Suku Kokoda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Envapid (bicara | kontrib)
Envapid (bicara | kontrib)
 
(12 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 8:
}}
 
'''Orang Kokoda''' atau '''Emeyode''' adalah [[kelompok etnis]] yang bermukim di wilayah [[Sorong Raya]], [[Papua Barat Daya]]. Suku ini merupakan sub-suku dari suku besar Imekko (Inanwatan, Matemani, Kais, dan Kokoda). Pemukiman suku Kokoda tersebar di dua wilayah, yaitu di [[Klasabi, Sorong Manoi, Sorong|Kelurahan Klasabi]], [[Sorong Manoi, Sorong|Distrik Sorong Manoi]] dan [[Kokoda, Sorong Selatan|Distrik Kokoda]].
 
==Etimologi==
Nama ''Kokoda'' sebenarnya mengacu pada nama wilayah yang ditempati, sedangkandalam bahasa Kokoda (Yamueti) berarti "kawasan air yang berwarna hitam yang dikelilingi tanaman sagu".<ref name="Wekke">{{cite journal | last1=Wekke | first1=Ismail Suardi| last2=Sari| first2=Yuliana Ratna| title=Tifa Syawat dan Entitas Dakwah dalam Budaya Islam: Studi Suku Kokoda Sorong Papua Barat | journal=Thaqafiyyat | volume=13 | issue=1 | date=2012-06-01 | pages=163–186 | url=https://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/view/42 | language=id | access-date=2024-05-17}}</ref> Sedangkan nama kelompok etniknya adalah Emeyode. KataNama emeyode"Emeyode" merupakan gabunganberasal dari kata ''Emeeme'' artinya 'mari,' sedangkandan ''Yodeyode'' berarti 'kita jalan'. Dalam konteks ini nama tersebut dimaknai "mari berjalan bersama-sama".<ref name="Ronsumbre et al. 2023">{{citation | last1=Ronsumbre|first1=Adolof|last2=Ayorbaba|first2=Musa|last3=Lekitoo|first3=Paskhalis|last4=Bachri|first4=Samsul|last5=Raharjo|first5=Agus|last6=Nugroho|first6=Nur| title=Laporan Akhir Pemetaan Hak Ulayat Masyarakat Adat di Blok Kulupanda Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat | date=2023|url=https://web.archive.org/web/20240326020717/http://repository.unipa.ac.id:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789/2364/null%20%284%29.pdf?sequence=1 | publisher=UNIPA-PT Pertamina| access-date=2024-03-26}}</ref>
 
==Wilayah persebaran==
Suku Kokoda yang tinggal di [[Kota Sorong]] umumnya sudah mulai mengenal penggunaan [[teknologi modern]], mengingat lokasi perkampungan mereka juga bersebalahan dengan [[Bandar Udara Domine Eduard Osok]], [[Kota Sorong]]. Sementara itu, suku Kokoda yang tinggal di daerah Imekko masih hidup dengan cara tradisional, seperti menokok sagu dan mencari ikan di dalam sungai atau kali dengan menggunakan alat berupa tangguh ayang yang dianyam dari pelepah sagu. Letak perkampungan itu sendiri sangat sulit dijangkau, baik dijangkau melalui jalur laut, darat, dan udara.
 
Secara geografis, mereka merasakan dua musim, yaitu [[musim panas]] dan [[musim hujan]]. Ketika musim panas tiba, masyarakat suku Kokoda akan mengalami kekurangan air. Namun demikian, mereka akan menggali sumur sedalam mungkin sampai kemudian menemukan sumber air. Hal itu telah berlangsung secara turun temurun.<ref name=":1">Normaningrum, Arumi (2011) ''Tradisi peminangan dengan 1500-2000 jenis barang di kalangan masyarakat muslim Kokoda: Kasus di kalangan masyarakat muslim Kokoda Distrik Manoi Sorong, Papua Barat Daya.'' Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Lihat melalui http://etheses.uin-malang.ac.id/1309/</ref>
 
===Persebaran Margamarga===
Berikut adalah persebaran marga pemilik hak ulayat di Distrik Kokoda:<ref name="Ronsumbre et al. 2023"/>
*Kampung Tarof: Biawa, Totaragu, Tayo, dan Ugaya
*Kampung Negeri Besar: Ugaje
*Kampung Dauba: Jare, Beyete, Agia, Tameye, Nawari, Gogoba, Irewa, Damoi, Ugaje, dan Damar
Irewa, Damoi, Ugaje, dan Damar.
*Kampung Topdan: Mudaye, Tobi, Maratar, Turai, dan Gogoba
*Kampung Migirito: Budori
 
== Kehidupan sosial ==
Secara garis besar, jumlah penduduk Kokoda yang bertempat di Kelurahan Klasabi berjumlah 6.528 jiwa pada tahun 2010. Mayoritas, suku Kokoda bekerja di sektor formal dan informal seperti guru, buruh tani, nelayan, dan buruh bangunan. Selain itu, banyak diantara suku Kokoda yang memilih untuk menjual [[kayu]] dan [[batu karang]]. Meskipun sebagian besar lebih memilih untuk menjadi buruh nelayan, mereka juga mulai mempraktikkan kegiatan [[pertanian]] selama menetap. Hal itu mereka lakukan karena banyaknya pendatang dari luar [[Papua]] yang menetap di lingkungan tempat tinggal mereka. Mencukupi makanan melalui kegiatan [[pertanian]] secara mandiri perlu untuk mereka lakukan.<ref>Wekke, Ismail Suardi. 2012. Pesantren dan Pengembangan Kurikulum Entrepreneurship: Kajian Pesantren Roudahtul Khuffadz Sorong Papua Barat. INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol. 6, No. 2, Desember 2012: 205-226</ref>
 
Dalam hal keagamaan, suku Kokoda menganut dua agama besar, yaitu [[Islam]] dan [[Kristen Protestan]]. Islam masuk ke wilayah mereka pada tahun abad ke-15. Masuknya [[agama Islam]] ke wilayah tersebut tidak terlepas dari peran [[Sultan Tidore]]. Meskipun terdapat dua perbedaan agama besar, suku Kokoda hidup sangat rukun dan berdampingan satu sama lain. Hampir tidak pernah dijumpai konflik agama terjadi dalam kehidupan mereka. Sesuatu yang terlihat justru hubungan yang harmonis dan tolong menolong satu sama lain. Seperti misalnya, ketika umat [[Islam]] menggelar perayaan hari besar keagamaan seperti Isra’[[Isra Miraj]] dan [[IdulfitriIdul Fitri]], yang ditunjuk menjadi ketua pelaksana justru suku Kokoda dari agama [[Kristen Protestan]]. Begitu pula ketika umat Kristen akan menggelar perayaan hari besar agama seperti [[Hari Raya Natal]], yang ditunjuk menjadi ketua pelaksana justru suku Kokoda yang beragama Islam. Di wilayah tempat mereka tinggal terhitung ada 5 masjid, 2 mushola, dan 4 gereja.
 
Dalam hal pendidikan, suku Kokoda terhitung masih sedikit yang bersentuhan dengan dunia pendidikan. Banyak di antara mereka yang tidak menyelesaikan pendidikan [[Sekolahsekolah menengah atas]]. Mereka yang menyelesaikan pendidikan hingga ke tingkat perguruan tinggi (S1) umumnya adalah para pemuka agama dari kalangan mereka sendiri. Namun demikian, beberapa kalangan dari kelompok mereka juga ada yang telah mengerti akan pentingnya pendidikan. Terutama bagi yang beragama Islam, mereka membangun yayasan pendidikan berbasis [[pesantren]] sebagai tempat belajar bagi generasi muda di sana.
 
Pemberdayaan masyarakat suku Kokoda dilaksanakan pula oleh organisasi [[Muhammadiyah]]. Pengajaran bertani, beternak, dan menjadi nelayan juga dilaksanakan untuk pemberdayaan masyarakat. [[Warmon Kokoda, Mayamuk, Sorong|Kampung Warmon Kokoda]] di [[Kota Sorong]] bahkan disebut sebagai "Kampung Muhammadiyah" karena kedatangan organisasi tersebut membawa kemajuan.<ref name=kompas>Firdaus, Haris (18 Januari 2019). "Jejak Muhammadiyah di Papua Barat". ''[[Kompas (surat kabar)|Kompas]]''. Hlm.19</ref>
Baris 40 ⟶ 39:
==Kebudayaan==
=== Tifa syawat ===
Tifa syawat merupakan [[alat musik]] tradisional [[tifa]] yang mirip seperti [[gendang]] yang cara memainkannya adalah dengan dipukul. Alat musik ini yang terbuat dari sebatang [[kayu]] atau [[rotan]] yang dikosongi bagian isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi dengan menggunakan kulit hewan yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Formatnya pun biasanya dibuat dengan ukiran yang memiliki ciri khas masing-masing. Tifa syawat sendiri telah berkembang di kalangan suku Kokoda yang oleh mereka disebut sebagai orkes musik tetabuhan (sejenis tradisi [[Kulintang]] dan Tatabuang) yang terdiri dari ''adrat'', ''tifa'', suling, dan gong kecil. Kesenian ini menjadi media dakwah penyebaran [[agama Islam]] yang dilakukan oleh para da'i di luar wilayah tempat tinggal suku Kokoda. Tifa gong sendiri merupakan alat musik asli Kokoda, sedangkan suling dan ''adrat'' dibawa langsung oleh para da'i tersebut dari [[Kokas, Fakfak|Kokas]]. Kesenian ini biasanya ditampilkan ketika hari besar keagamaan tertentu seperti maulid nabi dan upacara-upacara seperti pengiring pengantin ke rumah keluarga laki-laki dan khitanan. Kesenian Tifa syawat tersebut diyakini sebagai bentuk kebudayaan lokal yang muncul akibat ekspansi [[agama Islam]] ke wilayah [[Papua]], tepatnya di perkampungan suku Kokoda.<ref name=":0">Wekke, Ismail Suardi. 2012. TIFA SYAWAT DAN ENTITAS DAKWAH DALAM BUDAYA ISLAM: STUDI SUKU KOKODA SORONG PAPUA BARAT. Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, Juni 2012<"/ref>
 
Namun demikian, kesenian Tifa syawat tersebut sebenarnya tidak murni berasal dari suku Kokoda. Sebelumnya, kesenian tersebut pertama kali berkembang di wilayah [[Kokas, Fakfak]], Papua. Meskipun begitu, suku Kokoda telah menguasai kesenian tersebut dengan sangat terampil. Hampir di beberapa acara besar keagamaan seperti Maulid Nabi dan kegiatan perayaan masyarakat seperti pernikahan dan khitanan tidak pernah lepas dari adanya kesenian tifa syawat.<ref name=":0Wekke" /> Tidak heran jika kemudian mereka juga pernah menjadi juarai peringkat kedua pada Festival Seni Budaya Islam Se-Papua Barat.<ref>{{Cite web|url=http://www.lensapapua.com/religi-budaya/festival-seni-budaya-se-papua-barat-akan-digelar-di-kabupaten-sorong/|title=Festival Seni Budaya Se-Papua Barat Akan Digelar di Kabupaten Sorong – Lensapapua.com|website=www.lensapapua.com|language=id-ID|access-date=2017-11-08}}</ref>
 
=== Tradisi peminangan ===