Perubahan iklim di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor-alih
 
(7 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[File:Urban-Rural Population and Land Area Estimates, v2, 2010 Jakarta, Indonesia (13873745385).jpg|thumb|300px]]
''
'''Perubahan iklim di Indonesia''' merupakan permasalahan yang penting, karena banyaknya populasi yang hidup di tepi pantai yang dapat terkena dampak [[kenaikan permukaan laut]] dan karena kehidupan banyak penduduknya bergantung pada [[pertanian]], [[marikultur]] dan [[perikanan]], yang semuanya dapat terkena dampak dari perubahan suhu, curah hujan dan perubahan klimatik lainnya.
Perubahan iklim mengacu pada perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang. Pergeseran ini mungkin bersifat alami, tetapi sejak periode 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama dengan pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas) yang menghasilkan gas yang memerangkap panas.
 
'''Perubahan iklim di Indonesia''' merupakan permasalahan yang penting, karena banyaknya populasi yang hidup di tepi pantai yang dapat terkena dampak [[kenaikan permukaan laut]] dan karena kehidupan banyak penduduknya bergantung pada [[pertanian]], [[marikultur]] dan [[perikanan]], yang semuanya dapat terkena dampak dari perubahan suhu, curah hujan dan perubahan klimatik lainnya.
Emisi [[gas rumah kaca]] (GRK) yang dihasilkan Indonesia merupakan bagian yang signifikan dari total dunia. Indonesia telah disebut sebagai "penghasil gas rumah kaca yang paling diabaikan" yang "dapat menjadi negara yang menghancurkan iklim dunia."<ref name=":0">{{Cite web|url=https://thediplomat.com/2018/03/the-other-country-crucial-to-global-climate-goals-indonesia/|title=The Other Country Crucial to Global Climate Goals: Indonesia|last=Coca|first=Nithin|date=March 28, 2018|website=[[The Diplomat]]|language=en-US|archive-url=|archive-date=|dead-url=|access-date=2018-12-05}}</ref> Indonesia adalah "salah satu dari penghasil gas rumah kaca terbesar".<ref name="PolicyBalance">{{Cite web|url=http://www.futuredirections.org.au/publication/indonesian-climate-change-policies-striking-a-balance-between-poverty-alleviation-and-emissions-reduction/|title=Indonesian Climate Change Policies: Striking a Balance between Poverty Alleviation and Emissions Reduction|last=Piesse|first=Mervyn|date=2018-09-18|website=Future Directions International|language=en-US|archive-url=|archive-date=|dead-url=|access-date=2018-12-05}}</ref> Pengukuran tahun 2013 menunjukkan total emisi GRK Indonesia adalah 2161 juta metrik ton [[ekuivalen karbon dioksida]] yang mencapai 4.47 persen dari total global.<ref>{{Cite web|url=https://www.climatelinks.org/resources/greenhouse-gas-emissions-factsheet-indonesia|title=Greenhouse Gas Emissions Factsheet: Indonesia {{!}} Global Climate Change|website=www.climatelinks.org|access-date=2019-02-28}}</ref> Pada 2014, Indonesia berada pada peringkat kedelapan pada [[daftar negara menurut emisi gas rumah kaca]].
 
Dampak perubahan iklim yang dapat dirasakan di sebagian wilayah pesisir adalah krisis air, tercemarnya air sumur dengan air laut, banjir dan rob/ abrasi. Hal tersebut membuat penduduk kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya. Padahal air bersih merupakan komponen yang sangat penting dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari - hari. Krisis iklim menyebabkan kandungan air tanah berkurang. Sehingga warga berupaya memperoleh air bersih menggunakan desalinasi air laut, memanen air hujan, membeli air dari daerah terdekat. <ref name="Amalia, B. I. dan Sugiri, A. 2014. Ketersediaan Air Bersih dan Perubahan Iklim: Studi Krisis Air di KedungKarang Kabupaten Demak. Jurnal Teknik PWK Volume 3 Nomor 2 Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 295-302">
 
Ketika suhu atmosfer naik, lapisan permukaan laut juga meningkat, volumenya meningkat, dan permukaan laut naik. Kenaikan permukaan laut sebesar 30°C disebabkan oleh mencairnya es, dan sisanya disebabkan oleh kenaikan suhu. Perubahan muka air laut berdampak signifikan terhadap kehidupan di wilayah pesisir. Efek global warming, volume air di lautan Indonesia mulai bertambah sekitar 0,8 cm setiap tahunnya, yang akan menyebabkan kepulauan ini tenggelam hampir 1 meter selama 15 tahun ke depan. Mengingat Indonesia merupakan negara maritim (kepulauan), hal ini tentu menjadi perhatian bersama. Dampak yang diharapkan dari kenaikan permukaan laut yaitu Peningkatan abrasi pantai, banjir pada wilayah pesisir, peningkatan salinitas di muara, penurunan kualitas terumbu karang. Indonesia sebagai negara yang memiliki pulau sebanyak 17.508 dan memiliki beberapa pulau kecil, yang mungkin hilang karena naiknya permukaan air laut. Menurut hasil simulasi dapat menentukan risiko tenggelamnya wilayah Indonesia, diperkirakan sekitar tahun 2100 sedikitnya 115 Pulau di daerah Jawa tenggelam karena naiknya permukaan air di lautan . Efek dari adanya iklim yang berubah dan degradasi lingkungan berdampak signifikan bagi migrasi penduduk global yang mengalami peningkatan. Profesor Norman Myers memberi peringatan sekitar tahun 2050, 200 juta orang akan terpengaruh oleh perubahan iklim, hujan deras disusul dengan kondisi cuaca ekstrem yang lain, atau periode kemarau berkepanjangan, naiknya suhu dan volume air di lautan yang akan mengalami banjir. “jika sudah mengalami putus asa, seseorang mulai mencari tempat berlindung di daerah lain,” Myers mengatakan bahwa : “Jika mereka tidak dapat pindah secara permanen, mereka berharap untuk kembali ke kampung halamannya”. <ref name="Andarini, S.Y., dan Sudarti. Efek Global Warming. Jurnal Phi: Jurnal Pendidikan Fisika dan Fisika Terapan. Vol 9 (2), 2023; ISSN: 2549-7162 Hal. 31-38">
 
Emisi [[gas rumah kaca]] (GRK) yang dihasilkan Indonesia merupakan bagian yang signifikan dari total dunia. Indonesia telah disebut sebagai "penghasil gas rumah kaca yang paling diabaikan" yang "dapat menjadi negara yang menghancurkan iklim dunia."<ref name=":0">{{Cite web|url=https://thediplomat.com/2018/03/the-other-country-crucial-to-global-climate-goals-indonesia/|title=The Other Country Crucial to Global Climate Goals: Indonesia|last=Coca|first=Nithin|date=March 28, 2018|website=[[The Diplomat]]|language=en-US|archive-url=|archive-date=|dead-url=|access-date=2018-12-05}}</ref> Indonesia adalah "salah satu dari penghasil gas rumah kaca terbesar".<ref name="PolicyBalance">{{Cite web|url=http://www.futuredirections.org.au/publication/indonesian-climate-change-policies-striking-a-balance-between-poverty-alleviation-and-emissions-reduction/|title=Indonesian Climate Change Policies: Striking a Balance between Poverty Alleviation and Emissions Reduction|last=Piesse|first=Mervyn|date=2018-09-18|website=Future Directions International|language=en-US|archive-url=https://web.archive.org/web/20191230232339/http://www.futuredirections.org.au/publication/indonesian-climate-change-policies-striking-a-balance-between-poverty-alleviation-and-emissions-reduction/|archive-date=2019-12-30|dead-url=yes|access-date=2018-12-05}}</ref> Pengukuran tahun 2013 menunjukkan total emisi GRK Indonesia adalah 2161 juta metrik ton [[ekuivalen karbon dioksida]] yang mencapai 4.47 persen dari total global.<ref>{{Cite web|url=https://www.climatelinks.org/resources/greenhouse-gas-emissions-factsheet-indonesia|title=Greenhouse Gas Emissions Factsheet: Indonesia {{!}} Global Climate Change|website=www.climatelinks.org|access-date=2019-02-28}}</ref> Pada 2014, Indonesia berada pada peringkat kedelapan pada [[daftar negara menurut emisi gas rumah kaca]].
 
== Emisi ==
Emisi GRK di Indonesia berasal dari [[kebakaran liar]], [[deforestasi]], dan pembakaran [[gambut]]. Bergantung pada keparahan kebakaran liar, Indonesia dapat berada pada peringkat ketiga sampai keenam penghasil GRK tahunan terbesar.<ref name=":0" />
 
Selama abad ke-21, hutan dengan luas yang kira-kira sebanding dengan negara bagian AS [[Michigan]] (240.000 &nbsp;km<sup>2</sup>) telah ditebang, terutama untuk memperluas [[Produksi minyak sawit di Indonesia|perkebunan kelapa sawit]].<ref name=":3">{{Cite web|url=https://grist.org/article/with-sea-levels-rising-why-dont-more-indonesians-believe-in-human-caused-climate-change/|title=With sea levels rising, why don’t more Indonesians believe in human-caused climate change?|last=Dickinson|first=Leta|date=2019-05-10|website=Grist|language=en|archive-url=|archive-date=|dead-url=|access-date=2019-05-16}}</ref>
 
=== Batu bara dan energi terbarukan ===
[[Batu bara]] diharapkan dapat menyediakan sebagian besar energi Indonesia hingga tahun 2025. Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia.<ref name="Gokkon">{{Cite web|url=https://news.mongabay.com/2020/02/indonesia-renewable-energy-bill-coal/|title=In Indonesian renewables bill, activists see chance to move away from coal|last=Gokkon|first=Basten|date=2020-02-14|website=Mongabay Environmental News|language=en-US|url-status=live|archive-url=|archive-date=|access-date=2020-02-19}}</ref> Indonesia merencanakan untuk menggandakan konsumsi batu bara pada 2027 untuk membangun [[Pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil|pembangkit listrik tenaga batu bara]] baru.<ref name=":3" /> Untuk menjaga komitmennya pada [[Persetujuan Paris]], Indonesia harus berhenti membangun pabrik batu bara baru, dan berhenti membakar batu bara pada tahun 2048.<ref>{{Cite web|url=https://news.mongabay.com/2019/12/indonesia-coal-plants-2020-climate-goals-carbon-emissions/|title=Indonesia ‘must stop building new coal plants by 2020’ to meet climate goals|last=Nugraha|first=Indra|date=2019-12-02|website=Mongabay Environmental News|language=en-US|url-status=live|archive-url=|archive-date=|access-date=2020-02-20}}</ref>
 
[[Ladang angin]] pertama di Indonesia dibuka pada tahun 2018, Ladang[[Pembangkit AnginListrik Tenaga Bayu Sidrap]] 75MW di [[Kabupaten Sidenreng Rappang]], [[Sulawesi Selatan]].<ref>{{Cite web|url=https://www.thejakartapost.com/news/2018/07/02/jokowi-inaugurates-first-indonesian-wind-farm-in-sulawesi.html|title=Jokowi inaugurates first Indonesian wind farm in Sulawesi|last=Andi|first=Hajramurni|date=2018-07-02|website=The Jakarta Post|language=en|url-status=live|archive-url=|archive-date=|access-date=2020-02-19}}</ref> Indonesia mengumumkan tidak mungkin memenuhi target 23% energi terbarukan pada tahun 2025 yang ditetapkan dalam Persetujuan Paris.<ref>{{Cite web|url=https://www.voanews.com/east-asia-pacific/indonesia-struggles-meet-renewable-energy-target|title=Indonesia Struggles to Meet Renewable Energy Target|last=|first=|date=November 29, 2018|website=Voice of America|language=en|url-status=live|archive-url=|archive-date=|access-date=2020-02-19}}</ref>
 
=== Kebakaran 2010 ===
Baris 49 ⟶ 56:
=== Dampak pemanasan global ===
[[Berkas:Average Temperature Increase in Indonesia 1981-2018.jpg|jmpl|300x300px|Kenaikan temperatur rata-rata di Indonesia 1981-2018.]]
[[Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika]] (BMKG) memperkirakan bakal terjadi peningkatan suhu udara di Indonesia sebesar 0,5 derajat celsius pada 2030. Selain kenaikan suhu udara, kasus kekeringan juga akan meningkat di [[Sumatra|Pulau Sumatera]] bagian selatan, sebagian besar [[Jawa|Pulau Jawa]], [[Pulau Madura|Madura]], [[Pulau Bali|Bali]], Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2030. Sebaliknya pada musim hujan, jumlah hujan lebat hingga ekstrem juga cenderung meningkat hingga 40 persen dibandingkan saat ini.<ref>{{Cite news|url=https://nasional.okezone.com/read/2019/07/23/337/2082517/bmkg-suhu-indonesia-naik-0-5-derajat-celcius-curah-hujan-meningkat-40-pada-2030|title=BMKG: Suhu Indonesia Naik 0,5 Derajat Celcius & Curah Hujan Meningkat 40% pada 2030|last=Fakhri|first=Fakhrizal|date=23 Juli 2019|work=nasional.okezone[[Okezone.com]]|access-date=11 Oktober 2019}}</ref>
 
Akibat perubahan iklim, menyebabkan pengurangan kadar oksigen di daerah khatulistiwa, termasuk Indonesia, dapat berdampak lebih serius, dibanding kawasan negara empat [[musim]]. Selama ini di dalam lautan ada perbedaan berdasarkan kedalamannya, laut membuat stratifikasinya sendiri. Proses stratifikasi ini membuat oksigen banyak terkonsentrasi di bagian atas sehingga menghasilkan banyak [[Biomassa (ekologi)|biomassa]] berupa ikan dan ganggang. Dalam studi yang terbit dalam jurnal Science edisi 5 Januari 2018 disebutkan perubahan iklim, membuat kadar oksigen di dalam lautan menurun. Akibatnya rantai makanan dan biota laut yang membutuhkan oksigen jelas akan terganggu. Dari studi itu terungkap bahwa wilayah laut terbuka yang minim oksigen meningkat empat kali lipat. Hal itu juga terjadi di wilayah muara, teluk, dan pesisir, sejak 1950. Studi berjudul "''Declining Oxygen in the Global Ocean and Coastal Waters"'' itu menjelaskan suhu permukaan air naik. Suhu panas ini menyerap oksigen di permukaan. Perubahan ini bisa merusak rantai makanan, di mana kehidupan manusia basisnya adalah rantai makanan. [[Pemanasan global]] juga akan berdampak pada naiknya suhu sehingga bila ini terjadi maka yang ditakutkan adalah kurang konsistennya produktivitas biomassa akibat kenaikan suhu. Yang seharusnya panen jadi tidak panen, yang kuat jadi lemah, maka rantai makanan akan semakin timpang.<ref name=":0Koran Jakarta">{{Cite news|url=http://www.koran-jakarta.com/dampak-pemanasan-global-di-indonesia-lebih-serius/|title=Dampak Pemanasan Global di Indonesia Lebih Serius|last=|first=|date=15 Januari 2018|work=koran-jakarta.com|access-date=11 Oktober 2019|archive-date=2020-11-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20201106030228/http://www.koran-jakarta.com/dampak-pemanasan-global-di-indonesia-lebih-serius/|dead-url=yes}}</ref>
 
Perubahan suhu permukaan laut yang lebih hangat menjadi ancaman bagi kehidupan terumbu karang. Padahal, keberadaan terumbu karang sangat penting bagi kembang biak ikan. Jika laut di Indonesia sumber makanan sudah berkurang, ikan tentu akan bermigrasi. Dampaknya adalah nelayan akan semakin sulit mencari ikan. Selain sulit mencari kumpulan ikan, ancaman badai besar dan gelombang tinggi juga semakin besar buat para nelayan.<ref name=":0Koran Jakarta" />
 
== Opini publik dan perubahan iklim ==