Ketuanan Melayu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala |
Baginda 480 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 15:
[[Suku Melayu]] yang menjadi mayoritas [[demografi Malaysia|penduduk Malaysia]] sebesar 50,4% adalah kelompok etnis [[suku bangsa Austronesia]] yang sebagian besar mendiami [[Semenanjung Malaya]], meliputi wilayah [[Thailand Selatan|paling selatan Thailand]], pantai timur [[Sumatra]], pantai [[Kalimantan]], dan pulau-pulau kecil yang terletak di antara tempat-tempat ini. Asal usul etnis Melayu yang sebenarnya masih menjadi subjek kajian di kalangan sejarawan, antropolog, dan ahli bahasa. Sebuah teori populer menyatakan bahwa orang yang menggunakan [[rumpun bahasa Austronesia]] pertama kali tiba di [[Asia Tenggara Maritim]] antara 2500 SM dan 1500 SM sebagai bagian dari perluasan wilayah Austronesia dari [[Taiwan]] ke [[Asia Tenggara]].<ref>{{Cite book|title=A History of Malaysia and Singapore|pages=4 & 5|author=Neil Joseph Ryan|isbn=0-19-580302-7|year= 1976|publisher=Oxford University Press| location=London}}</ref> Namun, studi genetik yang dilakukan oleh HUGO ([[Organisasi Genom Manusia]]) yang melibatkan hampir 2 ribu orang di seluruh Asia menunjukkan teori lain tentang pola migrasi Asia. Temuan HUGO mendukung hipotesis bahwa Asia dihuni terutama melalui peristiwa migrasi tunggal dari selatan dan bahwa kawasan Asia Tenggara dihuni pertama kali yang mengandung paling banyak keanekaragaman, kemudian berlanjut perlahan ke Utara dengan keragamannya hilang.<ref>{{cite news| url=http://news.bbc.co.uk/2/hi/8406506.stm |work=BBC News | title=Genetic 'map' of Asia's diversity | date=11 December 2009}}</ref>
Pengaruh [[Hindu]] dan [[Buddha]] terjadi melalui kontak perdagangan dengan [[anak benua India]]. Negeri-negeri Melayu kono bangkit pada awal milenium pertama di wilayah pesisir Semenanjung Malaysia, terutama [[Chi Tu|Kerajaan Tanah Merah]] (abad ke-1), [[Gangga Negara]] (abad ke-2), [[Langkasuka]] (abad ke-2), [[Lembah Bujang|Kedah]] (abad ke-2), dan [[Kerajaan Pahang Tua|Pahang]] (abad ke-5). Antara abad ke-7 dan ke-13, banyak dari negara-negara perdagangan maritim semenanjung yang kecil dan sering kali makmur ini menjadi bagian dari [[Kerajaan Sriwijaya]],<ref>{{Cite web|url=http://www.sabrizain.org/malaya/early.htm |title=Early Malay kingdoms |publisher=Sabrizain.org |access-date=21 June 2010}}</ref> sebuah kerajaan Melayu yang berpusat di [[Palembang]] dan [[Kedah|Kadaram]].<ref>{{cite book |last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|url=https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno|publisher=Editions Didier Millet|year=2006|location=Singapore|page=[https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno/page/171 171]|isbn= 981-4155-67-5}}</ref><ref>{{cite book |last=Muljana|first=Slamet|author-link=Slamet Muljana|title= Sriwijaya|url=https://archive.org/details/Sriwijaya|editor= F.W. Stapel|publisher=PT. LKiS Pelangi Aksara|year=2006 |isbn=978-979-8451-62-1 }}</ref>
Pada abad ke-15, [[Kesultanan Melaka]] yang memiliki pengaruh di sebagian besar kepulauan Melayu barat telah menjadi pusat [[pengislaman]] di timur. Tradisi Melaka diteruskan dan dipupuk wiracarita identitas Melayu dengan kuat.<ref name="T. N Harper page 15">{{Cite book|title=The End of Empire and the Making of Malaya|page=15|author=T. N. Harper |isbn=978-0-521-59040-2|year= 2001|publisher=Cambridge University Press|location=UK}}</ref><ref>{{Cite book|title=New terrains in Southeast Asian history|page=15|author=Abu Talib Ahmad, Liok Ee Tan |isbn=9971-69-269-4|year= 2003|publisher=Ohio University press|location=Singapore}}</ref> Sejak zaman ini, keyakinan Islam diidentikkan dengan masyarakat Melayu dan memainkan peran penting dalam menakrifkan [[kemelayuan|identitas Melayu]].<ref name="Barbara Watson Andaya, Leonard Y. Andaya page 55">{{Cite book|title=A History of Malaysia|page=55|author=Barbara Watson Andaya, Leonard Y. Andaya |isbn=0-333-27672-8|year= 1984|publisher=Palgrave Macmillan|location=Lonndon}}</ref><ref>{{Cite book|title=Contesting Malayness: Malay identity across boundaries|page=7|author=Timothy P. Barnar |isbn=9971-69-279-1|year= 2004|publisher=Singapore University press|location=Singapore}}</ref><ref>{{Cite book|title=Malaysia: Transformasi dan perubahan sosial|page=16|author=Mohd Fauzi Yaacob |isbn=978-967-3-23132-4|year= 2009|publisher=Arah Pendidikan Sdn Bhd|location=Malaysia}}</ref>
Baris 125:
=== Insiden 13 Mei ===
{{main|Insiden 13 Mei}}
Pada tahun 1969, Pemilihan Umum Malaysia diadakan. Pemilihan umum ini adalah pemilihan pertama yang diikuti oleh partai-partai oposisi non-Melayu secara besar-besaran, selain pada pemilihan tahun 1964 yang diikuti PAP dari Singapura. Dua partai oposisi utama adalah [[Partai Aksi Demokratik]] (''Democratic Action Party'', DAP) yang merupakan lanjutan dari partai PAP dan [[Partai Gerakan Rakyat Malaysia]] (Gerakan) yang merupakan partai multirasial pimpinan [[Lim Chong Eu]], dan intelektual kelas menengah lainnya seperti [[Tan Chee Khoon]] dan [[Syed Hussein Alatas]]. Kedua partai tersebut mengajukan proposal kebijakan mengenai bahasa, pendidikan, dan hak-hak Melayu yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah. DAP terus berkampanye "Malaysian Malaysia" setelah Singapura pimpinan Lee Kuan Yew memisahkan dari Malaysia. Beberapa
[[Berkas:Gerakan celebrate after 1969 election.jpg|jmpl|[[Partai Gerakan Rakyat Malaysia|Gerakan]], yang dimpimpin oleh [[Lim Chong Eu]] dan [[Syed Hussein Alatas]], memenangi beberapa kursi dalam Parlemen Malaysia pada pemilu tahun 1969.]]
Baris 175:
Model Partai Perikatan yang lama, di mana tiap-tiap kaum diwakili oleh satu partai ditinggalkan dengan pembentukan [[Barisan Nasional]] (BN) pada tahun 1974. Beberapa partai oposisi sebelumnya, meliputi Gerakan, PPP, dan PAS, bergabung ke dalam BN yang dipimpin UMNO. Walaupun MCA dan MIC disertakan dalam BN, pengaruh kedua partai ini menurun dikarenakan partisipasi partai-partai non-Melayu lainnya dalam koalisi. Pada tahun 1977, PAS dikeluarkan dari koalisi dan UMNO menjadi satu-satunya perwakilan partai Melayu di BN, walaupun terdapat partai-partai non-Melayu yang juga mewakili kepentingan Melayu.<ref>Hwang, pp. 115, 117.</ref> Setelah pengeluaran PAS, PAS melakukan pendekatan yang berbeda atas hak khusus Melayu, mengutuk Kebijakan Ekonomi Baru mendiskriminasi kaum lain serta tidak Islami.<ref>Musa, p. 81.</ref>
Pada tahun 1974, Mahathir diangkat sebagai Menterti dalam Kabinet Tun Razak. Ia menjadi Wakil Perdana Menteri dua tahun setelahnya
Semasa 1970-an, ketika Kebijakan Ekonomi Baru sedang jaya-jayanya, "Dominasi Melayu" merupakan fakta kehidupan bernegara yang diterima oleh kebanyakan rakyat Malaysia.<ref name="khoo_35"/> Manakala pada periode 1957 sampai dengan 1969 "Dominasi Melayu" dibendung oleh "tawar-menawar antaretnis" dalam pemerintahan Partai Perikatan, sejak Insiden 13 Mei, banyak ahli politik yang memandang bahwa lingkungan politik telah berubah menjadi didominasi oleh "kontrol hegemoni" Melayu dan UMNO;<ref name="hwang_10">Hwang, pp. 10–11.</ref> pada tahun 1970, salah satu anggota kabinet mendeklarasikan bahwa hak khusus Melayu akan terus ada "ratusan tahun ke depan".<ref>Lim, Kit Siang (1978). ''Time Bombs in Malaysia'', p. 218 (2nd ed.). Democratic Action Party. No ISBN available.</ref> Tunku mengamati pada tahun 1977 bahwa "tampaknya kaum non-Bumiputera memandang bahwa mereka telah menjadi warga negara kelas dua dalam negara ini."<ref>Hickling, p. 181.</ref> Kebijakan etnik pemerintah Malaysia terus didasarkan atas dua argumen dasar Mahathir, yaitu status "historis" kekuasaan Melayu atas Malaya dan "kebutuhan khusus" Melayu.<ref>Ye, pp. 34–35.</ref> Oleh karena diskusi publik mengenai isu-isu ini dikriminalisasikan, terdapat sedikit sekali literatur-literatur lokal yang membahas supremasi Melayu.
Baris 181:
Kelompok Ultra yang dicurigai mengeksploitasi kerusuhan 13 Mei kemudian berhasil mengontrol Malaysia. Razaleigh, Menteri Keuangan saat itu, disanjung-sanjung sebagai "Bapak Ekonomi [[Bumiputera]]".<ref>Khoo, p. 49.</ref> Musa Hitam dan Mahathir, yang keduanya semakin bernaik kiprah di bidang politik menjaga citra mereka sebagai bagian dari kelompok "ultra", walaupun tidaklah jelas apakah ini memang disengajakan. Jurnalis [[K. Das]] pernah mengklaim bahwa Musa memberitahukannya bahwa "seorang politikus muda Malaysia harus memainkan "kartu rasialis" secara penuh bahkan apabila tiada tulang chauvinis satupun yang berada dalam tubuhnya."<ref>Khoo, p. 24.</ref> Setelah pensiun, Musa mengatakan bahwa "pemimpin-pemimpin nasional cenderung mencari [[kambing hitam]] ketika dihadapkan kepada situasi krisis dalam keputusasan" dan menggunakan taktik rasial untuk mengisi "perut kosong" mereka.<ref>Hwang, p. 145.</ref>
[[Pergerakan Pemuda UMNO]] khususnya menjaga citra "ultra" ini sejak tahun 1960-an. Salah satu wakil ketuanya mengatakan bahwa "Tujuan asal UMNO adalah memperjuangkan kepentingan ras Melayu dan ini harus diteruskan. Kita tidak ingin adanya faksi-faksi dalam UMNO."<ref>b. Maaruf, p. 121.</ref>
== Pemerintahan Mahathir ==
Baris 238:
Pada Sidang Umum UMNO 2004, Wakil Ketua Tetap [[Badruddin Amiruldin]] membacakan buku tentang Peristiwa 13 Mei, dengan memperingatkan: "58 tahun yang lalu kita memiliki kesepakatan dengan ras lain, ketika kita mengizinkan mereka untuk menumpang di tanah ini. ... Janganlah ada ras lain yang mempertanyakan hak-hak orang Melayu di tanah ini. Jangan mempertanyakan agamanya karena ini adalah hak saya atas tanah ini." Kemudian Menteri Pendidikan Tinggi [[Shafie Salleh]] juga menyatakan di sidang bahwa warga bukan bumiputra tidak akan pernah diizinkan masuk ke Universiti Teknologi MARA (UiTM), yang hanya boleh bagi bumiputra, seraya berkata "Saya tidak akan pandang bulu dalam masalah ini."<ref name="hornets"/><ref>Noor, Farish A. (2005). ''From Majapahit to Putrajaya: Searching for Another Malaysia'', p. 241. Silver Fish Books. {{ISBN|983-3221-05-X}}.</ref>
Kemudian pada Sidang Umum tahun berikutnya, Menteri Pendidikan dan Ketua Pemuda UMNO [[Hishammuddin Hussein]]
Kumar, R. Surenthira & Yusop, Husna (29 July 2005). [http://sun2surf.com/article.cfm?id=10420 Rebranding the NEP] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081208022546/http://sun2surf.com/article.cfm?id=10420 |date=8 December 2008 }} . ''The Sun''.
</ref> Hishammuddin would later describe the ''keris'' as a "unifying symbol", stating that "The young people today no longer see it as a symbol to uphold ''ketuanan Melayu''."<ref>{{cite web|url=http://www.malaysia-today.net/Blog-n/2006/08/hishammuddin-keris-is-unifying-symbol.htm|title=Hishammuddin: Keris is a unifying symbol|date=27 August 2006|work=New Straits Times|archive-url=https://web.archive.org/web/20060902012907/http://www.malaysia-today.net/Blog-n/2006/08/hishammuddin-keris-is-unifying-symbol.htm|archive-date=2006-09-02|url-status=dead}}</ref>
Baris 278:
== Pemerintahan Mahathir kedua ==
[[Berkas:Pakatan Harapan Logo.svg|ka|jmpl|200px|Logo Pakatan Harapan]]
Walau [[Mahathir Mohamad]] kembali menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya, tetapi kali ini ia mewakili koalisi [[Pakatan Harapan]] yang beranggotakan partai-partai yang belum pernah memegang tampuk kekuasaan federal. Beberapa bulan sejak Pakatan Harapan memerintah, Mahathir menyebut bahwa pemerintah akan meratifikasi ICERD di Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Usulan itu mendapat kecaman dari UMNO dan PAS. Khairy Jamaluddin dari UMNO menyebutkan kegagalan Pakatan Harapan dalam menyampaikan usulan itu terhadap kalangan rakyat, sehingga menimbulkan penolakan.<ref>{{cite news|url=https://www.malaysiakini.com/news/469343|title=Khairy: PH gagal interaksi dengan rakyat isu Icerd|website=Malaysiakini|date=24 Maret 2019|accessdate=24 Maret 2019}}</ref>
Pengamat sosial politik Mohd. Ayop Abd. Razid yang menulis untuk ''[[Berita Harian]]'' menyebut ketuanan Melayu tidak hilang di bawah pemerintah Pakatan Harapan, tidak seperti yang dikhawatirkan banyak orang. Ia menyebutkan ketuanan Melayu tidak hilang di Kelantan, Terengganu, Selangor, Kedah, dan Perak hanya gara-gara mayoritas orang Melayu yang tinggal di sana tidak memilih UMNO.<ref>{{cite newspaper|last=Abd. Razid|first=Mohd. Ayop|url=https://www.pressreader.com/malaysia/berita-harian-malaysia/20181119/281616716406840|title=Sejarah buktikan kebenaran konsep ketuanan Melayu|newspaper=Berita Harian|date=19 November 2018|via=Pressreader}}</ref>
|