 1951, ia menamatkan pendidikan SMA di Bukittinggi.{{sfn|Mahditama|2013}} Sebelumnya, ia pernah belajar di Sekolah Asisten Apoteker, tetapi tidak diteruskan karena [[Agresi Militer Belanda II]] yang diikuti pembumihangusan Bukittinggi. Setelah itu, ia meninggalkan kampung halamannya menjalani pendidikan tinggi di [[Yogyakarta]]. Ia mendaftar dan lulus di dua perguruan tinggi dengan fakultas yang berbeda, yaitu Fakultas Tarbiyah [[Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta|Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta]] dan Fakultas Hukum [[Universitas Islam Indonesia]] (UII). Namun, setelah tahun ketiga, ia meninggalkan kuliahnya di UII atas saran orangtuanya untuk fokus pada salah satu jurusan.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=142}}
 
=== PendidikanKehidupan di Mesirawal ===
Zakiah Daradjat lahir pada 6 November 1929 di Jorong Koto Marapak, [[Lambah, IV Angkek, Agam|Nagari Lambah]], [[IV Angkek, Agam|Ampek Angkek]], [[Kabupaten Agam|Agam]]. Ayahnya, HajiHusain Daradjat Husain aktif dalam pergerakan [[Muhammadiyah]] sementara ibunya, Rafiah adalah anggota [[Sarekat Islam]]. IaKakeknya adalahdari pihak ayah, Husin Dt. Marajo merupakan Kepala Nagari Lambah. Zakiah merupakan anak tertua dari 11 bersaudara, termasuk lima adikdari mereka lainberlainan ibu.{{efn|Haji Daradjat Husain memiliki dua orang istri.{{sfn|Nata|2005|pp=233}} Dari Rafiah, istri pertama, lahir enam orang anak, sedangkan dari istri kedua, Hajah Rasunah, Daradjat Husain dikaruniai ilma orang anak.{{sfn|Ajisman|2011|pp=57}}}} Meskipun tidak berasal dari figur orangtuaorang tua ulama, sejak kecil Zakiah Daradjat telahbersaudara ditempa pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Kiah, panggilan masa kecilnya, sudah dibiasakan oleh ibunyasang ibu untuk menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh ayahnyasang ayah.{{sfn|BK3AM|1995|pp=505}}
Pada tahun 1956, setahun setelah [[Konferensi Asia–Afrika]] yang dilangsungkan di Indonesia, Zakiah mendapat tawaran beasiswa dari Departemen Agama untuk kuliah ke Mesir, seiring [[Hubungan Indonesia dengan Mesir|kerja sama pemerintah Indonesia dengan Mesir]]. Ia diterima di Fakultas Pendidikan [[Universitas Ain Shams]], [[Kairo]] tanpa tes untuk program S-2.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Sebagai satu-satunya mahasiswa perempuan dari Indonesia, kepergian Zakiah dan restu orangtuanya dianggap sebagai keputusan revolusioner. Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya meraih gelar magister pada tahun 1959, setelah setahun sebelumnya mendapat diploma pasca-sarjana dengan spesialisasi pendidikan. {{sfn|Alai Nadjib|2013}} Tesis ini mendapat sambutan dari kalangan terpelajar di Kairo waktu itu, sebagai rujukan dan bahan pemberitaan.
 
Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar lagi di [[Diniyah School]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Semasa sekolah, ia memperlihatkan minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama.{{sfn|Nata|2005|pp=234}} Saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia berpidato pertama kali di hadapan guru dan kakak kelasnya.{{sfn|Ajisman|2011|pp=57}} Ia mendapat tugas dari gurunya waktu itu untuk berpidato pada acara perpisahan sekolah. Setelah tamat pada 1941, Zakiah masuk ke salah satu SMP di [[Padang Panjang]] sambil mengikuti sekolah agama di [[Kulliyatul Muballighat]], kursus calon mubalig.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut mendorongnya untuk menjadi mubalig.{{sfn|Daradjat|1999|pp=4–6}}
Pada saat Zakiah belajar, bidang psikologi tidak banyak ditekuni oleh pelajar Islam. Perkembangan ilmu psikologi didominasi oleh psikoanalisis [[Sigmund Freud]], yang mendudukkan alam tak sadar sebagai faktor penting dalam kepribadian manusia. Zakiah mengenalkan metode non-directive dari [[Carl Rogers]] yang baru mulai dirintis dan diperkenalkan oleh universitas. Ia mengajukan disertasi mengenai psikoterapi model non-directive dengan fokus psikoterapi bagi anak-anak bermasalah sampai mendapat persetujuan pihak universitas.{{sfn|Arif Subhan|2001}} <!--Arif Subhan, “Prof. Dr. Zakiah Daradjat Membangun Lembaga Pendidikan. Islam Berkualitas”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia: 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, (Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN. Syarif Hidayatullah dengan Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 4.-->
 
Pada tahun 1951, ia menamatkan pendidikan SMA di Bukittinggi.{{sfn|Mahditama|2013}} Sebelumnya, ia pernah belajar di Sekolah Asisten Apoteker, tetapi tidak diteruskanditeruskannya karenaakibat [[Agresi Militer Belanda II]] yang diikuti pembumihangusan Bukittinggi. Setelah itu, ia meninggalkan kampung halamannya menjalani pendidikan tinggi di [[Yogyakarta]]. Ia mendaftar dan lulus di dua perguruan tinggi dengan fakultas yang berbeda, yaitu Fakultas Tarbiyah [[Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta|Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta]] dan Fakultas Hukum [[Universitas Islam Indonesia]] (UII). Namun, setelah tahun ketiga, ia meninggalkan kuliahnya di UII atas saran orangtuanya untuk fokus pada salah satu jurusan.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=142}}
Sambil membagi waktu menyelesaikan kuliah S-3 di universitas yang sama, ia mulai membuka praktik praktik konsultasi kejiwaan di almamaternya. Ia mengambil kesempatan mengajar bahasa Indonesia di Kairo, menjabat sebagai Kepala Jurusan Bahasa Indonesia pada Higher School for Language. {{sfn|Alai Nadjib|2013}} Dari penghasilan yang diterimanya mengajar bahasa, ia dapat mengundang kedua orangtuanya ke Mesir selama lima bulan dan mengakhirinya pergi haji ke [[Mekkah]]. Pada tahun 1964, dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang psikologi dengan spesialisasi psikoterapi dari Universitas Ain Shams.{{sfn|Ajisman|2011|pp=58}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Penelitian disertasinya mendapatkan penghargaan dari [[Gamal Abdul Nasir|Presiden Gamal Abdul Nasir]], berupa "Medali Ilmu Pengetahuan" yang diberikan pada upacara Hari Ilmu Pengetahuan Mesir 1965.{{sfn|Alai Nadjib|2013}}
 
=== KarierPendidikan di Mesir ===
Pada tahun 1956, setahun setelah [[Konferensi Asia–Afrika]] yang dilangsungkan di Indonesia, Zakiah mendapat tawaran beasiswa ikatan dinas dari Departemen Agama untuk kuliah ke Mesir, seiring [[Hubungan Indonesia dengan Mesir|kerja sama pemerintah Indonesia dengan Mesir]]. Ia diterima di Fakultas Pendidikan [[Universitas Ain Shams]], [[Kairo]] tanpa tes untuk program S-2.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Sebagai satu-satunya mahasiswa perempuan dari Indonesia, kepergian Zakiah dan restu orangtuanya dianggap sebagai keputusan revolusioner. Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya meraih gelar magister pada tahun 1959, setelah setahun sebelumnya mendapat diploma pasca-sarjana dengan spesialisasi pendidikan. {{sfn|Alai Nadjib|2013}} Tesis ini mendapat sambutan dari kalangan terpelajar di Kairo waktu itu, sebagai rujukan dan bahan pemberitaan.
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, Zakiah merintis karier di [[Kementerian Agama Indonesia|Departemen Agama]] sebagai pegawai Biro Perguruan Tinggi dan membagi waktu mengajar pada [[Institut agama Islam negeri|perguruan tinggi agama Islam negeri Indonesia]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Pada 1967, Zakiah diangkat oleh [[Menteri Agama]] [[Saifuddin Zuhri]] sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama. Sejak 1972, ia menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama sampai tahun 1977, dan berikutnya menjabat sebagai Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam sampai Maret 1984.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Setelah itu, ia secara resmi menjadi dekan Fakultas Pascasarjana [[IAIN Sunan Kalijaga]], [[Yogyakarta]]. Selama berkarier di birokrasi pemerintahan, Zakiah beberapa kali diminta sebagai penerjemah bahasa Arab sewaktu [[Soeharto|Presiden Soeharto]] berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah. Keahlian ini mengantarnya meraih tanda kehormatan "Order of Kuwait Fourth Class" dari [[Kuwait|Kerajaan Kuwait]] pada 1977 dan penghargaan serupa dari Mesir "Fourth Class Of The Order Mesir" dari [[Anwar Sadat|Presiden Anwar Sadat]].
 
Pada saat Zakiah belajar, bidang psikologi tidak banyak ditekuni oleh pelajar Islam. Perkembangan ilmu psikologi didominasi oleh psikoanalisis [[Sigmund Freud]], yang mendudukkan alam tak sadar sebagai faktor penting dalam kepribadian manusia. Zakiah mengenalkan metode ''non-directive'' dari [[Carl Rogers]] yang baru mulai dirintis dan diperkenalkan oleh universitas. Ia mengajukan disertasi mengenai psikoterapi model ''non-directive'' dengan fokus psikoterapi bagi anak-anak bermasalah, sampaihingga usulannya ini mendapat persetujuan pihak universitas.{{sfn|Arif Subhan|2001}} <!--Arif Subhan, “Prof. Dr. Zakiah Daradjat Membangun Lembaga Pendidikan. Islam Berkualitas”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia: 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, (Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN. Syarif Hidayatullah dengan Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 4.-->
Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem [[pendidikan di Indonesia]]. Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, Zakiah termasuk salah seorang yang membidani lahirnya kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri ([[Menteri Agama]], [[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Mendikbud]], dan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Mendagri]]) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]] diduduki oleh [[Mukti Ali]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Melalui surat keputusan tersebut Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status [[madrasah]], salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Nata|2005|pp=237}} Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi umum.{{sfn|Nasar|2013}}
 
Sambil membagi waktu menyelesaikan kuliah S-3 di universitas yang sama, ia mulai membuka praktik praktik konsultasi kejiwaan di almamaternya. Ia mengambil kesempatan mengajar bahasa Indonesia di Kairo, menjabat sebagai Kepala Jurusan Bahasa Indonesia padadi Higher School for Language. {{sfn|Alai Nadjib|2013}} Dari penghasilan yang diterimanya mengajar bahasa selama tiga tahun, ia dapat mengundangmembawa kedua orangtuanya ke Mesir selama limatujuh bulan dan mengakhirinya pergimenunaikan haji kedi [[Mekkah]]. Pada tahun 1964, dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang psikologi dengan spesialisasi psikoterapi dari Universitas Ain Shams.{{sfn|Ajisman|2011|pp=58}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Penelitian disertasinya mendapatkan penghargaan dari [[Gamal Abdul Nasir|Presiden Gamal Abdul Nasir]], berupa "Medali Ilmu Pengetahuan" yang diberikan pada upacara Hari Ilmu Pengetahuan Mesir 1965.{{sfn|Alai Nadjib|2013}}
Ketika menempati posisi sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan [[Azyumardi Azra]], Zakiah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan perguruan tinggi agama Islam.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-madrasah, Zakiah Daradjat membuka jurusan tadris pada IAIN dan menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia.{{sfn|Nata|2005|pp=238}} Melalui rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]] (Bappenas) sehingga IAIN memperoleh anggaran yang relatif memadai.{{sfn|Nasar|2013}}
 
=== Karier ===
Di luar aktivitasnya sebagai pegawai kementerian, Zakiah mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen keliling pada [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta]] (kini UIN) dan beberapa IAIN lainnya. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan oleh IAIN Jakarta sebagai [[guru besar]] di bidang ilmu jiwa agama. Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas kedinasan, Zakiah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=138}} Selain itu, ia sering memberikan kuliah subuh di stasiun pusat [[Radio Republik Indonesia|RRI]] sejak tahun 1969 sampai dekade 2000-an. Ia kerap pula diminta mengisi siaran ''Mimbar Agama Islam'' di stasiun pusat [[TVRI]]. Pada 19 Agustus 1999, Zakiah Daradjat memperoleh [[Bintang Mahaputra Utama|Bintang Jasa Mahaputra Utama]] dari Pemerintah Rapublik Indonesia, setelah sebelumnya mendapat [[Bintang Jasa Utama]] pada 1995.
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, Zakiah merintis karier di [[Kementerian Agama Indonesia|Departemen Agama]] sebagai pegawai Biro Perguruan Tinggi dan membagi waktu mengajar padasebagai dosen keliling untuk [[Institut agama Islam negeri|perguruan tinggi agama Islam negeri Indonesia]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Pada 1967, Zakiah diangkat oleh [[Menteri Agama]] [[Saifuddin Zuhri]] sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama. Sejak 1972, ia menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama sampai tahun 1977, dan berikutnya menjabat sebagai Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam sampai Maret 1984.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Setelah itu, ia secara resmi menjadi dekan Fakultas Pascasarjana [[IAIN Sunan Kalijaga]], [[Yogyakarta]]. Selama berkarier di birokrasi pemerintahan, Zakiah beberapa kali diminta sebagai penerjemah bahasa Arab sewaktu [[Soeharto|Presiden Soeharto]] berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah. Keahlian ini mengantarnya meraih tanda kehormatan "Order of Kuwait Fourth Class" dari [[Kuwait|Kerajaan Kuwait]] pada 1977 dan penghargaan serupa dari Mesir "Fourth Class Of The Order Mesir" dari [[Anwar Sadat|Presiden Anwar Sadat]].
 
Pada 1977, ia dipromosikan untuk menjabat sebagai Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam sampai Maret 1984.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Sejalan dengan pembenahan internal Departemen Agama oleh pemerintah Orde Baru, Zakiah memimpin pengembangan dan pembaruan dalam bidang pendidikan Islam. Salah satu gagasannya adalah kebijakan pembaruan madrasah dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri Agama, [[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Mendikbud]], dan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Mendagri]]) pada tahun 1975. SKB ini muncul sebagai salah satu solusi terhadap kemlut yang terjadi antara Depdikbud dengan Depag berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan satu atap.<!--Depdikbud melihat bahwa yang memiliki otoritas dan kapabilitas untuk menyelenggarakan pendidikan secara profesional adalah Depdikbud. Berbagai lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Depag harus diserahkan pengelolaannya kepada Depdikbud. Upaya ini perlu dilakukan demi menjaga kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan. Kenyataan menunjukkan bahwaembaga pendidikan agama yang berada di bawah naungan Departemen nasibnya amat memprihatinkan, mutu lulusannya rendah, tidak dapat melanjutkan ke universitas yang bermutu seperti UI, ITB, UGM, IPB, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa Departemen Agama tidak memiliki kemampuan profesional untuk menyelenggarakan pendidikan. Sikap yang demikian tidak dapat diterima oleh Departemen Agama dengan beberapa pertimbangan. Pertama, penyelenggaraan pendidikan agama bukan hanya ingin menghasilkan orang yang berpengetahuan agama tanpa diamalkan (Islamolog), melainkan juga orang yang berjiwa agama dan mengamalkannya dengan baik. Tugas yang demikian itu tidak dapat diserahkan kepada orang-orang yang bukan kelompok yang memahami dan menghayati serta mengamalkan agama. Kedua, peningkatan mutu pendidikan yang berada di bawah naungan Depag dapat dilakukan tidak mesti dengan menyerahkan pengelolaan lembaga pendidikan agama tersebut kepada Depdikbud, melainkan dengan cara mengakreditasi dan memperbarui berbagai aspek yang terkait dengan pendidikan, termasuk di dalamnya pembaruan kurikulum. Tarik-menarik antara dua kepentingan dari Departemen Agama dengan Departemen Pendidikan Nasional tersebut akhirnya diselesaikan melalui SKB Tiga Menteri.--> Upaya lainnya adalah peningkatan mutu pengelolaan dan akademik madrasah-madrasah melalui madrasah model.<!--Madrasah model memiliki standar mutu yang tinggi dalam bidang sumber daya manusia, kurikulum, manajemen, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, dan lain sebagainya dengan tugas dan kewajiban selain memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat juga harus membina madrasah-madrasah yang berada di sekitarnya.-->
 
Zakiah berupaya menyelesaikan kasus Ujian Guru Agama. Program percepatan dalam rangka pengadaan guru agama yang dibutuhkan oleh madrasah-madrasah yang tersebar di seluruh Indonesia. Kendala kurangnya tenaga guru di tengah upaya perbaikan mutu madrasah sehingga pemerintah berupaya mengangkat guru-guru agama dalam jumlah besar. Namun, dalam prosesnya terjadi penyimpangan berupa jual beli SK pengangkatan. Mereka yang tidak memiliki kompetensi sebagai guru telah diangkat menjadi guru karena permainan yang berbagau KKN. Keadaan ini menyebabkan negara dirugikan dalam bentuk diangkatnya orang-orang yang tidak memiliki keahlian sebagai guru yang berakibat pada terjadinya kemunduran dan jatuhnya mutu madrasah.<!--Madrasah model memiliki standar mutu yang tinggi dalam bidang sumber daya manusia, kurikulum, manajemen, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, dan lain sebagainya dengan tugas dan kewajiban selain memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat juga harus membina madrasah-madrasah yang berada di sekitarnya.-->
 
Setelah itu, ia secara resmi menjadi dekan Fakultas Pascasarjana [[IAIN Sunan Kalijaga]], [[Yogyakarta]]. Selama berkarier di birokrasi pemerintahan, Zakiah beberapa kali diminta sebagai penerjemah bahasa Arab sewaktu [[Soeharto|Presiden Soeharto]] berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah. Keahlian ini mengantarnya meraih tanda kehormatan "Order of Kuwait Fourth Class" dari [[Kuwait|Kerajaan Kuwait]] pada 1977 dan penghargaan serupa dari Mesir "Fourth Class Of The Order Mesir" dari [[Anwar Sadat|Presiden Anwar Sadat]].
 
Ketika menempati posisi sebagai Direktur di Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan [[Azyumardi Azra]], Zakiah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan perguruan tinggi agama Islam.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-madrasah, Zakiah Daradjat membuka jurusan tadris pada IAIN dan menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia.{{sfn|Nata|2005|pp=238}} Melalui rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]] (Bappenas) sehingga IAIN memperoleh "anggaran yang relatiflebih masuk memadaiakal".{{sfn|Nasar|2013}}
 
Di luar aktivitasnya sebagai pegawai kementerian, Zakiah mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen keliling pada [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta]] (kini UIN) dan beberapa IAIN lainnya. Mata kuliah yang diasuhnya adalah ilmu jiwa agama. Setelah meninggalkan jabatan sebagai direktur, ia menduduki jabatan Dekan Fakultas Pasca-sarjana dan Pendidikan Doktoral IAIN Yogyakarta. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan oleh IAIN Jakarta sebagai [[guru besar]] di bidang ilmu jiwa agama. Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas kedinasan, Zakiah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=138}} Selain itu, ia sering memberikanmengisi kuliahceramah subuhagama diuntuk stasiun pusat [[Radio Republik Indonesia|RRI]] sejak tahun 19691965 sampai dekade 2000-an. Ia kerap pula diminta mengisi siaran ''[[Mimbar Agama|Mimbar Agama Islam]]'' di stasiun pusat [[TVRI (saluran TV)|TVRI]]. Pada 19 Agustus 1999, Zakiah Daradjat memperoleh [[Bintang Mahaputra Utama|Bintang Jasa Mahaputra Utama]] dari Pemerintah Rapublik Indonesia, setelah sebelumnya mendapat [[Bintang Jasa Utama]] pada 1995.
 
Sebagai realisasi ide-idenya dalam bidang pendidikan dan yang berkaitan dengan kesehatan mental, Zakiah mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Ruhama di Jakarta, sekaligus bertindak sebagai pimpinannya. Lembaga ini melingkupi taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan.
 
== Psikolog ==
[[File:Zakiah Darajat, Ikhlas Beramal, 2(1), July–August 1998, page 29.jpg|jmpl|150px|Zakiah Daradjat, 1998]]
 
Zakiah mulai membuka praktik konsultasi psikologi sewaktu bekerja di Departemen Agama. Mulanya, ia membuka praktik dua kali dalam seminggu. Pada 1965, dengan banyaknya klien, ia memutuskan membuka klinikpraktik di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, [[Jakarta Selatan]]. Rata-rataSetiap hari kerja, ia rata-rata menerima lima pasien setiap petang. Ketika diwawancara oleh ''[[Republika (surat kabar)|Republika]]'' pada tahun 1994, ia mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa.{{sfn|Mahditama|2013}} Ia tidak memungut bayaran, "kalauKalau mereka memberi, saya terima."{{sfn|Mahditama|2013}}
 
Menurut Zakiah. gangguan kejiwaan yang ikut memengaruhi kondisi fisik seseorang dapat ditelusuri melalu kajian psikologi dan penyembuhannya dilakukan mengikuti ajaran Islam. Ilmu jiwa menurut Zakiah sangat berfungsi untuk melakukan penelitian terhadap perilaku keagamaan pada seseorang dan selanjutnya dapat digunakan untuk mempelajari seberapa besar pengetahuan keyakinan keagamaan tersebut terhadap tingkah laku dan keadaan hidupnya. Melalui informasi dan data yang dikumpulkan tentang sikap hidup dan tingkah laku sehari-hari serta kehidupan beragama seseorang padamasa lalu, ditambah dengan informasi terakhir yang menyebabkan seseorang menderita batin, Zakiah mengolahnya ke dalam metode dan langkah penyembuhan.
 
Dalam satu acara dengar pendapat dengan DPR pada 2004, ia menyoroti banyaknya acara siaran televisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama maupun etika moral masyarakat. Ia melihat dampak buruk dari siaran televisi yang mengandung unsur kekerasan, seks, dan klenik karena menurutnya hal tersebut dapat menumpulkan akal dan logika penontot. Menurutnya, secara psikologi acara siaran televisi membawa pengaruh kuat dalam waktu yang lama terhadap pikiran penontonyapenontonnya.
 
== Meninggal ==
Zakiah Daradjat meninggal di [[Jakarta]] dalam usia 83 tahun pada 15 Januari 2013 sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah disalatkan, jenazahnya dimakamkan di Kompleks UIN Ciputat pada hari yang sama. Menjelang akhir hayatnya, ia masih aktif mengajar, memberikan ceramah, dan membuka konsultasi psikologi. Sebelum meninggal, ia sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hermina, [[Jakarta Selatan]] pada pertengahan Desember 2012.{{sfn|Republika|2013}}
 
[[Abuddin Nata]] menyebut Zakiah sebagai seorang pembaru pendidikan Islam pada zamannya. Ia berperan dalam melahirkan SKB Tiga Menteri yang meningkatkan mutu pendidikan Islam serta menjadi peretas jalan intergrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional; lahirnya Madrasah Tsnawiyah Model yang berperan dalam meningkatkan mutu madrasah; keterlibatannya dalam menyelesaikan kasus Ujian Guru Agama yang mengarah pada peningkatan guru agama; serta penyusunan Rencana Induk Pengembangan IAIN untuk jangka waktu 25 tahun.
 
Semasa hidup, Zakiah Daradjat dikenal sebagai psikolog dan dosen, muballig dan tokoh masyarakat. [[Daftar Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]] [[Komaruddin Hidayat]] menyebut Zakiah sebagai pelopor psikologi Islam di Indonesia. Sementara itu, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mencatat, Zakiah Daradjat adalah sosok yang bisa diterima dengan baik oleh semua kalangan. Umar menambahkan, sosok Zakiah Daradjat seperti sosok [[Hamka]] dalam versi Muslimah.{{sfn|Nasar|2013}}<!--
Baris 59 ⟶ 82:
Nampaknya, karya-karya tulis Zakiah banyak dialami oleh perjalanan hidupnya sebagai muballighah, Psikolog, akademi dan birokrat. Ia membela kaumnya, menganjurkan relasi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, namun juga meletakkan perempuan pada norma-norma di masanya, sebagai penanggung jawab rumah tangga dan pendidik utama serta seorang yang berbakti pada suami.-->
 
== PsikologPemikiran ==
Dalam bukunya ''Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah'', Zakiah mengulas tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam dan implementasinya dalam pendidikan anak di dalam keluarga dan sekolah.
Zakiah mulai membuka praktik konsultasi psikologi sewaktu bekerja di Departemen Agama. Pada 1965, ia membuka klinik di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, [[Jakarta Selatan]]. Rata-rata, ia menerima lima pasien setiap petang. Ketika diwawancara oleh ''[[Republika (surat kabar)|Republika]]'' pada tahun 1994, ia mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa.{{sfn|Mahditama|2013}} Ia tidak memungut bayaran, "kalau mereka memberi, saya terima."
 
Menurut Zakiah, pendidikan harus mengembangkan dimensi manusia yang terdiri dari tujuh macam: fisik, akal, iman, akhlak, kejiwaan, keindahan, dan sosial kemasyaralkatan. Pendidikan harus ditujukan untuk membangun dan membina manusia yang kuat, sehat dan mampu melaksanakan tugasnya, membina fisiknya yang sehat sehingga tercipta kepribadian yang seimbang dan selaras sebagai pengabdian kepada Tuhan, membina dan mengolah fisik yang kokoh sehingga terbina sikap-sikap terpuji seperti bersikap toleran, sportif, dan kerja sama.
Dalam satu acara dengar pendapat dengan DPR pada 2004, ia menyoroti banyaknya acara siaran televisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama maupun etika moral masyarakat. Ia melihat dampak buruk dari siaran televisi yang mengandung unsur kekerasan, seks, dan klenik karena menurutnya hal tersebut dapat menumpulkan akal dan logika penontot. Menurutnya, secara psikologi acara siaran televisi membawa pengaruh kuat dalam waktu yang lama terhadap pikiran penontonya.
 
== Karya ==
Baris 72 ⟶ 95:
* ''Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental''
* ''Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur'an''
* ''Perawatan Jiwa untuk Anak-anak''
* ''Problema Remaja di Indonesia''
 
Baris 98 ⟶ 121:
|ref = {{sfnRef|Nata|2005}}
}}
* {{cite journal|url=https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13639811.2021.1873618|title=Islam as therapy: Zakiah Daradjat and the uses of religious-oriented psychology|journal=Indonesia and the Malay World|volume=49|pages=106{{spaced ndash}}125|issn=2407-6899|author=Aljunied, Khairudin|issn=1469-8382|year=2021|ref={{sfnRef|Aljunied|2021}}}}
* {{cite book
|title = Ulama Perempuan Indonesia
Baris 156 ⟶ 180:
|accessdate = 2 Februari 2013
|ref = {{sfnRef|Nasar|2013}}
|archive-date = 2013-02-07
|archive-url = https://web.archive.org/web/20130207021139/http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/artikel/624-mengenang-prof-dr-zakiah-daradjat-tokoh-kementerian-agama-dan-pelopor-psikologi-islam-di-indonesia-.html
|dead-url = yes
}}
* {{cite web
Baris 173 ⟶ 200:
|ref = {{sfnRef|Republika|2013}}
}}
* Alai Nadjib. [http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1094:zakiah-daradjat-perempuan-suci-berilmu-tinggi&catid=38:fikrah&Itemid=271 "Zakiah Daradjat: Perempuan Suci Berilmu Tinggi"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140714223120/http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1094:zakiah-daradjat-perempuan-suci-berilmu-tinggi&catid=38:fikrah&Itemid=271 |date=2014-07-14 }}. ''Swara Rahima''. 1 Agustus 2013.
{{refend}}
 
Baris 184 ⟶ 211:
|author = Fuad Nasar
|date = 28 Januari 2013
|accessdate =
|archive-date = 2013-02-07
|archive-url = https://web.archive.org/web/20130207021139/http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/artikel/624-mengenang-prof-dr-zakiah-daradjat-tokoh-kementerian-agama-dan-pelopor-psikologi-islam-di-indonesia-.html
|dead-url = yes
}}
 
{{Authority control}}
{{lifetime|1929||}}
 
{{DEFAULTSORT:Daradjat, Zakiah}}
[[Kategori:Birokrat Indonesia]]
[[Kategori:Ilmuwan Indonesia]]
[[Kategori:PengajarPsikolog Indonesia]]
[[Kategori:UlamaDosen Indonesia]]
[[Kategori:UlamaDosen MinangkabauUIN Syarif Hidayatullah Jakarta]]
[[Kategori:Profesor Indonesia]]
[[Kategori:Cerdik Pandai Minangkabau]]
[[Kategori:BundoAlumni KanduangUIN MinangkabauSunan Kalijaga Yogyakarta]]
[[Kategori:Alumni IAIN Sunan Kalijaga]]
[[Kategori:Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta]]
[[Kategori:Alumni Universitas Ain Syams]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh dari Bukittinggi]]
[[Kategori:DosenTokoh UINIslam Syarif Hidayatullah JakartaIndonesia]]
[[Kategori:Ulama Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Minangkabau]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Utama]]
[[Kategori:Penerima Bintang Jasa Utama]]