Amangkurat II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AnsyahF (bicara | kontrib)
Raja Mataram ke-6
k ~
(39 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox royalty
{{Infobox royalty||father=[[Hamengkurat I]]|religion=Islam|royal house=[[Wangsa Mataram]]|name=Hamengkurat II<br>{{jav|ꦲꦩꦼꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀​꧇꧒꧇}}|consort=|successor=[[Hamengkurat III]]|predecessor=[[Hamengkurat I]]|reign=1677–1703 <small>(26 tahun berkuasa)</small>|caption=Hamengkurat II menusuk [[Raden Trunajaya]] dengan keris setelah berakhirnya [[Pemberontakan Trunajaya]] pada tahun 1680. Lukisan dari akhir abad ke-19.<ref>{{Cite web|title=Vorst Mangkoe Rat II doorsteekt met zijn kris, genaamd "de eerwaarde Blabor", den opstandeling Troenadjaja, dien hij met zijne twee vrouwen Kliting Koening en Kliting Woengoe, zusters van den vorst voor zich had laten komen, niettegenstaande dien opst...|url=https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/852349|website=Digital Collections - Leiden University Libraries|access-date=2021-05-21}}</ref>|image=Detail painting of Amangkurat II executed Trunajaya.jpeg|image_size=258px|death_date=[[1702]]|mother=Ratu Kulon|title=Susuhunan Ing Alaga Kanjeng Susuhunan Prabu Hamengkurat II|succession=Raja [[Kesultanan Mataram]]|moretext=ke-6|coronation={{Start date and age|1677}}|regnal name=Hamengkurat II|birth_name=Raden Mas Rahmat|birth_date=''Tidak diketahui''|birth_place={{flag|Kesultanan Mataram}}|death_place={{flag|Kesultanan Mataram}}}}'''Sri Susuhunan Hamengkurat II''', juga dieja sebagai '''Amangkurat II''', adalah raja [[Kesultanan Mataram]] keenam yang memerintah dari tahun 1677-1703 dan pendiri [[Kartasura, Mataram|Keraton Kartasura]].{{Sfn|Ricklefs|1998|p=XXII}} Ia merupakan raja yang suka memakai seragam angkatan laut [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Belanda]] sehingga Hamengkurat II dijuluki sebagai '''Sunan Amral'''. "Amral" merupakan ejaan [[Bahasa Jawa|Jawa]] untuk [[admiral|''admiral'']] (laksamana).{{Sfn|Pemberton|1994|p=58}}
|father=[[Amangkurat I]]
|religion=[[Islam]]
|royal house=[[Wangsa Mataram]]
|name=Amangkurat II<br />{{java|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧒꧇}}
|consort=
|successor=[[Amangkurat III]]
|predecessor=[[Amangkurat I]]
|reign=1677–1703 <small>(26 tahun berkuasa)</small>
|caption=Amangkurat II menusuk [[Raden Trunajaya]] dengan keris setelah berakhirnya [[Pemberontakan Trunajaya]] (1680). Lukisan dari akhir abad ke-19.<ref>{{Cite web|title=Vorst Mangkoe Rat II doorsteekt met zijn kris, genaamd "de eerwaarde Blabor", den opstandeling Troenadjaja, dien hij met zijne twee vrouwen Kliting Koening en Kliting Woengoe, zusters van den vorst voor zich had laten komen, niettegenstaande dien opst...|url=https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/852349|website=Digital Collections - Leiden University Libraries|access-date=2021-05-21}}</ref>
|image=Detail painting of Amangkurat II executed Trunajaya.jpeg
|death_date=[[1703]]
|mother=Ratu Kulon
|title=Sunan Amral
|succession=[[Susuhunan Mataram]]
|moretext=ke-5
|coronation={{Start date and age|1677}}
|regnal name=''Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping II''
|posthumous name = Sunan Amral
|temple name =
|native_lang1 = [[Bahasa Jawa]]
|native_lang1_name1 = ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧒꧇
|birth_name=Raden Mas Rahmat
|birth_date=''Tidak diketahui''
|birth_place={{negara|Kesultanan Mataram}} [[Kesultanan Mataram|Mataram]]
|death_place={{negara|Kesultanan Mataram}} [[Kesultanan Mataram|Mataram]]
}}
 
'''Amangkurat II''' ({{lang-jv|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧒꧇|amangkurat kapindo|amangkurat dua}}, dikenal juga sebagai ''Sunan Amral'') adalah [[susuhunan]] [[Mataram II|Mataram]] kelima yang memerintah dari tahun [[1677]] hingga [[1703]] dan memindahkan pusat pemerintahannya dari [[Keraton Plered]] menuju ke [[Keraton Kartasura]].{{Sfn|Ricklefs|1998|p=XXII}} Ia merupakan sunan yang suka memakai seragam angkatan laut [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Belanda]] sehingga Amangkurat II dijuluki sebagai ''Sunan Amral''. "Amral" merupakan ejaan [[Bahasa Jawa|Jawa]] untuk ''[[admiral]]'' (laksamana).{{Sfn|Pemberton|1994|p=58}}
 
== Kehidupan awal ==
HamengkuratSunan Amangkurat II atau Sunan Amral adalah putra dari [[HamengkuratAmangkurat I]] (raja Kesultanan Mataram kelima) dan Ratu Kulon, dengandan memiliki nama lahirasli '''Raden Mas Rahmat'''.<ref name=":1">{{Cite web|last=BPCB Jateng|date=2014-06-19|title=Komplek Makam Tegal Arum Kabupaten Tegal|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/komplek-makam-tegal-arum-kabupaten-tegal/|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah|access-date=2021-04-11|archive-date=2021-04-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20210411022255/https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/komplek-makam-tegal-arum-kabupaten-tegal/|dead-url=yes}}</ref> Setelah ibunya meninggal dunia, ia dibesarkan di [[Kota Surabaya|Surabaya]] oleh kakeknya dari pihak ibu, [[Pangeran Pekik]].<ref name=":2">{{Cite webnews|last=Matanasi|first=Petrik|title=Permusuhan Raja Jawa dengan Anaknya Sendiri|url=https://tirto.id/permusuhan-raja-jawa-dengan-anaknya-sendiri-cmmL|websitework=[[Tirto|Tirto.id]]|language=id|access-date=2021-04-11}}</ref> Semasa menjadi [[putra mahkota]], Raden Mas Rahmat berselisih dengan ayahnya sendiri karena ada berita bahwa jabatan ''[[Adipati Anom|]]''Adipati Anom'']] (putra mahkota) akan digantikan dengan putra HamengkuratAmangkurat I yang lain, yaitu Pangeran Singasari.<ref name=":1" /> Akhirnya pada tahun 1661, Raden Mas Rahmat melakukan pemberontakan, tetapi HamengkuratAmangkurat I dapat menumpasnya.
 
Perselisihan ini semakin memburuk di tahun 1668 ketika Raden Mas Rahmat jatuh hati pada [[Roro Oyi|Rara Oyi]], seorang gadis dari [[Surabaya]] yang hendak dijadikan sebagai selir ayahnya. Berkat bantuan kakeknya, ia bisa mengambil Rara Oyi dari ayahnya untuk dinikahkan. Akibatnya, HamengkuratAmangkurat I murka dan membunuh Pangeran Pekik sekeluarga beserta pengikutnya. Raden Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.<ref name=":1" /><ref name=":2" /><!--
== Suksesi dan Pemberontakan Trunajaya ==
{{Unreferenced section}}{{main|Pemberontakan Trunajaya}}Pada tahun 1670 Raden Mas Rahmat meminta bantuan Panembahan Rama, seorang guru spiritual dari keluarga Kajoran. Panembahan Rama memperkenalkan bekas menantunya, bernama [[Trunajaya]] dari [[Pulau Madura|Madura]] sebagai alat pemberontakan Raden Mas Rahmat.
 
Pada tahun 1674 datang kaum pelarian dari [[Makasar]] yang bernama [[Karaeng Galesong|Keraeng Galesong]]. Mereka meminta meminta sebidang tanah di [[Mataram]], tetapi ditolak oleh [[Amangkurat I|Hamengkurat I]]. Diam-diam Raden Mas Rahmat memberi mereka tanah di desa Demung, daerah Ketah dekat [[Besuki, Situbondo|Besuki]]. Atas penolakan HamengkuratAmangkurat I ini mereka sakit hati dan kemudian bergabung dalam pemberontakan [[Trunajaya]] di wilayah timur.
 
Dengan bergabungnya Keraeng Galesong ini, maka kekuatan [[Trunajaya]] semakin besar dan sulit dikendalikan. Raden Mas Rahmat merasa bimbang dan memilih kembali berada di pihak ayahnya. Ia kembali menjadi [[putra mahkota]], karena [[Pangeran Puger]] sendiri berasal dari keluarga Kajoran (yang mendukung pemberontakan). Dengan bergabungnya Raden Mas Rahmat kembali ke pihak ayahandanya yaitu, HamengkuratAmangkurat I, semakin mengobarkan api pemberontakan pada pasukan Trunajaya beserta Keraeng Galesong ini
 
Akhirnya, pada tanggal 2 Juli 1677 [[Trunajaya]] menyerbu [[Keraton Plered]]. [[Amangkurat I|Hamengkurat I]] dan Raden Mas Rahmat sendiri melarikan diri ke barat, sedangkan istana dipertahankan oleh [[Pangeran Puger]] sebagai bukti kalau tidak semua kaum Kajoran mendukung Pangeran [[Trunajaya]]. Namun [[Pangeran Puger]] sendiri akhirnya terusir ke desa Kajenar.
 
=== Persekutuan dengan VOC ===
[[Amangkurat I|Hamengkurat I]] meninggal dalam pelariannya pada 13 Juli 1677 atau sebelas hari setelah penyerbuan Pangeran Trunajaya ke istana Plered. Menurut [[Babad Tanah Jawi]], bahwa kematian HamengkuratAmangkurat I disebabkan minumannya telah diberi racun oleh Raden Mas Rahmat yang notabene putranya sendiri. Meskipun demikian, Raden Mas Rahmat tetap ditunjuk sebagai rajasunan penerus selanjutnya, tetapi disertai kutukan dari ayahandanya bahwa keturunannya tidak ada yang menjadi rajasunan kecuali satu orang dan itu pun hanya sebentar.
 
Raden Mas Rahmat disambut baik oleh Martalaya bupati [[Tegal]]. Ia sendiri memilih pergi [[haji]] daripada menghadapi [[Trunajaya]]. Tiba-tiba keinginannya tersebut batal, konon karena ''wahyu keprabon'' berpindah padanya. Raden Mas Rahmat pun menjalankan wasiat ayahnya supaya bekerja sama dengan [[VOC]].
 
Pada bulan September 1677 diadakanlah perjanjian di [[Jepara]]. Pihak [[VOC]] diwakili [[Cornelis Speelman]]. Daerah-daerah pesisir utara [[Jawa]] mulai [[Kabupaten Karawang|Kerawang]] sampai ujung timur di [[Panarukan, Situbondo|Panarukan]] digadaikan kepada [[VOC]] sebagai jaminan pembayaran atas biaya perang melawan [[Trunajaya]].
 
Raden Mas Rahmat pun diangkat sebagai HamengkuratAmangkurat II, seorang rajasunan tanpa istana. Dengan bantuan [[VOC]], ia berhasil mengakhiri pemberontakan Pangeran [[Trunajaya]] tanggal 26 Desember 1679. HamengkuratAmangkurat II bahkan menghukum mati [[Trunajaya]] dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.
 
=== Jatuhnya Plered ===
Baris 27 ⟶ 55:
 
=== Serbuan ke Kediri ===
Pada 5 September 1678 pasukan gabungan VOC dan Mataram bergerak menuju Kediri di bawah pimpinan Anthonie Hurd dan Sunan HamengkuratAmangkurat II. Pasukan ini bergerak dari [[Kabupaten Jepara|Jepara]] melewati [[Kabupaten Grobogan|Grobogan]], Grompol, Kajang, dan [[Kabupaten Madiun|Madiun]] di mana pasukan Kapten Tack bergabung setelah menempuh perjalanan dari Keduwang dan Panaraga. Lalu pasukan bergerak ke Singkel untuk persiapan menyerang Kediri. Terjadi pertempuran sengit di Tukon dan dengan susah payah Singkel dapat dikuasai. Pasukan Tack di Grompol juga dihadang pasukan berkuda Trunajaya.
 
Kondisi politik kemudian memihak kepada Trunajaya setelah gagalnya perundingan antara Kompeni dan Karaeng Galesong. [[Karaeng Galesong]] berusaha mencari bala bantuan yang kuat bagi pihak Trunajaya. Pada 17 November 1678 pasukan Kompeni menyeberangi Sungai Brantas dengan dilindungi tembakan lima buah meriam. Beberapa hari kemudian (25 November 1678) barulah dilakukan serangan umum. Akhirnya karena kekuatan musuh jauh lebih besar Trunajaya terdesak dan berhasil menyingkir ke arah timur. Kediri berhasil dikuasai oleh VOC. Pusaka-pusaka keraton termasuk mahkota Majapahit jatuh ke tangan VOC dan diserahkan kembali kepada Sunan HamengkuratAmangkurat II pada 27 November 1678.
 
Setelah jatuhnya Kediri, Trunajaya menyingkir ke timur ke arah Blitar dan akhirnya menuju Malang. Saat kesulitan dalam mencari tempat pertahanan baru, Pangeran Trunajaya kehilangan 400 orang prajurit akibat penyakit dan kekurangan bahan makanan. Lebih-lebih lagi, pengiriman bahan bantuan berupa 8 perahu bahan makanan dari Madura untuk pasukan Trunajaya jatuh ke tangan musuh. Tekanan dan kepungan VOC kepada pasukan Trunajaya yang sudah makin melemah karena kekurangan bahan pangan dan serangan penyakit semakin berat. Beliau terpaksa membawa memutar pasukannya berpindah ke Batu. Dalam keadaan serba sulit, Trunajaya mendapat dukungan dari daerah-daerah seperti Kediri, [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]] dan [[Kertosono, Nganjuk|Kertosono]]. Sebanyak 500 orang prajurit Madura dikirim melalui Wirasaba ke Malang untuk memperkuat barisan Trunajaya. Saat di Batu ini, istri Trunajaya meninggal dunia karena terserang penyakit, menyusul kemudian satu-satunya putra lelakinya juga wafat.
Baris 48 ⟶ 76:
Esok paginya pasukan Arung Palakka merebut kubu pertahanan Trunajaya yang sedang dalam keadaan kekurangan di Rarata dengan serangan mendadak. Mereka memaksa pasukan Trunajaya melarikan diri lebih ke atas gunung. Pasukan Trunajaya mundur ke garis pertahanan kedua, yang berupa dua dinding bambu yang saling berhadapan dan dipisahkan oleh sungai kecil yang efektif menahan pergerakan naik atau turun gunung. [[Arung Palakka]] bersama sekelompok pasukan berputar mencari jalan untuk menyerang dari belakang. Sementara itu, kapten Belanda Van Vliet menuruni lembah gunung dengan pasukan Arung Palakka lainnya dan secara tiba-tiba menyerang dari atas, sehingga yang diserang pun lari berhamburan dengan menunggang kuda. Pasukan Arung Palakka mengejar mereka selama hampir dua jam dan tiba di sebuah perkampungan besar tempat pasukan Makassar dan Madura tinggal. Pasukan Belanda tiba setelahnya, tetapi sebelum serangan dilancarkan, hujan mulai turun dan kabut tebal pun datang dengan tiba-tiba. Ketika pasukan Arung Palakka dan VOC tiba di perkampungan tersebut, di Ngantang, pada hari berikutnya, mereka sudah melarikan diri kecuali empat bangsawan Makassar beserta 300 orang, wanita, dan anak-anak. Mereka memberi tahu Arung Palakka bahwa masih ada sekitar 1.500 orang Makassar, tidak termasuk wanita dan anak-anak, yang berada di bagian atas gunung.
 
Pada saat-saat pihak Trunajaya terdesak tersebut, timbullah isu dan ketegangan antara Sunan HamengkuratAmangkurat II dan Arung Palakka. Sebabnya adalah bahwa menurut desas-desus dan persaksian orang-orang tertentu ada hubungan antara Arung Palakka dengan Trunajaya. Isu yang pertama adalah bahwa Arung Palakka telah menerima hadiah dari Pangeran Trunajaya sebagai sebuah usaha penyuapan. Isu yang kedua adalah adanya ajakan dari pihak Pangeran Trunajaya kepada Arung Palakka untuk bersama-sama pergi ke Majapahit guna mendirikan benteng baru di sana.
 
Pada kenyataanya adalah bahwa Sunan HamengkuratAmangkurat II mulai menjauhkan diri dari Arung Palakka. Pun pihak Kompeni tidak mengikutsertakannya dalam operasi penangkapan Pangeran Trunajaya. Terhadap Pangeran Trunajaya sendiri, HamengkuratAmangkurat II menjalankan taktik baru, yaitu bersikap bersahabat dan menganggap dia sebagai kawula. Sebaliknya Trunajaya masih berusaha membujuk HamengkuratAmangkurat II agar memisahkan diri dari persekutuannya dengan VOC. HamengkuratAmangkurat II berketetapan hati untuk tetap bersekutu dengan VOC.
 
=== Penyerahan Raden Trunajaya ===
Baris 57 ⟶ 85:
Gagal membujuk Arung Palakka, utusan Pangeran Trunajaya naik kembali ke gunung. Belanda kemudian memberitahu orang-orang Makassar di perkemahan Trunajaya bahwa jika mereka menyerah akan diperlakukan dengan baik. Tapi jika menolak, akan dihancurkan. Sekitar 2.500 orang memutuskan untuk menerima tawaran ini dan turun dari kubu pertahanan di gunung pada tanggal 15 Desember 1679. Jumlah rombongan ini mengejutkan Belanda yang menganggap mereka beruntung karena orang-orang Makassar ini memutuskan menyerah daripada bertempur. Untuk penyegaran, Jacob Couper digantikan oleh Kapitan Joncker sebagai komandan pasukan Kompeni. Lima hari kemudian pada 20 Desember 1679 beberapa ratus orang Madura dan Makassar, di antaranya para wanita dan beberapa ekor kuda turun dari lereng gunung dan segera ditangkap pasukan Kompeni pimpinan Kapten Joncker.
 
Ditinggal sebagian besar pasukannya, Pangeran Trunajaya melarikan diri melalui hutan dengan semak berduri di belakang kubu pertahanan dan pergi ke Pugar. Selama hari-hari terakhir perlawanan Trunajaya hanya terdapat 25-30 orang Makassar dan Madura yang masih setia bersamanya. Dengan mengorek keterangan dari orang Makassar yang tertawan, Kapitan Joncker berhasil mengepung Trunajaya di Gunung Limbangan (di lereng utara Gunung Kelud) di mana dia beserta barisannya hendak bertahan terakhir. Sunan HamengkuratAmangkurat II pun bergerak mendekati tempat itu dan menghendaki agar setelah Trunajaya ditangkap diserahkan kepadanya. Dalam keadaan sangat terjepit, Trunajaya mengirimkan utusan tiga kali, akan tetapi waktu sudah lewat untuk mengadakan perundingan. Terkepung dari segala penjuru dan bahaya kelaparan sangat melemahkan moral barisan yang kira-kira masih terdiri atas 3.000 orang itu. Tidak ada jalan lain daripada menyerah. Akhirnya Pangeran Trunajaya menyuruh pengikutnya mengumpulkan tombak dan kerisnya. Setelah terkumpul lalu Pangeran Trunajaya beserta pengikutnya menyerah kepada Kapten Joncker. Terlebih dulu dikirim para wanita dan abdi biasa, baru kemudian Pangeran Trunajaya beserta pengikutnya, antara lain Pangeran Mugatsari, Bupati Anggakusuma, Ngabehi Wiradersana, dan pasukan Makassar. Pangeran Trunajaya dan pasukan pengikutnya menyerahkan diri pada tanggal 26 Desember 1679. Kedua tangan beliau diikat dengan cinde sutera. Diberitakan kemudian bahwa saat menjadi tawanan Pangeran Trunajaya masih mempunyai rencana mengadakan perlawanan, maka dari itu HamengkuratAmangkurat II menuntut supaya dia segera diserahkan kepadanya. Untuk menepati sumpahnya, keris ''Kyai Balabar'' tidak akan diberi sarung besar sebelum dipakai untuk menusuk dada Pangeran Trunajaya. Di sekitar tapal batas Kediri, [[Amangkurat II|Hamengkurat II]] menikam Pangeran Trunajaya dengan keris tersebut, kemudian para menteri secara bergiliran memberikan tikamannya pula pada tanggal 2 Januari 1680.
 
== Runtuhnya Kedatuan Giri ==
{{Unreferenced section}}
Kedatuan Giri yang sudah menjadi bawahan Mataram kemudian mendukung pemberontakan [[Trunojoyo]] dari [[Pulau Madura|Madura]] terhadap pemerintahan [[Amangkurat I|Hamengkurat I]] putra Sultan Agung. Panembahan Ageng Giri aktif mencari dukungan untuk memperkuat barisan pemberontak.
 
Puncak pemberontakan terjadi tahun [[1677]] di mana [[Kesultanan Mataram]] mengalami keruntuhan. HamengkuratAmangkurat I sendiri tewas dalam pelarian. Putranya yang bergelar [[Amangkurat II|Hamengkurat II]]<nowiki/>datang ke wilayah Kadilangu untuk menemui Panembahan Natapraja salah satu sosok sesepuh keturunan Sunan Kalijaga yang dianggap bijaksana dan sangat sakti serta memiliki kecerdasan dan pasukan yang siap membantu HamengkuratAmangkurat II saat itu Panembahan Natapraja (Pangeran Adilangu I) juga diminta untuk membuat kumpulan cerita ulang mengenai keaslian dari Sejarah Tanah Jawa karena naskah asli tanah jawa sudah di bumi hanguskan oleh para pemberontak dan disinilah awal terciptanya Babad Tanah Jawi yang sekarang kita kenal, selain itu HamengkuratAmangkurat juga bersekutu dan melakukan perjanjian dengan [[VOC]] agar mendapatkan dukungan persenjataan demi melancarkan aksi pembalasan kepada pihak pemberontak yaitu Kedatuan Giri.
 
HamengkuratAmangkurat II yang saat itu belum memiliki keraton dan pasukan dalam jumlah banyak akhirnya berhasil menghimpun dukungan dan kekuatan yang akhirnya dapat menghancurkan pemberontakan Trunojoyo akhir tahun [[1679]]. Sekutu Trunojoyo yang bertahan paling akhir adalah Kedatuan Giri yang masih mempunyai kekuatann cukup besar. Pada bulan [[April]] [[1680]] terjadi serangan besar-besaran terhadap Giri dilancarkan oleh Panembahan Natapraja dari Adilangu dan juga didukung oleh [[VOC]]–[[Belanda]] yang membantu HamengkuratAmangkurat II. Panglima perang dan murid terbaik andalan Giri yang menjadi ujung tombak para prajurit Giri bernama Pangeran Singosari (Senopati Singosekar) yang terkenal tangguh dan kebal terhadap senjata api dan senjata tajam akhirnya gugur dalam peperangan setelah berduel satu lawan satu melawan Panembahan Natapraja. jumlah Pasukan Adilangu (pasukan Natapraja) hanya sedikit namun dapat memporak porandakan pasukan Kedatuan Giri.
 
Panembahan Ageng Giri ditangkap dan dihukum mati menggunakan cambuk. Tidak hanya itu, anggota keluarganya juga dimusnahkan. Sejak saat itu berakhirlah riwayat Kedatuan Giri.
-->
== PendirianPindah ke Kartasura ==
{{Main|Kartasura, Mataram}}
Pada tahun 1680, HamengkuratAmangkurat II memerintahkan pembersihan hutan di daerah Wanakarta (berjarak sekitar 10 kilometer di selatan [[Kota Surakarta|Surakarta]])<ref>{{Cite book|last=Galbraith|first=Francis J.|date=1949|url=https://books.google.co.id/books?id=5PQ7AAAAMAAJ&dq=Kartasura&pg=PP5#v=onepage&q=Kartasura&f=false|title=Preliminary Observations for a Study of Javanese Culture|location=|publisher=Department of State, Foreign Service Institute|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref> untuk dibangun sebuah keraton baru. Keraton ini kemudian diberi nama [[Kartasura, Mataram|Keraton Kartasura]].{{Sfn|Ricklefs|1998|p=79}} [[Pangeran Puger]] yang semula menetap di Kajenar pindah ke [[Plered, Mataram|Keraton Plered]] setelah kota itu ditinggalkan oleh [[Trunajaya]]. Ia menolak bergabung dengan HamengkuratAmangkurat II karena mendengar berita bahwa HamengkuratAmangkurat II bukanlah Raden Mas Rahmat (kakaknya), melainkan anak [[Cornelis Speelman]] yang menyamar sebagai Raden Mas Rahmat. Berita simpang siur tersebutini muncul pada 1680 dan akhirnya menyebabkan kericuhan di tengah rakyat.
 
Perang antara [[Plered, Mataram|Keraton Plered]] (Pangeran Puger) dengan [[Kartasura, Mataram|Keraton Kartasura]] (Amangkurat II) meletus pada bulan November 1680. [[Babad Tanah Jawi]] menyebutnya sebagai perang antara [[Mataram]] melawan Kartasura. Akhirnya setahun kemudian, yaitu 28 November 1681 [[Pangeran Puger]] menyerah kalah. [[Babad Tanah Jawi]] menyebut istana Plered di [[Mataram]] runtuh tahun 1677, sedangkan Kartasura adalah kerajaankeraton baru sebagai penerus dari kerajaankeraton MataramPlered, seusai pemberontakan Trunajaya. Kemudian yang memberikan legitimasi pengasahan kekuasaan HamengkuratAmangkurat ke II adalah Panembahan Natapraja dari Adilangu yang dianggap sebagai sesepuh Mataram.
 
== Sikap terhadap VOC ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Schildering voorstellende de moord op kapitein Tack in Kartasura TMnr H-796.jpg|jmpl|310x310px|Lukisan dari abad ke-18 yang menggambarkan kematian [[François Tack]].]]
HamengkuratAmangkurat II dikisahkan sebagai rajasunan berhati lemah yang mudah dipengaruhi. [[Pangeran Puger]] adiknya, jauh lebih berperan dalam pemerintahan. HamengkuratAmangkurat II naik takhta atas bantuan [[VOC]] dan pada awal pemerintahannya tampak dengan hutangmudah tunduk pada VOC.<ref name=":3" /> Ia juga berhutang atas biaya perang sebesar 2,5 juta gulden. Tokoh anti [[VOC]] bernama Patih Nerangkusuma berhasil menghasutnya agar lepas dari jeratan hutang tersebut.
 
Pada tahun 1683 terjadi pemberontakan Wanakusuma, seorang keturunan Kajoran. Pemberontakan yang berpusat di [[Gunung Kidul]] ini berhasil dipadamkan.
 
Pada tahun 1685 HamengkuratAmangkurat II menampung buronan [[VOC]] bernama [[Untung Suropati]] yang tinggal di rumah Patih Nerangkusuma. [[Untung Suropati]] diberinya tempat tinggal di desa Babirong untuk menyusun kekuatan.
 
Bulan Februari 1686 Kapten [[François Tack]] tiba di Kartasura untuk menangkap [[Untung Suropati]]. HamengkuratAmangkurat II pura-pura membantu [[VOC]]. Pertempurandalam terjadipertempuran di keraton Kartasura. Setelah Pasukan Tack masuk dalam perangkap, [[Untung Suropati]] serta pasukannya lalu menumpas habis pasukan Kapten Tack. Sang kapten sendiri mati dibunuh oleh pasukan Untung Suropati.
 
HamengkuratAmangkurat II kemudian merestui [[Untung Suropati]] dan Nerangkusuma untuk merebut [[Pasuruan]]. Anggajaya bupati [[Pasuruan]] yang semula diangkat [[Amangkurat II|Hamengkurat II]] terpaksa menjadi korban. Ia melarikan diri ke [[Surabaya]] bergabung dengan adiknya yang bernama Anggawangsa alias [[Jangrana II|Adipati Jangrana]].
 
== Kehidupan pribadi ==
HamengkuratAmangkurat II dikabarkan memiliki banyak istri, tetapi hanya memiliki satu putra, yaitu [[HamangkuratAmangkurat III|Raden Mas Sutikna]]. Menurut ''[[Babad Tanah Jawi]]'', ibunya [[Guna-guna|mengguna-guna]] semua istrinya yang lain sehingga [[Infertilitas|mandul]].<ref name=":0">{{Cite web|title=Amangkurat II|url=http://keraton.perpusnas.go.id/node/122|website=Situs Web Kepustakaan Keraton Nusantara|access-date=2021-04-11}}</ref>
== Kehidupan selanjutnya ==
Setelah Amangkurat II berhasil menumpas berbagai pemberontakan berkat bantuan VOC dan kerajaannya dirasa aman, ia mulai hilang rasa hormat pada VOC dan tidak lagi bergantung pada VOC.<ref name=":3">{{Cite book|last=Ricklefs|first=M.C|date=2005|url=https://books.google.com.sb/books?id=D-Tka8Zv6qIC|title=Sejarah Indonesia Modern 1200-2004|publisher=|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref> Sikap HamengkuratAmangkurat II yang mendua akhirnya terbongkar oleh VOC. Pihak VOC menemukan surat-surat HamengkuratAmangkurat II kepada [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]], [[Kesultanan Johor|Johor]], [[Kesultanan Palembang|Palembang]], dan [[Perusahaan Hindia Timur Britania|Inggris]] yang isinya ajakan untuk memerangi VOC. HamengkuratAmangkurat II juga mendukung pemberontakan [[Kapitan Jonker]] tahun 1689.
 
Pihak [[VOC]] menekan Kartasura untuk segera melunasi biaya perang [[Trunajaya]] sebesar 2,5 juta gulden. HamengkuratAmangkurat II sendiri berusaha memperbaiki hubungan dengan pura-pura menyerang [[Untung Suropati]] di [[Pasuruan]].
 
HamengkuratAmangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaitu [[Amangkurat III|Hamengkurat III]] melawan adiknya, yaitu [[Pangeran Puger]].
 
== Referensi ==
Baris 104 ⟶ 132:
*{{Cite book|last=Pemberton|first=John|date=1994|url=https://books.google.co.id/books?id=TOEAREiee5AC|title=On the Subject of "Java"|publisher=Cornell University Press|isbn=978-0-8014-9963-0|language=en|ref=harv}}
*{{Cite book|last=Ricklefs|first=Merle Calvin|date=1998|url=https://books.google.co.id/books?id=4jXeDMi6O3IC|title=The Seen and Unseen Worlds in Java, 1726-1749: History, Literature, and Islam in the Court of Pakubuwana II|location=Sydney|publisher=Asian Studies Association of Australia|isbn=9780824820527|pages=|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Ricklefs|first=M.C|date=2005|url=https://books.google.com.sb/books?id=D-Tka8Zv6qIC|title=Sejarah Indonesia Modern 1200-2004|publisher=Serambi|isbn=9791600120|url-status=live}}
{{kotak mulai}}
 
{{s-reg}}
{{s-start}}
{{kotak suksesi|jabatan=Sunan Kartasura|tahun=1677—1703|pendahulu=[[Amangkurat I]]|pengganti=[[Amangkurat III]]}}
{{s-hou|[[Wangsa Mataram]]||Tidak diketahui||1703}}
{{kotak selesai}}
{{s-reg|}}
{{s-bef|before=[[Amangkurat I]]}}
{{s-ttl|title=[[Susuhunan Mataram]]|years=1677 ‒ 1703}}
{{s-aft|after=[[Amangkurat III]]}}
{{s-end}}
 
__PENGALIHANSTATIK__
 
[[Kategori:Kematian 1703]]
[[Kategori:SunanSusuhunan KartasuraMataram]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Raja Jawa]]