Wirun, Mojolaban, Sukoharjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Auday (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(23 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{desa
|peta =
|nama = Wirun
|provinsi = Jawa Tengah
|dati2 = Kabupaten
|nama dati2 = Sukoharjo
|kecamatan = Mojolaban
|kode pos = 57554
|nama pemimpin = -
|luas = -
|penduduk = 7.820 jiwa (2019)<ref name="datasukoharjo">{{Cite web|url=http://sukoharjokab.go.id/laporan_kependudukan/jiwa/rekap/8/|title=Jumlah Penduduk Kecamatan Mojolaban Tahun 2019 Semester 1|last=|first=|date=2019|website=Data Kependudukan Kabupaten Sukoharjo|access-date=1 Februari 2020}}</ref>
|penduduk =-
|kepadatan =
}}
{{kegunaan lain|Wirun (disambiguasi)}}
'''Wirun''' MEMASUKI Desa Wirun, Mojolaban, Sukoharjo, aura semangat kerja penduduk sangat terasa. Begitu masuk jalan desa, di sisi kana-kiri jalan banyak dijumpai perajin genteng dan batu bata tengah menjemur produksi yang masih basah. Sedikit ke tengah, beberapa warga membuka usaha kerajinan mebel yang memproduksi meja, kursi dan lemari. Masuk lebih ke dalam lagi, terdengar suara berdentang tanda di dekat sana terdapat perajin gamelan.
'''Wirun''' adalah sebuah [[desa]] di [[Mojolaban, Sukoharjo|Kecamatan Mojolaban]], [[Kabupaten Sukoharjo]], [[Jawa Tengah|Provinsi Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
 
Wilayah Desa Wirun memiliki banyak objek wisata sehingga menjadi salah satu kawasan pariwisata di Kabupaten Sukoharjo.<ref name="solopos">{{Cite web|url=https://www.solopos.com/wirun-sukoharjo-digagas-jadi-perintis-desa-inovatif-jateng-912343|title=Wirun, Sukoharjo Digagas Jadi Perintis Desa Inovatif Jateng|last=Wicaksono|first=R. Bony Eko|date=25 April 2018|website=Solopos.com|language=id-ID|access-date=1 Februari 2020}}</ref> Lokasi Desa Wirun dapat dicapai dari arah [[Kota Surakarta]] dan [[Kabupaten Karanganyar]].
Ya. Di Desa Wirun inilah sentra pembuatan gamelan. Desa ini terletak sekitar 10 kilometer arah timur tenggara kota Solo, tepatnya di Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo. Meski agak jauh dari pusat keramaian Kota Solo, namun desa ini memiliki tingkat aksesibilitas yang mudah dijangkau dari berbagai arah maupun jenis kendaraan. Desa ini dikenal sebagai penghasil Kerajinan gamelan yang telah terkenal di dalam maupun luar negeri.
 
== Pembagian wilayah ==
Dari catatan, industri kerajinan gamelan di Desa Wirun sudah muncul sejak tahun 1956, dirintis pertama kali oleh Reso Wiguno. Dorongan kebutuhan ekonomi menjadi latar belakang home industri tersebut. Pasalnya, Mojolaban bukanlah sebuah wilayah dengan hasil pertanian yang berlimpah. “Alasan lain, dulunya desa ini (Wirun) memiliki tradisi berkebudayaan yang panjang, khususnya di bidang seni,” kata Supoyo, seorang perajin di Desa Wirun.
Desa Wirun terdiri menjadi tujuh dukuh. Nama-nama dukuhnya yaitu Gendengan, Kanggungan, Mertan, Mojosari, Ngambak Kalang, Pabrik dan Wirun.<ref name="printilan">{{cite web
|url=https://printilan.com/nama-dukuh-di-kecamatan-mojolaban-kabupaten-sukoharjo/
|title=Nama Dukuh di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo
|last=
|first=
|date=20 Januari 2024
|website=printilan.com
|publisher=
|access-date=13 Mei 2024
|quote= }}
</ref>
 
== Ekonomi ==
Di desa Wirun setidaknya terdapat 10 perajin gamelan yang masih bertahan hingga kini. Salah satunya ya Supoyo itu. Beberapa tahun lalu, ada sebanyak 15 pemilik home industri gamelan. Namun 5 pengusaha rontok, karena kondisi ekonomi yang tak menentu. Sepuluh lainnya yang bertahan pun saat ini kembang-kempis, karena tingginya harga bahan baku.
Penduduk di Desa Wirun bekerja sebagai pengrajin gamelan.<ref name="solopos" /><ref name="tribunnews">{{Cite news|url=https://solo.tribunnews.com/2017/10/21/menengok-wirun-desa-pusat-pengrajin-gamelan-di-mojolaban-sukoharjo-jateng|title=Menengok Wirun, Desa Pusat Pengrajin Gamelan di Mojolaban, Sukoharjo, Jateng|last=Setyadi|first=Junianto|date=21 Oktober 2017|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=1 Februari 2020}}</ref><ref name="indonesiagoid">{{Cite web|url=https://www.indonesia.go.id/ragam/seni/seni/wirun-desa-pelestari-gamelan-jawa|title=Wirun, Desa Pelestari Gamelan Jawa|last=|first=|date=19 Desember 2019|website=Indonesia.go.id|language=id-ID|access-date=1 Februari 2020}}</ref> Selain gamelan, ada juga penduduk Desa Wirun yang bekerja sebagai pengrajin kain jumputan, wayang kertas, keris, genteng, dan batik kayu. Ada juga penduduk Desa Wirun yang bekerja yang mengadakan budidaya tanaman bonsai.<ref>{{Cite web|title=Desa Karangmojo Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo|url=https://karangmojo-sukoharjo.desa.id/page?halaman=sejarah-desa|website=karangmojo-sukoharjo.desa.id|access-date=2024-01-14}}</ref>Penduduk Desa Wirun mulai merintis industri kerajinan gamelan sejak tahun 1956. Industri kerajinan gamelan di Desa Wirun pertama kali dirintis oleh Reso Wiguno.<ref name="solopos" />
 
== Kesenian ==
Harga seperangkat gamelan lengkap memang tidak main-main. Untuk membuat satu perangkat gamelan lengkap, seorang perajin harus menyediakan 1,3 ton tembaga dan 3 kuintal perunggu. Satu perangkat gamelan lengkap biasa dijual dengan harga hingga Rp 300 juta. Satu perangkat lengkap terdiri dari 26 item gamelan. Sedangkan untuk perangkat gamelan yang terbuat dari kayu, kendang misalnya, perajin biasanya memberi order kepada perajin lain.
Suguhan kesenian lokal seperti kethoprak, jathilan, dan karawitan menjadi daya tarik tersendiri untuk menyambut para turis asing yang berwisata ke Desa Wirun.<ref name="solopos" /> Di samping itu, para wisatawan yang didominasi warga negara Belanda biasanya datang untuk menetap selama satu hingga dua hari untuk belajar tentang pembuatan kerajinan seperti gamelan dan wayang di rumah-rumah penduduk. Karena lokasinya yang relatif cukup jauh dari kawasan Kota Solo, rumah penduduk setempat pun banyak yang disewakan bagi wisatawan domestik ataupun mancanegara pada masa-masa ramai kunjungan wisatawan. Penjualan gamelan menjadi potensi yang diunggulkan karena pemasarannya yang mencapai luar negeri.<ref name="solopos" /><ref name="indonesiagoid" /><ref name="suaracom">{{Cite news|url=https://www.suara.com/foto/2016/02/08/152432/perajin-gong-desa-wirun|title=Perajin Gong Desa Wirun|last=Chaniago|first=Bernard|date=8 Februari 2016|work=Suara.com|language=id|access-date=1 Februari 2020}}</ref>
 
== Referensi ==
Jika pesan secara eceran, misalnya gong, biaya pembuatan untuk satu gong berdiameter 77 cm bisa mencapai Rp3,3 juta. Satu gong membutuhkan tembaga bahan baku sedikitnya 20 kg, timah 6 kg dan arang bakar 15 karung.
<references />
 
== Lihat juga ==
Di Desa Wirun, industri gamelan sempat mencapai zaman keemasan pada tahun 1999. Masa itu, tak sedikit perajin yang mengekspor barang dagangannya dengan membukukan omzet miliaran rupiah.
* [[Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo|Desa Bekonang]]
 
{{Mojolaban, Sukoharjo}}
Namun sekarang kondisinya mulai berubah. Biaya produksi, terutama bahan baku, membengkak. Belum lagi biaya sepuluh tenaga kerja yang mencapai rata-rata Rp400.000 per hari.
 
{{Authority control}}
“Tahun 2004, dengan biaya sebesar itu kami sudah bisa buat tiga gong, kalau sekarang cuma bisa untuk satu gong,” kata Supoyo.
 
Ironisnya, biaya produksi yang membengkak ini ternyata tidak diikuti kenaikan harga jual yang signifikan. Harga jual gong ukuran 77 cm sekitar Rp4 juta. Padahal harga jual itu belum termasuk biaya listrik dan penyediaan tabung gas untuk pengelasan. Kondisi itu semakin dipersulit dengan semakin minimnya akses pasar di dalam ataupun di luar negeri. Coba bandingkan. Empat tahun lalu mereka mampu menjual sedikitnya empat set perangkat gamelan lengkap seharga Rp200 juta hingga ke Belanda dan Amerika Serikat, kini mereka hanya mampu menjual satu set gamelan dengan harga Rp350 juta.
 
Ironisnya, gamelan adalah produk yang awet, dengan permintaan yang tidak begitu besar. Celakanya, harga gamelan juga cukup tinggi. Problem tersebut biasanya rasakan para perajin. Karena itu, mereka yang bermodal cekak lebih memilih mundur teratur dan kembali menggarap sawah.
 
“Tapi kami harus melanjutkan usaha ini. Bukan semata-mata alas an ekonomi, tapi juga karena gamelan itu warisan budaya. Kami tetap akan melestarikannya.”
 
Di rumah seorang perajin lain, Saroyo, terlihat lima pekerja tengah mengecat rancakan, kotak kayu, dengan kombinasi warna merah tua dan emas, untuk perlengkapan gamelan.
 
Masuk ke belakang rumah, terlihat sekumpulan pekerja yang sedang membuat sebuah gong ukuran besar. Dua orang sedang membakar sebuah gong yang belum jadi dalam sebuah tungku berbahan bakar arang. Sebuah blower mengipasi tungku, sehingga arang kian membara, memercikkan bunga api. Gong yang terbuat dari tembaga bercampur timah pun menjadi memijar merah, tampak menyala karena ruangan yang digunakan cukup gelap.
 
Gong yang menyala diangkat dari perapian, diletakkan pada sebuah onggokan tanah liat. Empat pekerja bergegas mendekat dan menempa gong dengan sebuah palu besar yang terbuat dari kayu. Warga setempat menyebutnya dengan nama gandhen. Mereka menempa dengan teratur, sehingga menimbulkan suara berdentang yang berirama. Para pekerja yang bertelanjang dada kelihatan menghitam, karena tubuhnya dibaluri dengan keringat dan debu arang yang menempel rata.
 
{{Mojolaban, Sukoharjo}}
{{kelurahan-stub}}
 
{{kelurahanKelurahan-stub}}
[[jv:Wirun, Majalaban, Sukaharja]]