Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
Perbaikan tata bahasa
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
(7 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
[[Berkas:National_emblem_of_Indonesia_Garuda_Pancasila.svg|jmpl|ka|Bhinneka Tunggal Ika, Pemerintahan Daerah di Indonesia]]
 
Sejarah [[Pemerintahan Daerah]] di [[Republik Indonesia]] tidaklah berusia pendek. Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah lokal ini telah mengisi perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu pemerintahan daerah telah mengalami perubahan bentuknya. Setidaknya ada tujuh tahapan hingga bentuk [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan daerah]] seperti sekarang ini ([[2009]]). Pembagian tahapan ini didasarkan pada masa berlakunya [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] yang mengatur [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] secara umum.
Tiap-tiap periode [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan daerah]] memiliki bentuk dan susunan yang berbeda-beda berdasarkan aturan umum yang ditetapkan melalui undang-undang. Patut juga dicatat bahwa [[konstitusi]] yang digunakan juga turut memengaruhi corak dari undang-undang yang mengatur [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan daerah]]. Dalam artikel ini tidak semua hal yang ada pada pemerintahan daerah dikemukakan. Dalam artikel ini hanya akan dibahas mengenai susunan [[daerah otonom]] dan pemegang kekuasaan [[pemerintahan daerah]] di bidang [[legislatif]] dan [[eksekutif]] serta beberapa kejadian yang khas untuk masing-masing periode [[pemerintahan daerah]].
 
== Periode I (1945-1948) ==
Pada periode ini belum terdapat sebuah undang-undang yang mengatur [[Pemerintahan Daerah]] secara khusus. Aturan yang digunakan adalah aturan yang ditetapkan oleh [[PPKI]]. Selain itu digunakan pula aturan UU No 1 Tahun 1945 yang mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari oleh [[Komite Nasional Daerah]]. [[PPKI]] dalam rapatnya pada [[19 Agustus]] [[1945]] menetapkan pembagian daerah dan pelaksanaan pemerintahan secara umum dengan melanjutkan pelaksanaan yang sudah ada. [[PPKI]] hanya menetapkan adanya [[Komite Nasional di Daerah]] untuk membantu pekerjaan [[kepala daerah]] seperti yang dilakukan di pusat dengan adanya [[Komite Nasional Indonesia Pusat|KNI Pusat]].
Oleh PPKI, secara umum, [[Indonesia|wilayah Indonesia]] dibagi menjadi [[Daftar provinsi Indonesia|provinsi-provinsi]]. Tiap-tiap [[provinsi]] dibagi lagi menjadi [[Karesidenan|karesidenan-karesidenan]]. Masing-masing [[provinsi]] dikepalai oleh [[Gubernur]]. Sedangkan [[karesidenan]] dikepalai oleh [[Residen]]. [[Gubernur]] dan [[Residen]] dalam melaksanakan pemerintahan dibantu oleh [[Komite Nasional Daerah]]. Selebihnya susunan dan bentuk pemerintahan daerah dilanjutkan menurut kondisi yang sudah ada. Dengan demikian [[provinsi]] dan [[karesidenan]] hanya sebagai [[Daerah|daerah administratif]] dan belum mendapat [[otonomi]].
<onlyinclude>
{| {{prettytable}}
Baris 19:
</onlyinclude>
 
Selain itu PPKI juga memutuskan disamping adanya [[provinsi]] terdapat pula 公地 [[Zelfbestuurende Landschappen|Kooti]] ([[Zelfbestuurende Landschappen]]/[[Monarki|Kerajaan]]) dan [[Kota]] ([[Gementee|Gemeente/Haminte]]) yang kedudukan dan pemerintahan lokalnya tetap diteruskan sampai diatur lebih lanjut. Wilayah-wilayah [[Provinsi]] yang ada tersebut tidak mencakup wilayah-wilayah [[Zelfbestuurende Landschappen|kooti]] ([[Zelfbestuurende Landschappen]]/[[Monarki|Kerajaan]]). Wilayah-wilayah [[Zelfbestuurende Landschappen|kooti]] berada di bawah pemerintahan pusat baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang disebut dengan Komisaris.
{| class="wikitable"
 
|+Perbandingan Pemerintahan Daerah Indonesia Periode I, Pendudukan Jepang, dan Hindia Belanda
Tingkatan selengkapnya yang ada pada masa itu adalah:
!
# [[Provinsi]] (warisan Hindia Belanda, tidak digunakan oleh Jepang)
!Indonesia Periode I (1945-1948)
# [[Karesidenan]] (disebut Syu oleh Jepang)
!Pendudukan Jepang
# [[Kabupaten]]/[[Kota]] (disebut Ken/Syi/Tokubetsu Syi oleh Jepang, pada saat Hindia Belanda disebut Regentschap/Gemeente/Stadsgemeente)
!Hindia Belanda
# [[Kawedanan]] (disebut Gun oleh Jepang)
|-
# [[Kecamatan]] (disebut Son oleh Jepang)
|1.
# [[Desa]] (disebut Ku oleh Jepang)
|[[Provinsi]]
 
| -
[[Otonomi]] bagi daerah baru dirintis dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan [[Komite Nasional Daerah]]. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga jenis [[daerah]] yang memiliki [[otonomi]] yaitu: [[Karesidenan]], [[Kota|Kota otonom]] dan [[Kabupaten]] serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali daerah [[Kesunanan Surakarta|Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta|Yogyakarta]]). Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk [[Komite Nasional Daerah]] sebagai [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Badan Perwakilan Rakyat Daerah]]. Sebagai penyelenggara [[pemerintahan daerah]] adalah [[Komite Nasional Daerah]] bersama-sama dengan dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]]. Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk [[Pemerintah Daerah|Badan Eksekutif]] dari dan oleh [[Komite Nasional Daerah]] dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]].
|''Provincie''
|-
|2.
|[[Karesidenan]]
|州 Syu
|''Residentie''
|-
|3.
|[[Kabupaten]]
|縣 Ken
|''Regentschap''
|-
|
|[[Kota]]
|市 Syi
|''Gemeente''
|-
|
|
|特別市 Tokubetsu Syi
|''Stadsgemeente''
|-
|4.
|[[Kawedanan]]
|郡 Gun
|
|-
|5.
|[[Kecamatan]]
|村 Son
|
|-
|6.
|[[Desa]]
|區 Ku
|
|}
[[Otonomi]] bagi daerah baru dirintis dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan [[Komite Nasional Daerah]]. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga jenis [[daerah]] yang memiliki [[otonomi]] yaitu: [[Karesidenan]], [[Kota|Kota otonom]] dan [[Kabupaten]] serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali daerah [[Kesunanan Surakarta|Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta|Yogyakarta]]). Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk [[Komite Nasional Daerah]] sebagai [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Badan Perwakilan Rakyat Daerah]]. Sebagai penyelenggara [[pemerintahan daerah]] adalah [[Komite Nasional Daerah]] bersama-sama dengan dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]]. Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk [[Pemerintah Daerah|Badan Eksekutif]] dari dan oleh [[Komite Nasional Daerah]] dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]].
 
Mengingat situasi dan kondisi pada masa itu tidak semua daerah dapat membentuk dan melaksanakan [[pemerintahan daerah]]. Daerah-daerah [[Maluku]] (termasuk didalamnya [[Papua]]), [[Nusa Tenggara]], [[Sulawesi]], dan [[Kalimantan]] bahkan harus dihapuskan dari wilayah [[Indonesia]] sesuai isi [[Perjanjian Linggajati]]. Begitu pula dengan daerah-daerah [[Sumatra Timur]], [[Riau]], [[Bangka]], [[Belitung]], [[Sumatera Selatan|Sumatera Selatan bagian timur]], [[Jawa Barat]], [[Banyumas|Jawa Tengah bagian barat]], [[Banyuwangi|Jawa Timur bagian timur]], dan [[Pulau Madura|Madura]] juga harus dilepaskan dengan [[Perjanjian Renville]].
 
== Periode II (1948-1957) ==
Pada periode ini berlaku [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] Pokok No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini adalah UU pertama kalinya yang mengatur susunan dan kedudukan [[pemerintahan daerah]] di [[Indonesia]]. Secara umum [[Indonesia]] memiliki dua jenis [[Daerah Otonom|daerah berotonomi]] yaitu [[Daerah Otonom|daerah otonom biasa]] dan [[Daerah Khusus|daerah otonom khusus]] yang disebut dengan [[daerah istimewa]]. [[Daerah Khusus|Daerah otonom khusus]] yang diberi nomenklatur "[[Daerah Istimewa]]" adalah [[Monarki|daerah kerajaan/kesultanan]] dengan kedudukan [[zelfbesturende landschappen]]/kooti/daerah swapraja yang telah ada sebelum [[Indonesia]] [[Proklamasi|merdeka]] dan masih dikuasai oleh [[Raja|dinasti pemerintahannya]]. Masing-masing [[Daerah Otonom|daerah berotonomi]] tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda-beda yaitu:
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 56 ⟶ 94:
</onlyinclude>
 
Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] menggunakan nomenklatur "[[Pemerintah Daerah]]". [[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] terdiri dari:
:; [[Legislatif]]: [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] ([[DPRD]])
:; [[Eksekutif]]: [[Pemerintah Daerah|Dewan Pemerintah Daerah]] ([[Pemerintah Daerah|DPD]])<ref>bersifat kolegial/kolektif</ref>
Baris 62 ⟶ 100:
[[DPRD]] mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Anggota [[DPRD]] dipilih dalam sebuah pemilihan yang diatur oleh UU pembentukan daerah. Masa jabatan Anggota [[DPRD]] adalah lima tahun. Jumlah anggota [[DPRD]] juga diatur dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan. Ketua dan Wakil Ketua [[DPRD]] dipilih oleh dan dari anggota [[DPRD]] yang bersangkutan.
 
[[Pemerintah Daerah|DPD]] menjalankan pemerintahan sehari-hari. [[PemerintahAnggota Daerah|AnggotaDPD]]DPD secara bersama-sama atau masing-masing bertanggung jawab terhadap [[DPRD]] dan diwajibkan memberi keterangan-keterangan yang diminta oleh [[DPRD]]. [[Pemerintah Daerah|DPD]] dipilih oleh dan dari [[DPRD]] dengan memperhatikan perimbangan komposisi [[Partai Politik|kekuatan politik]] dalam [[DPRD]]. Masa jabatan [[Pemerintah Daerah|anggota DPD]] sama seperti masa jabatan [[DPRD]] yang bersangkutan. Jumlah anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]] ditetapkan dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan.
 
[[Kepala Daerah]] menjadi ketua dan anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]]. [[Kepala Daerah]] diangkat dan diberhentikan dengan ketentuan umum:
Baris 78 ⟶ 116:
 
== Periode III (1957-1965) ==
Pada periode ini berlaku [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang disebut juga [[Pemerintahan Daerah|Undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan 1956]]. UU ini menggantikan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] RI No. 22 Tahun 1948 dan [[Negara Indonesia Timur|UU NIT No. 44 Tahun 1950]]. Secara umum [[Indonesia]] memiliki dua jenis [[Otonomi daerah|daerah berotonomi]] yaitu [[Daerah otonom|daerah otonom biasa]] yang disebut [[Daerah otonom|daerah swatantra]] dan [[Daerah Khusus|daerah otonom khusus]] yang disebut dengan [[daerah istimewa]]. Masing-masing daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda-beda yaitu:
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 102 ⟶ 140:
Kecuali [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Pemerintahan Daerah Kotapraja Jakarta Raya]], dalam [[Kota|Pemerintahan Daerah Kotapraja]] tidak dibentuk [[Daerah otonom|daerah Swatantra tingkat lebih rendah]].
 
Selain dua macam [[Daerah otonom|daerah berotonomi]] tersebut terdapat pula [[Zelfbestuurende LandschappenSwapraja|Daerah Swapraja]]. Daerah ini merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan daerah zaman [[Hindia Belanda]] dan [[Republik Indonesia Serikat|Republik II (Pemerintahan Negara Federal RIS)]]. Menurut perkembangan keadaan [[Zelfbestuurende Landschappen|Daerah Swapraja]] dapat dialihkan statusnya menjadi [[Daerah Istimewa]] atau [[Daerah otonom|Daerah Swatantra]].
 
Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan]] lokal menggunakan nomenklatur [[Pemerintahan Daerah|"Pemerintah Daerah"]]. [[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] terdiri dari:
:; [[Legislatif]]: [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] ([[DPRD]])
;; [[Eksekutif]]: [[Pemerintah Daerah|Dewan Pemerintah Daerah]] ([[Pemerintah Daerah|DPD]])
Baris 114 ⟶ 152:
[[Kepala Daerah]] dipilih, diangkat, dan diberhentikan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Untuk sementara waktu [[Kepala Daerah]] dipilih oleh [[DPRD]] dengan syarat-syarat tertentu dan disahkan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] untuk [[Gubernur|Kepala Daerah dari tingkat ke I]] atau [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] atau penguasa yang ditunjuk olehnya untuk [[Bupati|Kepala Daerah dari tingkat ke II]] dan [[Kepala Desa|ke III]]. [[Kepala Daerah]] dipilih untuk satu masa jabatan [[DPRD]] atau bagi mereka yang dipilih antar waktu guna mengisi lowongan [[Kepala Daerah]], untuk sisa masa jabatan tersebut.
 
[[Kepala Daerah|Kepala Daerah Istimewa]] diangkat dari calon yang diajukan oleh [[DPRD]] dari [[Raja|keturunan keluarga yang berkuasa]] di daerah itu pada zaman sebelum [[Indonesia|Republik]] dengan memperhatikan syarat tertentu dan diangkat serta diberhentikan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] bagi [[Daerah Istimewa|Daerah Istimewa tingkat I]] atau [[Daftar Menteri Dalam Negeri Indonesia|Menteri Dalam Negeri]] atau penguasa yang ditunjuk olehnya bagi [[Daerah Istimewa|Daerah Istimewa tingkat II dan III]]. Untuk [[Daerah Istimewa]] dapat diangkat [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah Istimewa]] dengan tata cara seperti [[Kepala Daerah|Kepala Daerah Istimewa]]. [[Kepala Daerah|Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa]] karena jabatannya adalah berturut-turut menjadi Ketua serta anggota dan Wakil Ketua serta anggota dari [[Pemerintah Daerah|Dewan Pemerintah Daerah]].
 
[[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 1 Tahun 1957 disusun berdasarkan aturan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|Konstitusi Republik III]]<ref>Republik III adalah masa berlakunya konstitusi Negara Kesatuan yang lebih dikenal dengan nama UUD Sementara 1950, tepatnya adalah 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959</ref> pasal 131, 132, dan 133.<ref>
:; Konstitusi Republik III pasal 131, 132, dan 133 selengkapnya berbunyi:
<center>Pasal 131</center>
Baris 128 ⟶ 166:
<center>Pasal 133</center>
:; Sambil menunggu ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 132 maka peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku, dengan pengertian bahwa penjabat-pejabat daerah bagian dahulu yang tersebut dalam peraturan-peraturan itu diganti dengan penjabat-pejabat yang demikian pada Republik Indonesia.
</ref> Namun dalam perjalanan waktu, peraturan tersebut mengalami perubahan pada [[1959]] dan [[1960]] karena menyesuaikan dengan sistem ketata negaraan Republik IV.<ref>Republik IV adalah masa diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI yang dikenal dengan UUD 1945, tepatnya adalah 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999</ref> Penyesuaian pada tahun [[1959]] dilaksanakan dengan Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959. Menurut peraturan itu [[pemerintahan daerah]] terdiri dari:
;; [[Eksekutif]]: [[Kepala Daerah]] dengan dibantu [[Perangkat Daerah|Badan Pemerintah Harian]] ([[Perangkat Daerah|BPH]])
:; [[Legislatif]]: [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] ([[DPRD]])
Baris 141 ⟶ 179:
 
== Periode IV (1965-1974) ==
Pada periode ini berlaku [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. UU ini menggantikan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959; Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960; Penetapan Presiden No. 5 tahun 1960 jo Penetapan Presiden No. 7 tahun 1965. Menurut UU ini secara umum [[Indonesia]] hanya mengenal satu jenis [[daerah otonom]]iotonomi. [[Daerah otonom]]iotonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkatan [[daerah]].
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 159 ⟶ 197:
</onlyinclude>
 
Daerah-daerah yang memiliki [[Daerah Khusus|otonomi khusus]] menurut [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 1 Tahun 1957 boleh dikatakan dihapus secara sistematis dan diseragamkan dengan [[Daerah otonom|daerah otonomi biasa]]. Selain itu untuk mempersiapkan pembentukan [[Kecamatan|daerah otonom tingkat III]] maka dikeluarkan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di seluruh Wilayah Indonesia yang dalam artikel ini disingkat menjadi "UU Desapraja".
 
Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] menggunakan nomenklatur [[Pemerintahan Daerah|"Pemerintah Daerah"]]. [[Pemerintahan Daerah|Pemerintah Daerah]] berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah-tangga daerahnya. [[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] terdiri dari:
:; [[Legislatif]]: [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]]
:; [[Eksekutif]]: [[Kepala Daerah]], dibantu [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah]] dan [[Perangkat Daerah|Badan Pemerintah Harian]]
 
Baris 183 ⟶ 221:
 
== Periode V (1974-1999) ==
Pada periode ini berlaku [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. UU ini menggantikan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 18 Tahun 1965 yang dinyatakan tidak dapat diterapkan. Menurut UU ini secara umum [[Indonesia]] dibagi menjadi satu macam [[Daerah Otonom]] sebagai pelaksanaan [[Otonomi daerah|asas desentralisasi]] dan [[Pembagian administratif|Wilayah Administratif]] sebagai pelaksanaan [[Pembagian administratif|asas dekonsentrasi]].
 
;[[Daerah Otonom]]
Baris 226 ⟶ 264:
# Untuk [[Provinsi|Wilayah Administratif Provinsi]] dan [[Daerah Istimewa|Daerah Otonomi Istimewa]] disebut [[Daerah Istimewa|Provinsi Daerah Istimewa]]. Untuk [[Aceh]] disebut [[Aceh|Provinsi Daerah Istimewa Aceh]]. Untuk [[Yogyakarta]] disebut [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta]].
# Untuk [[Kabupaten|Wilayah Administratif Kabupaten]] dan [[Daerah Tingkat II|Daerah Otonom Tingkat II]] disebut [[Kabupaten|Kabupaten Daerah Tingkat II]]. Sebagai contoh adalah [[Kabupaten Kampar|Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar]].
# Untuk [[Kotamadya|Wilayah Administratif Kotamadya]] dan [[Daerah Tingkat II|Daerah Otonom Tingkat II]] disebut [[Kota|Kotamadya Daerah Tingkat II]]. Sebagai contoh adalah [[Kota Pekanbaru|Kotamadya Daerah Tingkat II PakanbaruPekanbaru]].
 
Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] menggunakan nomenklatur [[Pemerintahan Daerah|"Pemerintah Daerah"]]. [[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] terdiri dari:
Baris 334 ⟶ 372:
== Appendix ==
=== Appendix I: Zaman Hindia Belanda ===
Menurut ''Regeering Reglement'' (RR) [[1854]], [[Hindia Belanda|Nederlandse Indie]] diperintah oleh [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|gubernur jenderal]] atas nama [[Raja]]/[[RatuDaftar penguasa Belanda|raja atau ratu]] [[Belanda|Nederland]] secara sentralistis. [[Daerah Hindia Belanda|Daerah Nederlandse Indie]] dibagi dalam dua kategori besar yaitu daerah ''[[Daerah Otonom|indirect gebied]]''daerah Indirectdan Gebied'']] dan [[Pembagian administratif|''Directdirect Gebiedgebied]]'']].
 
Daerah ''[[Daerah Otonom|Daerah Indirectindirect Gebiedgebied]]'' adalah daerah yang diperintah secara tidak langsung oleh [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|penguasa Batavia]]. Daerah ini biasanya berbentuk [[Monarki|kerajaan]] atau [[Sultan|kesultanan]] yang terikat dengan perjanjian politik baik jangka panjang maupun jangka pendek. Perjanjian ini dilakukan oleh [[raja]]/ atau [[sultan]] dari [[kerajaan]]/ atau [[Sultan|kesultanan]] lokal dengan [[Residen (gelar)|residen]]/ atau [[Gubernurgubernur]] sebagai wakil [[Gubernurgubernur Jenderal]]jenderal atas nama [[Raja]]/[[Ratu]]raja atau ratu [[Belanda]]. Dengan perjanjian tersebut [[Monarki|kerajaan]]/[[ atau kesultanan]] memiliki status "negara semi merdeka" dalam lingkungan [[Belanda|Kerajaan Belanda]]. Daerah-daerah tersebut diperintah sendiri oleh [[Raja|penguasa pribumi]] dan memiliki [[Otonomi daerah|struktur pemerintahan lokal]] sendiri. [[Hindia Belanda|Pemerintah Hindia Belanda]] hanya menempatkan para pengawas dengan pangkat [[Asisten Residen|asisten residen]], [[Residenresiden]], atau [[Gubernurgubernur]] sesuai dengan tingkatan daerah yang didasarkan pada kepentingan [[Hindia Belanda|pemerintahPemerintah Hindia Belanda]]. Dari sinilah kemudian muncul [[Daerah Khusus|kedudukan khusus]] suatu daerah yang dikenal dengan nomenklatur [[Zelfbesturende Lanschappen]] ([[Zelfbestuurende Landschappen|Daerah Swapraja]] [ [[Otonomi daerah|berpemerintahan sendiri]] ] atau [[OtonomiDaerah daerahotonom|otonom]]).
 
Daerah ''[[Pembagian administratif|Daerah Directdirect Gebeidgebied]]'' adalah yang diperintah secara langsung oleh [[Batavia]] secara hirarkis. Pemerintahannya [[Pembagian administratif|bersifat administratif]] atau sering disebut "pemerintahan pangreh praja". Pemerintahan ini pun dibedakan antara pemerintahan di wilayah [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]] dengan Luarluar [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]].
 
Di daerahwilayah [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]], secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah: [[Provinsiprovinsi]] ([[Gubernurgubernur]]), [[Karesidenankeresidenan]] ([[Residen (gelar)|residen]]), [[Kabupatenkabupaten]] ([[Asistenasisten Residenresiden]] dan [[Bupatibupati]]), [[KawedananKewedanaan|kawedanaan]] ([[Kontrolirkontrolir]] dan [[Wedanawedana]]), [[Kecamatankecamatan]] ([[Asistenasisten Kontrolirkontrolir]] dan [[Asistenasisten Wedanawedana]]), dan [[Desadesa]] ([[Lurah (jabatan)|lurah]]/ atau [[Kepalakepala Desadesa]]).
 
Di daerah Luar [[wilayah Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]], secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah: [[Provinsiprovinsi]] ([[Gubernurgubernur]]), [[Karesidenankeresidenan]] ([[Residen (gelar)|residen]]), [[Afdelingafdeling]] ([[Asistenasisten Residenresiden]]), [[Onder AfdelingOnderafdeling]] ([[Controleurkontrolir]]), [[Distrik|Districtdistrik]]/ atau [[KawedananKewedanaan|kawedanaan]] ([[Demangdemang]]), [[Onderdistrict]]/ atau [[Kecamatankecamatan]] ([[Asistenasisten Demangdemang]]), [[Desadesa]]/, marga, [[Margakuria]]/, [[Kurianagari]]/[[Nagari]]/, atau nama lain ([[Kepalakepala Desadesa]]/ atau nama lain).
 
[[Gubernur]] sampai [[Asistenasisten Residen]]residen untuk [[Jawa]] dan [[Controleur]]kontrolir untuk luar [[Jawa]] adalah [[Belanda|berkebangsaan Belanda]] dan disebut ''Eurpese Bestuurambtenaren''. Sedangkan [[Bupati]]bupati sampai [[Lurah]]/[[Kepalalurah Desa]]atau kepala desa untuk [[Jawa]] dan [[Demang]] sampai [[kepala desa]]/ atau nama lain untuk luar [[Jawa]] [[Indonesia|berkebangsaan pribumi]] dan disebut ''Inlandse Bestuurambtenaren''.
 
Dengan adanya ''Decentralisatie Wet 1903'' (Stbl 1903 No. 329) [[Otonomi daerah|prinsip otonomi]] mulai diperkenalkan. Di beberapa daerah mulai dibentuk Locale Raad (semacam [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Locale Raad]] (semacam [[DPRD]]). Perkembangan selanjutnya muncul ''Wet Op de Bestuurshervormings 1922'' (Stbl 1922 No. 216). Sebagai [[Perangkat Daerahdaerah|Badan Pemerintahan Harian]] di tingkat [[Provinsi]]provinsi terdapat ''College van Gedeputeerden'' yang dipimpin oleh [[Gubernur]]gubernur. Di tingkat [[Kabupaten]]kabupaten terdapat ''College van Gecomitteerden'' yang dipimpin oleh [[Bupati]]bupati (''Regent''). Sedang di [[kota]]prajakotapraja terdapat ''College van Burgermeester en Wethouders'' yang dipimpin oleh [[Waliwali kota]]).
 
=== Appendix II: Zaman Pendudukan Militer Jepang ===
 
Pada masa pendudukan militer [[Jepang]], 東印度 [[Indonesia|''To Indo'']] dikuasai oleh tiga divisi besar tentara pendudukan yang berbeda. [[Jawa|Wilayah Jawa]] dikuasai oleh [[Angkatan Darat|Divisi XVI Angkatan Darat]] (軍政監部ジャワ ''Gunseikanbu [[Jawa]]'') yang berpusat di [[Jakarta]]. [[Sumatra|Wilayah Sumatra]] dikuasai oleh [[Angkatan Darat|Divisi XXV Angkatan Darat]] (軍政監部 ''Gunseikanbu [[Sumatra]]'') yang berpusat di [[Bukittinggi]]. Sedangkan wilayah [[Kalimantan]], [[Nusa Tenggara]], [[Sulawesi]], [[Maluku]], dan [[Papua]] dikuasai oleh [[Angkatan Laut]] (民政部 海軍 ''Minseibu/Kaigun'') yang berpusat di [[Makassar]].
 
Khususnya [[Jawa]], pemerintahan tertinggi berada di tangan 最高指揮官 ''Saikoo Sikikan'' (''Gunsereikan''). Nomenkaltur daerah diganti menurut [[bahasa Jepang]]. Beberapa tingkatan daerah dihapuskan. Begitu pula dengan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Locale Raad-nya]] dibekukan/dibubarkan. Pada masa pendudukan Jepang tingkatan daerahnya menjadi:
 
''Syuu'' ([[karesidenan]]) dipimpin oleh 州長官 ''Syuutyookan'', ''Si'' ([[kota]])/''Ken'' ([[kabupaten]]) dipimpin oleh 市長/縣長 ''Sityoo''/''Kentyoo'', [[Gun]] ([[distrik]]) dipimpin oleh 郡長 ''Guntyoo'', ''Son'' ([[kecamatan]]) dipimpin oleh 村長 ''Sontyoo'', dan ''Ku'' ([[desa]]) dipimpin oleh 區長 ''Kutyoo''.
 
Daerah dengan kedudukan [[Zelfbesturende Lanschappen]] diganti nomenklaturnya menjadi 公地 ''Kooti''. Daerah ini masih diperkenankan memiliki [[otonomi daerah|pemerintahan sendiri]], namun dengan pengawasan yang sangat ketat dari [[Jepang|pemerintahan militer]] dengan menempatkan pejabat 公地事務局長官 ''Kooti-Zimukyoku-tyookan''.
 
Pada akhir masa pendudukan, [[Jepang]] kembali menghidupkan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Locale Raad]] dengan nomenklatur 州参議会 ''Syuu Sangi-kai'' bagi ''Syuu'' dan 特別市参議会''Tokubetsu Si Sangi-kai'' bagi ''Si''.
 
=== Appendix III: Konsep BPUPKI-PPKI ===