Suku Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
TIDUR SIANG (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(545 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox ethnic group|
|group =Suku Aceh
|native_name = ''{{lang|ace|Ureuëng Acèh}}''<br>اورڠ اچيه
|image=
|image = LINTO PHON.jpg
|poptime=kurang lebih '''3,5 juta'''.
|caption = Para anak lelaki etnis Aceh mengenakan ''{{lang|ace|Linto Phon}}'', salah satu pakaian tradisional khas etnis Aceh.
|popplace=[[Nanggroe Aceh Darussalam]]: '''3,5 juta'''.<br />
| regions = {{flag|Indonesia}} (3.404.000 di [[Provinsi Aceh|Aceh]])<ref name="Ananta, Aris">[http://iussp.org/sites/default/files/event_call_for_papers/IUSSP%20Ethnicity%20Indonesia%20Poster%20Section%20G%202708%202013%20revised.pdf Changing Ethnic Composition: Indonesia, 2000-2010] halaman 14</ref><ref name="Joshua">[https://joshuaproject.net/people_groups/10144 ''Acehnese'']. ©2016 Joshua Project. Diakses pada 8 Juli 2016.</ref>
|langs=[[bahasa Aceh]], [[bahasa Indonesia]], dan [[bahasa Melayu]].
| tablehdr = Wilayah lain dengan populasi etnis Aceh signifikan di luar Aceh
|rels=[[Islam]]
| region1 = {{flagicon|PBB}} Seluruh dunia
|related=[[suku Gayo]] dan [[bangsa Campa]].
| pop1 =
796.000<ref>[https://www.britannica.com/EBchecked/topic/3614/Acehnese ''Acehnese'']. [[Encyclopædia Britannica]]. ©2016 Encyclopædia Britannica, Inc. Diakses pada 8 Juli 2016.</ref>
|langs = [[Bahasa Aceh|Aceh]]<br>[[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels = [[Berkas:Allah-green.svg|15px]] [[Islam]] ([[Sunni]])
|related = {{hlist|[[Suku Melayu|Melayu]]|[[Suku Cham|Cham]] |[[Suku Gayo|Gayo]]|[[Etnis Minangkabau|Minangkabau]]}}
}}
'''Suku Aceh''' adalah nama sebuah suku yang mendiami ujung utara pulau [[Sumatra]]. Mereka beragama [[Islam]]. Bahasa yang dipertuturkan oleh mereka adalah [[bahasa Aceh]] yang masih berkerabat dengan [[bahasa Campa]].
 
'''Etnis Aceh''' ({{lang-ace|اورڠ اچيه|ureuëng Acèh}}) merupakan suatu [[kelompok etnis]] yang berasal dari ujung utara pulau [[Sumatra]], khususnya di wilayah [[Provinsi Aceh]], [[Indonesia]]. Mereka terikat dalam [[budaya Aceh|kebudayaan]], [[bahasa Aceh|bahasa]], dan [[sejarah Aceh|latar belakang sejarah]] yang sama. Etnis Aceh memiliki beberapa eksonim yang bervariasi, diantaranya yaitu ''Lam Muri'', ''Lambri'', ''Achin'', ''Asji'', ''A-tse'' dan ''Atse''.<ref name="Ensiklopedi Suku Bangsa">{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|last=Hidayah|first=Zulyani|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|year=2015|isbn=978-979-461-929-2|location=Jakarta|pages=3}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://joshuaproject.net/people_groups/10138/ID|title=Abui, Barue in Indonesia|last=Project|first=Joshua|access-date=2016-11-19}}</ref>
== Riwayat Nama Aceh ==
 
Pada masa modern, etnis Aceh terkenal sebagai para [[pedagang]] yang ulung dan juga mayoritas etnis Aceh kini merupakan pemeluk agama [[Islam di Indonesia|Islam]].{{sfn|Minahan|2012|pp=}} Secara tradisional, etnis Aceh hidup secara matrilokal dan komunal, mereka tinggal di permukiman yang disebut ''[[gampong]]''. Masa keemasan peradaban etnis Aceh berpuncak pada masa sekitar abad ke-16 hingga abad ke-17, seiring dengan masa kejayaan [[Kesultanan Aceh Darussalam]].{{sfn|Minahan|2012|pp=}}
Tentang nama aceh, sebuah dongengan yang sudah banyak diketahui oleh umum menceritakan sebagai berikut:
 
Sekali peristiwa ada seorang puteri Hindustan hilang dicari-cari oleh saudaranya hingga sampai ke pulau [[Sumatera]]. Sesampainya di Aceh tiba-tiba si saudara menjumpai puteri itu. Kepada penduduk lalu dijelaskannya bahwa puteri tersebut adalah “aci”-nya yaitu adiknya.
Karena puteri itu berkelakuan baik dan terhormat, penduduk meyakininya keturunan bangsawan juga. Atas mufakat penduduk, puteri ini diangkat menjadi ratu (raja) mereka. Untuk menamai negeri yang baru dibangun ini disebut sajalah “Aci”, diambil dari perkataan yang mula-mula terdengar diucapkan oleh saudaranya. Demikian selanjutnya sebutan “Aci” itu lama kelamaan berubah menjadi “Aceh”.
Lain kisah, menurut Valentijn (1688), Aceh asalnya dari “Acai”, juga istilah Hindustani, yang artinya cantik. Menurut dongeng itu istilah ini acap kali diucapkan oleh pengunjung-pengunjung [[India]] dari hindustani. Ketika mereka tiba di Aceh, mereka menyaksikan indahnya pemandangan dari kapal. Dengan kekaguman mereka terhamburlah ucapan “Acai”, “Acai”. Karenanya mereka menyebut negeri itu Acai, tanah Acai dan akirnya menjadi tanah Aceh, artinya tanah indah.
 
hai -tidur siang
Lain lagi ada pula yang menyebut bahwa Aceh asalnya “Acas”, disebut menurut lidah [[Minangkabau]].
 
== Asal keturunan ==
Veltman ketika membicarakan asal nama Aceh dari “Aci” (adik) mencari kemungkinan dari petunjuk sejarah. [[Ma‘ruf Syah]] (raja [[Pidie]]) setelah mengalahkan [[Lamuri]] (Daru’l-Kamal) mengizinkan kakaknya menjadi raja atas namanya, tapi hanya dalam nama saja. Menurut katanya moyang [[Ma‘ruf Syah]] berasal dari [[India]]. Berhubung karena kepada perempuan tidak bisa diserahi tampil menjalankan pemerintahan, itulah sebabnya si kakak hanya memerintah dalam nama saja, sedangkan yang menjalankan sehari-hari adalh putera kakanya itu sendiri, [[Syamsu Syah]]. Dari sini timbul sebutan “Aci”. [[Syamsu syah]] adalah anak [[Munawar Syah]].
:''Artikel utama: [[Sejarah Aceh]]''
Tapi sebagai ternyata dari cerita di atas, mengenai soal nama itu adalah hanya cerita-cerita. Kepastiannya tidak ada. Begitupun tentu tidak janggal untuk membenarkan terjadinya nama “Aci” seperti yang diceritakan di atas, yakni “adik”, atau tidak pula janggal jika hendak disebut bahwa asal nama “Aci” adalah indah, mengingat indahnya pantai Aceh bila ditatap dari laut. Banyak nama-nama negeri, desa, pulau dan lain-lain di negeri kita terjadi karena suatu peristiwa kebetulan. Hanya sedikit nama-nama yang secara bersungguh dipikirkan dan dicari.
 
Bukti-bukti arkeologis terawal penghuni Aceh adalah dari masa pasca [[Plestosen]], di mana mereka tinggal di pantai timur Aceh (daerah [[Langsa]] dan [[Tamiang]]), dan menunjukkan ciri-ciri [[Ras Australoid|Australomelanesid]].{{sfn|Poesponegoro|Notosusanto|2008|volume=1|pp=147}} Mereka terutama hidup dari hasil laut, terutama berbagai jenis kerang, serta hewan-hewan darat seperti babi dan badak.{{sfn|Poesponegoro|Notosusanto|2008|volume=1|pp=148}} Mereka sudah memakai api dan menguburkan mayat dengan upacara tertentu.{{sfn|Poesponegoro|Notosusanto|2008|volume=1|pp=148}}
== Tokoh-tokoh dari Suku Aceh ==
 
* [[Sheikh Hamzah al-Fansuri]]
[[Berkas:Codice Casanatense Acehnese.jpg|300px|jmpl|kiri|Sebuah ilustrasi dari Portugis yang terdapat dalam buku [[w:en:Códice Casanatense|Códice Casanatense]] tahun 1540 yang menggambarkan orang Aceh. Inskripsi yang tertulis: "Orang-orang yang mendiami pulau Sumatra yang dikenal sebagai Orang Aceh, mereka adalah orang-orang kafir, sangat gemar perang yang bertempur dengan sumpit beracun; dari pulau Sumatra ini dikenal hasil [[cendana]], [[kemenyan]], dan banyak [[emas]] dan [[perak]], sungguh pulau ini sangatlah kaya."]]
* [[Sheikh Nuruddin ar-Raniry]]
 
* [[Sheikh Abdurrauf]] atau lebih terkenal dengan nama [[Syiah Kuala]]
Selanjutnya terjadi perpindahan suku-suku asli [[Suku Mante|Mantir]]{{sfn|Ion|Errington|1993|pp=61}} dan Lhan ([[Melayu Proto|proto Melayu]]), serta suku-suku Champa, Melayu, dan Minang ([[Melayu Deutero|deutro Melayu]]) yang datang belakangan turut membentuk penduduk pribumi Aceh. Bangsa asing, terutama bangsa India selatan, serta sebagian kecil bangsa Arab, Persia, Turki, dan Portugis juga adalah komponen pembentuk suku Aceh. Posisi strategis Aceh di bagian utara [[pulau Sumatra]], selama beribu tahun telah menjadi tempat persinggahan dan percampuran berbagai suku bangsa, yaitu dalam jalur perdagangan laut dari [[Timur Tengah]] hingga ke [[Cina]].
* [[Tun Sri Lanang]]
 
* [[Ismail al-Asyi]]
=== Asal Muasal Suku Di Aceh ===
* [[Mr Teuku Mohammad Hassan]]
Legenda rakyat Aceh menyebutkan bahwa penduduk Aceh pertama berasal dari [[suku Mante]] & Suku Lhan, Suku Mante merupakan etnis lokal yang merupakan bagian dari [[Suku Alas]] & [[Suku Karo]], sedangkan suku Lhan diduga masih berkerabat dengan [[Semang|suku Semang]] yang bermigrasi dari [[Semenanjung Malaya]] atau Hindia Belakang ([[Champa]], [[Burma]]).{{sfn|Alamsyah|2008|pp=201}} Suku Mante pada mulanya mendiami wilayah [[Aceh Besar]] dan kemudian menyebar ke tempat-tempat lainnya. Ada pula dugaan secara [[etnologi]] tentang hubungan suku Mante dengan bangsa [[Funisia]] di [[Babilonia]] atau [[Dravida]] di lembah sungai [[Indus]] dan [[Sungai Gangga|Gangga]], namun hal tersebut belum dapat ditetapkan oleh para ahli kepastiannya.<ref>M. Zainuddin. 1961. Tarich Atjeh dan Nusantara. Medan. Pustaka Iskandar Muda</ref>
* [[Mohamad Kasim Arifin]]
 
* [[Teungku Hasan Muhammad di Tiro]]
Ketika [[Kerajaan Sriwijaya]] memasuki masa kemundurannya, diperkirakan sekelompok [[suku Melayu]] mulai berpindah ke tanah Aceh.<ref>{{Citation | title=Sejarah peradaban Aceh: suatu analisis interaksionis, integrasi, dan konflik |first=Abdul Rani |last=Usman | title=Sejarah peradaban Aceh: suatu analisis interaksionis, integrasi, dan konflik |url=http://books.google.co.id/books?id=szBwAAAAMAAJ&q=tamiang+sriwijaya&dq=tamiang+sriwijaya&hl=en&sa=X&ei=F4ScU6f7CdS58gXK9YGgAQ&ved=0CFoQ6AEwCQ |publisher=Yayasan Obor Indonesia |year= 2003 |isbn=9789794614280 }}, hlm. 40.</ref> Di lembah [[sungai Tamiang]] yang subur mereka kemudian menetap, dan selanjutnya dikenal dengan sebutan [[suku Tamiang]].<ref>{{Citation| first=Ismail |last=Suny | year=1980 | title=Bunga rampai tentang Aceh |url=http://books.google.co.id/books?ei=F4ScU6f7CdS58gXK9YGgAQ&id=XsoLAAAAIAAJ&dq=tamiang+sriwijaya&focus=searchwithinvolume&q=Melayu | publisher=Bhratara Karya Aksara }}, hlm. 146.</ref> Setelah mereka ditaklukkan oleh [[Samudera Pasai|Kerajaan Samudera Pasai]] (1330), mulailah integrasi mereka ke dalam masyarakat Aceh, walau secara adat dan [[Bahasa Tamiang|dialek]] tetap terdapat kedekatan dengan budaya Melayu.
* [[P.Ramlee]] atau [[Teuku Zakaria Teuku Nyak Puteh]]
 
* [[Tan Sri Sanusi Juned]]
[[Suku Minang]] yang bermigrasi ke Aceh banyak yang menetap di sekitar [[Meulaboh]] dan lembah ''Krueng Seunagan''.{{sfn|Kuhnt-Saptodewo|Grabowsky|Grossheim|1997|pp = 183}} Umumnya daerah subur ini mereka kelola sebagai persawahan basah dan kebun lada, serta sebagian lagi juga berdagang.{{sfn|Kuhnt-Saptodewo|Grabowsky|Grossheim|1997|pp = 183}} Penduduk campuran Aceh-Minang ini banyak pula terdapat di wilayah bagian selatan, yaitu di daerah sekitar [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]], [[Tapaktuan]], dan [[Labuhan Haji]]. Mereka banyak yang sehari-harinya berbicara baik dalam bahasa Aceh maupun [[bahasa Aneuk Jamee]], yaitu dialek khusus mereka sendiri.
* YB Dato Seri Paduka Haji [[Badruddin Amiruldin]]
[[Berkas:Flag of the Aceh Sultanate.png|alt=|jmpl|252x252px|Bendera [[Kesultanan Aceh]]]]
* [[Teuku Umar]]
Akibat politik ekspansi dan hubungan diplomatik [[Kesultanan Aceh Darussalam]] ke wilayah sekitarnya, maka suku Aceh juga bercampur dengan suku-suku [[Gayo]], [[Nias]], dan [[Kluet]]. Pengikat kesatuan budaya suku Aceh yang berasal dari berbagai keturunan itu terutama ialah dalam [[bahasa Aceh]], agama [[Islam]], dan [[Budaya Aceh|adat-istiadat khas]] setempat, sebagaimana yang dirumuskan oleh [[Sultan Iskandar Muda]] dalam undang-undang ''Adat Makuta Alam''.<ref>{{Cite web|url=https://www.romadecade.org/suku-aceh/|title=Suku Aceh|date=2019-04-16|website=RomaDecade|language=id-ID|access-date=2019-11-23|archive-date=2019-01-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20190126013755/http://romadecade.org/suku-aceh/|dead-url=yes}}</ref>
* [[Cut Nyak Dhien]]
<!-- Masukkan info tentang migrasi Champa (Syah Pauling, Sulalatu Salatin), dan percampuran suku Aceh dengan Melayu, dan info suku-suku minoritas lainnya (Alas, Gayo, Kluet, Batak). (by Naval Scene)
* [[Cut Nyak Meutia]]
-->
* [[Panglima Polim]]
 
* [[Teungku Chik di Tiro]]
=== India ===
* [[Sultan Iskandar Muda]]
Banyak pula terdapat keturunan [[India|bangsa India]] di tanah Aceh, yang erat hubungannya dengan perdagangan dan penyebaran agama [[Hindu]]-[[agama Buddha|Buddha]] dan [[Islam]]{{sfn|Graf|Schroter|Wieringa|2010|pp=182}} di tanah Aceh. Bangsa India kebanyakan dari [[Tamil]]{{sfn|Reid|2006|pp=25-30}} dan [[Gujarat]],{{sfn|Reid|2006|pp=30-59}} yang keturunannya dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Pengaruh bangsa India terlihat antara lain dari penampilan budaya dan fisik pada sebagian orang Aceh, serta variasi makanan Aceh yang banyak menggunakan [[kari]].{{sfn|Graf|Schroter|Wieringa|2010|pp=183}} Banyak pula nama-nama desa yang diambil dari [[bahasa Hindi]], (contoh: [[Indra Puri]]), yang mencerminkan warisan kebudayaan Hindu masa lalu.
* [[Teuku Nyak Arief]]
 
* [[Teungku Muhammad Daud Beureu'eh]]
=== Arab, Persia, dan Turki ===
<blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:25%; float:right; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">"''Sukèë Lhèë Reutōïh ban aneu' drang<br /> Sukèë Ja Sandang jra haleuba.<br /> Sukèë Ja Batèë na bachut-bachut;<br /> Sukèë Imeum Peuët nyang gō'-gō' dōnya.''" <p style="text-align: right;">— Puisi lisan (''hadih maja'') dalam<br /> ''De Atjeher'', [[Snouck Hurgronje]]''.{{sfn|Hurgronje|1984|pp=57}}</blockquote>
 
[[Bangsa Arab]] yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari [[Hadramaut]], [[Yaman]]. Di antara para pendatang tersebut terdapat antara lain marga-marga al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier, dan lain-lain, yang semuanya merupakan [[Marga Arab Hadramaut|marga-marga bangsa Arab asal Yaman]].<ref>Adan, Hasanuddin Yusuf (2006). ''[http://books.google.co.id/books?ei=GO6OU9WILs6dugTdxIGQAg&hl=id&id=EOBwAAAAMAAJ&dq=marga+arab+di+aceh&focus=searchwithinvolume&q=Bawazier Politik dan tamaddun Aceh]'', Adnin Foundation Aceh, ISBN 9789792594805. Hlm. 4.</ref> Mereka datang sebagai [[ulama]] penyebar agama [[Islam]] dan sebagai perdagang.{{sfn|Graf|Schroter|Wieringa|2010|pp=182}} Daerah Seunagan misalnya, hingga kini terkenal banyak memiliki ulama-ulama keturunan [[sayyid]], yang oleh masyarakat setempat dihormati dengan sebutan ''Teungku Jet ''atau ''Habib''.{{sfn|Kuhnt-Saptodewo|Grabowsky|Grossheim|1997|pp=183}} di Seunagan banyak keturunan dari ulama besar Al Qutb Wujud Habib Abdurrahim bin Sayid Abdul Qadir Al-Qadiri Al-Jailani yang dikenal dengan Habib Seunagan. Demikian pula, sebagian [[Daftar penguasa Aceh#Sultan-sultan Aceh Dinasti Syarif|Sultan Aceh]] adalah juga keturunan [[sayyid]].{{sfn|Hurgronje|1984|pp=47-48}} Keturunan mereka pada masa kini banyak yang sudah kawin campur dengan penduduk asli suku Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
 
Terdapat pula keturunan bangsa [[Persia]] yang umumnya datang untuk menyebarkan agama dan berdagang,{{sfn|Graf|Schroter|Wieringa|2010|pp = 182}} sedangkan bangsa [[Turki]] umumnya diundang datang untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit, dan serdadu perang kerajaan Aceh.{{sfn|Graf|Schroter|Wieringa|2010|pp = 26-43}}{{sfn|Reid|2006|pp=56-57}} Saat ini keturunan bangsa Persia dan Turki kebanyakan tersebar di wilayah [[Aceh Besar]].{{fact}} Nama-nama warisan [[Persia]] dan [[Turki]] masih tetap digunakan oleh orang Aceh untuk menamai anak-anak mereka, bahkan sebutan ''Banda'' dalam nama kota [[Banda Aceh]] juga adalah kata serapan dari [[bahasa Persia]] (''Bandar'' artinya "pelabuhan").
 
=== Portugis ===
Keturunan bangsa [[Portugis]] terutama terdapat di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh).<ref>{{cite web|url= https://lokadata.id/artikel/telusur-jejak-turunan-portugis-di-aceh|title= Telusur Jejak Turunan Portugis di Aceh|authors= Muammar Fikire, Muhajir Abdul Aziz|accessdate= 18 September 2020|archive-date= 2020-11-26|archive-url= https://web.archive.org/web/20201126172431/https://lokadata.id/artikel/telusur-jejak-turunan-portugis-di-aceh|dead-url= yes}}</ref> Pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju [[Malaka]], sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, di mana sebagian di antara mereka lalu tinggal menetap di sana. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga saat ini, masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa.
<!--
Di bagian penutup, masukkan tentang pencampuran suku Aceh diaspora, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Ada dampak ga ya (riset dulu) dari sisi ekososbud antara diaspora tsb dng yg orang2 di NAD? (Naval Scene)
-->
 
== Budaya ==
=== Bahasa ===
:''Artikel utama: [[Bahasa Aceh]]''
[[Berkas:Peuta Narit Aceh.GIF|jmpl|Kabupaten / Kota di Aceh yang mayoritas penduduknya berbahasa Aceh.]]
 
Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa [[Rumpun bahasa Chamik|Aceh-Chamik]], cabang dari rumpun bahasa [[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]], cabang dari rumpun bahasa [[Austronesia]].{{sfn|Tyron|1995|pp=407-408}} Bahasa-bahasa yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa [[bahasa Cham|Cham]], [[bahasa Roglai|Roglai]], [[bahasa Jarai|Jarai]], [[bahasa Rade|Rhade]], [[Chru]], [[Utset]] dan bahasa-bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamik, yang dipertuturkan di [[Kamboja]], [[Vietnam]], dan [[Hainan]].{{sfn|Tyron|1995|pp=407-408}} Adanya kata-kata pinjaman dari bahasa [[Rumpun bahasa Mon-Khmer|bahasa Mon-Khmer]] menunjukkan kemungkinan nenek-moyang suku Aceh berdiam di Semenanjung Melayu atau Thailand selatan yang berbatasan dengan para penutur Mon-Khmer, sebelum bermigrasi ke Sumatra.{{sfn|Tyron|1995|pp=408-409}} Kosakata bahasa Aceh banyak diperkaya oleh serapan dari [[bahasa Sanskerta]] dan [[bahasa Arab]], yang terutama dalam bidang-bidang agama, hukum, pemerintahan, perang, seni, dan ilmu.{{sfn|Tyron|1995|pp=410}} Selama berabad-abad bahasa Aceh juga banyak menyerap dari [[bahasa Melayu]].{{sfn|Tyron|1995|pp=410}} [[Bahasa Melayu]] dan [[bahasa Minangkabau]] adalah kerabat bahasa Aceh-Chamik yang selanjutnya, yaitu sama-sama tergolong dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM IJzeren lemmet met een houten schede TMnr 501-4.jpg|jmpl|kiri|[[Rencong]], senjata tradisional orang Atjeh.]]
 
Sekelompok imigran berbahasa Chamik tersebut mulanya diduga hanya menguasai daerah yang kecil saja, yaitu pelabuhan Banda Aceh di Aceh Besar.{{sfn|Reid|2006|pp = 8}} [[Marco Polo]] (1292) menyatakan bahwa di Aceh saat itu terdapat 8 kerajaan-kerajaan kecil, yang masing-masing memiliki bahasanya sendiri.{{sfn|Reid|2006|pp = 8}} Perluasan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan pantai lainnya, terutama Pedir atau Pidie, Pasai, dan Daya, dan penyerapan penduduk secara perlahan selama 400 tahun, akhirnya membuat bahasa penduduk Banda Aceh ini menjadi dominan di daerah pesisir Aceh.{{sfn|Reid|2006|pp = 8}} Para penutur bahasa asli lainnya, kemudian juga terdesak ke pedalaman oleh para penutur berbahasa Aceh yang membuka perladangan.{{sfn|Reid|2006|pp = 8}}
 
Dialek-dialek bahasa Aceh yang terdapat di lembah Aceh Besar terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu ''Tunong'' untuk dialek-dialek di dataran tinggi dan ''Barôh'' untuk dialek-dialek dataran rendah.{{sfn|Tyron|1995|pp=410}} Banyaknya dialek yang terdapat di Aceh Besar dan Daya, menunjukkan lebih lamanya wilayah-wilayah tersebut dihuni daripada wilayah-wilayah lainnya.{{sfn|Tyron|1995|pp=410}} Di wilayah Pidie juga terdapat cukup banyak dialek, walaupun tidak sebanyak di Aceh Besar atau Daya.{{sfn|Tyron|1995|pp=410}} Dialek-dialek di sebelah timur Pidie dan di selatan Daya lebih homogen, sehingga dihubungkan dengan migrasi yang datang kemudian seiring dengan peluasan kekuasaan Kerajaan Aceh pasca tahun 1500.{{sfn|Tyron|1995|pp=410}}
 
[[Provinsi Aceh|Pemerintah daerah Aceh]], antara lain melalui SK Gubernur No. 430/543/1986 dan Perda No. 2 tahun 1990 membentuk Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA), dengan mandat membina pengembangan [[budaya Aceh|adat-istiadat]] dan kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di Aceh.<ref name="BNSPA"/> Secara tidak langsung lembaga ini turut menjaga lestarinya [[bahasa Aceh]], karena pada setiap kegiatan adat dan budaya, penyampaian kegiatan-kegiatan tersebut adalah dalam bahasa Aceh.<ref name="BNSPA">''[http://books.google.co.id/books?id=L25rzORE1OcC&pg=PA68&dq=bahasa+aceh&hl=en&sa=X&ei=TXaVU4C_Oc6UuATWh4CICQ&ved=0CEgQuwUwAzgK#v=onepage&q=bahasa%20aceh&f=false Bahasa Nusanta Suatu Pemetaan Awal]'' (1999), [[Ajip Rosidi|Rosidi, Ajip]] (ed), Pagelaran Bahasa Nusantara 1999, Program Pemetaan Bahasa-bahasa Nusantara, hlm. 67-68. Diakses 9 Juni 2014.</ref> Demikian pula bahasa Aceh umum digunakan dalam berbagai urusan sehari-hari yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintahan di Aceh.<ref name="BNSPA"/>
 
=== Tarian ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Sedatidans te Samalanga TMnr 10004857.jpg|jmpl|Tari Seudati di [[Samalanga, Bireuen]] (1907)]]
Tarian tradisional Aceh menggambarkan warisan adat, agama, dan cerita rakyat setempat.<ref>{{Citation |title=Geografi budaya Daerah Istimewa Aceh |url= http://books.google.co.id/books?ei=GwScU-vpJs-NuAStk4HADA&hl=id&id=2M8iAAAAMAAJ&dq=ciri+tari+aceh&focus=searchwithinvolume&q=cerita+rakyat | publisher=Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan |year= 1977}}, hlm. 58.</ref> Tari-tarian Aceh umumnya dibawakan secara berkelompok, di mana sekelompok penari berasal dari jenis kelamin yang sama, dan posisi menarikannya ada yang berdiri maupun duduk.{{sfn|Kartomi|2012|pp=288-291}} Bila dilihat dari musik pengiringnya, tari-tarian tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam; yaitu yang diiringi dengan vokal dan perkusi tubuh penarinya sendiri, serta yang diiringi dengan ensambel alat musik.{{sfn|Kartomi|2012|pp=288-291}}
 
{{Col|3}}
* [[Tari Seudati]]
* [[Tari Rateb Meuseukat]]
* [[Tari Likok Pulo]]
* [[Tari Laweut]]
* [[Tari Pho]]
* [[Tari Ratoh Duek]]
* [[Tari Tarek Pukat]]
* [[Tari Rabbani Wahed]]
* [[Tari Ranup lam Puan]]
* [[Tari Rapa'i Geleng]]
{{end-col}}
 
=== Makanan khas ===
{{main|Daftar makanan Aceh}}
[[Berkas:Mie Aceh.jpg|jmpl|Mie Aceh]]
Masakan Aceh terkenal banyak menggunakan kombinasi [[rempah-rempah]] sebagaimana yang biasa terdapat pada [[masakan India]] dan [[masakan Arab|Arab]], yaitu [[jahe]], [[merica]], [[ketumbar]], [[jintan]], [[cengkih]], [[kayu manis]], [[kapulaga]], dan [[adas]].<ref>{{Citation | first=Rosemary |last=Brissenden |url= http://books.google.co.id/books?id=AzIfdz0M0JEC&pg=PA69&dq=Acehnese+cuisine&hl=en&sa=X&ei=LxSXU7_4OIeSuATT54LICQ&ved=0CEkQuwUwBjgK#v=onepage&q=Aceh&f=false |title=Southeast Asian Food: Classic and Modern Dishes from Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Laos, Cambodia and Vietnam | publisher=Tuttle Publishing | year=2007 |isbn= 9780794604882 }}, hlm. 69.</ref> Berbagai macam makanan Aceh dimasak dengan bumbu [[gulai]] atau bumbu [[kari]] serta [[santan]], yang umumnya dikombinasikan dengan daging, seperti daging [[kerbau]], [[sapi]], [[kambing]], [[ikan]], dan [[ayam]].<ref>{{Citation | first= Patrick |last= Witton | title= World Food: Indonesia | url= http://books.google.co.id/books?id=WtiPHH2d8EAC&pg=PA163&dq=acehnese+curry&hl=en&sa=X&ei=HRuXU7DeMo7IuASdsoH4CA&ved=0CDEQ6AEwAg#v=onepage&q=acehnese%20curry&f=false | publisher=Lonely Planet | year= 2002 |isbn=9781740590099 }}, hlm. 163.</ref> Beberapa resep tertentu secara tradisional ada yang memakai [[ganja]] sebagai bumbu racikan penyedap; hal mana juga ditemui pada beberapa masakan Asia Tenggara lainnya seperti misalnya di [[Laos]],<ref>{{Citation | first=Alan | last=Davidson |title=The Penguin Companion to Food |url=http://books.google.co.id/books?ei=rxuXU8LnGsKGuASxrIAQ&id=J5DgAAAAMAAJ&dq=aceh+ganja+food&focus=searchwithinvolume&q=asanomi |publisher=Penguin Reference | year= 2002|isbn=9780142001639 }}, hlm. 452.</ref> namun kini bahan tersebut sudah tidak lagi dipakai.<ref>{{Cite news|authors=Ahmad Arif, Budi Suwarna, Aryo Wisanggeni Gentong|title=Inilah Rahasia Kelezatan Kari Aceh|url = http://travel.kompas.com/read/2013/04/02/08302087/Inilah.Rahasia.Kelezatan.Kari.Aceh|publisher=Kompas|date=2 April 2013|accessdate=16 Juni 2014|editor-last=Asdhiana|editor-first=I Made|work=[[Kompas.com]]}}</ref>
<!-- Mungkin bisa ditambahkan tentang asam sunti, plik'u, yg khas aceh dan cabai merah & cabai hijau yg hampir selalu ada di setiap masakan aceh. Naval Scene -->
 
'''Makanan'''
{{Col|3}}
* [[Ayam Tangkap]]
* [[Nasi Guri]]
* [[Eungkot Paya]]
* [[Kuwah Eungkôt Yèë]]
* [[Kuah Beulangong]]
* [[Kanji Rumbi]]
* [[Keumamah]]
* [[Kuwah Pliëk U]]
* [[Martabak Aceh]]
* [[Masam Keu’euëng]]
* [[Mie Aceh]]
* [[Sambai Asam Udeuëng]]
* [[Sate Matang]]
* [[Sie Reuboh]]
* [[Mie Caluk]]
* [[Sop Sum Sum|Sop Sumsum]]
{{end-col}}
 
'''Kudapan'''
{{Col|3}}
* [[Timphan]]
* [[Keukarah]]
* [[Meuseukat]]
* [[Kanji Rumbi]]
* [[Pulôt]]
* [[Rujak Aceh]]
* Adèe
* [[Bhoi]]
{{end-col}}
 
== Tokoh ==
{{main|Daftar tokoh Aceh}}
<!-- Tokoh Aceh Menurut Profesi. -->
* [[Sultan Iskandar Muda]], sultan Aceh terbesar
* [[Teungku Chik Di Tiro]], mujahid besar penghidup kembali perjuangan Aceh melawan Belanda
* [[Tuanku Hasyim Banta Muda]], panglima besar angkatan perang Aceh melawan Belanda
* [[Teuku Umar]], pahlawan melawan Belanda
* [[Cut Nyak Dhien]], pahlawan perempuan melawan Belanda
* [[Cut Nyak Meutia]], pahlawan perempuan melawan Belanda
* [[Teungku Fakinah]], ulama perempuan dan pahlawan Aceh melawan Belanda
* [[Daud Beureu'eh]], pemimpin gerakan DI/TII Aceh
* [[Teuku Mohammad Hasan]], gubernur Sumatra pertama
* [[Teuku Nyak Arief]], gubernur pertama Aceh
* [[Hasan Tiro]], pendiri [[Gerakan Aceh Merdeka]]
* [[Ismail al-Asyi]], ulama besar Aceh
* [[Teuku Jacob]], bapak paleoantropologi Indonesia
* [[Teuku Markam]], pejuang kemerdekaan, pengusaha dan penyumbang 38&nbsp;kg emas [[Monas]]
* [[Ibrahim Alfian]], sejarawan dan mantan dekan Fakultas Sastra, UGM
* [[P. Ramlee]], artis legenda Malaysia
* [[Tan Sri Sanusi Juned]], mantan menteri Malaysia
* [[Surya Paloh]], Pengusaha dan Politikus.
* [[Laksamana Malahayati]], Laksamana Perang Wanita Pertama di Dunia.
* [[Sultan Malikussaleh]], Sultan Kerajaan Islam Pertama di [[Nusantara]]
* [[Tun Sri Lanang]], penyusun [[Sulalatus Salatin]]. *[[Sayid Muhammad Yasin]].
 
== Lihat pula ==
* [[Nanggroe Aceh Darussalam]]
 
== Referensi ==
=== Catatan kaki ===
{{reflist|2}}
 
=== Bacaan lanjutan ===
{{indo-stub}}
{{refbegin|60em}}
* {{Citation | author=Alamsyah | year=2008 | title=Ensiklopedi Aceh: Adat, Bahasa, Geografi, Kesenian, Sejarah | publisher=Badan Rehabilitasi & Rekonstruksi. Satker Pemulihan dan Pengembangan Bidang Agama, Sosial, dan Budaya | url=http://books.google.co.id/books?id=Bot-AT4wZPAC&pg=PA159&dq=origin+of+acehnese&hl=en&sa=X&ei=XIeIU4PeHcmIrAeZgIGQBA&ved=0CDIQuwUwAQ#v=onepage&q=origin%20of%20acehnese&f=false | ref=harvb }}
* {{Citation | year= 1995 | title= Comparative Austronesian Dictionary: An Introduction to Austronesian Studies, Part 1 | editor= Darrell T. Tryon | publisher= Walter de Gruyter | location= Berlin | url= http://books.google.co.id/books?id=U5EbSnWd-18C&pg=PA407&dq=bahasa+aceh&hl=en&sa=X&ei=F6iVU93VMM-1uASbyoHYCw&ved=0CD0QuwUwAjgo#v=onepage&q=bahasa%20aceh&f=false | isbn= 9783110127294 | ref= harvb }}
* {{Citation |first1=Arndt |last1=Graf |first2=Susanne |last2=Schroter |first3=Edwin |last3=Wieringa |year=2010 |title=Aceh: History, Politics and Culture |volume=9 |location=Santa Barbara, California |publisher=Institute of Southeast Asian |url=http://books.google.co.id/books?id=Bot-AT4wZPAC&pg=PA159&dq=origin+of+acehnese&hl=en&sa=X&ei=XIeIU4PeHcmIrAeZgIGQBA&ved=0CDIQuwUwAQ#v=onepage&q=origin%20of%20acehnese&f=false |isbn=9789814279123 |ref=harvb }}
* {{Citation |first= C. Snouck |last= Hurgronje |year= 1984 |title= The Achehnese |volume= 1 |location= Leiden |publisher= Brill Archive |url= http://books.google.co.id/books?id=Yl08AAAAIAAJ&pg=PA57&dq=ja+sandang&hl=en&sa=X&ei=S2GMU5XWFsTqrAfmvYEg&ved=0CDAQuwUwAA#v=onepage&q=ja%20sandang&f=false |ref= harvb }}
* {{Citation |first1= A. Hamish |last1= Ion |first2= Elizabeth Jane |last2= Errington |year= 1993 |title= Great Powers and Little Wars: The Limits of Power |publisher= Greenwood Publishing Group |url= http://books.google.co.id/books?id=B8WEDx_eX5EC&pg=PA61&dq=mantir+aceh&hl=en&sa=X&ei=IhiMU7nvCNDqrQfAnYGIBA&ved=0CEwQuwUwBA#v=onepage&q=mantir%20aceh&f=false |isbn= 9780275939656 |ref= harvb }}
* {{Citation | first= Margaret J. | last= Kartomi | title= Musical Journeys in Sumatra | url= http://books.google.co.id/books?id=AIOw9oVyR-EC&pg=PA290&dq=traditional+acehnese+dances&hl=id&sa=X&ei=RQycU46FKM6MuATYh4GoDA&redir_esc=y#v=onepage&q=traditional%20acehnese%20dances&f=false | publisher= University of Illinois Press | year= 2012 | isbn= 9780252036712 }}
* {{Citation |first1= Sri |last1= Kuhnt-Saptodewo |first2= Volker |last2= Grabowsky |first3= Martin |last3= Grossheim |year= 1997 |title= Nationalism and Cultural Revival in Southeast Asia: Perspectives from the Centre and the Region |location= Wiesbaden |publisher= Otto Harrassowitz Verlag |url= http://books.google.co.id/books?id=1qhUp_gfybEC&pg=PA183&dq=mantir+aceh&hl=en&sa=X&ei=IhiMU7nvCNDqrQfAnYGIBA&ved=0CFEQuwUwBQ#v=onepage&q=mantir&f=false |isbn= 9783447039581 |ref= harvb }}
* {{Citation |last=Minahan |first=James B. |year=2012 |title=Ethnic Groups of South Asia and the Pacific: An Encyclopedia: An Encyclopedia |location=Santa Barbara, California |publisher=ABC-CLIO, LLC |url=http://books.google.co.id/books?id=fOQkpcVcd9AC&pg=PT20&dq=ethnic+acehnese+population&hl=en&sa=X&ei=A2eIU9vuA9CrrgfJ3YHwBA&ved=0CFIQuwUwBg#v=onepage&q=ethnic%20acehnese%20population&f=false |isbn=978-1-59884-660-7 |ref=harvb }}
* {{Citation |first1= Marwati Djoened |last1= Poesponegoro |first2= Nugroho |last2= Notosusanto |year= 2008 |title= Sejarah nasional Indonesia: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia |volume= 1 |location= Jakarta |publisher= Balai Pustaka |url= http://books.google.co.id/books?id=bZ7T7OJiVnEC&pg=PA75&dq=plestosen&hl=en&sa=X&ei=45qZU9fOCsX78QXd0IDQBQ&ved=0CCEQuwUwAA#v=onepage&q=aceh&f=false |isbn= 9789794074077 |ref= harvb |accessdate= 2014-06-12 |archive-date= 2014-07-14 |archive-url= https://web.archive.org/web/20140714183552/http://books.google.co.id/books?id=bZ7T7OJiVnEC&pg=PA75&dq=plestosen&hl=en&sa=X&ei=45qZU9fOCsX78QXd0IDQBQ&ved=0CCEQuwUwAA#v=onepage&q=aceh&f=false |dead-url= yes }}
* {{Citation |first1= Marwati Djoened |last1= Poesponegoro |first2= Nugroho |last2= Notosusanto |year= 2008 |title= Sejarah nasional Indonesia: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia |volume= 3 |location= Jakarta |publisher= Balai Pustaka |url= http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA227&dq=orang+mante&hl=en&sa=X&ei=XBuMU67_I4LlrAfYrIDwAw&ved=0CDQQuwUwAA#v=onepage&q=orang%20mante&f=false |isbn= 9789794074091 |ref= harvb |accessdate= 2014-06-02 |archive-date= 2014-06-02 |archive-url= https://web.archive.org/web/20140602200530/http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA227&dq=orang+mante&hl=en&sa=X&ei=XBuMU67_I4LlrAfYrIDwAw&ved=0CDQQuwUwAA#v=onepage&q=orang%20mante&f=false |dead-url= yes }}
* {{Citation |first= Anthony |last= Reid |year= 2006 |title= Verandah of Violence: The Background to the Aceh Problem |location= Singapore |publisher= NUS Press |url= http://books.google.co.id/books?id=PfF8Y9nZE3oC&pg=PA6&dq=hindu+aceh&hl=en&sa=X&ei=fEaMU9DIEIjXrQfF14HoAw&ved=0CDQQuwUwAQ#v=onepage&q=gujarat&f=false |isbn= 9789971693312 |ref= harvb }}
{{refend}}
 
[[Kategori:{{Suku bangsa di Indonesia|Aceh]]}}
<br />
[[Kategori:Aceh]]
 
[[Kategori:Suku Aceh| ]]
[[en:Acehnese people]]
[[Kategori:Suku bangsa di Aceh]]
[[pl:Aczinowie]]
[[pt:Achéns]]
[[ru:Ачех (народ)]]
[[sh:Ačeh (narod)]]