Kadipaten Surabaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k ~
 
(11 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{Infobox former country
| conventional_long_name = Kadipaten Surabaya<br>
| native_name = ꦑꦢꦶꦥꦠꦺꦤ꧀​ꦯꦸꦫꦧꦪꦑꦢꦶꦥꦠꦺꦤ꧀ꦯꦸꦫꦧꦪ
| year_end = 1625
| common_name = Surabaya
Baris 12:
| common_languages = [[Javanese language|Bahasa Jawa (dialek arekan)<br>]]
| religion = [[Islam]]
| title_leader = ''Adipati'' <br>
| government_type = [[Monarki]]
| continent = Asia
| year_leader1 = 1549–1601
Baris 25:
| leader2 = [[ Jayalengkara]]
| year_leader3 = 1625-1670
| leader3 = [[Pangeran Pekik]]
| leader4 = [[Jangrana I]] Onggowongso
| leader5 = [[Jangrana II]] Surodirono
| leader6 = [[Jangrana III]] Setjonegoro &(kasepuhan) , Aryo joyopuspita (kanoman) ,[[Jangrana IV]] (Sawunggaling) , Jangrana V Tumenggung Onggowidjojo
}}
 
'''Kadipaten Surabaya''' adalah sebuah monarki Jawa yang berpusat di [[Kota Surabaya|Surabaya]], di pantai timur laut Jawa (sekarang [[Jawa Timur]], [[Indonesia]]), yang berkuasa dari {{Circa|15461549
}} sampai sampai 1625. Monarki ini merdeka setelah berpisah dari [[Kesultanan Demak]], dan pada awal abad ke-17&nbsp;Masehi telah menjadi kekuatan utama di Jawa timur serta menjadi pelabuhan paling penting di wilayah pantai timur laut Jawa. Kerajaan ini memasuki masa konflik dengan [[Kesultanan Mataram]] yang berakhir dengan [[Penaklukan Surabaya oleh Mataram|kemenangan dari Mataram]] dengan kejatuhan Surabaya ke tangan Mataram pada 1625.
 
== Sejarah ==
Seorang penulis Portugis [[Tomé Pires]] menyebutkan bahwa seorang penguasa muslim berkuasa di Surabaya pada tahun 1513, meskipun menjadi bawahan [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]] yang Hindu-Buddha.{{Sfn}} Pada waktu itu, Surabaya sudah menjadi pelabuhan dagang utama,{{Sfn}} karena lokasinya di delta [[Sungai Brantas]] dan pada rute perdagangan antara [[Melaka, Malaysia|Malaka]] dan [[Kepulauan Maluku]] melalui [[Laut Jawa]].{{Sfn}} Selama kejatuhan Majapahit, penguasa dari Surabaya menolak penguasa dari [[Kesultanan Demak]], dan akhirnya takluk pada kekuasaannya pada tahun 1530.{{Sfn}} Surabaya menjadi merdeka setelah kematian SultanSunan TrengganaPrawoto dari Demak pada tahun 1546.1549{{Sfn}} Ada kelangkaan catatan sejarah tentang kadipaten di paruh kedua abad ke-16.{{Sfn}} Pada tahun 1589 Surabaya memimpin kerajan kecil lain dalam menentang [[Kesultanan Pajang]], penerus negara Demak, di [[Kadipaten Japan|Japan]]/Japanan (hari ini [[Kota Mojokerto|Mojokerto]]), yang akhirnya mengakhiri ekspansi Pajang ke timur.{{Sfn}} Sejarawan Jawa mengatakan bahwa orang suci, keturunan [[Sunan Giri]], meyakinkan sisi yang berlawanan untuk kembali tanpa bertempur.{{Sfn}} Sejarawan Belanda H. J. de Graaf menulis bahwa di paruh kedua abad ke-16, keraton Surabaya menjadi pusat budaya Islam dan Jawa kuno sastra, sebagai lawan dari "sesepuh" keraton Jawa Tengah seperti [[Kesultanan Pajang|Pajang]] dan [[Kesultanan Mataram]].{{Sfn}}
 
Pada tahun-tahun awal abad ke-17, Surabaya, bersekutu dengan [[Kota Pasuruan|Pasuruan]], memperluas pengaruhnya ke seluruh Jawa Timur.{{Sfn}} Ia kemudian menjadi negara yang paling kuat di Jawa Timur, menyaingi Kesultanan Mataram di Jawa Tengah.{{Sfn}} Saat tahun 1622, mulai mengontrol [[Kabupaten Gresik|Gresik]] dan Sedayu di Jawa Timur.{{Sfn}} Keraton ini juga membawahi [[Sukadana, Kayong Utara|Sukadana]]{{Sfn}} dan [[Kota Banjarmasin|Banjarmasin]]{{Sfn}} di selatan [[Kalimantan]]. Laporan yang diragukan mengatakan Surabaya mungkin telah memperluas pengaruhnya ke [[Kota Pasuruan|Pasuruan]] dan [[Kerajaan Blambangan|Blambangan]] (baik di [[Tapal Kuda, Jawa Timur|Tapal Kuda Jawa]]), [[Sungai Brantas|Brantas]], dan Wirasaba.{{Sfn}} Surabaya yang dibentuk dan dipimpin persekutuan dari Jawa Timur, terutama dalam menanggapi pertumbuhan kekuatan Mataram.{{Sfn}}Selain Surabaya dan jajarannya, daerah, aliansi juga termasuk Tuban, [[Kota Malang|Malang]], [[Kota Kediri|Kediri]], Lasem, semua di Jawa Timur, serta [[Pulau Madura|Madura]] di lepas pantai utara.{{Sfn}}
Baris 53 ⟶ 54:
 
== Penguasa ==
Para penguasa Surabaya memiliki gelar ''[[wiktionary:adipati|adipati]]''{{Sfn}}.<ref>{{Wiktionary-inline|adipati}}</ref> Para penguasa menjadi Muslim dari setidaknya 1513, ketika Surabaya masih menjadi bawahan [[Majapahit]] yang beragama Hindu-Buddha.{{Sfn}} Adipati Surabaya mengaku keturunan dari [[Walisongo|Sunan Ampel]] (1401-1481), salah satu dari [[Walisongo|sembilan wali]] (''wali songo'') yang terkenal dengan penyebaran Islam di Jawa.{{Sfn}}{{Sfn}}{{Sfn}} Namun, de&nbsp;Graaf menulis bahwa tidak ada bukti untuk klaim ini meskipun dia menganggap itu kemungkinan bahwa keluarga penguasa masih punya hubungan jauh dengan Sunan Ampel.{{Sfn}}{{Sfn}}Adipati terakhir Surabaya adalah Jayalengkara ({{Reign|?|1625}} ?{{Reign|?1601|1625}} 1625), yang pada saat Surabaya jatuh pada tahun 1625 sudah buta dan tua.{{Sfn}} putranya, Pangeran Pekik, dipaksa untuk tinggal di Mataram setelah Mataram menang.{{Sfn}} Dia kemudian menikah dengan saudari Sultan Agung, dan menurut de&nbsp;Graaf, "berperan besar dalam memperadabkan keraton" Mataram.{{Sfn}}
 
== Referensi ==