Abu al-Mafakhir dari Banten: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Herryz (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh Daeng Hanif (bicara) ke revisi terakhir oleh Wagino Bot
Tag: Pengembalian
Adhiyan216 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
(8 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 17:
| mother = [[Nyimas Ratu Ayu Wanagiri]]
| spouse =
|predecessor=[[Maulana Hasanuddin]]|successor=[[Sultan Ageng Tirtayasa]]|office1=Sultan [[Kesultanan Banten|Banten]] Ke - 4|term_start1=1624|term_end1=1651|predecessor1=[[Maulana Muhammad]]|successor1=[[Abu Al-Ma'ali Ahmad]]|title=|region=|dynasty=[[Azmatkhan]]Hasan al-Bantani|resting_place=Pemakaman Kenari Banten, [[Kasemen, Serang|Kasemen]]}}
 
'''Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir''' atau juga dikenal dengan gelar '''Pangeran Ratu''' atau '''Sultan Agung Banten''' adalah raja ke-4 [[Kesultanan Banten]] yang bertakhta dari tahun 1596 hingga 1651. Dia adalah putra dari [[Maulana Muhammad dari Banten|Sultan Maulana Muhammad]]<ref>{{Cite book|last=Kurniasih|last2=Rahmawati|first2=Nur|date=2023-02-09|url=https://books.google.com/books?id=nNKwEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA16&dq=%22maulana+muhammad%22+abul+mafakhir&hl=en|title=Serang dalam Lintasan Sejarah|publisher=Penerbit NEM|isbn=978-623-423-675-0|language=id}}</ref> dan menjadi raja pertama di wilayah Nusantara yang menggunakan gelar "[[Sultan]]" secara resmi.<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|url=http://id.rodovid.org/wk/Orang:779476|title=4.1.1.1.1.1.1. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir / Pangeran Ratu d. 1651 - Rodovid ID|website=id.rodovid.org|language=id|access-date=2017-04-14}}</ref> Setelah berkuasa selama 27 tahun, Sultan Abul Mafakhir wafat di tanggal [[10 Maret]] [[1651]] dan dimakamkan di Pemakaman Kenari Banten.<ref>{{Cite news|url=https://qubicle.id/story/ziarah-situs-makam-kenari|title=Ziarah Situs Makam Kenari - Qubicle|last=sorasoca|language=en|access-date=2017-04-14|archive-date=2017-04-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20170415011421/https://qubicle.id/story/ziarah-situs-makam-kenari|dead-url=yes}}</ref><ref>Drs. H. Tri Hatmadji, (2005), ''Ragam Pusaka Budaya Banten'', Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang, ISBN 979-99324-0-8.</ref>
Baris 28:
=== Konflik Pailir ===
Pada [[8 Maret]] [[1608]] sampai [[26 Maret]] [[1609]] terjadi konflik ''pailir'' ({{Lang-id|bertempat di hilir}}) antara kubu Pangeran [[Arya Ranamanggala]] dengan kubu Pangeran Camara dikarenakan pengaruh dan kebijakan Pangeran Camara yang dianggap lebih menguntungkan para pedagang asing.<ref name="djajadiningrat" /> Melalui usaha Pangeran Jayakarta akhirnya perang dapat dihentikan dan perjanjian damai dapat disepakati bersama. Banten kembali aman, lalu diangkatlah Pangeran Arya Ranamanggala sebagai mangkubumi baru sekaligus menjadi wali Sultan Muda. Untuk menertibkan kemananan negara, Ranamanggala menghukum para pangeran atau penggawa yang melakukan penyelewengan serta mengganti peraturan yang berlaku sebelumnya antara Pangeran Camara dengan para pedagang Eropa.<ref name="Mukarrom">Mukarrom, Ahwan. 2014. Sejarah Islam Indonesia I: Dari Awal Islamisasi sampai Periode Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara. [[Surabaya]]: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel</ref> Pada Januari 1624, Pangeran Arya Ranamanggala mundur dari jabatannya karena sakit. Saat itu Abul Mafakhir sudah cukup dewasa, sehingga ia pun dinobatkan sebagai raja dan kekuasaan atas Kesultanan Banten sepenuhnya dipegang olehnya. Dua tahun kemudian tepatnya 13 Mei 1626 Pangeran Arya Ranamanggala meninggal dunia, dimana sebelum wafatnya ia berpesan kepada Abul Mafakhir bahwa Kesultanan Banten tidak boleh bersahabat dengan Belanda.<ref name="djajadiningrat" /><ref name=":1">{{Cite news|url=http://www.kesultananbanten.id/sample-page/|title=SEJARAH KESULTANAN BANTEN DARI MASA KE MASA|date=2016-12-06|newspaper=Website Resmi Kesultanan Banten|language=en-US|access-date=2017-04-14|archive-date=2017-02-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20170208040038/http://www.kesultananbanten.id/sample-page/|dead-url=yes}}</ref>
 
== Silsilah ==
Sultan Abu al-Mafakir mempunyai silsilah sebagai berikut :
 
* Kanjeng Nabi Muhammad SAW
* Syarifah Fatimah Az-Zahra
* Imam Hasan As-sibith
* Syarif Hasan Al-Mutsanna (Syarif Mekah ke-1)
* Syarif Abdullah Al-kamil / Al-mahdi (Syarif Mekah ke-3)
* Syarif Musa Al-jaun (Syarif Mekah ke-7)
* Syarif Abdullah Al-kiram (Syarif Mekah ke-9)
* Syarif Musa (Syarif Mekah ke-12)
* Syarif Muhammad Ats-Tsa-ir (Syarif Mekah ke-21)
* Syarif Abdullah (Syarif Mekah ke-22)
* Ali
* Sulaiman
* Husin
* Isa
* Abdul Karim
* Mutha’in
* Idris
* Syarif Mekah Qatadah (Syarif Mekah ke-43)
* Ali
* Hasan
* Abi Nami
* Abi Dzabih Muhammad
* Athifah
* Muhammad
* Jarullah Abdul Aziz
* Syarif Abdullah (Sultan Malaka)
* Maulana Hasanuddin
* Maulana Yusuf
* Maulana Muhammad
* Abu Al-Mafakir
 
Silsilah ini disusun berdasarkan kajian nasab Sayyid Yusuf al-Angawi Sumenep yang disusun oleh Sayyid Salim bin Ahmad bin Jindan dan Habib Alwi bin Abi Bakri bin Bil Faqqih. Selain disusun oleh ahli nasab dari tokoh Alawiyin, nasab di atas juga telah disempurnakan berdasarkan kajian nasab Keluarga Besar Anggawangsa Anggawi al-Hasani Surabaya yang menurunkan para Adipati, Tumenggung hingga Wedana di Jawa Timur. Keluarga Besar Anggawangsa sendiri merupakan keturunan Sultan Ageng Tirtayasa utamanya dari jalur Pangeran Purbaya. Anak keturunan Pangeran Purbaya di Jawa Timur menggunakan gelar MAS yang merupakan singkatan dari Maulana Syarif. Sebagian besar dari keturunan itu banyak yang dimakamkan di Pemakaman Boto Putih dan satu komplek dengan makam Sultan Banten terakhir yaitu Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin.
 
Jalur Athifah ini juga dikuatkan dengan keberadaan makam salah satu keturunan Sultan Ageng Tirtayasa yaitu Muhammad Atif di Tangerang. Nama Muhammad Atif di nisbatkan dari nama leluhurnya yaitu Athifah bin Abi Dzabih Muhammad.
 
== Hubungan luar negeri ==
Baris 64 ⟶ 102:
 
== Kematian ==
Dikarenakan anaknya Abu al-Ma'ali Ahmad wafat terlebih dahulu di tahun 1650 dikarenakan suatu penyakit, maka cucunya Pangeran Surya menjadi putra mahkota atau sultan muda baru.<ref name=":1" /> Abul Mafakhir wafat di tanggal 10 Maret 1651, dimana kepemimpinan Banten kemudian dilanjutkan oleh cucunya yang naik takhta dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Kelak Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa sesuai dengan keraton yang ditinggalinya.<ref>{{Cite book|date=1983|url=https://books.google.com/books?id=I9IdAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&q=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&hl=en|title=Seminar Sejarah Nasional III|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|language=id}}</ref>
 
== Rujukan ==