Sejarah Bali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib)
Tahun penjajahan jepang (1945-1945) menjadi (1942-1945)
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(16 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rujukan}}
'''Sejarah Bali''' meliputi rentang waktu perkembangan kebudayaan masyarakat Bali. Sejarah Bali juga terkait dengan beberapa [[mitologi]] dan [[cerita rakyat]], yang ada kaitannya dengan sejarah sebuah tempat atau peristiwa yang pernah ada di Bali.
 
Baris 17 ⟶ 16:
== Masa Prasejarah ==
=== Masa Paleolitik dan Mesolitik ===
Bali menjadi bagian dari paparan Sunda, pulau ini telah terhubung ke pulau Jawa berkali-kali dalam sejarah. Bahkan hari ini, kedua pulau hanya dipisahkan oleh Selat Bali yang berjarak 2,4  km.
 
Pendudukan oleh orang Jawa kuno sendiri terakreditasi oleh temuan orang Jawa, berumur antara 1,7 dan 0,7 juta tahun, salah satu spesimen Homo erectus yang pertama diketahui.<ref name="Bali32">Haer, p.32</ref>
Baris 25 ⟶ 24:
Sebuah periode Mesolitik (200.000-30.000 SM) juga telah diidentifikasi, ditandai dengan pengumpulan dan perburuan makanan canggih, tetapi masih oleh Homo Erectus.<ref>http://science.sciencemag.org/content/279/5357/1635.full?ck=nck</ref> Periode ini menghasilkan alat yang lebih canggih, seperti mata panah, dan juga alat yang terbuat dari tulang hewan atau ikan. Mereka tinggal di gua-gua sementara, seperti yang ditemukan di bukit Pecatu di Kabupaten Badung, seperti gua Selanding dan Karang Boma.<ref name="museum"/> Gelombang pertama Homo Sapiens tiba sekitar 45.000 SM ketika orang-orang Australoid bermigrasi ke selatan, menggantikan Homo Erectus.<ref>{{cite journal |author=''Smithsonian'' |url=http://www.smithsonianmag.com/history-archaeology/human-migration.html |title=The Great Human Migration |date=July 2008 |page=2}}</ref>
 
<gallery mode="nolines">
Berkas:Paleothic hand axes Bali 1000000 bc to 200000 bc Sembiran and Trunyan villages Bali.jpg|Kapak masa [[Paleolitikum]] (1 juta - 200.000 SM), ditemukan di desa Sembiran dan Trunyan, [[Museum Bali]].
Berkas:Java Man.jpg|Rekonstruksi [[Manusia Jawa]].
Berkas:Mesolithic arrow point Bali.jpg|Mata panah masa [[Mesolitikum]], Museum Bali.
</gallery>
 
Baris 38 ⟶ 37:
Masa prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
 
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra [[Indonesia]] maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama [[Georg Eberhard Rumpf]], padayang tahunmenyebutkan keberadaan [[1705Bulan Pejeng|nekara Pejeng]] yang dimuat dalam bukunya ''Amboinsche ReteitkamerRariteitkamer'' ([[1705]]). Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah [[W.O.J. Nieuwenkamp]] yang mengunjungi Bali pada tahun [[1906]] sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dandan memberikan beberapa catatan antara lain tentang [[nekara]] di [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]], [[Trunyan]], dan [[Pura Bukit Penulisan]]. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun [[1932]] yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura DesaBanjar Manuaba, Desa [[Kendran, Tegallalang, Gianyar|Kendran]], [[Tegallalang, Gianyar|Tegallalang]].
 
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. [[H.A.R. van Heekeren]] dengan hasil tulisan yang berjudul ''SarcopagusSarcophagus on Bali'' tahun [[1954]]. Pada tahun [[1963]], ahli prasejarah putra Indonesia, Drs. [[R.P. Soejono]] melakukan penggalian ini yang dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun [[1973]], [[1974]], [[1984]], dan [[1985]]. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai [[Teluk Gilimanuk]], diduga bahwa lokasi [[Situs Purbakala Gilimanuk|Situs Gilimanuk]] merupakan sebuah perkampungan nelayan dari [[zaman perundagian]] di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah [[museum]].
 
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali hingga sekarang, kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi:
# Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
# Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
# Masa bercocok tanam
# Masa perundagian
 
===# Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana ===.
# Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
# Masa bercocok tanam.
# Masa perundagian.
 
#==== Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana ====
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran (Buleleng bagian timur), serta di tepi timur dan tenggara [[Danau Batur]] ([[Kintamani, Bangli|Kintamani]]) alat-alat batu yang digolongkan [[kapak genggam]], [[kapak berimbas]], [[serut]] dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di [[Museum Gedong Arca]] di [[Bedulu, Blahbatuh, Gianyar|Bedulu]], [[Kabupaten Gianyar|Gianyar]].
 
Baris 55:
Walaupun bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang ditemukan di [[Kabupaten Pacitan|Pacitan]] ([[Jawa Timur]]) dapatlah kiranya dijadikan pedoman. Para ahli memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran, dihasilkan oleh jenis manusia. ''[[Pithecanthropus erectus]]'' atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru dari Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis ''Pithecanthropus'' atau keturunannya.
 
==== Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ====
Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh. Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang. Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, [[Pecatu, Kuta Selatan, Badung|Pecatu]] ([[Badung]]). Gua ini terletak di pegunungan [[gamping]] di [[Semenanjung Benoa]]. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah Gua Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana. Dalam penggalian Gua Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari [[tulang]]. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5&nbsp;cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
 
Alat-alat semacam ini ditemukan pula di sejumlah gua [[Sulawesi Selatan]] pada tingkat perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di [[Australia Timur]]. Di luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding gua, yang menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu itu. Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yang berupa cap-cap tangan, [[babi rusababirusa]], [[burung]], manusia, [[perahu]], lambang matahari, lukisan mata dan sebagainya. Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga di antaranya adalah [[lukisan]] [[kadal]] seperti yang terdapat di [[Pulau Seram]] dan [[Pulau Papua|Papua]], mungkin mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau [[kepala suku]].
 
==== Masa bercocok tanam ====
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (''food gathering'') berubah menjadi menghasilkan makanan (''food producing''). Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
 
Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa [[kapak batu persegi]] dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon. Dari teori Kern dan teori Von Heine-Geldern diketahui bahwa nenek moyang bangsa [[Austronesia]], yang mulai datang di kepulauan kita kira-kira 2000 tahun S.M ialah pada [[zaman neolithik]]. Kebudayaan ini mempunyai dua cabang ialah cabang kapak persegi yang penyebarannya dari dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama terdapat di bagian barat Indonesia dan [[kapak lonjong]] yang penyebarannya melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur negara kita. Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa Austronesia dan gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan perpindahan pada gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu kira-kira 500 S.M. Perpindahan bangsa Austronesia ke [[Asia Tenggara]] khususnya dengan memakai jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini. Pada masa ini diduga telah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang ([[barter]]) yang diperlukan. Dalam hal ini sebagai alat berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli berpendapat bahwa bahasa Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia atau dikenal dengan sebagai bahasa Austronesia.
 
==== Masa ''Perundagian'' ====
[[Berkas:Gamelan of Bali 200507-5.jpg|jmpl|250px|ka|Gong, yang ditemukan pula di berbagai tempat di [[Nusantara]], merupakan alat musik yang diperkirakan berakar dari masa perundagian.]]
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan). Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baris 82:
Berakhirnya zaman prasejarah di Indonesia ditandai dengan datangnya bangsa dan pengaruh [[Hindu]]. Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih kurang tahun 1500, yakni dengan lenyapnya [[kerajaan Majapahit]] merupakan masa-masa pengaruh Hindu. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari India itu berakhirlah zaman prasejarah Indonesia karena didapatkannya keterangan tertulis yang memasukkan bangsa Indonesia ke dalam zaman sejarah. Berdasarkan keterangan-keterangan yang ditemukan pada prasasti abad ke-8 Masehi dapatlah dikatakan bahwa periode sejarah Bali Kuno meliputi kurun waktu antara abad ke-8 Masehi sampai dengan abad ke-14 Masehi dengan datangnya ekspedisi Mahapatih [[Gajah Mada]] dari Majapahit yang dapat mengalahkan Bali. Nama Balidwipa tidaklah merupakan nama baru, namun telah ada sejak zaman dahulu. Hal ini dapat diketahui dari beberapa prasasti, di antaranya dari [[Prasasti Blanjong]] yang dikeluarkan oleh [[Sri Kesari Warmadewa]] pada tahun [[913]] Masehi yang menyebutkan kata "Walidwipa". Demikian pula dari prasasti-prasasti [[Raja]] [[Jayapangus]], seperti prasasti Buwahan D dan prasasti Cempaga A yang berangka tahun 1181 Masehi.
 
Di antara raja-raja Bali, yang banyak meninggalkan keterangan tertulis yang juga menyinggung gambaran tentang susunan pemerintahan pada masa itu adalah [[Udayana]], [[Jayapangus]], [[Jayasakti]], dan [[Anak Wungsu]]. Dalam mengendalikan pemerintahan, raja dibantu oleh suatu Badan Penasihat Pusat. Dalam prasasti tertua [[882]]-[[914]], badan ini disebut dengan istilah "panglapuan". Sejak zaman Udayana, Badan Penasihat Pusat disebut dengan istilah "''pakiran-kiran i jro makabaihan''". Badan ini beranggotakan beberapa orang senapati dan pendeta Siwa dan Budha.
 
Di dalam prasasti-prasasti sebelum Raja Anak Wungsu disebut-sebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Akan tetapi, baru pada zaman Raja Anak Wungsu, kita dapat membedakan jenis seni menjadi dua kelompok yang besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Tentu saja istilahIstilah seni keraton ini tidak berarti bahwa seni itu tertutup sama sekali bagi rakyat. Kadang-kadang seni ini dipertunjukkan kepada masyarakat di desa-desa atau dengan kata lain seni keraton ini bukanlah monopoli raja-raja.
 
Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah, terutama dari zaman megalitikum masih terasa kuat. Kepercayaan pada masa itu dititikberatkan kepada pemujaan roh nenek moyang yang disimboliskan dalam wujud bangunan pemujaan yang disebut teras piramid atau bangunan berundak-undak. Kadang-kadang di atas bangunan ditempatkan menhir, yaitu tiang batu monolit sebagai simbol roh nenek moyang mereka. Pada masa Hindu, hal ini terlihat pada bangunan pura (meru) yang mirip dengan pundan berundak-undak. Kepercayaan pada dewa-dewa gunung, laut, dan lainnya yang berasal dari zaman sebelum masuknya Hindu tetap tercermin dalam kehidupan masyarakat pada zaman setelah masuknya [[agama Hindu]]. Pada masa permulaan hingga masa pemerintahan Raja [[Sri Wijaya Mahadewi]] tidak diketahui dengan pasti agama yang dianut pada masa itu. Hanya dapat diketahui dari nama-nama [[biksu]] yang memakai unsur nama Siwa, sebagai contoh biksu Piwakangsita Siwa, biksu Siwanirmala, dan biksu [[Siwaprajna]]. Berdasarkan hal ini, kemungkinan agama yang berkembang pada saat itu adalah agama Siwa. Baru pada masa pemerintahan Raja Udayana dan permaisurinya, ada dua aliran agama besar yang dipeluk oleh penduduk, yaitu agama Siwa dan agama Budha. Keterangan ini diperoleh dari prasasti-prasastinya yang menyebutkan adanya ''mpungku Sewasogata'' ([[Siwa]]-[[Buddha]]) sebagai pembantu raja.
 
== Masa Majapahit (1343-1846) ==
Masa ini dimulai dengan kedatangan ekspedisi [[Gajah Mada]] pada tahun [[1343]].
 
Baris 95:
 
=== Periode Kerajaan Gelgel ===
Karena ketidakcakapan [[Dalem Samprangan|Raden Agra Samprangan]] menjadi raja, Raden Samprangan digantikan oleh [[Dalem Ketut Ngulesir]]. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/). Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut Ngulesir merupakan raja pertama. Raja yang kedua adalah [[Dalem Watu Renggong]] (1460—1550). Dalem Watu Renggong menaiki singgasana dengan warisan kerajaan yang stabil sehingga ia dapat mengembangkan kecakapan dan kewibawaannya untuk memakmurkan Kerajaan Gelgel. Di bawah pemerintahan Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai puncak kejayaannya. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh [[Dalem Bekung]] (1550—1580), sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah [[Dalem Di Made]] (1605—1686).
 
=== Periode Kerajaan Klungkung ===
Baris 104:
 
=== Kerajaan-kerajaan pecahan Klungkung ===
# [[Kerajaan Badung]], yang kemudian menjadi [[Kabupaten Badung]] dan [[Kota Denpasar]].
# [[Kerajaan Mengwi]], yang kemudian menjadi [[Mengwi, Badung|Kecamatan Mengwi]].
# [[Kerajaan Bangli]], yang kemudian menjadi [[Kabupaten Bangli]].
# [[Kerajaan Buleleng]], yang kemudian menjadi [[Kabupaten Buleleng]].
Baris 112:
# [[Kerajaan Klungkung]], yang kemudian menjadi [[Kabupaten Klungkung]].
# [[Kerajaan Tabanan]], yang kemudian menjadi [[Kabupaten Tabanan]].
# [[Kerajaan Mengwi]],yang kemudian masuk [[Kabupaten Badung]]
 
== Masa 1846-1949 ==
Baris 118 ⟶ 117:
 
=== Perlawanan Terhadap Orang-Orang Belanda ===
{{Intervensi Belanda di Bali}}
[[Berkas:Plan der versterkingen van Djaga Raga.jpg|jmpl|300px|Peta perbentengan Belanda di [[Jagaraga, Sawan, Buleleng]] saat Belanda menyerang Bali tahun 1849]]
{{Kotak kampanye kolonial Belanda}}
[[Berkas:Plan der versterkingen van Djaga Raga.jpg|jmpl|300px250px|ka|Peta perbentengan Belanda di [[Jagaraga, Sawan, Buleleng]] saat Belanda menyerang Bali tahun 1849]]
 
Masa ini merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda di Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai perang di wilayah Bali. Perlawanan-perlawanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
# [[Perang Bali I|Perang Buleleng (1846)]], dikenal juga dengan Perang Bali I.
Baris 129 ⟶ 131:
Dengan kemenangan Belanda dalam seluruh perang dan jatuhnya kerajaan Klungkung ke tangan Belanda, berarti secara keseluruhan Bali telah jatuh ke tangan Belanda.
 
=== Zaman[[Masa penjajahan Belanda|Masa Penjajahan Belanda]] ===
Sejak kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah Belanda ikut campur mengurus soal pemerintahan di Bali. Hal ini dilaksanakan dengan mengubah nama raja sebagai penguasa daerah dengan nama regent untuk daerah Buleleng dan Jembrana serta menempatkan P.L. Van Bloemen Waanders sebagai controleur yang pertama di Bali.
 
Struktur pemerintahan di Bali masih berakar pada struktur pemerintahan tradisional, yaitu tetap mengaktifkan kepemimpinan tradisional dalam melaksanakan pemerintahan di daerah-daerah. Untuk di daerah Bali, kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang pada waktu pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang controleur. Di dalam bidang pertanggungjawaban, raja langsung bertanggung jawab kepada Residen Bali dan Lombok yang berkedudukan di Singaraja, sedangkan untuk Bali Selatan, raja-rajanya betanggung jawab kepada Asisten Residen yang berkedudukan di [[Kota Denpasar|Denpasar]].
 
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi, pemerintah Belanda telah membuka sebuah sekolah rendah yang pertama di Bali, yakni di [[Singaraja]] (1875) yang dikenal dengan nama ''[[Tweede Inlandsche School|Tweede Klasse School]]''. Pada tahun 1913, dibuka sebuah sekolah dengan nama [[Erste Inlandsche School]] dan kemudian disusul dengan sebuah sekolah Belanda dengan nama ''Hollands Inlandshe School'' (HIS) yang muridnya kebanyakan berasal dari anak-anak bangsawan dan golongan kaya.<ref>{{Cite web|last=Sujaya|title=Inilah Sekolah Pertama di Bali yang Turut "Andil" Dalam Kelahiran Soekarno|url=https://www.balisaja.com/2014/05/inilah-sekolah-pertama-di-bali.html|website=balisaja.com - Bernas dan khas Bali|access-date=2021-09-15}}</ref>
 
=== Lahirnya Organisasi Pergerakan ===
Baris 141 ⟶ 143:
Pada tahun [[1925]] di Singaraja juga didirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Suryakanta" dan memiliki sebuah majalah yang diberi nama "Suryakanta". Seperti perkumpulan Shanti, Suryakanta menginginkan agar masyarakat Bali mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan menghapuskan adat istiadat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu, di Karangasem lahir suatu perhimpunan yang bernama "Satya Samudaya Baudanda Bali Lombok" yang anggotanya terdiri atas pegawai negeri dan masyarakat umum dengan tujuan menyimpan dan mengumpulkan uang untuk kepentingan ''studiefonds''.
 
=== Zaman[[Masa Pendudukan Jepang]] (1942-1945) ===
Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara [[Jepang]] mendarat di Pantai Sanur pada tanggal [[18 Februari|18]] dan [[19 Februari]] [[1942]]. Dari arah Sanur ini tentara Jepang memasuki kota [[Denpasar]] dengan tidak mengalami perlawanan apa-apa. Kemudian, dari Denpasar inilah Jepang menguasai seluruh Bali. Mula-mula yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang di Bali adalah pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Kemudian, ketika suasana sudah stabil penguasaan pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil.
 
Karena selama pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang, seluruh kegiatan diarahkan pada kebutuhan perang. Para pemuda dididik untuk menjadi tentara [[Pembela Tanah Air]] (PETA). Untuk daerah Bali, PETA dibentuk pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan syarat-syarat pendidikannya disesuaikan dengan PETA di [[Jawa]].
 
=== ZamanMasa Kemerdekaan ===
Menyusul [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], pada tanggal [[23 Agustus]] [[1945]], Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan dia inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah [[Sunda Kecil]] dengan ibu kotanya Singaraja.
 
Baris 153 ⟶ 155:
Untuk memudahkan kontak dengan [[Jawa]], Rai pernah mengambil siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah barat yang kemudian sampai di [[Marga, Marga, Tabanan|Desa Marga]] ([[Kabupaten Tabanan|Tabanan]]). Untuk lebih menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.
 
=== [[Puputan margarana|Puputan Margarana]] (1946) ===
Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, [[I Gusti Ngurah Rai]] memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi [[NICA]] yang ada di [[Tabanan, Tabanan|Kota Tabanan]]. Perintah itu dilaksanakan pada [[18 November]] [[1946]] (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai mengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan Nica dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari [[Kota Makassar|Makassar]]. Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" atau perang habis-habisan di desa margarana sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak [[Belanda]] ada lebih kurang 400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 November 1946 di kenal dengan perang puputan margarana, dan kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
 
=== Konferensi Denpasar (1946) ===
Pada tanggal [[7 Desember|7]] sampai [[24 Desember]] [[1946]], [[Konferensi Denpasar]] berlangsung di pendopo Bali Hotel. Konferensi itu dibuka oleh [[Hubertus Johannes van Mook]] yang bertujuan untuk membentuk [[Negara Indonesia Timur]] (NIT) dengan ibu kota Makassar (Ujung Pandang).
 
Baris 167 ⟶ 169:
 
== Masa 1949-2007 ==
{{Kembangkan bagian}}
Pada [[12 Oktober]] [[2002]], terjadi [[Bom Bali 2002|pengeboman]] di [[Kuta, Badung|Kuta]] yang menyebabkan sekitar 202 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka. Sebagian besar korban meninggal adalah warga [[Australia]] dan [[Indonesia]].
 
Pada [[1 Oktober]] [[2005]], terjadi [[Bom Bali 2005|Bom Bali II]] dimana tiga rangkaian pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran, yang mengakibatkan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka. Bom bunuh diri ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pariwisata di Bali.
 
== Referensi ==