Hadis Daif: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 36.71.158.155 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh AABot
Tag: Pengembalian
k Macamnya: Penambahan informasi #1Lib1Ref #1Lib1RefID
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(12 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{tak akurat}}
'''Hadis lemah''' atau '''Hadits Dha'if''' ({{lang-ar|حديث ضعيف}}) adalah kategori hadis yang tertolak dan tidak dapat dinyatakan kebenarannya berasal dari perkataan atau perbuatan Nabi {{saw}}.
{{tone}}
{{cleanup}}
'''Hadits lemah''' atau '''Hadits Dha'if''' ({{lang-ar|حديث ضعيف}}) adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak sama dengan hadits maudhu’, atau palsu. Hadits dhaif memang dinisbahkan kepada Rasulullah, tetapi perawi haditsnya tidak kuat hafalan ataupun kredibilitasnya, atau ada silsilah sanad yang terputus. Sementara hadits maudhu’ ialah informasi yang mengatasnamakan Rasulullah SAW, tetapi sebenarnya bukan perkataan Rasulullah SAW.
 
Muhadditsin membagi hadits ke dalam tiga kategori: shahih, hasan, dan dhaif. Kategori ini dibagi berdasarkan kualitas hadits dengan ukuran kualitas perawi dan ketersambungan sanadnya. Kualitas hadits yang paling tinggi adalah shahih, kemudian hasan, dan terakhir dhaif.
 
Ulama sepakat bahwa mengamalkan hadits dhaif dibolehkan, selama tidak berkaitan dengan hukum halal dan haram, akidah, dan hanya sebatas fadha’il amal. Dengan demikian, menyampaikan hadits dhaif, seperti mengutip hadits dhaif dalam buku atau menyampaikannya dalam pengajian dan majelis taklim dibolehkan. Hasan Muhammad Al-Masyath dalam Al-Taqriratus Saniyyah fi Syarahil Mandzumah Al-Bayquniyyah menjelaskan:
 
قد أجاز بعض العلماء رواية الحديث الضعيف من غير بيان ضعفه بشروط: أولا أن يكون الحديث في القصص أو المواعظ أو فضائل الأعمال أو نحو ذلك مما لا يتعلق بصفة الله والعقائد والا بالحلال والحرام وسائر الأحكام الشرعية وأن لا يكون الحديث موضوعا أو ضعيف شديد الضعف
 
Artinya, “Sebagian ulama membolehkan periwayatan hadits dhaif tanpa menjelaskan kedhaifannya dengan beberapa syarat: hadits tersebut berisi kisah, nashat-nasihat, atau keutamaan amalan, dan tidak berkaitan dengan sifat Allah, akidah, halal-haram, hukum syariat, bukan hadits maudhu’, dan tidak terlalu dhaif.”
 
Jumhur ulama ahlil hadist mengecam sebagian kalangan yang menyamakan hadits dhaif dengan hadits palsu. Keduanya mempunyai perbedaan yang sangat jauh. Menyamakan keduanya termasuk suatu kesalahan fatal dalam beragama.
 
إن الحديث الضعيف هو في الأصل منسوب إلى النبي المصطفى الكريم صلى الله عليه وسلم بخلاف الموضوع، فهو مكذوب مختلق مصنوع.
 
Artinya, “Hadits dhaif pada dasarnya tetap dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan hadits maudhu yang merupakan kebohongan yang diada-adakan (atas nama Nabi SAW). Selain itu, penyebab dhaifnya sebuah hadits adalah keterputusan sanadnya, atau kelemahan-kelemahan yang bersifat manusiawi dari para perawinya seperti lemahnya daya ingat, sering ragu ataupun tersalah dalam menyampaikan sesuatu. Sedangkan hadits maudhu adalah hadits yang tidak bersumber sama sekali dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian hadits dhaif boleh diriwayatkan secara ijmak, sedangkan hadits maudhu tidak boleh diriwayatkan sama sekali kecuali dengan menjelaskan kepalsuannya. Selanjutnya, hadits dhaif tetap diamalkan berdasarkan ijmak ulama dalam hal-hal yang berkaitan dengan keutamaan (fadhail), anjuran kebaikan, dan larangan keburukan. Sedangkan hadits maudhu haram diamalkan. Serta hadits dhaif akan naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi ketika ada sanad lain yang memperkuat kebenarannya. Sedangkan hadits palsu tidak akan mengalami kenaikan status sekalipun mempunyai puluhan ataupun bahkan ratusan hadits pendukung dari jalur yang berbeda-beda.
 
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Ad-Durrul Mandhud sebagaimana yang dikutip juga oleh Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki dalam karyanya Ma Dza fi Sya’ban menyebutkan sebagai berikut.
 
وقد اتفق الأئمة من المحدثين والفقهاء وغيرهم كما ذكره النووي وغيره على جواز العمل بالحديث الضعيف في الفضائل والترغيب والترهيب، لا في الأحكام ونحوها ما لم يكن شديد الضعف.
 
Artinya, “Para imam dari kalangan ahli hadits dan ahli fikih telah sepakat, sebagaimana yang disebutkan juga oleh Imam An-Nawawi dan lainnya, tentang kebolehan beramal dengan hadits dhaif dalam hal fadhail (keutamaan-keutamaan), anjuran kebaikan dan ancaman keburukan. Tidak dalam perkara yang berkaitan dengan hukum halal dan haram, selama tingkat kedhaifannya tidak terlalu parah.” Melihat sejumlah perbedaan itu, maka sangat naif kalau ada seseorang yang begitu entengnya membuang hadits dhaif seolah-olah itu bukan (tidak tergolong) sebagai perkataan Nabi sama sekali. Sementara itu di sisi lain, tidak terhitung banyaknya ulama yang mengamalkan hadits-hadits dhaif selama kedhaifannya tidak terlalu parah dan tidak mempunyai hadits pendukung dari jalur atau sanad yang lain. Berikut ini kutipan beberapa pendapat ulama terkait hal tersebut. Pertama, Imam Nawawi dalam Fatawa-nya menyebutkan adanya konsensus (ijmak) di kalangan ulama terkait kebolehan mengamalkan hadits dhaif untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan akidah dan hukum halal dan haram. Kedua, boleh mengamalkannya secara mutlak dalam persoalan hukum ketika tidak ditemukan lagi hadits sahih yang bisa dijadikan sebagai sandaran. Pendapat ini dinisbatkan kepada Imam Ahmad dan Abu Daud. Selain itu Imam Abu Hanifah dan Ibnul Qayyimil Jauziyyah juga mengutip pendapat tersebut. Ketiga, hadits dhaif boleh diamalkan jika ia tersebar secara luas dan masyarakat menerimanya secara umum tanpa adanya tolakan yang berarti (talaqqathul ummah bil qabul). Keempat, boleh mengamalkannya ketika hadits dhaif tersebut didukung oleh jalur periwayatan lain yang sama atau lebih kuat secara kualitas darinya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam At-Tirmidzi dalam karyanya.
 
== Definisi ==
Baris 14 ⟶ 37:
* '''''Mursal''''': Hadis yang disebutkan oleh [[Tabi'in]] langsung dari Rasulullah {{saw}} tanpa menyebutkan siapa [[shahabat]] yang melihat atau mendengar langsung dari Rasul. Digolongkan sebagai hadis lemah karena dimungkinkan adanya Tabi'in lain yang masuk dalam jalur riwayatnya (namun tidak disebutkan). Jika dapat dipastikan perawi (periwayat) yang tidak disebutkan tersebut adalah seorang shahabat maka tidak tergolong sebagai hadis lemah.
* '''''Mu'dhol''''': Hadis yang dalam [[sanad]]nya ada dua orang rawi atau lebih yang tidak dicantumkan secara berurut.
* '''''Munqathi''''' (terputus): Semua hadis yang sanadnya tidak bersambung tanpa melihat letak dan keadaan putusnya sanad. Setiap hadis Mu'dhal adalah Munqathi, namuntetapi tidak sebaliknya.
* '''''Mudallas''''': Seseorang yang meriwayatkan dari rawi ''fulan'' sementara hadis tersebut tidak didengarnya langsung dari rawi [[fulan]] tersebut, namun ia tutupi hal ini sehingga terkesan seolah ia mendengarnya langsung dari rawi fulan. Hadis mudallas ada dua macam, yaitu Tadlis Isnad (menyembunyikan sanad) dan tadlis Syuyukh (menyembunyikan personal).
* '''''Mu'an'an''''': Hadis yang dalam sanadnya menggunakan lafal ''fulan 'an fulan'' (riwayat seseorang dari seseorang).
Baris 20 ⟶ 43:
* '''''Syadz''''' (ganjil): Hadis yang menyelisihi riwayat dari orang-orang yang ''tsiqah'' (tepercaya). Atau didefinisikan sebagai hadis yang hanya diriwayatkan melalui satu jalur namun perawinya tersebut kurang tepercaya jika ia bersendiri dalam meriwayatkan hadis.
* '''''Munkar''''': Hadis yang diriwayatkan oleh perawi kategori lemah yang menyelisihi periwayatan rawi-rawi yang tsiqah.
* '''''Matruk''''': Hadis yang di dalam sanadnya ada perawirawi yang tertuduhdituduh telah berdusta atas (nama) Rasulullah ﷺ.<ref>{{Cite book|title=DASAR-DASAR ILMU HADITS|last=Thahhan|first=Mahmud|date=2019|publisher=Ummul Qura|isbn=9786027637863|editor-last=Ihsanuddin|editor-first=Ahmad|edition=V|location=Jakarta|page=109}}</ref>
* '''''Maudhu''''''(Hadis palsu): Hadis yang dipalsukan atas nama Nabi, di dalam rawinya ada rawi yang diketahui sering melakukan kedustaan dan pemalsuan.
* '''''Bathil''''': Sejenis Hadis palsu yang (jelas-jelas) menyelisihi prinsip-prinsip [[syariah]].
Baris 40 ⟶ 63:
}}
{{refend}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Hadis]]