Burhanuddin Harahap: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
GuerraSucia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(44 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Nama Batak|[[Suku Batak Angkola|Angkola]]/[[Suku Batak Mandailing|Mandailing]]|[[Harahap (marga)|Harahap]]}}
{{Infobox PM
|name = {{PAGENAME}}
|image = Burhanuddin Harahap.jpg
|caption = Burhanuddin Harahap pada tahun 1956
|office = Perdana Menteri Indonesia
|order = ke-9
|term_start = [[11 Agustus]] [[1955]]
|term_end = [[20 Maret]] [[1956]]
|president = [[Soekarno]]
|deputy = Djanoe Ismadi<br>[[Harsono Tjokroaminoto]]
|predecessor = [[Ali Sastroamidjojo]]
|successorpredecessor = [[Ali Sastroamidjojo]]
|successor2successor = [[Ali Sastroamidjojo]]
|office2office1 = Menteri Pertahanan Indonesia
|order2order1 = ke-8
|term_start2 = [[12 Agustus]] [[1955]]
|term_end2term_start1 = [[2412 Maret]]Agustus [[1956]]1955
|term_end1 = 24 Maret 1956
|president2president1 = [[Soekarno]]
|predecessor2= [[Hamengkubuwono IX]]
|primeminister1 = ''Dirinya sendiri''
|successor2 = [[Ali Sastroamidjojo]]
|predecessor1 = [[Iwa Koesoemasoemantri]]
|birth_date = {{birth date|1917|2|12}}
|predecessorsuccessor1 = [[Ali Sastroamidjojo]]
|birth_place = {{negara|Belanda}} [[Medan]], [[Hindia Belanda]]
|death_datebirth_date = {{deathbirth date and age|1987|6|14|1917|2|12}}
|death_placebirth_place = {{negara|Indonesia}} [[JakartaMedan]], [[IndonesiaHindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|1987|6|14|1917|2|12}}
|nationality = [[Indonesia]]
|party death_place = [[MasyumiJakarta]], [[Indonesia]]
|spouse nationality = [[Indonesia]]
|party = [[Partai Masyumi (1945)|Masyumi]]
|children =
|spouse =
|profession = [[Politikus]]
|children =
|profession = [[Politikus]]
<!--|religion = [[Islam]]-->
}}
'''Burhanuddin Harahap''' (ejaan lama: '''Boerhanoeddin Harahap'''; {{lahirmati|[[Kota Medan|Medan]], [[SumatraSumatera Utara]]|12|2|1917|[[Jakarta]]|14|6|1987}}) merupakan politikus Indonesia dari [[Partai Masyumi (1945)|Partai Masyumi]] yang menjabat sebagai [[Perdana Menteri Indonesia]] ke-9. Ia memimpin [[Kabinet Burhanuddin Harahap|kabinet]] yang memerintah antara 12 Agustus 1955 sampai 24 Maret 1956. Ia turut serta dalam [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) antara 1958 sampai 1961.
 
Lahir di [[Medan]], Burhanuddin berasal dari keluarga [[Suku Batak|Batak]] dan ayahnya merupakan pegawai pemerintah kolonial. Ia pindah ke pulau [[Jawa]] untuk melanjutkan studi, dan mulai aktif dalam [[Kebangkitan Nasional Indonesia|pergerakan nasional]] sebelum berkuliah di [[Rechtshoogeschool te Batavia|Sekolah Tinggi Hukum Batavia]] meskipun tidak selesai karena [[Kampanye Hindia Belanda|masuknyamulainya pendudukan Jepang]]. Setelah Indonesia merdeka, Burhanuddin menjadi anggota Masyumi dan mulai aktif berpolitik. Sebagai ketua fraksi Masyumi di [[Dewan Perwakilan Rakyat Sementara]], Burhanuddin turut menjatuhkan [[Kabinet Wilopo]] karena persoalan hubungan bilateral dengan [[Uni Soviet]], dan ia pernah ditunjuk sebagai formatur (pemegang tugas penyusunan pemerintah) meskipun gagal membentuk kabinet. Ia kembali ditunjuk sebagai formatur pada 1955, dan berhasil [[Kabinet Burhanuddin Harahap|membentuk kabinet]] hasil koalisi partai-partai kecil dan [[Nahdlatul Ulama]] (NU) setelah jatuhnya [[Kabinet Ali Sastroamidjojo I]].
 
Kebijakan Burhanuddin sebagai perdana menteri banyak yang berlawanan dengan kebijakan pendahulunya, [[Ali Sastroamidjojo]]. Selama tujuh bulan pemerintahannya, Burhanuddin menjalankan kebijakan ekonomi berhaluan [[liberalisasi|liberal]] sembari mengeluarkan simpatisan [[Partai Nasional Indonesia]] dan [[Partai Komunis Indonesia]] dari struktur birokratis pemerintah. Setelah Masyumi gagal memenangkan [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilihan umum 1955]], pemerintahan Burhanuddin melemah sampai akhirnya jatuh karena NU, yang tidak sepakat dengan pilihan Burhanuddin untuk bernegosiasi dengan [[Belanda]] dalam penyelesaian [[sengketa Irian Barat]], mundur dari koalisi. SetelahBegitu tak lagi menjabat sebagai perdana menteri, beredar rumor bahwa dirinya akan ditangkap, sehingga ia melarikan diri ke Sumatra pada 1957. Di Sumatra, ia bergabung dengan PRRI bersama pemimpin Masyumi lainnya. Seiring dengan penumpasan PRRI, Burhanuddin ditangkap pada Maret 1962 dan dipenjara sampai Juli 1966. Usai bebasSelepas dari penjara, ia takmeninggalkan lagidunia aktif berpolitikpolitik, meskipun ia sempat menandatangani [[Petisi 50]] pada tahun 1980 sebelum meninggal pada tahun 1987.
 
==Masa muda==
Burhanuddin dilahirkan di [[Medan]] pada tanggal 12 Februari 1917.{{efn|Sesuai dengan tanggal yang tercantum di biografi{{sfn|Busyairi|1989|p=6}} dan biodata resmi.<ref name="kami">{{cite book |title=Kami perkenalkan |date=1952 |publisher=[[Kementerian Penerangan Republik Indonesia]] |page=94 |url=https://www.google.com/books/edition/Kami_perkenalkan/0O3Z5HNNghUC |language=id |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075318/https://www.google.com/books/edition/Kami_perkenalkan/0O3Z5HNNghUC |url-status=live }}</ref> Di batu nisan Burhanuddin tercantum tanggal 12 Maret 1917.<ref name="detik">{{citeCite news |title=Menjelajahi Rumah Terakhir 10 Mantan Perdana Menteri |url=https://news.detik.com/berita/d-657278/menjelajahi-rumah-terakhir-10-mantan-perdana-menteri |access-date=5 April 2022 |work=detiknews[[Detik.com|detikcom]] |date=16 Agustus 2006 |language=id-ID |archive-date=5 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211105125805/https://news.detik.com/berita/d-657278/menjelajahi-rumah-terakhir-10-mantan-perdana-menteri |url-status=live }}</ref>}} Ia merupakan anak kedua dari Mohammad Yunus dan Siti Nurfiah. Saat Burhanuddin lahir, Mohammad Yunus bekerja sebagai pegawai kejaksaan.{{sfn|Busyairi|1989|p=6}}{{sfn|Fogg|2019|p=173}} Yunus merupakan keturunan [[Suku Batak|Batak]] dari wilayah [[Tapanuli Selatan]],{{sfn|Kahin|2012|p=126}} tetapi sering berpindah-pindah ke sekeliling pulau [[Sumatra]] karena pekerjaannya.{{sfn|Busyairi|1989|p=6}}{{sfn|Fogg|2019|p=173}} Burhanuddin, yang ikut mengiringi ayahnya, memulai pendidikan di [[Hollandsch-Inlandsche School]] (setara SD) di [[Bagansiapiapi (kota)|Bagansiapiapi]].{{sfn|Busyairi|1989|p=8}} Setelah lulus, ia masukmelanjutkan kependidikan di [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs]] (setara SMP) di [[Padang]]{{sfn|Busyairi|1989|p=9}} dan [[Algemene Middelbare School]] (setara SMA) di [[Yogyakarta]]. Pada 1938, studinya berlanjut ke ke [[Rechtshoogeschool te Batavia]] (Sekolah Tinggi Hukum [[Batavia]]), tetapi tidak selesai karena [[Kampanye Hindia Belanda|serbuan Jepang ke Indonesia]].<ref name="kami"/> Belakangan, Burhanuddin menerima gelar sarjana hukum dari [[Universitas Gajah Mada]] pada tahun 1951.{{sfn|Busyairi|1989|p=14}}
 
Pada 1936, sewaktu belajar di Yogyakarta, ia menjadi anggota [[Jong Islamieten Bond]] (JIB). Lewat JIB, Burhanuddin mulai aktif dalam organisasi nasionalis dan ia mengetuai ranting JIB di Yogyakarta. Begitu pindah ke Batavia, Burhanuddin juga bergabung kedengan organisasi-organisasi lain seperti Studenten Islam Studie-Club (Kelompok Belajar Pelajar Islam) dan [[Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia]].<ref name="kami"/>{{sfn|Madinier|2015|pp=47-48}} Ia sempat aktif dalam jurnalistik dengan menerbitkan majalah berbahasa Belanda ''Moslim Reveil'' bersama sesama pelajar [[Jusuf Wibisono]] dan [[Mohammad Roem]]. Majalah tersebut isinya mendukung nasionalisme yang berlandaskan [[Islam]].<ref name="tirto">{{citeCite news |last1=Ardanareswari |first1=Indira |title=Pemilu Pertama Indonesia Terlaksana Berkat Burhanuddin Harahap |url=https://tirto.id/pemilu-pertama-indonesia-terlaksana-berkat-burhanuddin-harahap-fHiX |access-date=6 April 2022 |work=tirto[[Tirto|Tirto.id]] |language=id |archive-date=12 Maret 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210312031623/https://tirto.id/pemilu-pertama-indonesia-terlaksana-berkat-burhanuddin-harahap-fHiX |url-status=live }}</ref>
 
Pada 1936, sewaktu belajar di Yogyakarta, ia menjadi anggota [[Jong Islamieten Bond]] (JIB). Lewat JIB, Burhanuddin mulai aktif dalam organisasi nasionalis dan ia mengetuai ranting JIB di Yogyakarta. Begitu pindah ke Batavia, Burhanuddin juga bergabung ke organisasi-organisasi lain seperti Studenten Islam Studie-Club (Kelompok Belajar Pelajar Islam) dan [[Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia]].<ref name="kami"/>{{sfn|Madinier|2015|pp=47-48}} Ia sempat aktif dalam jurnalistik dengan menerbitkan majalah berbahasa Belanda ''Moslim Reveil'' bersama sesama pelajar [[Jusuf Wibisono]] dan [[Mohammad Roem]]. Majalah tersebut isinya mendukung nasionalisme yang berlandaskan [[Islam]].<ref name="tirto">{{cite news |last1=Ardanareswari |first1=Indira |title=Pemilu Pertama Indonesia Terlaksana Berkat Burhanuddin Harahap |url=https://tirto.id/pemilu-pertama-indonesia-terlaksana-berkat-burhanuddin-harahap-fHiX |access-date=6 April 2022 |work=tirto.id |language=id |archive-date=12 Maret 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210312031623/https://tirto.id/pemilu-pertama-indonesia-terlaksana-berkat-burhanuddin-harahap-fHiX |url-status=live }}</ref>
== Awal karier ==
Selama masa pendudukan Jepang dan sepanjang [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]] sampai 1948, Burhanuddin bekerja sebagai jaksa. Semula, ia ditempatkan di Pengadilan Tinggi Jakarta, sebelum berpindah ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta.<ref name="kami"/> Untuk menyalurkan pandangan politiknya, ia bergabung ke partaidengan [[Partai Masyumi (1945)|Partai Masyumi]]. denganSemula, ia statusberstatus anggota biasa. pada awalya.Terjadinya Konflikkonflik kepemimpinan dalam partai tersebut membuatmemberikan peluang bagi Burhanuddin aktifuntuk mengambil peranan lebih dalam struktur internal partai. danPada 1949, ia sudah menjadi anggota dewan pimpinan partai pada tahun 1949. Sebelumnya, ia sudah ditunjuk menjadi anggota Badan Pekerja [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] oleh [[Sutan Sjahrir]] pada tahun 1946.{{sfn|Fogg|2019|pp=176-177}} Selama perang kemerdekaan, Burhanuddin beserta [[Kasman Singodimedjo]], politikus Masyumi lainnya, mencoba meyakinkan pihak [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|Angkatan Darat]] untuk bekerja sama dengan kelompok militan [[Darul Islam (Indonesia)|Darul Islam]] melawan Belanda.{{sfn|Fogg|2019|pp=118-119}}
 
Setelah [[Konferensi Meja Bundar|penyerahan kedaulatan]], Burhanuddin ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Masyumi di [[Dewan Perwakilan Rakyat Sementara]] (DPRS).{{sfn|Fogg|2019|pp=176-177}} Meskipun saat itu perdana menteri dijabat oleh [[Mohammad Natsir]] dari Masyumi, Burhanuddin beserta sejumlah anggota Masyumi lainnya sering berseberangan dengan Natsir dan Burhanuddin sendiri memutuskan untuk abstain dalam [[mosi tidak percaya]] Natsir pada Oktober 1950.{{sfn|Feith|2006|p=152}} Burhanuddin menjadi anggota Komite Eksekutif Masyumi pada tahun 1952.{{sfn|Madinier|2015|pp=47-48}} DalamPada masa [[Kabinet Wilopo]], Burhanuddin sempat ditunjuk menjadi anggota [[KomiteLembaga Pemilihan Umum|Panitia Pusat Pemilihan]] pada bulan April 1953, tetapi karena pertidaksetujuanketidaksetujuan [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI), pembentukan panitia tersebut dibatalkan.{{sfn|Feith|2006|pp=280-281}} Burhanuddin turut berperan dalam jatuhnya Kabinet Wilopo padaPada akhir 1953, disebabkanBurhanuddin keputusannyabeserta untukMasyumi menarikberseberangan dukungandengan MasyumiKabinet dariWilopo pemerintahdan setelahPNI keputusandalam untukhal menjalinpembukaan hubungan diplomatis dengan [[Uni Soviet]]; PNI beserta anggota koalisi lainnya sepakat untuk mendirikan kedutaan besar di [[Moskwa]], tetapihingga Burhanuddin mengancam untuk menarik Masyumi dari koalisi apabila rencana tersebut dijalankanpemerintahan. Burhanuddin memberikan ancaman ini karena kekhawatiran dalam Masyumi bahwa Kedutaan Besar Uni Soviet di Jakarta dapat dijadikan "[[kuda troya]]" untuk paham komunisme.{{sfn|Feith|2006|pp=291-292}}
 
Setelah jatuhnya [[Wilopo]], tokoh-tokoh politik dari PNI dan Masyumi dua kali gagal mencoba membentuk pemerintahan baru. Pada tanggal 8 Juli 1953, Burhanuddin ditunjuk menjadi formatur kabinet oleh Presiden [[Soekarno]] untuk membentuk kabinet. Meskipun awalnya PNI bisa berkompromi dengan Burhanuddin, keputusan Burhanuddin untuk memilih [[Soemitro Djojohadikoesoemo]] dari [[Partai Sosialis Indonesia]] (PSI) tidak bisa diterima oleh PNI. Di sisi lain, PNI ingin menempatkan kader partai sebagai perdana menteri. Burhanuddin sempat mencoba untuk membentuk koalisi dengan [[Partai Kristen Indonesia|Parkindo]] dan [[Partai Katolik (Indonesia)|Partai Katolik]], tetapi kedua partai tersebut menolak bergabung apabila PNI tidak ikut dalam koalisi. Akibat kegagalan tersebut, Burhanuddin mengembalikan mandat formatur ke Soekarno sebelum batas waktu mandatnya.{{sfn|Feith|2006|pp=331-336}}{{sfn|Karma|1987|p=16}} Formatur berikutnya, [[Wongsonegoro]], berhasil menyusun [[Kabinet Ali Sastroamidjojo I]] tanpa mengikutsertakan Masyumi dalam koalisi pemerintah.{{sfn|Feith|2006|pp=336-339}}
 
== Perdana Menteri ==
=== Pembentukan kabinet ===
[[File:Burhanuddin Harahap swearing ceremony 1955.jpg|thumb|240px|Burhanuddin dilantik sebagai perdana menteri pada 12 Agustus 1955]]
Kabinet Ali I jatuh pada bulan Juli 1955 karena permasalahan dengan Angkatan Darat mengenai penggantian perwira tinggi setelah mundurnya [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]] (KSAD) [[Bambang Soegeng]].{{sfn|Feith|2006|pp=398-402}} Kali ini, Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]] menunjuk trio [[Soekiman Wirjosandjojo|Sukiman]], [[Wilopo]], dan [[Assaat]] sebagai formatur. Ketiga tokoh tersebut mengusulkan Hatta dinonaktifkan sebagai Wakil Presiden agar dapat menjabat sebagai Perdana Menteri. NonaktivasiPara Hattatokoh Masyumi tidak dapatsetuju diterimadengan olehusulan tokoh-tokoh Masyumitersebut, sehingga kabinet yang diusulkan ketiga tokoh tersebut ditolak.{{sfn|Feith|2006|pp=416-417}} Burhanuddin (yang memilikimasih hubungan familiberkerabat dengan Plt.Pelaksana Tugas KSAD [[Zulkifli Lubis]]) ditunjuk sebagai formatur berikutnya. Sekali lagi, Burhanuddin mencobaberusaha berkompromiberunding dengan PNI, dan keduaberhasil pihakmencapai setujukompromi dalam alokasi kursi menteri masing-masing, tetapinamun titiktidak mencapai mufakat dalam menunjukpemilihan tokoh-tokoh menteri gagal tercapai. Burhanuddin kali ini mengundang partai-partai kecil di DPRS untuk membentuk koalisi: PSI, [[Partai Syarikat Islam Indonesia]] (PSII), [[Partai Kristen Indonesia|Parkindo]], [[Partai Katolik (Indonesia)|Partai Katolik]], [[Partai Rakyat Nasional]], [[Partai Buruh (1949)|Partai Buruh]], [[Partai Indonesia Raya]], dan [[Parindra]].{{sfn|Feith|2006|pp=417-419}} Koalisi ini cukup untuk membentuk pemerintahan, dan [[Kabinet Burhanuddin Harahap]] disumpah pada tanggal 12 Agustus 1955. Dalam kabinet ini, Burhanuddin merangkap sebagai Perdana Menteri dan [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan]].{{sfn|Feith|2006|pp=417-419}} Secara totalkeseluruhan, ada 23 menteri dalam kabinet ini, lebih banyak dari kabinet-kabinet sebelumnya.{{sfn|Lucius|2003|pp=130-131}} Kecuali Menteri Keuangan [[Soemitro Djojohadikoesoemo]] dan [[Menteri Pertanian Republik Indonesia|Menteri Pertanian]] [[Mohammad Sardjan]], para menteri kabinet itu belum pernah menjabat sebagai menteri sebelumnya.{{sfn|Thuỷ|2019|p=126}}
 
=== Pemilu 1955 ===
[[Berkas:Election Pamphlet of Masyumi 1955 election.jpg|240px|jmpl|Pamflet kampanye partaiPartai Masyumi.]]
[[Berkas:DPR Hasil Pemilu 1955.svg|jmpl|Masyumi (hitam) dan NU (hijau muda), ditambah sejumlah partai kecil, masih menguasai mayoritas DPR setelah pemilu 1955.]]
Pada masa jabatannya, Burhanuddin berhasil meloloskanmengesahkan Undang-Undang Pemilu, sehingga memungkinkan dilangsungkannya Pemilu 1955.{{sfn|Kahin|2012|p=85}} AdaMeskipun beberapa menteri di dalam kabinetnya yangmenginginkan inginpengunduran pemilihan umum diundurtanggal, tetapi Burhanuddin memutuskan bahwamenetapkan tanggal yang sudah dijadwalkan (29 September 1955) tetap berlaku.{{sfn|Feith|2006|pp=424-425}} Kabinet Burhanuddin sejak awal memang direncanakan untuk dibubarkan setelah hasil pemilihan umum diumumkan dan anggota DPR baru dilantik. Oleh karena itu, Burhanuddin kesulitan menentukan kebijakan jangka panjang.{{sfn|Feith|2006|pp=421-422}} PartaiSelain itu, partai-partai di dalam koalisi pemerintah masing-masing punyamempunyai agenda sendirimasing-masing. Masyumi dan PSI bertekad mengurangi pengaruh PNI dan [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) dalam struktur pemerintah, sementara partai-partai kecil yang tidak yakin masih akan ada di DPR setelah Pemilu 1955 fokus menggalang dukungan politik.{{sfn|Lucius|2003|pp=130-131}} Meskipun sesama partai Islam, [[Nahdlatul Ulama]] (NU) dan PSII beragenda lain lagi dan menentang sejumlah kebijakan politik Burhanuddin.{{sfn|Lucius|2003|pp=133-135}}{{efn|Basis suara Masyumi pada waktu itu berada di [[Jawa Barat]] (etnis [[Suku Sunda|Sunda]]) dan luar Jawa, sementara basis NU/PSII merupakan etnis [[Suku Jawa|Jawa]].{{sfn|Lucius|2003|pp=133-135}}}} Menjelang hari pemungutan suara, kabinet Burhanuddin menurunkan harga bensin sebesar hampir 50 persen dan melonggarkan ketentuan impor, sehingga menekan harga pasaran.{{sfn|Feith|2006|p=426}}
 
Awalnya, banyak yang berasumsi bahwa Masyumi akan menangmemenangkan pemilu.{{sfn|Kahin|1999|p=177}} Namun, begitu hasil pemilu diumumkan, PNI berhasil memenangkan suara dengan jumlah terbanyak, baru disusul Masyumi. Selain itu, NU berhasil merebut banyak kursi, berkebalikan dengan PSI yang kursinya turun drastis. Sejumlah partai kecil diyang dalamberkoalisi koalisidengan Masyumi tidak lagi memiliki perwakilan di DPR setelah pemilu.{{sfn|Feith|2006|pp=434-436}} Meskipun koalisi Masyumi-NU masih memegang mayoritas kursi, posisi NU-PSII jauh menguat di dalam koalisi tersebut. LantaranSelama mementingkanSeptember menjagadan hubunganOktober dengan NU1955, Kabinet Burhanuddin membatalkanmencoba untuk mengesahkan suatu undang-undang anti-korupsiantikorupsi yang kontroversial karena isinya membentuk pengadilan khusus yang sudahberhak di[[veto]]menginterogasi tersangka korupsi apabila ada tidak cukup bukti untuk mendakwa. Pihak NU menentang UU tersebut karena sejumlah anggotanya telah dituduh sebagai pelaku korupsi oleh media, dan PNI juga menentangnya karena banyak tersangka merupakan mantan pegawai pemerintah yang juga anggota PNI. Presiden Sukarno juga mem[[Soekarnoveto]] UU tersebut begitu Burhanuddin mencoba untuk menjadikannya sebagai UU darurat yang tidak langsung membutuhkan persetujuan DPRS. Burhanuddin akhirnya memutuskan untuk mengalah untuk menghindari konflik sekaligus dengan NU, PNI, dan Sukarno.{{sfn|Feith|2006|pp=437-439}}{{sfn|Lucius|2003|p=136}} NU juga mendesak Burhanuddin untuk menunjuk [[Abdul Haris Nasution]] kembali menjadi KSAD.{{sfn|Feith|2006|pp=442-443}}
 
===Kebijakan===
Selama memerintah, Burhanuddin mencabut sejumlah kebijakan kabinet Ali.{{sfn|Lucius|2003|pp=130-131}} Pemerintahan di bawah Burhanuddin melakukan restrukturisasi birokrasi dan mengganti sejumlah pejabat. Selain itu, Burhanuddin juga meluncurkan program amnesti untuk anggota pemberontakan [[Negara Islam Indonesia|DI/TII]] di [[Jawa Barat]]. Pemerintahan di bawah Ali Sastroamidjojo cenderung menggunakan kekerasan dalam menumpas DI/TII.{{sfn|Formichi|2012|p=163}}{{efn|Burhanuddin dan Zulkifli Lubis sudah berunding melalui surat-menyurat dengan [[Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo|Kartosoewirjo]], pemimpin DI/TII, sejak 1952.{{sfn|Madinier|2015|p=174}}}} Setelah hasil pemilihan umum diumumkan, Burhanuddin melanjutkan restrukturisasi birokrasi dan pencopotan pegawai negeri pro-PNI/PKI, meskipun terkadang tindakan ini mengganggu kinerja institusi pemerintah.{{sfn|Feith|2006|p=446}} Pada Desember 1955, Burhanuddin menunjuk Komodor Sujono menjadi anggota komando tinggi [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|TNI Angkatan Udara]]. [[Kepala Staf TNI Angkatan Udara]], [[Soerjadi Soerjadarma]], tidak setuju dengan keputusan tersebut dan memutuskan untuk mengundurkan diri. Saat upacara penyumpahan, sejumlah perwira muda TNI AU menyerbu upacara dan memukuli Sujono. Setelah peristiwa ini, Burhanuddin memerintahkan agar Soerjadarma dijadikan tahanan rumah. Presiden Soekarno melakukan intervensi, dan akhirnya penunjukan Sujono dan pengunduran diri Soerjadarma dibatalkan.{{sfn|Feith|2006|pp=447-448}} Selain itu, sejumlah menteri dalam kabinet Ali ditahan atas tuduhan korupsi: Menteri Perdagangan [[Iskak Tjokroadisurjo]] dan Menteri Kehakiman [[Djody Gondokusumo]].{{sfn|Feith|2006|pp=422-423}}
 
Dalam bidang ekonomi, kabinet Burhanuddin cenderung menerima investor dan modal asing karena alasan pragmatis, sehingga sejumlah kebijakan ekonomi kabinet Ali dicabut. Impor barang yang sebelumnya dibatasi untuk menekan defisit dilonggarkan demi melawan inflasi.{{sfn|Thuỷ|2019|pp=135-136}} Hasil kebijakan ini tidak langsung terlihat karena banjir yang melanda wilayah pertanian pada tahun 1955, tetapi inflasi mulai terkontrolterkendali pada tahun 1956.{{sfn|Feith|2006|p=461}} [[Program Benteng]] yang memihak pengusaha [[pribumi]] dalam impor barang juga dihapuskan. Kabinet Burhanuddin juga memutuskan untuk tidak lagi membayar utang Indonesia yang ditentukan dalam [[Konferensi Meja Bundar]], yang saat itu tersisa 3 miliar [[Gulden Belanda|gulden]].{{sfn|Thuỷ|2019|pp=147-148}} [[Aceh]] disetujui sebagai daerah otonomi selama pemerintahan Burhanuddin, meskipun status tersebut baru diberikan oleh pemerintahan berikutnya.{{sfn|Madinier|2015|pp=160-161}}
 
Kebijakan luar negeri Burhanuddin berfokus untuk menggalang dukungan internasional, khususnya [[Amerika Serikat]] dan [[Blok Barat]], dalam [[sengketa Irian Barat]].{{sfn|Lucius|2003|pp=131-132}} Karena Masyumi cenderung anti-komunis, pihak AS lebih terbuka selama masa pemerintahan Burhanuddin dan cenderung mendukung pemerintahannya.{{sfn|Lucius|2003|p=148}} [[Menteri Luar Negeri Indonesia|Menteri Luar Negeri]] [[Mohammad Roem]] berhasil meyakinkan [[Australia]] untuk tidak mendukung Belanda dan mendorong agar sengketa Irian dibahas dalam [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa|sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)]].{{sfn|Madinier|2015|pp=182-183}} Upaya diplomatis ini dilakukan sembari proses negosiasi dengan Belanda, dan pemerintah memutuskan untuk melepaskan sejumlah tawanan Belanda di Indonesia untuk menunjukkan niat baik. Tindakan-tindakanSebelum inipemilihan umum selesai, kabinet Burhanuddin lebih terbatasberhati-hati sebelumdalam pemilihanmelangsungkan umumkebijakan selesailuar negeri, karena potensiadanya resiko politik isudalam politisnegeri.{{sfn|Penders|2021|p=251}} Setelah pemilu, Soekarno dan PNI mendorong Burhanuddin agar mundur dari perundingan dengan Belanda, tetapi Burhanuddin memutuskan untuk melanjutkan proses negosiasi.{{sfn|Penders|2021|pp=253-254}} Karena keputusan Burhanuddin ini, NU dan PSII memutuskan untuk mundur dari koalisi pemerintah, sehingga, kalaupun persetujuan dapat dicapai dengan pihak Belanda, DPR tidak akan meratifikasi perjanjian tersebut.{{sfn|Madinier|2015|pp=141-142}}{{sfn|Penders|2021|p=256}} Negosiasi pun gagal, dan Burhanuddin memutuskan untuk menarik Indonesia dari [[Uni Indonesia-Belanda]] pada 12 Februari 1956.{{sfn|Feith|2006|p=455}}
 
Awalnya, kabinet Burhanuddin direncanakan akan dibubarkan pada bulan April 1956, sebelum dipercepat ke bulan Maret. Sepanjang Februari, banyak terjadi mutasi staf dan peminjaman dana pemerintah ke pihak swasta. Hal-hal ini menyebabkan terjadinya ''walk out'' anggota DPRS, termasuk ketua DPRS [[Sartono (politikus)|Sartono]], pada 28 Februari. Burhanuddin mengembalikan mandat sebagai perdana menteri ke Soekarno pada 3 Maret, meskipun ia masih menjabat perdana menteri selama tiga minggu berikutnya sembari pemerintahan baru dibentuk.{{sfn|Feith|2006|pp=456-459}}{{sfn|Busyairi|1989|p=186}} Pemerintahan berikutnya, di bawah [[Kabinet Ali Sastroamidjojo II]], mencakup Masyumi dan NU, tetapi hampir semua menteri dalam kabinet Burhanuddin tidak diperbolehkan menjadi menteri kembali.{{sfn|Feith|2006|p=467}}
 
== Pemberontakan PRRI ==
[[File:Map of Indonesian Navy activities against PRRI and Permesta, Jalesveva Jayamahe, fold-out after page 49.jpg|400px|left|thumb|alt=Peta kegiatan TNI Angkatan Laut melawan pemberontakan|Operasi militer [[TNI Angkatan Laut]] melawan pemberontakan [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia|PRRI]] dan [[Permesta]] pada tahun 1958]]
Pada bulan Januari 1957, Masyumi mundur dari koalisi pemerintah karena gesekan dengan partai-partai lainnya. Sebelum jatuhnya kabinet Ali II pada bulan Maret, Burhanuddin sempat mencoba mencari kompromi dengan mengusulkan agar Soekarno lebih aktif turun dalam pemerintahan sehari-hari.{{sfn|Madinier|2015|pp=232-237}} Pada akhir tahun itu juga, sidang umum PBB memutuskan untuk tidak membahas urusan Irian Barat, sehingga Soekarno memerintahkan [[nasionalisasi]] perusahaan-perusahaan milik Belanda. Hal ini diikuti percobaan pembunuhan Soekarno ([[Peristiwa Cikini]]) oleh sejumlah pemuda yang merupakan anggota organisasi Gerakan Anti-Komunis (GAK). Beberapa pemuda yang terlibat juga merupakan anggota Gerakan Pemuda Islam Indonesia, sayap organisasi pemuda Masyumi.{{sfn|Kahin|1999|pp=204-205}}{{sfn|Madinier|2015|pp=248-249}} Karena hubungan para tersangka dengan Masyumi, ditambah kebijakan merekaMasyumi yang mendukung investasi asing, Burhanuddin dan tokoh-tokoh Masyumi lainnya seperti [[Mohammad Natsir]] dan [[Syafruddin Prawiranegara]] menjadi sorotan media. Sejumlah koran pro-PNI dan pro-PKI mulai menuding bahwa Burhanuddin dan rekan-rekannya terlibat dalam Peristiwa Cikini, dan para tokoh Masyumi mulai menerima teror psikologis. Burhanuddin didesas-desuskan telah meninggal, dan bahkan sejumlah anggota keluarganya dari Sumatra "melayat" Burhanuddin di Jakarta.{{sfn|Kahin|1999|pp=204-205}}{{sfn|Madinier|2015|pp=248-249}} Pada Desember 1957, Burhanuddin memutuskan untuk melarikan diri ke Sumatra begitu ia mendengar bahwa ia akan ditangkap. Tak lama kemudian, para tokoh Masyumi lainnya juga hijrahikut mengungsi.{{sfn|Kahin|1999|pp=204-205}}{{sfn|Madinier|2015|p=249}}
 
Burhanuddin sudah berada di [[Padang]] pada pertengahan Januari 1958, dan ia turut menghadiri pertemuan dengan sejumlah perwira militer yang berniat memberontak di [[Sungai Dareh, Pulau Punjung, Dharmasraya|Sungai Dareh]], [[Kabupaten Dharmasraya]], [[Sumatera Barat]].{{sfn|Madinier|2015|p=250}} Burhanuddin belakangan menulis bahwa para perwira tersebut berniat memisahkan SumateraSumatra sebagai negara sendiri, sementara Burhanuddin beserta para pemimpin Masyumi lainnya ingin SumateraSumatra tetap menjadi bagian Indonesia.{{sfn|Busyairi|1989|p=145}}{{sfn|Madinier|2015|p=251}} Soekarno sedang berada di luar negeri pada waktu itu, dan Perdana Menteri [[Djuanda Kartawidjaja]] mencoba berunding dengan pihak-pihak di SumateraSumatra. Tokoh Masyumi yang masih berada di Jakarta seperti [[Mohammad Roem]] juga mencoba membujuk Burhanuddin dan rekan-rekannya untuk tidak membentuk pemerintah tandingan.{{sfn|Kahin|1999|p=208}}{{sfn|Madinier|2015|p=252}} Meskipun begitu, pihak militer di SumateraSumatra di bawah Kolonel [[Ahmad Husein]] mengirimkan ultimatum ke pemerintah pusat pada tanggal 10 Februari 1958, yang isinya menuntut pembubaran [[Kabinet Djuanda]] dan penyusunanpembentukan kabinet baru di bawah [[Mohammad Hatta]] dan Sultan [[Hamengkubuwono IX]].{{sfn|Madinier|2015|p=252}}{{sfn|Kahin|1999|pp=210-211}} Setelah ultimatum tersebut ditolak pemerintah pusat, [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang. Dalam struktur kabinet PRRI, Burhanuddin ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan dan Menteri Keadilan.{{sfn|Madinier|2015|p=252}}{{sfn|Kahin|1999|pp=210-211}} Menurut Burhanuddin, ia tadinya setuju menjadi Menteri Dalam Negeri dan masih ragu-ragu untuk membentuk pemerintah tandingan, tetapi sayap militer PRRI melakukan perombakan kabinet tanpa berbicara dengan Burhanuddin.{{sfn|Busyairi|1989|p=153}}{{sfn|Madinier|2015|p=253}}
 
Tidak lama setelah deklarasi PRRI, aksioperasi militer pemerintahTNI pusatmendesak sudahPRRI mendorong PRRIke keluarluar dari kota-kota besar di SumateraSumatra. Pada bulan Mei 1958, Padang, [[Medan]], dan [[Pekanbaru]] sudah direbut kembali oleh pemerintah. PerformaKinerja militer PRRI yang mengecewakan juga menyebabkan dukungan asing (khususnya [[Amerika Serikat]]) surut.{{sfn|Kahin|1999|pp=214-216}}{{sfn|Madinier|2015|p=257}} PRRI mulai meluncurkan [[perang gerilya]], dan Burhanuddin turut serta denganmendampingi Kolonel [[Dahlan Djambek]] di basisnya sekitar [[Kabupaten Agam]].{{sfn|Kahin|1999|p=218}} Operasi militer pemerintah pusat perlahan-lahan mendorongmemaksa Burhanuddin dan Dahlan untuk mundur lebih lanjut ke hutan, sampai markas terakhir PRRI di [[Koto Tinggi, Baso, Agam|Koto Tinggi]] direbut pemerintah pada bulan Juli 1960. Setelah kehabisantidak markaslagi bermarkas tetap, para pemimpin sipil PRRI tidak lagi memegang kontrolmengendalikan pergerakan tersebut.{{sfn|Kahin|1999|p=225}}
 
Mulai tahun 1961, KSAD [[Abdul Haris Nasution]] meluncurkan program amnesti sembari berunding dengan para perwira militer PRRI. Ahmad Husein menyerah pada tanggal 21 Juni 1961, dan setelah itu para pemimpin sipil menyadari bahwa PRRI sudah kalah. Pada peringatan hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1961, Soekarno menawarkan amnesti untuk semua anggota PRRI yang menyerah sebelum tanggal 5 Oktober. Setelah mendengar itutawaran tersebut, Burhanuddin bersama Syafruddin Prawiranegara dan [[Assaat]] memutuskan untuk menyerah. Pada akhir bulan Agustus, ketiga tokoh tersebut meminta pasukan PRRI untuk menyerah melalui siaran radio sebelum mereka sendiri turun gunung dan menyerahkan diri ke pihak pemerintah di [[Padangsidempuan]].{{sfn|Madinier|2015|p=260}}{{sfn|Kahin|1999|p=226}} Pemberontakan PRRI berakhir tidak lama kemudian, setelah tewasnya Dahlan Djambek dan menyerahnya [[Mohammad Natsir]] pada bulan September.{{sfn|Kahin|1999|p=227}}
 
Setelah runtuhnya PRRI berakhir, Burhanuddin awalnya tinggal di Medan sebagai warga bebas. Meskipun begitu, pada bulan Maret 1962 Burhanuddin beserta pemimpin sipil PRRI lainnya ditangkap dan dibawa ke Jakarta. Para pemimpin tersebut kemudian dipisahkan dan dipenjara masing-masing; Burhanuddin mendekam dalamdi penjara selama dua tahun di [[Kabupaten Pati]]. Ia kemudian dipindahkan ke Jakarta pada tahun 1964, dan baru dilepaskan setelah [[Sejarah Indonesia (1965–1966)|SuhartoSoeharto berkuasa]] di bulan Juli 1966.<ref>{{cite news |title=Orde Lama, Syahrir, Natsir, Hamka:Penjara Tanpa Proses Hukum |url=https://www.republika.co.id/berita/plk6zr385/0rde-lama-syahrir-natsir-hamkapenjara-tanpa-proses-hukum |access-date=5 April 2022 |work=[[Republika (surat kabar)|Republika]] |date=19 Januari 2019 |language=id |archive-date=14 November 2021 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211114095542/https://www.republika.co.id/berita/plk6zr385/0rde-lama-syahrir-natsir-hamkapenjara-tanpa-proses-hukum |url-status=live }}</ref>
 
== Orde Baru dan meninggal kematian==
Setelah Burhanuddin dan para pemimpin Masyumi dibebaskan, beberapa pihak mencoba untuk membentuk kembali partaiPartai Masyumi yang telah dibubarkan sebelumnya. Bersama mereka, Burhanuddin turut ikut serta dalam pertemuan [[Partai Muslimin Indonesia]] (Parmusi) dipada bulan Agustus 1968. Namun, SuhartoSoeharto tidak memperbolehkan tokoh-tokoh pemimpin Masyumi menjadi pemimpin dalamdi Parmusi.{{sfn|Ward|2010|pp=62-68}} Burhanuddin sendiri kurang berminat menjadi pemimpin di struktur Parmusi, karena ia lebih fokus ke bidang lain seperti jurnalisme dan dakwah. Ia berhasil mendirikan kembali surat kabar [[Abadi (surat kabar)|''Abadi'']], dan Burhanuddin menjadi pemimpin ''Abadi'' sampai surat kabar tersebut [[Peristiwa Malari|dibredel tahun 1974]]. Ia juga aktif di [[Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia]].{{sfn|Ward|2010|p=64}}{{sfn|Karma|1987|p=17}} Selain itu, setelah SuhartoSoeharto memaksakan [[Pancasila]] menjadi dasar ideologis semua organisasi di Indonesia, termasuk organisasi keagamaan, Burhanuddin ikut menjadi penandatanganmenandatangani [[Petisi 50]] beserta banyak tokoh Muslim dan ABRI lainnya.{{sfn|Kahin|2012|pp=198-199}}
 
Burhanuddin meninggal pada tanggal 14 Juni 1987 di RSRumah Sakit Jantung Harapan Kita, [[Jakarta Barat]]. Sebelum meninggal, Burhanuddin sudah menderita penyakit jantung sejak tahun 1976. Ia dimakamkan di [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir]], [[Jakarta Selatan]].<ref name="detik"/>
 
== Kehidupan pribadi ==
Baris 93 ⟶ 98:
== Daftar pustaka ==
{{refbegin|30em}}
* {{cite book |last1=Busyairi |first1=Badruzzaman |title=Boerhanoeddin Harahap: pilar demokrasi |date=1989 |publisher=Bulan Bintang |isbn=978-979-418-207-9 |url=https://www.google.com/books/edition/Boerhanoeddin_Harahap/rJAyAAAAIAAJ |language=id |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075318/https://www.google.com/books/edition/Boerhanoeddin_Harahap/rJAyAAAAIAAJ |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Feith |first1=Herbert |title=The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia |date=2006 |publisher=Equinox Publishing |language=en |isbn=978-979-3780-45-0 |url=https://www.google.com/books/edition/The_Decline_of_Constitutional_Democracy/VAH0W9uxoqoC |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075319/https://www.google.com/books/edition/The_Decline_of_Constitutional_Democracy/VAH0W9uxoqoC |language=en|url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Fogg |first1=Kevin W. |title=Indonesia's Islamic Revolution |date=2019 |publisher=Cambridge University Press |isbn=978-1-108-48787-0 |url=https://www.google.com/books/edition/Indonesia_s_Islamic_Revolution/A27CDwAAQBAJ |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075319/https://www.google.com/books/edition/Indonesia_s_Islamic_Revolution/A27CDwAAQBAJ |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Formichi |first1=Chiara |title=Islam and the Making of the Nation: Kartosuwiryo and Political Islam in 20th Century Indonesia |date=2012 |publisher=BRILL |isbn=978-90-04-26046-7 |url=https://www.google.com/books/edition/Islam_and_the_Making_of_the_Nation/Dv4QBQAAQBAJ |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075319/https://www.google.com/books/edition/Islam_and_the_Making_of_the_Nation/Dv4QBQAAQBAJ |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Kahin |first1=Audrey |title=Rebellion to Integration: West Sumatra and the Indonesian Polity, 1926-1998 |date=1999 |publisher=Amsterdam University Press |isbn=978-90-5356-395-3 |url=https://www.google.com/books/edition/Rebellion_to_Integration/AlF14JYwA_wC |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075320/https://www.google.com/books/edition/Rebellion_to_Integration/AlF14JYwA_wC |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Kahin |first1=Audrey |title=Islam, Nationalism and Democracy: a Political Biography of Mohammad Natsir |date=2012 |publisher=NUS Press |isbn=978-9971-69-571-2 |url=https://www.google.com/books/edition/Islam_Nationalism_and_Democracy/7orGBgAAQBAJ |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075320/https://www.google.com/books/edition/Islam_Nationalism_and_Democracy/7orGBgAAQBAJ |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Karma |first1=D. S. |title=Melihat Pembentukan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDDI) dan Kontribusinya |date=1987 |publisher=Tempo Publishing |isbn=978-623-339-495-6 |url=https://www.google.com/books/edition/Melihat_Pembentukan_Dewan_Dakwah_Islam_I/_QpSEAAAQBAJ |language=id |chapter=Perdana Menteri Tanpa Dasi |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075320/https://www.google.com/books/edition/Melihat_Pembentukan_Dewan_Dakwah_Islam_I/_QpSEAAAQBAJ |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite web |last1=Lucius |first1=Robert E. |title=A House Divided: The Decline and Fall of Masyumi (1950-1956) |date=2003 |publisher=Naval Postgraduate School |url=https://commons.wikimedia.org/wiki/File:A_house_divided_the_decline_and_fall_of_Masyumi_(1950-1956)_(IA_ahousedivideddec109456299).pdf |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022-04-06 |language=en |ref=harv |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075320/https://commons.wikimedia.org/wiki/File:A_house_divided_the_decline_and_fall_of_Masyumi_%281950-1956%29_%28IA_ahousedivideddec109456299%29.pdf |dead-url=no }}
* {{cite book |last1=Madinier |first1=Remy |title=Islam and Politics in Indonesia: The Masyumi Party between Democracy and Integralism |date=2015 |publisher=NUS Press |isbn=978-9971-69-843-0 |url=https://www.google.com/books/edition/Islam_and_Politics_in_Indonesia/jxlxCgAAQBAJ |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075321/https://www.google.com/books/edition/Islam_and_Politics_in_Indonesia/jxlxCgAAQBAJ |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Penders |first1=C. L. M. |title=The West New Guinea Debacle: Dutch Decolonisation and Indonesia, 1945-1962 |date=2021 |publisher=BRILL |isbn=978-90-04-48723-9 |url=https://www.google.com/books/edition/The_West_New_Guinea_Debacle/ss1GEAAAQBAJ |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075404/https://www.google.com/books/edition/The_West_New_Guinea_Debacle/ss1GEAAAQBAJ|language=en |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Thuỷ |first1=Phạm Văn |title=Beyond Political Skin: Colonial to National Economies in Indonesia and Vietnam (1910s-1960s) |date=2019 |publisher=Springer |isbn=978-981-13-3711-6 |url=https://books.google.com/books/about/Beyond_Political_Skin.html?id=HAyCDwAAQBAJ |language=en |access-date=6 April 2022 |archive-date=8 Januari 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220108164306/https://books.google.com/books/about/Beyond_Political_Skin.html?id=HAyCDwAAQBAJ |url-status=live |ref=harv }}
* {{cite book |last1=Ward |first1=Ken |title=The Foundation of the Partai Muslimin Indonesia |date=2010 |publisher=Equinox Publishing |isbn=978-602-8397-01-8 |url=https://www.google.com/books/edition/The_Foundation_of_the_Partai_Muslimin_In/EV7HHMWOeYQC |language=en |access-date=6 April 2022|language=en |archive-date=6 April 2022 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220406075404/https://www.google.com/books/edition/The_Foundation_of_the_Partai_Muslimin_In/EV7HHMWOeYQC |url-status=live |ref=harv }}
{{refend}}
 
Baris 122 ⟶ 127:
{{lifetime|1917|1987|}}
 
{{artikel pilihan}}
{{DEFAULTSORT:Harahap, Burhanuddin}}
{{Authority control}}
 
{{DEFAULTSORT:Harahap, Burhanuddin}}
[[Kategori:Alumni Universitas Gadjah Mada]]
[[Kategori:Alumni SMA Negeri 1 Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh Batak]]
[[Kategori:Tokoh MandailingBatak Angkola]]
[[Kategori:Marga Harahap|Burhanuddin]]
[[Kategori:Tokoh dari Medan]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:TokohPolitikus PetisiPartai 50Masyumi]]
[[Kategori:Penandatangan Petisi 50]]
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Perdana Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Pertahanan Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Anggota DPR RI 1956–1959]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
[[Kategori:PolitikusTokoh PartaiPetisi Masyumi50]]
[[Kategori:Penandatangan Petisi 50]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana]]