Rumah Jew: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: mas kawin → maskawin (2)
Envapid (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
(12 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Syuru Ceremonial House (48276841927).jpg|jmpl|300px|Rumah Jew di Kampung Syuru, Agats]]
'''Rumah Jew''' atau dikenal sebagai Rumah Bujang merupakan salah satu rumah adat yang berasal dari [[Suku Asmat]], khususnya dari ibu kota provinsi [[Papua Barat|Papua]] yaitu [[Agats]]. ''Rumah Jew'' yang memiliki beberapa nama lain yaitu ''Je'', ''Jeu'', ''Yeu'', atau ''Yai''<ref>{{Cite web|url=http://www.itchcreature.com/2018/05/04/asmat-papua-2016/|title=Asmat, Rumah Je, dan Arsitek Indonesia {{!}} itch creature|last=p.khrisno.a|language=en-US|access-date=2019-03-22}}</ref> ini merupakan rumah panggung berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu dan dinding beserta atapnya terbuat dari daun pohon sagu atau pohon nipah yang telah dianyam.<ref name="litbang"/> Hal unik yang terdapat dalam Rumah Jew ini adalah sama sekali tidak menggunakan paku melainkan menggunakan akar rotan sebagai penghubung.<ref name="indonesia"/> Disebut sebagai Rumah Bujang karena dalam rumah inilah tempat berkumpulnya laki-laki yang belum berkeluarga atau yang masih berstatus bujang. Anak-anak dibawah umur 10 tahun, wanita tidak perbolehkan masuk kedalam Rumah Jew ini.<ref>{{Cite book|title=Ratu Lembah Baliem Novel Petualangan Di Irian Karya Ircham Machfoedz (Tinjauan Sosiologi Sastra, Unsur Budaya, Dan Nilai Pendidikan)|last=S840209107|first=Eulis Anggia Budiarti|publisher=DIgital Library|year=2010|isbn=|location=Universitas Sebelas Maret Surakarta|pages=XC}}</ref>
 
Disebut sebagai Rumah Bujang karena dalam rumah inilah tempat berkumpulnya laki-laki yang belum berkeluarga atau yang masih berstatus bujang. Anak-anak dibawah umur 10 tahun, wanita tidak perbolehkan masuk kedalam Rumah Jew ini.<ref>{{Cite book|title=Ratu Lembah Baliem Novel Petualangan Di Irian Karya Ircham Machfoedz (Tinjauan Sosiologi Sastra, Unsur Budaya, Dan Nilai Pendidikan)|last=S840209107|first=Eulis Anggia Budiarti|publisher=DIgital Library|year=2010|isbn=|location=Universitas Sebelas Maret Surakarta|pages=XC}}</ref>
 
== Ciri-ciri Rumah Jew ==
Rumah panggung bujang ini dibangun benar-benar menggunakan bahan-bahan alami yang didapatkan dari hasil alam sekitar kampung sesuai dengan kepercayaan adat [[Asmat]] bahwa leluhur mereka dan alam sekitar telah bersinergi untuk menyediakan kebutuhan mereka. Kayu yang digunakan untuk membangun sebuah Rumah Jew menggunakan kayu besi yang kuat serta tahan terhadap air terutama air laut karena lokasi geografis suku [[Asmat]] yang terletak disekitar pesisir laut dan sekitar rawa-rawa.<ref>{{Cite web|url=http://pemudafm.com/berita/sosial-budaya/jew-rumahnya-para-bujang-suku-asmat.html|title=Jew: Rumahnya Para Bujang Suku Asmat|date=2017-10-26|website=Radio [[Pemuda FM]] - Radio Online Anak Muda Indonesia|language=en-US|access-date=2019-03-22}}</ref> Rumah Jew juga selalu didirikan menghadap ke arah sungai tepatnya di pinggir sungai terutama di daerah kelokan sungai dengan tiang penyangga utama rumah diukir dengan ukiran motif [[Asmat]]. Alasan dibangunnya Rumah Jew di kelokan sungai karena zaman dahulu sering terjadi peperangan antar etnis suku [[Asmat]]. Denagn dibangun dipinggir sungai terutama di daerah kelokan sungai akan memudahkan penghuni Rumah Jew tersebut mengetahui keberadaan serangan musuh. Walau zaman sekarang sudah tidak terjadi peperangan maupun pengayauan antar etnis suku [[Asmat]].<ref name="litbang" />
 
Jumlah pintu Rumah Jew sama dengan jumlah tungku api dan patung Mbis (patung leluhur [[Asmat]]) yang juga mencerminkan jumlah keluarga atau ''Tysem'' pada rumpun suku [[Asmat]] yang tinggal disekitar Rumah Jew tersebut.<ref name="jerat">{{Cite web|url=https://www.jeratpapua.org/2014/11/07/rumah-bujang-jati-diri-asmat/|title=Rumah Bujang, Jati Diri Asmat {{!}} JERAT PAPUA|last=Admin|language=id-ID|access-date=2019-03-22}}</ref> Patung mbis menurut keyakinan suku [[Asmat]] adalah patung untuk mengusir pengaruh jahat terhadap para bujang didalam rumah tersebut. Selain itu, terdapat ciri-ciri khusus Rumah Jew lainnya, seperti:
Baris 23 ⟶ 26:
 
== Fungsi Rumah Jew ==
Sebagai rumah yang disakralkan oleh suku [[Asmat]], Rumah Jew selain dijadikan tempat tinggal para laki-laki yang belum menikah alias bujang juga dijadikan sebagai tempat untuk bermusyawarah mengenai urusan kehidupan warga, menyelesaikan perselisihan antar warga, merencanakan suatu pesta adat, rapat adat, perdamaian, perang, bahkan untuk pelaksanaan upacara-upacara adat.<ref name="litbang">[http://www.pusat4.litbang.depkes.go.id/buku/2014/nomphoboas.pdf {{Cite book|title=Nomphoboas yang Mengganas di Mumugu|last=|first=Tumaji, Nurcahyo Tri Arianto, Amelia Rizky, Rachmalina Soerachman|publisher=Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat & LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES|year=2014|isbn=9786021099087|location=Surabaya|pages=38}}]</ref> Selain itu, Rumah Jew juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan seperti ukiran-ukiran yang menggambarkan kerabat atau roh nenek moyang mereka yang sudah mati. Bahkan pada zaman dahulu Rumah Jew pernah digunakan sebagai tempat tengkorak-tengkorak yang sudah dikayau, perahu roh atau biasa disebut ''Wuramon'', baju-baju roh atau biasa disebut ''ifi'' atau ''yipawer'', ''ase'' (kantung Noken[[noken]]), tombak perang, perisai-perisai kepala perang, tifa suku''eme'' ([[Asmattifa]] suku Asmat), dan benda-benda sakral lainnya. Noken merupakan sebuah kantung yang terbuat dari anyaman serat tumbuhan yang berfungsi sebagai tas penyimpanan yang dikaungkan ke leher. Konon, bagi suku [[Asmat]] noken dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dengan aturan dan syarat tertentu agar si penderita penyakit dapat sembuh.<ref name="indonesia"/> Fungsi lain dari Rumah Jew ini adalah sebagai Balai Desa dan sebagai tempat untuk menyambut tamu dari luar kampung mereka.<ref name="indonesia">{{Cite web|url=https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/jew-rumah-bujang-suku-asmat|title=Jew, Rumah Bujang Suku Asmat - Situs Budaya Indonesia|last=Kaya|first=Indonesia|website=IndonesiaKaya|language=Indonesia|access-date=2019-03-22}}</ref>
 
Di dalam Rumah Jew, para bujang yang lebih muda memperoleh berbagai pendidikan dari secara luas dari para bujang bahkan laki-laki yang sudah berkelurga. Pendidikan yang mereka peroleh antara lain mengolah sumber daya yang terdapat di lingkungan sekitar mereka dengan teknologi yang ada, mengembangkan keterampilan, pendidikan budaya seperti memukul tifa, menari, menyanyi. Selain itu, mereka juga diperkenalkan dengan tokoh-tokoh pahlawan suku [[Asmat]] seperti ''Fumiripits'' atau yang mereka kenal sebagai ''Pengayau Agung'' yang dianggap sebagai leluhur atau cikal bakal suku [[Asmat]]. Bahkan pada zaman dahulu mereka juga diajari tata cara mengayau mayat, tata cara melakukan upacara adat, dan menyanyikan lagu-lagu suci.<ref>{{Cite book|title=Sistem Pemerintahan Tradisional Masyarakat Asmat di Irian Jaya|last=|first=Andonis, T. and Hidayah, Z. and Gurning, E.T.|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya|year=1994|isbn=9794165972|location=Jakarta|pages=25}}</ref> Selain itu para pemuda tersebut akan diajari cara memahat sesuai dengan ketentuan adat suku [[Asmat]]. Umumnya hanya laki-lakilah yang diperbolehkan untuk mengukir kayu dan biasanya mereka tidak membuat sketsa ketika mengukir patung karena dengan mengukirlah mereka dapat berkomunikasi dengan para leluhur sesuai dengan tiga konsep dunia yang mereka kenal yaitu ''Amat ow capinmi'' (alam kehidupan sekarang), ''Dampu ow campinmi'' (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan ''Safar'' (surga).<ref name="papuaview">{{Cite web|url=https://papuaview.com/2017/11/24/mengukir-tradisi-leluhur-yang-masih-dilestarikan/|title=Mengukir, Tradisi Leluhur yang Masih Dilestarikan|last=admin|language=id-ID|access-date=2019-03-22|archive-date=2017-11-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20171129175358/http://papuaview.com/2017/11/24/mengukir-tradisi-leluhur-yang-masih-dilestarikan/|dead-url=yes}}</ref>. Selain itu, suku [[Asmat]] mengidentikkan diri mereka sebagai pohon. Bagi mereka kaki adalah sama dengan bagian akar pohon, tubuh mereka sama dengan bagian batang pohon, lengan mereka sama dengan bagian cabang atau ranting pohon, dan kepala mereka sama dengan buah dari pohon tersebut.<ref name="papuaview"/>
 
Rumah Jew juga yang mengajari suku [[Asmat]] secara tidak langsung tentang kearifan lokal dan nilai-nilai luhur secara turun-temurun dari leluhur mereka yaitu nilai-nilai konservasi hutan. Dengan adanya hutan-hutan keramat yang dikeramatkan di tiap kampung suku [[Asmat]] membuat keberadaan hutan disana tidak pernah berbuah. Membuka lahan hutan adalah ''pamali'' oleh mereka bahkan mereka melarang adanya berbagai bentuk aktivitas manusia di tengah hutan. Melanggar aturan tersebut dapat menyebabkan terjadinya musibah bagi kampung mereka yang bahkan dapat menyebabkan "putus nafas" jika tidak membayar derma sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh tiap tetua adat disana. Nilai-nilai lainnya yang masih dilakukan adalah pantangan memadamkan api wayir(api yang berasal dari tungku utama ditengah Rumah Jew) dan wajib menggemakan lagu menggunakan alat musik Tifa di tiap Rumah Jew.<ref name="natgeo">{{Cite web|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/131602795/jew-jati-diri-masyarakat-asmat-yang-sesungguhnya|title=Jew, Jati Diri Masyarakat Asmat yang Sesungguhnya - Halaman 2 - Nationalgeographic.grid.id|website=nationalgeographic.grid.id|language=id|access-date=2019-03-22}}</ref> Di dalam Rumah Jew juga berfungsi sebagai tempat untuk distribusi pembagian dana respek bagi para anggota keluarga yang menghuni Rumah ''Tysem'' disekitar Rumah Jew tersebut. Uang Respek adalah dana anggaran bantuan yang diberikan oleh otonomi khusus Papua.<ref name="litbang"/>