Mandala (sejarah Asia Tenggara): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Anesmnuswan (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
(9 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{kegunaanlain|Mandala}}
[[Berkas:Southeast Asian Historical Mandalas.svg|jmpl|ka|300px|Mandala-mandala utama dalam [[Sejarah Asia Tenggara]] (kurun abad V hingga XV masehi). Dari utara ke selatan; [[Kerajaan Pagan|Bagan]], [[Ayutthaya]], [[Champa]], [[Angkor]], [[Sriwijaya]] dan [[Majapahit]].]]
'''Mandala''' (मण्डल) adalah istilah [[bahasa Sanskerta]] yang bermakna "lingkaran". [[Mandala]] digunakan sebagai model untuk menggambarkan pola penyebaran pengaruh kekuasaan politik dalam sejarah purba [[Asia Tenggara]] ketika kekuasaan setempat memegang peranan penting. Konsep sejarah-politik mandala ini berkaitan dengan kecenderungan modern untuk memandang persatuan kekuasaan politik, misalnya kekuasaan [[kemaharajaan]] atau [[Negara kebangsaan|negara-bangsa]] besar di kemudian hari. Hal ini merupakan hasil dari kemajuan teknologi pembuatan peta pada abad XV.<ref>{{cite news|title= How Maps Made the World|author= |url= http://www.wilsonquarterly.com/article.cfm?AID=1992|newspaper= [[Wilson Quarterly]]|date= Summer 2011|accessdate= 28 Juli 2011|quote= Source: 'Mapping the Sovereign State: Technology, Authority, and Systemic Change' by Jordan Branch, in ''[[International Organization]]'', Winter 2011.|archive-date= 2011-08-11|archive-url= https://web.archive.org/web/20110811005805/http://www.wilsonquarterly.com/article.cfm?AID=1992|dead-url= yes}}</ref> Sejarawan asal Inggris [[O. W. Wolters]] meyebutkan gagasan ini pada 1982:
 
<blockquote>"Peta sejarah purba Asia Tenggara berevolusi dari jejaring permukiman prasejarah yang muncul dalam catatan sejarah sebagai serpihan-serpihan yang membentuk mandala yang kadang saling tumpang tindih."<ref>O.W. Wolters, 1999, p. 27</ref></blockquote>
Baris 23:
| language = [[Bahasa Inggris|Inggris]]
| quote =
| archiveurl = https://web.archive.org/web/20120420042629/http://epublications.bond.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=1007&context=cewces_papers&sei-redir=1&referer=http:%2F%2Fwww.google.co.id%2Furl%3Fsa=t&rct=j&q=mandala%20srivijaya%20political%20federation&source=web&cd=11&ved=0CBgQFjAAOAo&url=http%3A%2F%2Fepublications.bond.edu.au%2Fcgi%2Fviewcontent.cgi%3Farticle%3D1007%26context%3Dcewces_papers&ei=xrfkTu3fKdDQrQfpmuCSCA&usg=AFQjCNHApSYyFUfMf3LtiD2a95urqw-X5w&sig2=SrOqXV_mGyJ6xCRIIOpJQA#search=%22mandala%20srivijaya%20political%20federation%22
| archiveurl =
| archivedate = 2012-04-20
| dead-url = yes
}}</ref>
 
Dalam beberapa hal, sistem mandala ini mirip dengan sistem [[feodal]] di Eropa, negara-negara bagian atau negeri bawahan terikat oleh tuannya melalui hubungan tribut yaitu memberikan persembahan berupa [[upeti]]. Dibandingkan dengan sistem feodal, sistem mandala ini memberikan lebih banyak kebebasan kepada negeri bawahannya; hubungannya lebih bersifat hubungan pribadi antar penguasanya; dan seringkalisering kali bersifat tidak eksklusif. Suatu daerah tertentu dapat menjadi bawahan beberapa sistem mandala tertentu, atau bahkan tidak samasekali.
 
== Sejarah ==
[[Berkas:Mandalas1360-2.png|jmpl|ka|Beberapa mandala yang saling tumpang-tindih di daratan Asia Tenggara sekitar tahun 1360: dari utara ke selatan [[Lan Xang]], [[Lanna]], [[Sukhothai]], [[Ayutthaya]], [[Angkor]] dan [[Champa]].]]
 
Secara sejarah, kekuatan mandala utama antara lain [[Kerajaan Khmer]] di [[Kamboja]], [[Sriwijaya]] di [[SumateraSumatra]], rangkaian kerajaan-kerajaan di [[Jawa]] ([[Medang]], [[Kadiri]], [[Singhasari]] dan [[Majapahit]]), [[Ayutthaya]] di [[Thailand]], [[Champa]] dan [[Dai Viet]] di [[Vietnam]] dan [[China]].<ref>O.W. Wolters, 1999, pp. 27-40, 126-154</ref> China menempati posisi khusus karena seringkalisering kali mandala utama Asia Tenggara memberi persembahan ke China untuk mendapatkan keistimewaan ekonomi berupa hubungan dagang dengan China, meskipun syarat persembahan ini umumnya sangat minimal. Beberapa negara bawahan dalam perlindungan China misalnya [[Kamboja]], [[Lan Xang]] (dilanjutkan oleh [[Vientiane]] dan [[Luang Prabang]]) serta [[Lanna]]. Kamboja secara khusus digambarkan oleh kaisar Vietnam [[Gia Long]], sebagai "negara merdeka yang diperbudak dua tuan" (Chandler p.&nbsp;119).

Masuknya Islam di Nusantara melihat penerapan sistem ini yang masih berlanjut dalam pembentukan pemerintahan, seperti pembentukan koalisi [[Negeri Sembilan]] pada abad ke-18 yang berfokus pada [[Seri Menanti]] sebagai pusat yang diapit oleh empat [[luak]] dalam dan empat daerah luar.<ref>{{Cite journal|last=Tambiah|first=Stanley Jeyaraja|year=2013|title=The galactic polity in Southeast Asia|url=https://www.journals.uchicago.edu/doi/full/10.14318/hau3.3.033|journal=HAU: Journal of Ethnographic Theory|publisher=University of Chicago Press|volume=3|issue=3|pages=504-506|via=}}</ref> Contoh lainnya yaitu kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Jawa setelah Majapahit.

Sistem ini berakhir dengan kedatangan kekuasaan Eropa pada pertengahan abad XIX. Secara budaya mereka memperkenalkan praktik geografis Eropa yang beranggapan setiap wilayah hanya dikuasai satu penguasa. Dalam praktik, kolonisasi di [[Indochina PerancisPrancis]], [[Malaya Britania]] dan Birma, serta [[Hindia Belanda]] memaksa penguasa kolonial ini untuk menetapkan batas wilayah koloni milik mereka. Wilayah kerajaan bawahan ini lalu dibagi-bagi antara koloni-koloni Eropa ini dan kerajaan Siam.
 
== Kewajiban ==
Kewajiban di setiap sisi hubungan bervariasi sesuai dengan kekuatan hubungan dan keadaan. Misalnya di [[Semenanjung Malaka|Semenanjung Malaya]], pada umumnya negara bawahan wajib membayar [[bunga mas]], upeti tetap berbagai barang berharga dan budak, dan miniatur pohon emas dan perak (''bunga mas dan perak''). Penguasa tuan membalas dengan hadiah yang sering kali lebih berharga daripada yang diberikan oleh negara bawahan. Namun, negara bawahan juga harus menyediakan orang dan perbekalan ketika dipanggil, paling sering pada saat perang. Manfaat utama bagi negara bawahan adalah perlindungan dari invasi oleh kekuatan lain, meskipun seperti yang dicatat oleh sejarawan Asia Tenggara Thongchai Winichakul, ini sering kali merupakan "perlindungan seperti mafia"<ref>{{Cite book|author=Thongchai Winichakul|year=1994|title=Siam Mapped|page=88}}</ref> dari ancaman tuannya sendiri. Dalam beberapa kasus, penguasa juga mengendalikan suksesi di negara bawahan, tetapi secara umum campur tangan dalam urusan dalam negeri negara bawahan itu minimal: dia akan mempertahankan pasukan dan kekuatan perpajakannya sendiri, misalnya. Dalam kasus hubungan yang lebih renggang, "tuan" mungkin menganggapnya sebagai salah satu upeti, sedangkan "negara bawahan" mungkin menganggap pertukaran hadiah murni bersifat komersial atau sebagai ekspresi niat baik (Thongchai p. 87).
 
== Referensi ==
Baris 48 ⟶ 56:
* Wyatt, David. ''Thailand: A Short History'' (2nd edition). Yale University Press, 2003. ISBN 0-300-08475-7
 
== Lihat pula ==
* [[Hasta Mandala]]