Museum Konferensi Asia Afrika: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Pidopram (bicara | kontrib)
#1Lib1Ref #1Lib1RefID
 
(24 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Gedung Bersejarah
{{kontradiktif}}
| image = [[GambarBerkas:Musium KAA.jpg|230px|right|Museum KAA240px]]
{{Infobox_Gedung_Bersejarah
| image = [[Gambar:Musium KAA.jpg|230px|right|Museum KAA]]
| caption = Museum Konferensi Asia Afrika
| character_name = '''Museum Konferensi Asia Afrika'''
| Berdiri = [[24 April]] [[1980]]<ref>http://kemlu.go.id/Pages/HistoricalBuilding.aspx?IDP=3&l=id</ref>
| Lokasi = Jl. Asia-Afrika No. 65, [[Bandung]], [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]
Baris 12 ⟶ 11:
| Situs = mkaa.or.id
}}
'''Museum Konferensi Asia Afrika''' adalah salah satu museum yang berada di kota Bandung. Museum ini didirikan pada 24 April 1980.<ref>{{Cite journal|last=Ainani Nazere, Sukaesih Sukaesih|date=Maret 2023|title=Hubungan Kualitas Layanan dengan Citra Museum Konferensi Asia Afrika|journal=Jurnal Ilmiah Multidisiplin|volume=2|issue=02|pages=21-29|doi=10.56127/jukim.v2i02.555}}</ref>Pada tanggal 18-24 April 1955, delegasi dari dua puluh sembilan negara menghadiri Konferensi Asia Afrika di Bandung, Indonesia. Mewakili Asia: Afghanistan, Burma, Kamboja, Ceylon, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), India, Indonesia, Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Lebanon, Nepal, Pakistan, Filipina, Arab Saudi, Suriah, Thailand, Turki, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, dan Yaman. Sementara dari Afrika: Mesir, Ethiopia, Pantai Emas, Liberia, Libya, dan Sudan. Pada tahun 1955, hampir semua negara di Asia telah mencapai kemerdekaan, tetapi sebagian besar Afrika masih dijajah oleh negara-negara Eropa.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Michael Fakhri, Kelly Reynolds|date=30 Maret 2017|title=The Bandung Conference|journal=International Law|doi=10.1093/OBO/9780199796953-0150}}</ref>
'''Museum Konferensi Asia Afrika''' merupakan salah satu museum yang berada di kota [[Bandung]] yang terletak di [[Jl.Asia Afrika No.65|Jl.Asia Afrika No. 65]]. Museum ini merupakan memorabilia [[Konferensi Asia Afrika]]. Museum ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan [[Gedung Merdeka]]. Secara keseluruhan Gedung Merdeka memiliki dua bangunan utama, yang pertama disebut Gedung Merdeka sebagai tempat sidang utama, sedangkan yang berada di samping Gedung Merdeka adalah Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia Konferensi Asia Afrika. Latar belakang dibangunnya museum ini adalah adanya keinginan dari para pemimpin bangsa-bangsa di [[Asia]] dan [[Afrika]] untuk mengetahui tentang Gedung Merdeka dan sekitarnya tempat Konferensi Asia Afrika berlangsung. Hal ini membuat [[Menteri Luar Negeri Republik Indonesia]], [[Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M]] memiliki ide untuk membangun sebuah museum. Ide tersebut disampaikannya pada forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika ([[1980]]) yang dihadiri oleh [[Direktur Jenderal Kebudayaan]] [[Prof. Dr. Haryati Soebadio]] sebagai wakil dari [[Departemen Pendidikan dan Kebudayaan]]. Kemudian museum ini diresmikan pada tanggal [[24 April 1980]] bertepatan dengan peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.
 
Bandung merupakan bagian dari gelombang yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana banyak orang di seluruh dunia berjuang melawan sisa-sisa imperialisme Eropa. Konferensi Bandung meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, budaya, dan hukum untuk apa yang disebut sebagai Semangat Bandung dan apa yang kemudian disebut sebagai proyek Dunia Ketiga.<ref name=":1" />
 
== Sejarah Museum Konferensi Asia Afrika ==
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., sering bertemu dan berbicara dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia Afrika selama jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (1978–1988). Mereka sering bertanya kepadanya tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung, tempat Konferensi Asia Afrika diadakan, dan berulang kali pembicaraan diakhiri dengan mengatakan mereka ingin mengunjungi keduanya.<ref name=":2">{{Cite web|title=Museum Konperensi Asia Afrika {{!}} Museum KAA|url=https://www.asiafricamuseum.org/halaman/Tentang-Museum-KAA|website=www.asiafricamuseum.org|access-date=2024-05-22}}</ref>
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24 April 1955 mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Konferensi ini melahirkan Dasa Sila Bandung yang kemudian menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam perjuangan memperoleh kemerdekaannya dan yang kemudian menjadi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesuksesan konferensi ini tidak hanya tampak pada masa itu, tetapi juga terlihat pada masa sesudahnya, sehingga jiwa dan semangat Konferensi Asia Afrika menjadi salah satu faktor penting yang menentukan jalannya sejarah dunia.
 
Gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. adalah untuk mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika di Bandung. Gagasan ini berasal dari keinginan untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika 1955, yang merupakan tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia dan menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara Asia Afrika dan Nonblok. Selain itu, banyak pemimpin Asia Afrika ingin mengunjungi Bandung. Dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika tahun 1980, Prof. Dr. Haryati Soebadio, Direktur Jenderal Kebudayaan, dan wakil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menghadiri gagasan tersebut. Presiden Republik Indonesia Soeharto terutama menyambut positif gagasan tersebut. Setelah itu, salah satu tugas Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika.<ref name=":2" />
Semua itu merupakan prestasi besar yang dicapai oleh bangsa-bangsa Asia Afrika. Jiwa dan semangat Konferensi Bandung telah berhasil memperbesar volume kerja sama antar bangsa-bangsa Asia dan Afrika, sehingga peranan dan pengaruh mereka dalam hubungan percaturan internasional meningkat dan disegani.
 
Gagasan pendirian Museum Konperensi Asia Afrika diwujudkan oleh Joop Ave sebagai, Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, bekerja samabersama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah daerahDaerah Tingkat I PropinsiProvinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjadjaran., Perencanaanmembangun dangagasan pelaksanaanuntuk teknisnyamendirikan dikerjakanMuseum olehKonperensi PTAsia Afrika. PT Decenta, Bandung, bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan teknis. Sebagai bagian dari peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika, Presiden Soeharto meresmikan Museum Konperensi Asia Afrika pada 24 April 1980.<ref name=":2" />
Dalam rangka membina dan melestarikan hal tersebut, adalah penting dan tepat jika Konferensi Asia Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang mengitarinya diabadikan dalam sebuah museum di tempat konferensi itu berlangsung, yaitu di Gedung Merdeka di Kota Bandung, kota yang dipandang sebagai ibu kota dan sumber inspirasi bagi bangsa-bangsa Asia Afrika.
Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., sering bertemu muka dan berdialog dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut dia sering mendapat pertanyaan dari mereka tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.''
 
Bangunan ini dulunya dibangun untuk Societeit Concordia, tempat berkumpul para elit Eropa, sebelum menjadi Gedung Merdeka. Gedung ini dibangun pada 29 Juni 1879 di persimpangan Jalan Asia Afrika dan Jalan Braga. Gedung ini didirikan dengan tujuan untuk "de bevordering van gezellig verkeer." Artinya, meningkatkan hubungan di Bandung dengan Eropa. Di atas tanah seluas 7.983 meter persegi, gedung-gedung tersebut digunakan oleh masyarakat kelompok eksklusif tersebut. Tempat itu hanya terdiri dari bangunan biasa dengan dinding yang terbuat dari papan dan lentera minyak tanah. Bangunan ini terletak di sudut Jalan Asia-Afrika (Groote Postweg) dan Jalan Braga (Bragaweg). Di sisi kanan bangunan adalah Tjikapoendoeng, atau Cikapundung, area sungai yang menyenangkan dengan banyak pepohonan.<ref name=":3">{{Cite web|last=Laily|first=Sorta Tobing, Iftitah Nurul|date=2021-08-10|title=Mengenal Peran Museum Konferensi Asia Afrika bagi Dunia - Lifestyle Katadata.co.id|url=https://katadata.co.id/berita/lifestyle/61110dbfe77ae/mengenal-peran-museum-konferensi-asia-afrika-bagi-dunia|website=katadata.co.id|language=id|access-date=2024-05-22}}</ref>
Terilhami oleh hal tersebut serta kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika, maka lahirlah gagasan dia untuk mendirikan Museum Konperensi Asia Afrika di Gedung Merdeka ini. Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri antara lain Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata gagasan itu mendapat sambutan baik, termasuk dari Presiden RI Soeharto.
 
Gagasan pendirian Museum Konperensi Asia Afrika diwujudkan oleh Joop Ave sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjadjaran. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh PT. Decenta, Bandung.
Societeit Concordia adalah tempat untuk dansa, hiburan, dan berkumpulnya sosialita kaya di Bandung dan daerah sekitarnya. Pejabat, pengusaha kaya, pemilik atau karyawan perkebunan adalah antara pengunjungnya. Pertunjukan seni, tarian sosial, dan makan malam di gedung penuh selama akhir pekan. Pada tahun 1926, Van Galen dan C.P. Wolff Schoemaker merenovasi bangunan dalam gaya art-deco. Keduanya adalah arsitek terkenal dan profesor di Technische Hogeschool, yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung. Bangunan seluas 7500 meter persegi ini memiliki lantai marmer Italia dan kamar dengan kayu cikenhout dan lampu kristal di langit-langit.<ref name=":3" />&nbsp;
Museum Konperensi Asia Afrika diresmikan berdirinya oleh Presiden RI Soeharto pada tanggal 24 April 1980 sebagai puncak peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.''
 
Bangunan ini berganti nama menjadi Dai Toa Kaman dan berfungsi sebagai pusat kebudayaan selama masa pendudukan Jepang di Indonesia. Bangunan tersebut digunakan sebagai markas pejuang kemerdekaan Indonesia melawan pasukan Jepang setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Gedung Concordia kembali digunakan untuk pertemuan umum, pertunjukan seni, pesta, tarian, dan jamuan makan malam setelah Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949. Pemerintah Indonesia memilih Bandung sebagai tuan rumah Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1954. Gedung Concordia dipilih sebagai tempat konferensi internasional tersebut. Bangunan ini saat itu merupakan aula termegah dan terbesar di Bandung. Hotel Savoy Homann dan Preanger berada di lokasi yang strategis di pusat kota.<ref name=":3" />
 
Untuk memenuhi kebutuhan konferensi internasional, Ir. R. Srigati Santoso merenovasi gedung ini pada awal 1955, dan berganti nama menjadi Gedung Merdeka. Sekarang, gedung ini adalah Museum Konferensi Asia-Afrika.<ref name=":3" />
 
== Perpustakaan ==
Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika ini dibangun sebagai bagian dari perayaan peringatan KAA ke 50 pada tahun 2005. Perpustakaan ini mengoleksi buku-buku sejarah, politik, sosial dan budaya negara-negara Asia-Afrika; dokumen-dokumen mengenai Konferensi Asia-Afrika,konferensi-konferensi pendahulu, KTT Asia-Afrika 2005, serta majalah, surat kabar, dan ‘BrailleCorner’ untuk para tunanetra. Selain itu juga terdapat buku anak-anak, komik, cerita pendek, dan novel. Museum Konferensi Asia Afrika ini juga menyimpan berbagai koleksi langka, khususnya koleksi mengenai pelaksanaan Konferensi Asia Afrika 1955.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Rosiana Nurwa Indah, Muhammad Aldy Fahriansyah|date=7 Desember 2022|title=Analisis Penerapan Preservasi Kuratif terhadap Bahan Pustaka di Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika|journal=Tadwin: Jurnal Ilmu Perpustakaan Dan Informasi|volume=3|issue=1|pages=52-56|doi=10.19109/tadwin.v3i1}}</ref>
 
Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika mempunyai bahan koleksi pustaka lebih dari 17.000 eksemplar yang kebanyakan jenis bukunya membahas tentang masalah Geopolitik terutama di wilayah Asia Afrika. Untuk jenis kerusakan yang terjadi pada bahan pustaka di perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika cukup jarang ditemui yang rusak karena faktor manusia, karena sistem yang digunakan di perpustakaan ini adalah sistem tertutup dan tidak meminjamkan koleksinya untuk dibawa kerumah. Kerusakan yang sering ditemu kan adalah karena faktor usia buku itu sendiri yang sudah tua.<ref name=":0" />
 
== Nama, Status, dan Sifat ==
Baris 38 ⟶ 47:
Penataan kembali museum tersebut dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar NEgeri dengan sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vasco Design dan Wika Realty.
 
== Referensi ==
<references />
{{Reflist}}
 
== Pranala luar ==
[https://kemlu.go.id/portal/id/read/48/tentang_kami/museum-konferensi-asia-afrika Website Kemenlu mengenai Museum KAA]{{Museum terkenal di Indonesia|state=collapsed}}
[[Kategori:Arsitektur]]
[[Kategori:Museum]]
[[Kategori:Museum di Bandung]]
 
 
{{bangunan-stub}}