Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gilang Bayu Rakasiwi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(29 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Former Sunda Kingdom.jpg|250px|rightka|thumbjmpl|Wilayah bekas Kerajaan-kerajaan Sunda]]
'''Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda''' merujuk kepada kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Tatar [[Pasundan]] (wilayah bagian barat pulau Jawa, sekarangsebagian besar wilayahnya masuk provinsi [[Jawa Barat]], [[DKI Jakarta]], dan [[Banten]]) pada masa lalu sebelum berdirinya Republik Indonesia pada tahun 1945. Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda terdiri dari:
 
# [[Salakanagara]]
# [[Tarumanagara]] (beribukotaberibu kota di Chandrabhaga/Bekasi & Sundapura)
# [[Kerajaan Sunda]] (disebut juga Sunda-Galuh, berikbukotaberibu kota di Pakuan Pajajaran; Saunggalah dan Kawali)
# [[Kesultanan Banten]], [[Kesultanan Cirebon]] & Kerajaan Islam [[Sumedang Larang]]
 
== Salakanagara ==
{{main|Salakanagara}}
[[Berkas:Prasasti_tuguPrasasti tugu.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|prasasti yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara, yang ditemukan di Kelurahan Tugu, [[Jakarta]]]]
Menurut naskah “Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara”, kerajaan di pulau Jawa adalah Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota [[Pandeglang]], kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukotaibu kota kerajaan tersebut adalah yang menjadi [[Pelabuhan Merak|kota Merak]] sekarang (merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar [[Gunung Salak]], berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama.
 
Adalah sangat mungkin bahwa [[Argyre]] atau Argyros pada ujung barat Iabadiou yang disebutkan Claudius Ptolemaeus Pelusiniensis ([[Ptolemy]]) dari Mesir (87-150 ADM) dalam bukunya “Geographike Hypergesis” adalah Salakanagara.
 
Suatu laporan dari Cina[[Tiongkok]] pada tahun 132 menyebutkan Pien, raja Ye-tiau, meminjamkan stempel mas dan pita ungu kepada Tiao-Pien. Kata Ye-tiau ditafsirkan oleh G. Ferrand, seorang sejarawan Perancis[[Prancis]], sebagai Javadwipa dan Tiao-pien merujuk kepada Dewawarman.{{br}}
 
Kerajaan Salakanagara kemudian digantikan oleh kerajaan Tarumanagara.
Baris 21:
{{main|Tarumanagara}}
 
Kerajaan Tarumanagara adalah antara abad keempat dan ketujuh. Catatan sejarah dari kerajaan tersebut yang berupa prasasti bertebaran di bagian barat pulau Jawa. Pelancong dari CinaTiongkok juga menyebutkan keberadaan dari kerajaan ini. Sumber-sumber sejarah tersebut sepakat bahwa raja Tarumanagara yang paling kuat adalah raja Purnawarman, yang menaklukkan negara-negara di sekitarnya......
 
== Kerajaan Sunda ==
{{main|Kerajaan Sunda}}
 
Kerajaan Sunda, yang disebut juga Kerajaan Sunda Galuh, adalah kerajaan yang pernah ada dan mencakup wilayah yang sekarang menjadi provinsiProvinsi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|DKI Jakarta]], [[Jawa Barat]], bagian[[Banten]], sebagian barat provinsiProvinsi [[Jawa Tengah]] dan provinsi [[Lampung]].
 
== Kesultanan Banten ==
{{main|Kesultanan Banten}}
 
Dalam tahun 1524/1798, [[Sunan Gunung Jati]] dari [[Cirebon]] bersama tentara [[Kesultanan Demak]] merebut pelabuhan Banten dari [[Kerajaan Sunda]], dan mendirikan [[Kesultanan Banten]] yang menjadi sekutu [[Kesultanan Demak]]. Para penyebar agama Islam telah menyebarkan dan memperkenalkan Islam secara damai kepada masyarakat di Tanah Sunda, dan sebagai hasilnya masyarakat Sunda mayoritas menjadi pemeluk agama Islam.
 
Selama tahun 1552-1570, [[Maulana]] [[Hasanuddin dari Banten|Maulana Hasanudin]] memerintah sebagai sultan pertama dari Kesultanan Banten.
 
Kesultanan Banten mencapai masa keemasan pada awal sampai pertengahan abad ketujuh. Kesultanan Banten berlangsung selama 300 tahun (1526 – 1813 ADM).2
wlslroriwosos
 
== Kesultanan Cirebon ==
Baris 42 ⟶ 41:
[[Kesultanan Cirebon]] didirikan pada abad ke enambelas. Kesultanan ini didirikan oleh [[Sunan Gunungjati]].
 
== Kerajaan Islam Sumedang Larang ==
{{sectstub}}
=== Sejarah Sumedang Larang ===
Seorang resi keturunan dari Galuh datang ke sebuah kawasan di pinggiran [[sungai Cimanuk]], daerah Cipaku, Kecamatan Darmaraja, [[Sumedang]] sekarang. Kehadiran Resi yang bernama [[Prabu Guru Adji Putih|Prabu Guru Aji Putih]] ini, membawa perubahan-perubahan dalam tata kehidupan masyarakat setempat, yaitu telah ada dan dirintis oleh [[Kerajaan Sumedang Larang#Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)|Prabu Agung Cakrabuana]] sejak abad ke delapan.
 
Secara perlahan-lahan dusun-dusun sekitar pinggiran [[sungai Cimanuk]] diikat oleh struktur pemerintahan dan kemasyarakatan. hingga berdirilah [[Kerajaan Tembong Agung]] sebagai cikal bakal kerajaan Sumedang Larang di Kampung Muhara, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja sekarang.
Prabu Guru Aji Putih berputra Prabu Tajimalela. Menurut perbandingan generasi, dalam kropak 410, Prabu Tajimalela sezaman dengan tokoh Rgamulya (1340 - 1350) penguasa Kawali dan tokoh Suradewata, Ayah Batara Gunung bitung Majalengka.
 
Prabu Tajimalela naik tahtatakhta menggantikan ayahnya pada mangsa poek taun saka. Menurut [[cerita rakyat]], kepemimpinan Prabu Tajimalela sangat menaruh perhatian pada bidang pertanian di sepanjang tepian sungai Cimanuk, peternakan dipusatkan di paniis Cieunteung dan pemeliharaan ikan di Pengerucuk (Situraja).
 
Pada masa kekuasaan pernah terjadi pemberontakan disekitar [[Gunung Cakrabuana]] yang dilakukan oleh [[Gagak Sangkur]]. Terjadilah perang sengit antara wadia balad Gagak Sangkur dengan Prabu Tajimalela dengan kemenangan di pihak Prabu Tajimalela dan Gagak Sangkur dapat ditaklukanditaklukkan.
 
Gagak Sangkur menyatakan ingin mengabdi kepada Prabu Tajimalela. Kemudian dilantik menjadi patih. Setelah itu, untuk menyempurnakan ilmunya Prabu Tajimalela meninggalkan [[Keraton]] untuk melakukan [[Tirakat#Bertapa (Tapabrata)|tapabrata]], untuk memperoleh petunjuk dan kukatan dari Yang Gaib, yang dikiaskan dalam ungkapan : ''Sideku sinuku tunggal mapat pancadria, diamparan boeh rarang, lelembutan ngajorang alam awang-awang, ngungsi angkeuhan nu can katimu.''
 
Pada saat itulah kemudian ia tiba-tiba mengucapkan kata : ''Insun Medal Mandangan'' yang kemudian menjadi populer dengan sebutan [[Sumedang]]. TahtaTakhta kerajaan [[Sumedang Larang]] dari Prabu Tajimalela dilanjutkan oleh Prabu Gajah Agung, yang berkedudukan di pinggir [[Ci Manuk#Anak sungai|kali Cipeles]] dengan gelar Prabu Pagulingan sehingga daerah tersebut saat ini di kenal sebagai nama [[Ciguling]] termasuk wilayah [[Kecamatan]] [[Sumedang Selatan, Sumedang|Sumedang Selatan]]. Prabu Pagulingan digantikan oleh putranya dengan gelar Sunan Guling. Ia berputra bernama Ratnasih alias Nyi Rajamantri diperistri oleh Sribaduga Maharaja karena itu yang menggantikan Sunan Guling adalah adik Ratu Ratnasih bernama Mertalaya sebagai penguasa ke empat Sumedang Larang yang juga bergelar Sunan Guling.
 
Sunan Guling digantikan putranya Tirta Kusumah yang dikenal dengan nama Sunan Patuakan. Kemudian digantikan oleh adiknya Sintawati atau lebih dikenal dengan Nyi Mas Patuakan. Ratu Sintawati berjodoh dengan Sunan Gorenda, Raja Talaga putra Ratu Simbar Kecana dari Kusumalaya, putra Dea Biskala. Dengan demikian ia menjadi cucu menantu penguasa Galuh.
 
Sunan Gorenda mempunyai dua istri : Mayangsari Langlangbuana dari Kuningan dan Sintawati dari Sumedang. Dari Sintawati putri sulung Sunan Guling ini, Sunan Gorenda dikaruniai seorang putri bernama Setyasih, yang kemudian bergelar Ratu Pucuk Umum.
 
Ratu Pucuk Umum menikah dengan Ki Gedeng Sumedang yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Santri putra Pangeran Palakaran, putra Maulana Abdurahman alias Pangeran Panjunan. Perkawinan Ratu Setyasih dengan Pangeran Santri inilah agama Islam mulai menyebar di Sumedang.
Baris 66 ⟶ 64:
Dari perkawinan dengan Pangeran Santri, Ratu Pucuk Umum atau dikenal dengan nama Ratu Intan Dewata dikaruniai 6 (enam) orang putra, salah satunya Raden Angkawijaya, yang kemudian hari bergelar Prabu Guesan Ulun.
 
Pada 14 Syafar Tahun Jim Akhir [[Pakuan Pajajaran|kerajaan Padjajaran]] runtag (runtuh) akibat serangan laskar gabungan Islam Banten, Pangkungwati dan Angka. Runtuhnya Kerajaan Padjajaran waktu itu tidak lantas menyeret Sumedang Larang ikut runtuh pula, karena sebagai masyarakat Sumedang pada waktu itu sudah memeluk [[Islam]]. Dengan berakhirnya Kerajaan Sumedang, justru Sumedang Larang makin berkembang menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.
 
Sebelum Prabu Siliwangi meninggalkan Padjajaran mengutus empat orang Kandagalante : Jayaperkosa, Sanghyang Hawu, Terong Peot, dan Nagganan untuk menyerahkan amanat kepada [[Prabu Geusan Ulun]], yaitu pada dasarnya Kerajaan Sumedang Larang supaya menjadi penerus [[Binokasih Sanghyang Pake|Kerajaan Padjajaran Mahkota]] dan atribut Kerajaan Padjajaran dibawa oleh [[Senapati Jayaperkosa]] dan diserahkan kepada [[Prabu Geusan Ulun]] yang merupakan legalitas kebesaran Kerajaan Sumedang Larang sebagai penerus Padjajaran.
 
[[Prabu Geusan Ulun]] yang dinobatkan pada 22 April [[1578]] adalah Raja Sumedang Larang terakhir, karena setelah itu Sumedang Larang berada di bawah naungan [[kerajaan Mataram]]. Pangeran Ariasuradiwangsa dari Sumedang Larang sebagai penerus Geusan Ulun (putra dari Ratu Harisbaya) [[1620]] berangkat ke Mataram, untuk menyerahkan Sumedang Larang berada dibawah naungan Mataram. Dengan demikian sejak itulah Sumeang Larang terkenal dengan nama "''Priangan''" artinya ''berserah dengan hati yang suci''. Kedudukan penguasa Sumedang Larang menjadi Bupati [[Wedana]].
 
== Tatar Pasundan dipada masa Pemerintahan Hindia Belanda ==
Tahun [[1681]] Bupati Wedana Sumedang yaitu Pangeran Rangga Gempol III Kusumahdinata yang dikenal dengan sebutan Pangeran Panembahan adalah Bupati Pertama yang berani menentang pemerintahan [[VOC]], agar kembali dari merdeka dan berdaulat untuk kemudian mempersatukan kembali daerah-daerah sebagian yang pernah dikuasai oleh [[Pakuan PadjajaranPajajaran]] pada zamannya.
 
Tahun [[1811]] Bupati Wedana [[Pangeran Kornel|Pangeran Kusumahdinata IX]] atau dikenal dengan [[Pangeran Kornel]] dengan tegas menentang [[kerja Rodirodi]] yang dilakukan oleh VOC ([[Kompeni]]). VOC saat itu di pimpin oleh [[Gubernur Jendral]] [[H.WHerman Willem Daendels|Herman Wilhem Daendels]]. Kerja Rodirodi membuat jalan dan menelan banyak korban ini membuka sarana lalu lintas [[Jalan Raya Pos|Anyer-Panarukan]] untuk mengangkut rempah-rempah. Peristiwa pembuatan jalan ini terkenal sebagai [[Peristiwa Cadas Pangeran]].
 
Tahun [[1888]] Bupati Pangeran Aria Suriaatmaja atau dikenal juga sebagai Pangeran Mekah mengungkapkan kepada [[Belanda]], bahwa Belanda harus memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia/Nusantara. Hal ini dapat diketahui melalui literatur yang ditulisnya dalam buku ''Ditiung memeh Hujan''.
Peristiwa pembuatan jalan ini terkenal sebagai [[Peristiwa Cadas Pangeran]].
 
Tahun [[1888]] Bupati Pangeran Aria Suriaatmaja atau dikenal juga sebagai Pangeran Mekah mengungkapkan kepada [[Belanda]], bahwa Belanda harus memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia/Nusantara.
 
Hal ini dapat diketahui melalui literatur yang beliau tulis dalam buku dengan judul: ''Ditiung memeh Hujan''
 
Pada zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia di [[Jawa Barat]], sewaktu pasukan-pasukan [[Divisi Siliwangi]] kembali Hijrah, tepatnya pada tanggal 11 April 1949 terjadi peristiwa-peristiwa bersejarah di Sumedang, di Kecamatan Buah Dua dan begitu juga di Kecamatan Situraja, pertempuran melawan tentara Belanda.
 
Pada era pembangunann mengisi kemerdekaan Indonesia tidak sedikit putra-putri Sumedang telah mengukir namanya dalam catatan tersendiri. Dari catatan tersebut Sumedang dapat disimpulkan sebagai kota yang menyimpan nilai sejarah bangsa dan tidak mustahil Sumedang akan terus melahirkan sejarah selanjutnya.
 
Untuk lebih jelas dan lengkapnya dapat dilihat di kitab cariosan prabu siliwangi di Museum Prabu Guesan Ulun Sumedang.
== Lihat pula ==
* [[Sejarah Indonesia]]
 
== RujukanReferensi ==
* “Maharadja Cri Djajabhoepathi, Soenda’s Oudst Bekende Vorst”, TBG, 57. Batavia: BGKW, page 201-219, 1915)
* Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid I: Dokumen-dokumen sejarah Jakarta sampai dengan akhir abad ke-16
Baris 95 ⟶ 91:
* The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor, Herwig Zahorka, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2007-05-20
 
== Lihat pula ==
* [[Sejarah Indonesia]]
 
 
Baris 102 ⟶ 96:
[[Kategori:Sejarah Banten]]
[[Kategori:Sejarah Jawa Barat]]
[[Kategori:Sejarah LampungSunda]]
[[Kategori:BudayaKerajaan Sundadi Parahyangan]]
[[Kategori:Sejarah Sunda]]
 
{{Link FA|su}}