Kesultanan Bone: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dirlanlatiff (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(33 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Former Country
|conventional_long_name = KesultananAkkarungeng ri Bone
|common_name = KesultananAkkarungeng Bone
|native_name = ᨕᨀᨑᨘᨂᨛ ᨑᨗ ᨅᨚᨊᨛ<br>Akkarungeng ri Bone
|native_name =
|image_flag = BenderaFlag Kesultananof Bone.png
|continent = Asia
|image_map = Locator Bone Regency.svg
|region = Asia Tenggara
|religion = Dari [[Tolotang]] berpindah ke [[Islam]]<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-05-01|title=Kerajaan Bone: Letak, Sejarah, Masa Keemasan, dan Keruntuhan|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/01/170901879/kerajaan-bone-letak-sejarah-masa-keemasan-dan-keruntuhan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-05-16}}</ref>
|image_flag = Bendera Kesultanan Bone.png
|country = Indonesia
|religion = [[Islam]]
|s1 = Indonesia
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
|year_start = 1300
|date_event1 = 1905
|year_end = 19511905
|event_start = Didirikan
|event1 = Ditaklukkan oleh Belanda
Baris 18 ⟶ 16:
|capital = [[Watampone]]
|common_languages = [[Bahasa Bugis|Bugis]] (resmi), [[Bahasa Makassar|Makassar]], [[Bahasa Mandar|Mandar]], dll.
|government_type = [[Monarki]], [[Akkarungeng]]
|title_leader = [[Sultan]], ''Arung Mangkaue ri' Bone''
}}
 
'''Kesultanan / KerajaanAkkarungeng Bone''' atau({{lang-bug|ᨕᨀᨑᨘᨂᨛ seringᨑᨗ pula dikenal dengan ''ᨅᨚᨊᨛ|Akkarungeng ri Bone'',}}) merupakan kesultanansalah satu [[Akkarungeng]] ({{lit|kerajaan}}) yang terletak di [[Sulawesi]] bagian [[barat daya]] atau tepatnya di daerah Provinsi [[Sulawesi Selatan]] sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 [[kilometer persegi|km<sup>2</sup>]].
 
Dalam Attoriolong ri Bone (ARB) di Perpustakaan Negara Berlin, dicatat La Tenri Tompo adalah orang yang membuka Bone sebagaimana juga diriwayatkan dalam Lontaraq Akkarungeng Sulsel (ARS) di Bagianbagian Bone hal.halaman 62 dimana La Tenri Tompo sebagai Arung Tanete Riawang yang turun temurun melahirkan generasi sampai pada La Pattikkeng Arung Palakka yang menikahi We Pattanra Wanua Arung Majang yang merupakan putri dari La Ubbi, ManurungngE ri Matajang, ArungPone Bone Pertama
 
== Sejarah ==
=== Sejarah Awal ===
 
Terbentuknya kerajaan Bone pada awal [[Abad ke-11 hingga 20#Abad ke-14|abad XIV]] dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa. Manurung ri Matajang menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa Petta Panre Bessie sebagai Arumpone kedua. We Pattanra Wanua, Saudara perempuannya menikah dengan La Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua sebagai Arumpone ketiga. Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat keberaniannya.
 
Perluasan kerajaan Bone ke utara bertemu dengan kerajaan Luwu yang berkedudukan di [[Cenrana, Bone|Cenrana]], muara [[Sungai Walanae|sungai WalennaE]]. Terjadi perang antara Arumpone kelima La Tenrisukki dengan Datu Luwu Dewaraja yang berakhir dengan kemenangan Bone dan Perjanjian Damai Polo MalelaE ri Unynyi. Dinamika politik militer dieradi era itu kemudian ditanggapi dengan usulan penasehat kerajaan yaitu Kajao Laliddong pada Arumpone ketujuh La Tenrirawe BongkangngE yaitu dengan membangun koalisi dengan tetangganya yaitu [[Wajo]] dan [[Soppeng]]. Koalisi itu dikenal dengan [[Persekutuan Tellumpoccoe|Perjanjian TellumpoccoE]].
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Hofdames in Bone Celebes TMnr 10003352.jpg|jmpl|kiri|280px|Para penari tradisional Kesultanan Bone]]
Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk Islam. Namun Islam diterima secara resmi dimasa Arumpone La Tenripale Matinroe ri Tallo Arumpone keduabelas. Pada masa ini pula Arumpone mengangkat Arung Pitu atau Ade' Pitue untuk membantu dalam menjalankan pemerintahan. Sebelumnya yaitu La Tenriruwa telah menerima Islam namun ditolak oleh hadat Bone yang disebut Ade' Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan wafat disana. Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu Petta KaliE (Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.
 
Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk Islam. Namun Islam diterima secara resmi dimasa Arumpone La Tenripale Matinroe ri Tallo, Arumpone keduabelaske-12. Pada masa ini pula Arumpone mengangkat Arung Pitu atau Ade' Pitue untuk membantu dalam menjalankan pemerintahan. Sebelumnya yaitu La Tenriruwa telah menerima Islam namun ditolak oleh hadat Bone yang disebut Ade' Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan wafat disanadi sana. Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu Petta KaliE (Qadhi). Namun, posisi [[Bissu]] kerajaan tetap dipertahankan.
Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar, 1667-1669. Bone menjadi kerajaan paling dominan dijazirah selatan Sulawesi. Perang Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung Palakka Sultan Saadudin sebagai penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh kemenakannya yaitu La Patau Matanna Tikka dan Batari Toja. La Patau Matanna Tikka kemudian menjadi leluhur utama aristokrat di Sulawesi Selatan.
 
Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar, 1667-1669. Bone menjadi kerajaan paling dominan dijazirahdi jazirah selatan Sulawesi. Perang Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung Palakka Sultan SaadudinSa'adudin sebagai penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh kemenakannya yaitu La Patau Matanna Tikka dan Batari Toja. [[La Patau Matanna Tikka, Matinroe ri Nagauleng|La Patau Matanna Tikka]] kemudian menjadi leluhur utama aristokrat di Sulawesi Selatan.
Sejak berakhirnya kekuasaan [[Kesultanan Gowa|Gowa]], Bone menjadi penguasa utama di bawah pengaruh [[Belanda]] di [[Sulawesi Selatan]] dan sekitarnya pada tahun [[1666]] sampai tahun [[1814]] ketika [[Inggris]] berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke [[Belanda]] pada [[1816]] setelah perjanjian di [[Eropa]] akibat kejatuhan [[Napoleon Bonaparte]]. Setelah perang beberapa kali mulai tahun 1824, Bone akhir berada di bawah kontrol [[Belanda]] pada tahun 1905 yang dikenal dengan peristiwa Rumpa'na Bone.
 
Sejak berakhirnyakejatuhan kekuasaanKerajaan terbesar di timur Nusantara [[Kesultanan Gowa|Gowa]] oleh gabungan Belanda dan bone, Bone menjadi penguasa utama setelah melepaskan diri dari pendudukan dan perbudakan Gowa dan berada di bawah pengaruh [[Belanda]] di [[Sulawesi Selatan]] dan sekitarnya pada tahun [[1666]] sampai tahun [[1814]] ketika [[Inggris]] berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke [[Belanda]] pada [[1816]] setelah perjanjian di [[Eropa]] akibat kejatuhan [[Napoleon Bonaparte]]. Setelah perang beberapa kali mulaidimulai pada tahun 1824, Bone akhir berada di bawah kontrol [[Belanda]] pada tahun 1905 yang dikenal dengan peristiwa Rumpa'na Bone.
 
Pengaruh [[Belanda]] ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap [[Belanda]], tetapi Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari [[Indonesia]] pada saat [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi]]. Di Bone, para raja bergelar '''''Arumponé'''''.
Baris 47:
 
=== Kesultanan Buton ===
Kesultanan Bone dan [[Kesultanan Buton]] telah menjalin hubungan kekerabatan sebelum masa pemerintahan Raja Bone ke-15. Hubungan kekerabatan ini dikukhkan melalui filosofi pameo yang menganggap Kerajaan Bone sebagai negeri orang Buton dan Kesultanan Buton sebagai negeri orang Bone. Para calon raja Bone juga dikirim ke Kesultanan Buton sebagai perwakilan sebelum menjabat sebagai raja.<ref>{{Cite book|last=Dirman|first=La Ode|date=2018|url=http://karyailmiah.uho.ac.id/karya_ilmiah/Dirman/5.BUKU_SEJARAH_BUTON.pdf|title=Sejarah dan Etnografi Buton|location=Kendari|publisher=Himpunan Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Sultra|isbn=978-602-60719-1-0|pages=96|url-status=live}}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
=== Kesultanan Gowa ===
Kesultanan Bone dan [[Kesultanan Gowa]] selalu bertentangan dan saling bermusuhan satu sama lain. Kedua kesultanan ini memiliki pengaruh kekuasaan yang besar di wilayah [[Indonesia Timur]]. Hubungan keduanya menjadi semakin buruk setelah [[Hindia Belanda]] ingin menguasai wilayah Kesultanan Gowa. Konflik antara kedua kesultanan ini dimulai sejak abad ke-17. Ini ditandai dengan adanya [[suku Bugis]] dan [[suku Makassar]] di [[Kabupaten Bantaeng|Bantaeng]] yang menjadi garis perbatasan. Kesultanan Bone menjadikan Bantaeng sebagai pintu masuk ke pusat Kesultanan Gowa di Makassar melalui laut.<ref>{{Cite book|last=Kaungan, Haliadi, dan Rabani, L.O.|first=|date=2016|url=http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/6f68aa623c26bbbe878d094b06e1e48c.pdf|title=Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-602-1289-43-3|pages=36|url-status=live|access-date=2021-02-14|archive-date=2021-04-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20210421170733/http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/6f68aa623c26bbbe878d094b06e1e48c.pdf|dead-url=yes}}</ref>
 
=== MasaPenguasa KesultananBone ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Paleis van de vorstin van Bone op Celebes TMnr 60015648.jpg|jmpl|center|300px|[[Bola Soba|Bola Soba']] (1910-an)]]
[[Berkas:Manurunge Ri Matajang.jpg|jmpl|<span style="color:#0000FF">Manurunge ri Matajang</span>, Arumpone pertama]]
Penguasa Bone menggunakan gelar '''''Arung Mangkaue' ri Bone''''' yang artinya "Raja yang berkedudukan di Bone", biasa disingkat menjadi '''Arumpone, MangkauE,''' atau '''ArungE' ri Bone.'''
Daftar Arumpone Bone
[[La Tenritappu Toappaliweng]]===Daftar Arumpone===
# Manurunge ri Matajang, Mata Silompoe, mytos, Pria
{{:Daftar penguasa Kerajaan Bone}}
# La Ummasaq, Petta Panre Bessie, 1358-1424, Pria
# La Saliu Kerrémpelua, 1424-1470, Pria
# We Benrigauq, Daeng Marowa, Mallajange ri Cina, 1470-1510, Wanita
# La Tenrisukki, Mappajunge, 1510-1534, Pria
# La Uliyo Bote-E, Matinroe ri Itterung, 1534-1559, Pria
# La Tenrirawe Bongkange, Matinroe ri Gucinna, 1559-1584, Pria
# La Iccaq, Matinroe ri Addenenna, 1584-1595, Pria
# La Pattaweq, Daeng Soreang, Matinroe ri Bettung, 1595-1602, Pria
# [[Berkas:La Ummasa.jpg|jmpl|<span style="color:#0000FF">La Ummasaq</span>,<br>Arumpone ke-II]]We Tenrituppu, Matinroe ri Sidenreng, 1602-1611, Wanita
# La Tenriruwa, Sultan Adam, Matinroe ri Bantaeng, 1611-1611, Pria
# La Tenripale, Matinroe ri Tallo, 1611-1631, Pria
# La Maddaremmeng, Matinroe ri Bukaka, 1631-1644, Pria
# La Tenriaji, Arungpone, Matinroe ri Pangkep, 1644-1672, Pria
# [[Arung Palakka|La Tenritatta, Daeng Serang, Malampe-E Gemme’na, Arung Palakka]], 1672-1696, Pria
# [[La Patau Matanna Tikka, Matinroe ri Nagauleng]], 1696-1714, Pria
# We Bataritoja, Daeng Talaga Arung Timurung, Sultanah Zainab Zulkiyahtuddin, 1714-1715, Wanita
# La Padassajati, Toappeware, Petta Rijalloe, Sultan Sulaeman, 1715-1718, Pria
# La Pareppa, Tosappewali, Sultan Ismail, Matinroe Ri Sombaopu, 1718-1721, Pria
# La Panaongi, Topawawoi, Arung Mampu, Karaeng Bisei, 1721-1724, Pria
# We Bataritoja, Daeng Talaga Arung Timurung, Sultanah Zainab Zulkiyahtuddin, 1724-1749, Wanita
# La Temmassonge, Toappawali, Sultan Abdul Razak, Matinroe Ri Mallimongeng, 1749-1775, Pria
# [[La Tenritappu Toappaliweng]], Sultan Ahmad Saleh, MatinroE Ri Rompe Gading, 1775-1812, Pria
# [[Berkas:Arung Palakka - The conquest of Macassar.png|jmpl|259x259px|[[Arung Palakka]], Arumpone ke-XV]][[La Mappasessu To Appatunru|La Mappatunru Toappasessu]], Sultan Ismail Muhtajuddin, Matinroe Ri Laleng Bata, 1812-1823, Pria
# We Imaniratu, Arung Data, Sultanah Rajituddin, Matinroe Ri Kessi, 1823-1835, Wanita
# La Mappaseling, Sultan Adam Najamuddin, Matinroe Ri Salassana, 1835-1845, Pria
# La Parenrengi, Arungpugi, Sultan Ahmad Muhiddin, Matinroe Riajang Bantaeng, 1845-1857, Pria
# We Tenriawaru, Pancaitana Besse Kajuara, Sultanah Ummulhuda, Matinroe Ri Majennang, 1857-1860, Wanita
# La Singkeru Rukka, Sultan Ahmad Idris, Matinroe Ri Topaccing, 1860-1871, Pria
# We Fatimah Banri, Datu Citta, Matinroe Ri Bolampare’na, 1871-1895, Wanita
# La Pawawoi, Karaeng Sigeri, Matinroe Ri Bandung, 1895-1905, Pria
# [[Andi Mappanyukki|La Mappanyukki, Sultan Ibrahim, Matinroe Ri Gowa]], 1931-1946, Pria
# La Pabbenteng, Matinroe Ri Matuju, 1946-1951, Pria
# La Baso Hamid Achmad, 2020-sekarang, Pria
 
== Keruntuhan ==
Baris 95 ⟶ 63:
Istilah RUMPA’NA BONE berasal dari pernyataan Lapawawoi Karaeng Sigeri sendiri ketika menyaksikan secara langsung Petta Ponggawae gugur diterjang peluru tentara Belanda. Gugurnya Petta Ponggawae (putranya sendiri) sebagai Panglima Kerajaan waktu itu, membuat Lapawawoi Karaeng Sigeri langsung menaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Rupanya La Pawawoi Karaeng Sigeri melihat bahwa putranya itu adalah benteng pertahanan dalam perlawanannya terhadap Belanda sehingga setelah melihat putranya gugur, spontan ia berucap dengan kalimat Bugis yang kental “ RUMPA’NI BONE” (Bobollah Bone).
 
Salah satu putra terbaik Tana Bone dalam peristiwa heroik itu adalah Arung Ponre, La Semma Daeng Marola atau lebih dikenal dengan nama Anre Guru Semma. Dia berasal dari Watapponre, sebuah perkampungan tua yang dahulu menjadi pusat pemerintahan “kerajaan” Ponre. Pada zaman dahulu ketika Kerajaan Bone belum terbentuk, Ponre adalah sebuah kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang Matowa atau Arung seperti halnya kerajaan-kerajaan kecil lain yang kemudian sama-sama melebur dalam kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja Bone ke-3 yaitu Lasaliyu Karampeluwa (1424–1496). Letaknya berada di puncak Bulu Ponre, sebuah gunung yang berada tepat ditengah-tengah antara [[Palakka, Bone|Palakka]], Ulaweng [[Bengo, LappaBone|Bengo]], Riaja[[Lappariaja, Bone|Lappariaja]], [[Libureng, Bone|Libureng]], [[Mare, Bone|Mare]], [[Cina, Bone|Cina]] dan Barebbo, saat ini.
 
Selama kurang lebih lima bulan (Juli-November 1905) Daeng Marola senantiasa mendampingi Lapawawoi Karaeng Sigeri bersama Petta Ponggawae melakukan perlawanan dengan taktik gerilya secara berpindah-pindah mulai dari Palakka, Pasempe, Gottang, Lamuru, dan Citta di daerah Soppeng hingga ke pusat pertahanan terakhir Bulu Awo (perbatasan Siwa dengan Tanah Toraja), tempat gugurnya Petta PonggawaE.