Semar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andhiputra (bicara | kontrib)
k ~
 
(146 revisi perantara oleh 90 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Tokoh Wayang
'''Semar Badranaya''' adalah tokoh punakawan yang dalam wayang Jawa /Sunda memiliki peran yang lebih utama ketimbang wayang babon (wayang dengan tokoh asli India). Merupakan Jelmaan dari Bambang Ismaya anak tertua dari [[Sang Hyang Tunggal]].
| gambar = Wayang Kulit of Semar crop.jpg
| nama = Semar{{br}}ꦱꦼꦩꦂ
| posisi = [[Punakawan]]
| ciri = tubuh pendek, rambut pendek, wajah putih, bokong besar, perut buncit
| istimewa = sakti dan bijaksana
| daerah = Jawa dan Sunda
|alias=Janggan Smarasanta<br/>Ki Lurah Badranaya<br/>Ki Lurah Nayantaka, tualen, Bathara Sang Hyang Ismaya}}
'''Semar''' ({{lang-jv|ꦱꦼꦩꦂ; ''haseming samar-samar''}}) atau '''Batara Ismaya Batara Iswara Jurudyah Punta Prasanta Semar''' ({{lang-jv|ꦨꦛꦴꦫꦅꦰ꧀ꦩꦪꦨꦛꦴꦫꦅꦯ꧀ꦮꦫꦗꦸꦫꦸꦢꦾꦃꦥꦸꦤ꧀ꦠꦥꦿꦰꦤ꧀ꦠꦱꦼꦼꦩꦂ|Bathårå Ismåyå Bathårå Iswårå Jurudyah Puntå Prasantå Semar}}) adalah nama tokoh utama dalam [[punakawan]] di pewayangan [[Jawa]]. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para [[kesatria]] dalam pementasan [[wiracarita]] [[Mahabharata]] dan [[Ramayana]]. Meski demikian, nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut (berbahasa [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]), karena tokoh ini merupakan ciptaan tulen [[pujangga]] [[Jawa]].
 
=== KelahiranBentuk Semarfisik ===
Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari [[bumi]], tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar selalu tersenyum, tetapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tetapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tetapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
[[Sang Hyang Wenang]] berputra satu yang bernama [[Sang Hyang Tunggal]]. [[Sang Hyang Tunggal]] kemudian beristri [[Dewi Rekatawati]] putri kepiting raksasa yang bernama [[Rekata]]. Pada suatu hari [[Dewi Rekatawati]] bertelur dan dengan kekuatan yang menetap dari [[Sang Hyang Tunggal]] telur tersebut terbang menghadap [[Sang Hyang Wenang]], akhirnya telur tersebut menetas sendiri dengan berbagai keajaiban yang menyertainya, dimana kulit telurnya menjadi [[Tejamantri]] atau [[Togog]], putih telurnya menjadi [[Bambang Ismaya]] atau [[Semar]] dan kuning telurnya menjadi [[Manikmaya]] yang kemudian menjadi [[Batara Guru]].
 
== Sejarah ==
Dalam riwayat lain telur tersebut menetas menajadi langit, bumi dan cahaya atau teja.
Menurut sejarawan [[Slamet Muljana|Prof. Dr. Slamet Muljana]], tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman [[Kerajaan Majapahit]] berjudul ''[[Sudamala]]''.<ref>Zoetmulder (1983:540–542).</ref> Selain dalam bentuk [[kakawin]], kisah ''Sudamala'' juga dipahat sebagai [[relief]] dalam Candi Sukuh yang berangka tahun [[1437]].<ref>{{Cite book|last=Y|first=Ki Padmapuspita|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/12733/1/Candi%20sukuh%20dan%20kidung%20sudamala.pdf|title=Candi Sukuh dan Kidung Sudamala|publisher=Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|pages=64|url-status=live}}</ref>
Sehingga dikatakan bahwa Semar adalah tokoh dominan sebagai pelindung bumi.
 
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu [[Sahadewa|Sadewa]] dari keluarga [[Pandawa]]. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.
=== Persaingan atas suksesi kepimimpinan ===
Mereka bertiga sangat sakti dan semua ingin berkuasa seperti Ayahandanya [[Sang Hyang Tunggal]], akan tetapi menjadi perdebatan sehingga menimbulkan pertengkaran. Dikisahkan atas (kecerdikan (?) atau keculasan (?) [[Manikmaya]]) yang sebenarnya iapun mempunyai keinginan yang sama dengan mereka, [[Manikmaya]] mengajukan usul perlombaan untuk menelan gunung kemudian memuntahkannya kembali.
Dari sini banyak pelajaran yang dapat diambil karena gunung itu merupakan sesuatu untuk menancapkan atau mengokohkan kedudukan dibumi akan tetapi diperlombakan untuk ditelan walau kemudian untuk dimuntahkan kembali.
Kemudian pelajaran yang diambil adalah janganlah memperebutkan sesuatu yang bukan haknya serta janganlah terhasut oleh usul yang nampaknya baik dan masuk akal.
 
Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di [[Pulau Jawa]], pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar ''[[Mahabharata]]'' yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu [[ulama]] yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya [[Sunan Kalijaga]]. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah ''Sudamala''.
[[Tejamantri]] yang mulai perlombaan pertama ternyata gagal untuk menelan gunung, dikarenakan tidak cukup ilmunya maka terjadi perubahan terhadap mulutnya.
[[Bambang Ismaya]] kemudian berusaha untuk menelan sebuah gunung dan berhasil akan tetapi sesuatu yang sudah ditelan pasti akan berubah dan [[Bambang Ismaya]] tidak dapat memuntahkannya kembali sehingga terjadi perubahan fisik pada perutnya yang membesar. Secara ilmu memadai akan tetapi kurang untuk memuntahkannya kembali.
Karena menelan gunung inilah maka bentuk Semar menjadi besar, gemuk dan bundar. Proporsi tubuhnya sedemikian rupa sehingga nampak sebagai orang cebol.
[[Manikmaya]] dalam cerita tidak dikatakan mengikuti perlombaan meski ia sendiri yang mengusulkan perlombaan ini, ia dikabarkan malah pergi memberitahukan periha kedua kakaknya kepada [[Sang Hyang Wenang]].
Atas berita dari [[Manikmaya]] tersebut [[Sang Hyang Wenang]] membuat keputusan bahwa [[Manikmaya]] lah yang akan menerima mandat sebagai penerus dan menjadi [[raja]] para [[dewa]].
 
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melainkan penjelmaan Batara Ismaya, kakak nomor 2 dari [[Batara Guru]]/ Sang Hyang Jagad Guru Pratingkah, Sang Hyang Batara Manikmaya ,Sang Hyang Batara Nilakanta yaitu raja para dewa. dan Raja Tribuwana
 
== Asal-usul ==
=== Akibat termakan hasutan dan tidak dapat menguasai diri ===
[[Berkas:Semar Wayang Jawa.JPG|jmpl|270px|kiri|Lukisan Semar gaya [[Surakarta]].]]
[[Bambang Ismaya]] dan [[Tejamantri]] harus turun kebumi, untuk memelihara keturunan [[Manikmaya]], keduanya hanya boleh menghadap [[Sang Hyang Wenang]] apabila [[Manikmaya]] bertindak tidak adil.
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.<ref>{{Cite book|last=aziz|first=abdul|date=2016|url=http://digilib.uinsby.ac.id/14097/|title=Simbol Kekuasaan Antara Legenda Semar dan Wacana Nietzsche tentang Kekuasaan|location=surabaya|url-status=live}}</ref>
Dari sini terlihat dengan termakan isu adu domba ternyata [[Bambang Ismaya]] dan [[Tejamantri]] turun harkat derajatnya hanya sebagai pelindung keturunan [[Manikmaya]], semoga kita dapat mengambil pelajaran disini dan semoga bangsa kita ini jangan mau diadu domba lagi.
 
Dalam '''naskah ''Serat Kanda''''' dikisahkan, penguasa [[kahyangan]] bernama [[Sanghyang Nurrasa|Sang Hyang Batara Nurrasa]] memiliki dua orang putra bernama [[Sanghyang Tunggal|Sang Hyang Batara Tunggal]] dan [[Sanghyang Wenang|Sang Hyang Batara Wenang]]/ Sang Hyang Asip Prono atau Sang Hyang Asip Rono. Karena Sang Hyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sang Hyang Wenang. Dari Sang Hyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama [[Batara Guru]]. Sang Hyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
Dalam cerita [[Semar Gugat]] terjadi perselisihan antara [[Batara Guru]] yang menyamar menjadi [[Resi Wisuna]] dengan [[Semar]] dimana [[Batara Guru]] kehilangan nalarnya karena rasa kasih sayang terhadap anaknya [[Batara Kala]].
[[Semar]] mengalami perang tanding dengan [[Resi Wisuna]] yang tidak lain adalah [[Batara Guru]]/ adiknya sendiri, dimana [[Semar]] terkena senjata [[Trisara]] sehingga menyebabkan [[Semar]] gugat ke [[Sang Hyang Wenang]].
 
Dalam '''naskah ''Paramayoga''''' dikisahkan, Sang Hyang Tunggal adalah anak dari Sang Hyang Wenang. Sang HyangTunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti atau Batari Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sang Hyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam ''Sunyaruri'', atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuhan memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama [[Resi Manumanasa|Resi Manumayasa]] dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.
=== Turun derajat dan diganti nama ===
[[Sang Hyang Wenang]] kemudian mengganti nama-nama mereka.
#. [[Manikmaya]] menjadi [[Batara Guru]].
#. [[Tejamantri]] berubah menjadi [[Togog]].
#. [[Bambang Ismaya]] berubah nama menjadi [[Semar]].
 
Dalam '''naskah ''Purwakanda''''' dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Sang Hyang Batara Puguh, Sang Hyang Batara Punggung, Sang Hyang Batara Manan, dan Sang Hyang Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi [[Togog]] Tejomantri sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar [[Batara Guru]]. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar [[Batara Narada]] atau Resi Kanekaputra dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
=== Tugas dan Jabatan ===
Kakak dari [[Batara Guru]] yang menguasai Swargaloka. Berada di Bumi untuk memberikan nasihat atau petuah petuah baik bagi para Raja [[Pandawa]] dan Ksatria juga untuk audiens tentunya. Memiliki [[Pusaka Hyang Kalimasada]] yang dititipkan kepada [[Yudistira]] yang merupakan pusaka utama para Pandawa. Memiliki tiga anak dari Istrinya Sutiragen, dalam versi Jawa Tengah maupun Timur adalah : [[Gareng]], [[Petruk]], [[Bagong]]. Sedangkan dalam versi Sundanya bernama : [[Astrajingga]] (Cepot), [[Dawala]], dan [[Gareng (bungsu)]].
 
Dalam '''naskah ''Purwacarita''''' dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putri Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, tetapi tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi manusia biasa dan harus turun ke dunia ,Manikmaya yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan Tribhuwana, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog Tejomantri mempunyai teman Bilung Sarawita yang ditugaskan untuk mengemong mengasuh atau menuntun bangsa yang berwatak serakah bengis kejam angkara murka dan Semar ditugaskan untuk mengasuh mengemong menuntun para manusia Satria yang mempuyai watak santun berbudi pekerti luhur
Semar Badranaya adalah tokoh Lurah dari desa (Karang) Tumaritis yang merupakan bagian dari Kerajaan Amarta dibawah pimpinan Yudistira. Meskipun peranannya adalah Lurah namun sering dimintai bantuan oleh Pandawa dan Ksatria anak-anaknya bahkan oleh Batara Kresna sendiri bila terjadi kesulitan.
 
=== KehebatanSilsilah Semardan keluarga ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten wajangpop voorstellend Semar TMnr 8-73.jpg|jmpl|Semar dalam [[Wayang golek]]]]
Disini hanya akan diungkapkan sebagian saja dari kehebatan-kehebatan Semar, diantaranya adalah :
Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani atau Batari Senggani Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
#. Tokoh ini bersama tokoh punakawan lainnya dibuat oleh para wali diantaranya Sunan Kalijaga dalam menebarkan Agama Islam di Jawa yang melalui akulturasi budaya. Dengan adanya tokoh punakawan, pagelaran cerita wayang menjadi lebih hidup karena ada dialog dan interaksi antara dalang (wayang) dengan audiens serta merupakan sentral para dalang dalam menyampaikan nasihat nasihat dalam lakon atau pertunjukkan yang mungkin tidak dapat dicerna oleh orang awam bila tidak menggunakan tokoh tokoh punakawan. Istilah [[Pusaka Hyang Kalimusada]] merupakan perlambang Dua Kalimat Syahadat.
:* Batara Wungkuhan
:* [[Surya (dewa)|Batara Surya]]
:* [[Candra|Batara Candra]]
:*Batara Patuk
:* Batara Temboro
:* Batara Siwah
:* Batara Kuwera
:* [[Yama|Batara Yamadipati]]
:* [[Kamajaya|Batara Kamajaya]]
:* Batara Mahyanti
:* Batari Darmanastiti
 
Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada [[Resi Manumanasa|Resi Manumayasa]], leluhur para [[Pandawa]]. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanastri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.
#. Kehebatan lainnya adalah memiliki [[Wahyu Tejamaya]], yang sangat diperebutkan oleh [[Pandawa]]
maupun [[Kurawa]] atau siapa saja yang hendak memimpin alam ini, sebaiknya menguasai [[Wahyu Tejamaya]] ini.
 
== Pasangan punakawan ==
#. Karena Semar telah menelan gunung maka ada yang menganggap bahwa Semar merupakan lamabang dari alam semesta juga, dengan kata lain Semar dianggap sama dengan akal budi [[Ratu Adil]], meskipun peranan Semar sebagai pembantu, perbuatannya menunjukkan bahwa ia adalah tokoh utama atau pokok dan bukanlah ia merupakan tokoh marjinal atau kecil yang tak berarti.
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa Tengah]], Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu [[Gareng]], [[Petruk]], dan [[Bagong]]. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa yaitu Prabu Gandarwarajabali. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Sang Hyang Wenang
Kesederhanaan pada umumnya orang Jawa menganggap sebagai tanda bahwa orang itu dapat menguasai diri dan sekitarnya dan juga mempunyai kekuatan mengekang nafsu keduniawian setiap waktu dan tidak terpengaruh olehnya.
Sebagai tokoh yang tertua namun Semar tidak ingin memegang nafsu kekuasaan duniawi.
 
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah [[Cepot]] Astrajingga, [[Dawala]], dan [[Gareng]]. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.
#. Pada dasarnya menurut mitos kesaktian Semar ini hampir tidak terbatas.
 
== Keistimewaan ==
[[Kategori:Punakawan]]
[[Berkas:Semar Kris (alt) 3.jpg|jmpl|Keris pengantin dengan pegangan Semar]]
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, tetapi keluhurannya sejajar dengan [[Prabu]] [[Kresna]] dalam kisah ''[[Mahabharata]]''. Jika dalam perang [[Baratayuda]] menurut versi aslinya, penasihat pihak [[Pandawa]] hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
 
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan [[Resi Manumanasa]], terutama para [[Pandawa]] yang merupakan tokoh utama kisah ''[[Mahabharata]]''. Namun dalam pementasan [[wayang]] yang bertemakan ''[[Ramayana]]'', para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga [[Sri Rama]]wijaya ataupun [[Sugriwa]]. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
[[su:Semar]]
 
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.
 
== Dalam agama Budha dan Konghucu ==
Daftar [[Kelenteng]] yang memiliki altar untuk Semar:
*TITD. YUE YANG TANG JL. REJOSARI TENGAH II / 28-30 SEMARANG
* [[Kelenteng Tjing Tie Miao]], Jl. Lingkar Tanjung Mas, [[Kota Semarang]].
* [[Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa]], [[Simpenan, Sukabumi]].<ref name=susi>Susi. 10 September 2012. TNOL, Wisata & Griya, Wisata & Kuliner, [http://www.tnol.co.id/wisata-griya/15766-pantai-loji-wisata-vihara-yang-mistis.html?device=desktop Pantai Loji, Wisata Vihara yang Mistis]{{Pranala mati|date=April 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.</ref>
* Vihara Paramitta Jawa Sanyata, [[Ngadas, Poncokusumo, Malang|Desa Ngadas]], [[Poncokusumo, Malang|Kecamatan Poncokusumo]], [[Kabupaten Malang]].
 
== Lihat pula ==
* [[Tualen]], tokoh pewayangan Bali yang mirip Semar
* [[Gareng]]
* [[Petruk]]
* [[Bagong]]
* [[Punakawan]]
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Daftar pustaka ==
* [[Slamet Muljana]] (1979) ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhrathara
* [[P.J. Zoetmulder]] (1983) ''Kalangwan. Sastra Jawa Kuno selayang pandang''. Jakarta: Djambatan.
 
== Pranala luar ==
* {{commonscat-inline|Semar}}
 
{{tokoh wayang}}
 
[[Kategori:Semar| ]]
[[Kategori:Punakawan]]
[[Kategori:Tokoh pewayangan Jawa]]
[[Kategori:Mitologi Jawa]]
[[Kategori:Dewa-Dewi Taoisme]]