Arsitektur Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(3 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 3:
'''Arsitektur Minangkabau''' adalah [[arsitektur vernakular]] Nusantara yang bentuk, struktur, fungsi, [[ragam hias]], dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat [[Minangkabau]], khususnya yang mendiami wilayah [[Sumatera Barat]]. Arsitektur ini merupakan [[Arsitektur Indonesia|arsitektur yang sangat khas di Indonesia]] dengan karakteristik atap ''[[Arsitektur Minangkabau#Gonjong|gonjong]]'', yakni bentuk [[atap pelana]] yang melengkung ke atas seperti tanduk kerbau.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=22}}
 
Secara tradisional, arsitektur Minangkabau terdapatdapat dijumpai pada rumah adat yang disebut ''[[rumah gadang]]'', lumbung padi yang disebut ''[[rangkiang]],'' dan balai adat yang disebut ''[[balairung]]''. Rumah gadang adalah rumah tinggal yang dihuni sekelompok keluarga. Rangkiang terdapat di halaman rumah gadang untuk menyimpan padi hasil panen. Adapun balairung adalah tempat berkumpul sekelompok kepala keluarga melakukan musyawarah. Ketiga bangunan ini dicirikan dengan atap gonjong dan struktur panggung.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=27–34}} Karakteristik tersebut berikutnya memengaruhi bangunan yang hadir belakangan setelah [[Islam di Sumatera Barat|Islam masuk ke Minangkabau]], yakni masjid.{{sfn|Sudarman|2014|pp=3}}
 
Arsitektur Minangkabau dirancang menyesuaikan iklim daerah tropis dan kondisi topografi.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=35}} Bangunan tradisional Minangkabau membuktikan kemampuannya dalam menghadapi bencana seperti gempa bumi yang sering melanda wilayah Sumatera Barat. Material yang digunakan dominan menggunakan kayu. Namun, pada saat ini, sudah jarang masyarakat yang mendirikan bangunan dengan material tradisional karena keterbatasan bahan, terutama kayu.{{sfn|Titin Nofita Handa Puteri|2015}}{{sfn|Antara|16 Maret 2019}}
Baris 69:
 
== Pertukangan ==
Di Minangkabau, pekerjaan pendirian bangunan dipimpin oleh seorang tukang yang disebut "''nankodoh rajo''", khususnya pada rumah gadang. Ada pameo atau ungkapan dalam [[bahasa Minangkabau]] yang menyebut seorang "tukang tidak membuang kayu". Artinya, tidak ada material yang tidak bisa dimanfaatkan oleh seorang tukang. Dalam penggunaan kayu, terdapat ungakapan: ''nan kuek ka tonggak tiang, nan luruih diambiak kabalayah, nan lantiak ka balok bubuangan, nan ketek ka pasak suntiang.'' Artinya, kayu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan kayu, yaitu kayu yang kuat dipakai untuk tiang, kayu yang lurus untuk mistar, kayu yang melengkung untuk bubungan, dan kayu yang kecil untuk pasak.{{sfn|Gemala Dewi|2010|pp=54–55}} Dalam penggunaan bambu, terdapat ungakapan: ''nan panjang ka pembuluhpambuluh aia, nan singkek kapariah, rambuangnyo ambiak ka gulai''. Artinya, bambu yang panjang dipakai untuk pembuluh air, yang pendek untuk perian, dan [[rebung]] atau bambu muda dapat dimasak jadi sayur.{{sfn|Syafwandi|1993|pp=28}}
 
Menurut Syafwandi, seorang nankodoh rajo dalam memimpin pekerjaan pembangunan tidak mempunyai gambar kerja, persiapan bahan yang lengkap ataupun bentuk-bentuk struktur yang akan dibuat. Nankodoh rajo lebih banyak bergantung pada pengalaman dan naluri. Tidak ada ukuran yang pasti. Oleh sebab itu, pandangan seorang nankodoh rajo sangat berpengaruh terhadap hasil pekerjaan.{{sfn|Okezone.com|31 Desember 2011}}
Baris 595:
{{Commonscat|Minangkabau architecture|Arsitektur Minangkabau}}
 
* Soenarto PR. dan S.Sudyarto (1982). ''[https://pustaka.kebudayaan.kemdikbud.go.id/index.php?p=show_detail&id=2663&keywords= Arsitektur Tradisional Minangkabau Selayang Pandang]''. Jakarta: [[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan KebudayaanTeknologi Republik Indonesia|Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI]].
 
{{Arsitektur Indonesia}}