Kabinet Natsir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abiedestar (bicara | kontrib)
Terjemahan dari Wikipedia Bahasa Inggris (Belum Selesai)
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20240513sim)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(4 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Under construction}}{{Infobox government cabinet
| cabinet_name = Kabinet Natsir
| cabinet_number =ke-12
Baris 10:
| date_formed = 7 September 1950
| date_dissolved = 21 Maret 1951
| political_party = {{ublcolor box|black|border=darkgray}} [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]]<br/>{{color box|{{party color|Socialist Party of Indonesia}}|border=darkgray}} [[PersatuanPartai IndonesiaSosialis RayaIndonesia|PSI]]<br/>{{color box|Faksi{{party Demokratikcolor|Indonesian Christian Party}}|border=darkgray}} [[Partai SosialisKristen Indonesia|Parkindo]]<br/>{{color box|{{party color|Catholic Party (Indonesia)}}|border=darkgray}} [[Partai Katolik (Indonesia)|Katolik]]<br/>{{color box|blue|border=darkgray}} Faksi Demokratik<br/>{{color box|#B79164|border=darkgray}} [[Partai KristenPersatuan Indonesia Raya|PPIR]]<br/>{{color box|#B79164|border=darkgray}} [[Partai Indonesia Raya|PIR]]<br/>{{color box|black|border=darkgray}} [[Partai SarekatSyarikat Islam Indonesia|PSII]]<br/>{{Color box|[[{{Independen]] (politikus)/meta/color}}|border=darkgray}} Independen
| government_head = [[Mohammad Natsir]]
| government_head_history =Mantan [[Menteri Penerangan Indonesia|Menteri Penerangan]]<br/>(1946–1949)<br/>Mantan anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]]<br/>(1945–1949)
| state_head = [[Soekarno]]
| members_number = 18
| ministerial_level_members_numbers=
| deputy_members_number =
| former_members_number =
| deputy_government_head =[[Sri Sultan Hamengkubuwana IX]]
| opposition_party ={{color box|{{party color|Indonesian National Party}}|border=darkgray}} [[Partai Nasional Indonesia|PNI]]
| total_number =
| legislature_status =
| opposition_cabinet =
| opposition_party = <!-- or | opposition_parties = -->
| opposition_leader = <!-- or | opposition_leaders = -->
| election =
| last_election =
Baris 128 ⟶ 122:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor=#B79164|
| align="center" | [[Persatuan Indonesia Raya|PIRPPIR]]
|-
| align="center" | 7
Baris 182 ⟶ 176:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor=#B79164|
| align="center" | [[Persatuan Indonesia Raya|PIRPPIR]]
|-
| align="center" | 13
Baris 191 ⟶ 185:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor=#B79164|
| align="center" | [[Partai Indonesia Raya|ParindraPIR]]
|-
| align="center" | 14
Baris 200 ⟶ 194:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor={{Partai Katolik/meta/color}}|
| align="center" | [[Partai Katolik (Indonesia)|PKRIKatolik]]
|-
| align="center" | 15
Baris 271 ⟶ 265:
 
==== Gerilyawan Bersenjata ====
Ketika Kabinet Natsir mengambil alih mandat [[pemerintah Indonesia]], permasalahan keamanan dalam negeri belum sepenuhnya pulih. Banyak kelompok bersenjata tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mendapatkan senjata secara legal dikarenakan senjata yang digunakan merupakan hasil rampasan dari [[Kolonial Jepang]] dan [[Kolonial Belanda]] yang sebelumnya digunakan untuk mempertahankan [[kemerdekaan Indonesia]]. Beberapa kelompok bersenjata tersebut diantaranya [[Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo]] dan kelompok [[DI/TII]] di [[Jawa Barat]], kelompok komunis "[[Merapi-Merbabu Complex]]" (MMC) di [[Jawa Tengah]], pengikut [[Abdul Kahar Muzakkar]] di [[Sulawesi Selatan]] dan Laskar Hari Liar di [[Sumatera Utara]]. Selama senjata-senjata yang digunakan oleh kelompok tersebut tidak ditertibkan, keamanan dalam negeri tidak dapat dijamin.
When the Natsir Cabinet took over the responsibility of the [[:en:Government_of_Indonesia|Indonesian government]], domestic security problems had not yet fully recovered. Many armed groups are scattered throughout Indonesia. They possessed weapons legally because they seized them from the [[:en:Japanese_colonial_empire|Japanese]] and [[:en:Dutch_Colonial_Empire|Dutch colonial]] forces who were then used to fight to defend [[:en:Proclamation_of_Indonesian_Independence|Indonesian independence]]. There are followers of [[:en:Sekarmadji_Maridjan_Kartosuwiryo|S. M. Kartosuwiryo]] who called himself DI / TII in [[:en:West_Java|West Java]], there was a communist group called "Merapi-Merbabu Complex" (MMC) In [[:en:Central_Java|Central Java]], there were Kahar Muzakar followers in [[:en:South_Sulawesi|South Sulawesi]] and "Laskar Hari Liar" in [[:en:North_Sumatra|North Sumatra]]. As long as the weapons still available to them have not been put in order, the domestic security is not guaranteed.
 
==== Republic[[Republik ofMaluku South MalukuSelatan]] (RMS) ====
[[File:Republic_of_South_Maluku_Coa.svg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Republic_of_South_Maluku_Coa.svg|jmpl|RepublicLambang of SouthRepublik Maluku LogoSelatan (RMS)]]
Permasalahan lainnya terkait keamanan dalam negeri adalah kelompok yang menyatakan kemerdekaan dari Indonesia, terutama Republik Maluku Selatan (RMS). [[Soumokil]] memproklamasikan RMS di [[Ambon, Maluku]] pada 25 April 1950. Pemerintahan [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS) telah meyakinkan RMS dengan mengirim [[Johannes Leimena]], yang juga berasal dari Ambon untuk bernegosiasi dengan RMS, namun gagal. Pada 14 Juli 1950, RIS mengirim [[TNI]] yang dipimpin oleh Letnan Kolonel [[Slamet Rijadi]] [[Invasi Ambon|untuk membasmi RMS]]. RMS didukung oleh mantan [[KNIL]] yang terlatih dan mampu bertahan.
Another problem in regard to internal security is the group that clearly states that it is independent and independent of Indonesian power, namely the RMS. [[:en:Chris_Soumokil|Soumokil]] who proclaimed the Republic of South Maluku (RMS) in [[:en:Ambon,_Maluku|Ambon]] on 25 April 1950, namely the RIS Cabinet (Mohammad Hatta). The RIS government has tried to persuade the RMS by sending Dr. [[:en:Johannes_Leimena|Johannes Leimena]], a republican from Ambon to negotiate, but failed. On 14 July 1950, RIS sent [[:en:Indonesian_Army|TNI]] troops led by Lieutenant Colonel [[:en:Slamet_Rijadi|Slamet Riyadi]] to quell him. The RMS is supported by former [[:en:Royal_Netherlands_East_Indies_Army|KNIL]] (Dutch era soldiers) who are sufficiently trained and able to survive.
 
Ketika kabinet RIS digantikan oleh Kabinet Natsir, Pemberontakan RMS masih berlanjut. Pada 11 November 1950, pasukan TNI berhasil menguasai [[Benteng Victoria]] yang merupakan basis pertahanan RMS dan kemudian menguasai seluruh [[Kota Ambon]].<ref>{{cite news|date=23 October 1950|title=Invasion of Ambon|url=https://trove.nla.gov.au/newspaper/article/42686630|work=The Cairns Post|access-date=5 March 2020}}</ref><ref>{{cite news|date=13 December 1950|title=First-Hand Accound of Ambon Invasion|url=https://trove.nla.gov.au/newspaper/article/48141236|work=The West Australian|access-date=5 March 2020}}</ref>
When the RIS Cabinet was replaced by the Natsir Cabinet, the RMS Rebellion had not yet been resolved. On 11 November 1950, TNI troops succeeded in occupying Fort Veronica which was the basis of the RMS defence and could subsequently take full control of Ambon City.
 
=== AcehPermasalahan PredicamentAceh ===
Satu permasalahan besar lainnya yang harus diselesaikan oleh Natsir ketika menjabat sebagai Perdana Menteri adalah permintaan wilayah [[Aceh]] sebagai daerah otonomi penuh. Permasalahan tersebut memerlukan perhatian khusus dan hati-hati. Permasalahan awalnya adalah adanya pergantian pemerintahan dari [[Republik Indonesia Serikat|serikat]] menjadi [[NKRI|persatuan]]. Wilayah Aceh dijadikan bagian dari Provinsi [[Sumatera Utara]], padahal sebelumnya sejak Desember 1949 Aceh telah menjadi provinsi tersendiri yang berstatus [[Wilayah administrasi khusus di Indonesia|Daerah Istimewa]] yaitu pada masa [[Kabinet Hatta II]]. Reintegrasi wilayah Aceh ke Provinsi Sumatera Utara menimbulkan kekecewaan yang besar dan mendalam dari masyarakat Aceh. Mereka tidak menerima keputusan penggabungan dan menuntut dibentuk kembali provinsi Aceh.
The big problem that must be resolved by Natsir while serving as Prime Minister was the demand for full autonomy for the [[:en:Aceh|Aceh]] region. This problem also needs special handling and caution. The initial problem was that there was a change in government from the union to unity. The Aceh region was made part of the North Sumatra Province, whereas previously since December 1949 Aceh had become a separate province with the status of a Special Region, namely during the [[:en:Second_Hatta_Cabinet|Hatta II Cabinet]]. The reintegration of the Aceh region into North Sumatra Province caused great and deep disappointment from the people of Aceh. They did not accept the merger decision and demanded rehabilitation of the Aceh province.
 
PrimePerdana MinisterMenteri Natsir sentmengutus the[[Daftar MinisterMenteri ofDalam HomeNegeri Affairs,Indonesia|Menteri MrDalam Negeri]], [[Assaat]] anddan Minister[[Menteri ofKeuangan FinanceIndonesia|Menteri Keuangan]], Mr [[Sjafruddin Prawiranegara]] toke Aceh tountuk negotiatemerundingkan thepenyelesaian settlementmasalah of this matterini. HoweverNamun, notidak ada agreementkesepakatan wasyang reachedtercapai. Subsequently,Selanjutnya pada ontanggal 27 November 1950, theWakil Vice President,Presiden Mohammad Hatta, camedatang toke Aceh tountuk conveymenyampaikan hispandangannya viewsmengenai onotonomi regionaldaerah autonomydi in thegedung DPRD building, butnamun hispidatonya speechditentang waskeras stronglysehingga opposedkeesokan soharinya heia hadharus tokembali return toke [[:en:Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] the next day because he didkarena nottidak getmendapat resultshasil.
 
TheTuntutan demands of the people ofmasyarakat Aceh aresemakin increasingmeningkat. OnPada tanggal 22 DecemberDesember 1950, basedberdasarkan onkeputusan therapat decision[[Persatuan ofUlama the meeting of the Association of AllSeluruh Aceh Ulemas]] (PUSA), PrimePerdana MinisterMenteri Natsir received amenerima telegram fromdari Gubernur theMiliter Aceh Militaryyang Governorberisi whichancaman threatenedbahwa thatGubernur thedan Governorseluruh andutusan allkantor officeakan messengersmengundurkan woulddiri resigndari theirjabatannya positionsjika ifpada bytanggal 1 JanuaryJanuari 1951 Aceh wastidak notdijadikan made a provinceprovinsi. Natsir answered themenjawab telegram bytersebut statingdengan thatmenyatakan heharus hadmenunggu tosampai waitdia untildatang he came toke Aceh. However,Namun Natsir couldtak notbisa immediatelylangsung comedatang toke Aceh becausekarena hisanak secondkeduanya child,yang who wasberusia 13 years oldtahun, Abu Hanifah, hadmengalami ankecelakaan accidentsaat whilebermain playingdi inKolam theRenang Manggarai Swimming Pool untilhingga hemeninggal dieddunia.
 
OnPada tanggal 23 JanuaryJanuari 1951, Natsir anddan hisrombongannya entourageberangkat left forke Aceh. InMalam theharinya eveningdiadakan there was apertemuan formal meetingyang attendeddihadiri byoleh 80 localpejabat governmentpemerintah officialsdaerah anddan Acehtokoh communitymasyarakat leadersAceh. [[:en:Daud_Beureu'ehTengku Muhammad Daud Beureueh|Tengku Muhammad Daud Beureu'eh]] (Gubernur Militer Aceh Militarydan Governor andTokoh PUSA figure), as the leader of the meeting, he reiteratedselaku thepemimpin wishesrapat andmenyampaikan demandskembali ofkeinginan thedan peopletuntutan ofmasyarakat Aceh tountuk gainmemperoleh fullotonomi autonomypenuh.
 
Natsir dalam sambutannya menjelaskan, pemerintah pusat tidak berkeberatan untuk memenuhi keinginan Aceh, hanya saja untuk implementasinya diperlukan undang-undang yang perlu disiapkan, kemudian diserahkan ke parlemen untuk disahkan.
In his speech, Natsir explained that the central government had no objection to fulfilling Aceh's wishes, only that for implementation it needed a law that needed to be prepared, then submitted it to parliament to be ratified.
 
=== Educational QueriesPendidikan ===
Gagasan Natsir mengenai integrasi nasional tidak hanya terbatas pada struktur negara saja tetapi juga pada bidang lain, salah satunya adalah bidang pendidikan. Natsir melihat salah satu permasalahan besar dalam sistem pendidikan saat itu adalah dualisme antara pendidikan agama dan sistem pendidikan umum. Secara struktural, sistemnya masing-masing berada di bawah [[Kementerian Agama]] dan [[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia|Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan]]. Natsir mencoba memberantas dualisme tersebut, namun tidak dengan pendekatan struktural seperti penggabungan dua partai, melainkan dengan pendekatan dari sudut pendidikan itu sendiri. Kabinet Natsir tampil sebagai penggerak proses konvergensi pendidikan umum dan pendidikan agama di Indonesia. Melalui kedua menteri tersebut, Kabinet Natsir mengemukakan gagasan bahwa pendidikan agama harus dilengkapi dengan pendidikan agama dan pendidikan agama harus dilengkapi dengan pelajaran ilmu pengetahuan umum.
Natsir's idea of national integration is not limited to the state structure but also in other fields, one of which is education. Natsir saw that one of the big problems in the education system at that time was the dualism between religious education and the general education system. Structurally, the systems are respectively under the Ministry of Religion and the Ministry of Education and Culture. Natsir tried to eradicate the dualism, but not with a structural approach such as the merging of two parties, but with an approach from the point of education itself. The Natsir Cabinet appeared as a driver of the convergence process of general education and religious education in Indonesia. Through the two ministers, the Natsir Cabinet put the idea that religious education must be supplemented by religious education and religious education must be supplemented by general science lessons.
 
=== EconomicMasalah ProblemsEkonomi anddan DevelopmentPembangunan ===
Salah satu program yang dinilai baik oleh Kabinet Natsir adalah di bidang ekonomi dan pembangunan. Pendukungnya antara lain adalah dua ekonom terkemuka Indonesia saat itu, yakni Sjafruddin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan dan [[Soemitro Djojohadikoesoemo|Soemitro Djojohadikusumo]] sebagai [[Menteri Perdagangan dan Perindustrian Indonesia|Menteri Perdagangan dan Perindustrian]]. Kabinet Natsir memandang Indonesia yang baru selesai dari perang mempertahankan kemerdekaan tidaklah mudah untuk melaksanakan pembangunan dan pembangunan tidak dapat dilaksanakan dengan semangat romantisme kebangkitan nasional belaka. Untuk itu diperlukan pengkajian mendalam terhadap segala aspek, baik kelemahan maupun kelebihannya agar pembangunan dapat membuahkan hasil.
One program that is considered good by the Natsir Cabinet is in the fields of economics and development. Supporting, among others, were two prominent Indonesian economists at the time, namely Sjafruddin Prawiranegara as Minister of Finance and Soemitro Djojohadikusumo as Minister of Trade and Industry. The Natsir Cabinet saw that a newly completed Indonesia from the war to defend independence was not easy to carry out development and development could not be carried out with the spirit of romanticism of a mere national awakening. For this reason, an in-depth study of all aspects, both weaknesses and strengths, is needed so that development can produce results.
 
Kabinet Natsir menugaskan perusahaan riset asal Amerika Serikat, J.C. White Engineering Corp untuk melakukan studi kelayakan pembentukan Badan Perancang Nasional (BPN). Perusahaan juga diminta mencermati potensi ekonomi yang terdapat di Indonesia. Namun karena Kabinet Natsir berumur pendek, penelitian tersebut tidak dapat diselesaikan melainkan dilanjutkan oleh menteri kabinet lainnya. Belakangan, BPN yang dirancang Kabinet Natsir berkembang menjadi [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]] (Bappenas) yang sangat berperan dalam pembangunan Indonesia, khususnya pada masa [[Orde Baru]].
Natsir's Cabinet assigned to a research company from the [[:en:United_States|United States]], J.C. White Engineering Corp to conduct a feasibility study for the formation of the National Design Bureau (BPN). The company was also asked to examine the potential of economic potential contained in Indonesia. However, because the Natsir Cabinet was short-lived, the research could not be completed but was continued by other cabinet ministers. Later, the BPN that was designed by the Natsir Cabinet developed into the National Development Planning Agency (Bappenas) which was very instrumental in the development of Indonesia, especially during the [[:en:New_Order_(Indonesia)|New Order]].
 
=== The WestMasalah Irian ProblemBarat ===
Kabinet Natsir mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri, [[Mohamad Roem|Mohammad Roem]] pada konferensi tentang [[Irian Barat]] yang diselenggarakan di [[Den Haag]] pada tanggal 4 Desember 1950. Namun konferensi tersebut gagal karena Belanda menolak mengembalikan kedaulatan atas Irian Barat kepada Indonesia. Perundingan yang menemui jalan buntu dilanjutkan kembali pada 13-16 Desember 1950, setelah masing-masing delegasi berkonsultasi dengan pemerintah. Delegasi Indonesia mengajukan tiga rumusan, yaitu:
The Natsir Cabinet sent a delegation led by the Minister of Foreign Affairs, Mohammad Roem to a conference on West Irian which was held in [[:en:The_Hague|The Hague]] on 4 December 1950. But the conference failed because the Dutch refused to return sovereignty over West Irian to Indonesia. The deadlocked negotiations resumed on 13–16 December 1950, after each delegation consulted with the government. The Indonesian delegation proposed three formulations, namely:
 
1.# ThePenyerahan transfer of sovereignty of Westkedaulatan Irian was carriedBarat outdilakukan tokepada Indonesia.
# Penyerahan pada waktu tertentu yaitu pada pertengahan tahun 1951.
# Sebelum penyerahan dilakukan terlebih dahulu diadakan konferensi dalam rangka menjaga berbagai kepentingan Belanda di Irian Barat.
 
Ketiga rumusan tersebut ditolak Belanda sehingga perundingan kembali gagal. Memperhatikan bahwa Belanda tidak berniat menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia, Perdana Menteri Natsir menyatakan di hadapan DPR bahwa status Persatuan Belanda-Indonesia perlu ditinjau ulang. Upaya yang terus digagas Kabinet Natsir dilanjutkan oleh menteri kabinet lainnya namun bernasib sama dengan Belanda yang ingin terus menguasai wilayah Irian Barat.{{citation needed|date=December 2020}}
2. Submission at a certain time, namely in mid-1951
 
== Pencapaian ==
3. Before the surrender was made, a conference was first held in order to preserve various Dutch interests in West Irian.
 
=== TheRencana Sumitro Plan ===
The three formulations were rejected by the Dutch so that the negotiations failed again. Noting that there was no intention of the Dutch to surrender sovereignty of West Irian to Indonesia, Prime Minister Natsir stated before the Indonesian parliament that the status of the Dutch-Indonesian Union needed a review. Efforts that were continually initiated by the Natsir Cabinet were continued by other cabinet ministers but suffered the same fate from the Dutch who wished to continue to control the West Irian region.{{citation needed|date=December 2020}}
Rencana Sumitro merupakan program pengembangan ekonomi dan industri. Sasaran program ini adalah berkonsentrasi pada pengembangan industri dasar, seperti pabrik semen, perusahaan percetakan, pabrik karung, dan pabrik pemintalan.{{citation needed|date=December 2020}}
 
==== AchievementsKesuksesan ====
 
# Berhasil melakukan reorganisasi [[Bank Indonesia]] menjadi Bank Devisa Pertama.
=== The Sumitro Plan ===
# Melaksanakan reorganisasi [[Bank Rakyat Indonesia]] sehingga dapat membantu kegiatan baru di bidang perdagangan dan produksi dalam negeri.
The Sumitro Plan is an economic and industrial development program. The target of this program is to concentrate on the development of basic industries, such as cement factories, printing companies, sack factories, and spinning mills.{{citation needed|date=December 2020}}
# Untuk mendirikan bank baru, [[Bank Industri Negara]] untuk membiayai pembangunan jangka panjang. Bank tersebut kemudian berganti nama menjadi [[Bank Pembangunan Indonesia]] (Bapindo).
# Dapat memberikan petunjuk pendirian perusahaan baru dalam memajukan industri kecil di bidang pertanian seperti pengolahan kulit, pembuatan payung, batu bata, ubin dan keramik.
# SuccessfullyBerhasil builtmembangun mediumindustri andmenengah largedan industriesbesar, such asseperti printingpercetakan, remailingpengiriman gumulang permen karet, paperpabrik millskertas, anddan fertilizerpabrik factoriespupuk.<ref>{{Cite journal|last=Glassburner|first=Bruce|date=1962|title=Economy Policy-Making in Indonesia,1950-57|url=https://archive.org/details/sim_economic-development-and-cultural-change_1962-01_10_2/page/113|journal=Economic Development and Cultural Change|volume=10|issue=2|pages=113–133|doi=10.1086/449948|jstor=1151906}}</ref>
 
=== Bergabungnya Indonesia ke Perserikatan Bangsa-Bangsa ===
==== The Success of Sumitro Plan ====
Indonesia diterima sebagai anggota [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (PBB) ke-60 pada tanggal 28 September 1950.<ref>{{Cite journal|last=Qodariah|first=Khasanah|title=Demokrasi Liberal|url=https://www.academia.edu/8162221|journal=Versi Materi Oleh D. Endarto|volume=1|pages=5|via=academia.edu}}</ref>
 
== Pembubaran kabinet ==
# Successfully reorganized Bank Indonesia to become the First Foreign Exchange Bank.
# Carry out a reorganization of Bank Rakyat Indonesia so that it can help new activities in the field of trade and domestic production.
# To establish a new bank, the State Industrial Bank to finance long-term development. Now, this bank is called Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).
# Can lay instructions for establishing new companies in advancing small industries in agricultural areas such as leather processing, making umbrellas, bricks, tiles and ceramic.
# Successfully built medium and large industries, such as printing, remailing gum, paper mills, and fertilizer factories.<ref>{{Cite journal|last=Glassburner|first=Bruce|date=1962|title=Economy Policy-Making in Indonesia,1950-57|journal=Economic Development and Cultural Change|volume=10|issue=2|pages=113–133|doi=10.1086/449948|jstor=1151906}}</ref>
 
# PNI tidak menyetujui berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1950 tentang DPRD yang dianggap hanya menguntungkan Masyumi saja.
=== Indonesia joins the UN ===
Indonesia# wasPermohonan acceptedHadikusumo asdari thePNI 60thterkait memberpembekuan ofdan thepembubaran United Nations on 28 September 1950DPRD.<ref>{{Cite journal|last=QodariahHakiki|first=KhasanahPaizon|date=February 2014|title=Sistem Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Liberal 1949-1959|url=https://wwwmedia.academianeliti.educom/8162221media/publications/206618-none.pdf|journal=Versi Materi Oleh D. EndartoNeliti|volume=1|pages=5|via=academia.edu6}}</ref>
 
== ProblemsLihat juga ==
* [[Daftar Kabinet Indonesia]]
 
== Referensi ==
# Efforts to fight for the West Irian Problem with the [[:en:Netherlands|Netherlands]] failed.
* {{Citation | first = P. N. H. | last = Simanjuntak | title = Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi | publisher = Djambatan | place = Jakarta | year = 2003 | language = Indonesian | pages = 116–124 | isbn = 979-428-499-8 | postscript = .}}
# In implementing Sumitro Plan, national entrepreneurs were given credit assistance but were misused, causing the cabinet to fail in achieving their targets.
# The emergence of the problem of domestic security, namely there were rebellions in almost all regions of Indonesia. For example: Andi Aziz Movement, DI/TII Movement, APRA Movement, and RMS Movement.
# Too often issuing emergency laws which got negative responds from the opposition party.
 
== Fallout ==
 
# PNI did not approve the enactment of government regulation number 39 year 1950 concerning DPRD that considered beneficial to Masyumi only
# Hadikusumo's motion from PNI regarding the freezing and dissolution of DPRD.<ref>{{Cite journal|last=Hakiki|first=Paizon|date=February 2014|title=Sistem Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Liberal 1949-1959|url=https://media.neliti.com/media/publications/206618-none.pdf|journal=Neliti|volume=1|pages=6}}</ref>
 
== Lihat pula ==
* [[Daftar Kabinet Indonesia]]
 
== Catatan ==
{{reflist}}
 
== Referensi ==
* {{Citation | first = P. N. H. | last = Simanjuntak | title = Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi | publisher = Djambatan | place = Jakarta | year = 2003 | language = Indonesian | pages = 116–124 | isbn = 979-428-499-8 | postscript = .}}
 
== Pranala luar ==