Bisma: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
→‎Kematian: Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(22 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{other|Bisma (disambiguasi)}}
{{TMH Infobox|
| Image = The scene from the Mahabharata of the presentation by Ganga of her son Devavrata (the future Bhisma) to his father, Santanu..jpg
Baris 16 ⟶ 17:
| Tokoh = ''Mahabharata''
}}
'''Bisma''' {{Sanskerta|भीष्म|Bhīṣma}} adalah salah satu tokoh utama dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', putra dari Prabu [[Santanu]] dan [[Gangga (dewi)|Dewi Gangga]]. Ia juga merupakan kakek dari [[Pandawa]] maupun [[Korawa]]. Semasa muda ia bernama '''Dewabrata''' {{Sanskerta|देवव्रत|Dévavrata}}, namuntetapi berganti nama menjadi Bisma semenjak bersumpah bahwa ia tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa dan Korawa. Menurut ''Mahabharata'', ia gugur dalam sebuah [[Perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]] oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh [[Srikandi]] dengan bantuan [[Arjuna]]. Dalam kitab ''[[Bhismaparwa]]'' dikisahkan bahwa ia tidak meninggal seketika. Ia sempat hidup selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran para Korawa. Bisma menghembuskan napas terakhirnya saat garis balik matahari berada di utara (''Uttarayana'').
 
== Arti nama ==
Baris 23 ⟶ 24:
 
== Kelahiran ==
[[Berkas:Raja Ravi Varma, Ganga and Shantanu (1890).jpg|rightka|thumbjmpl|270px|[[Dewi Gangga]] membawa anak yang baru dilahirkannya ke tepi [[sungai Gangga]]. Lukisan karya [[Raja Ravi Varma]], 1890.]]
Menurut kitab ''[[Adiparwa]]'', Bisma merupakan reinkarnasi dari salah satu [[Astawasu|Delapan Wasu]] yang bernama Prabasa. Karena Prabasa dan para Wasu lainnya berusaha mencuri sapi milik [[Resi]] [[Wasista]], maka mereka dikutuk agar terlahir sebagai anak manusia. Dalam perjalanan menuju Bumi, mereka bertemu dengan [[Dewi Gangga]] yang juga dikutuk untuk turun ke dunia sebagai istri putra Raja [[Pratipa]], yaitu [[Santanu]]. Kemudian, Para Wasu membuat kesepakatan dengan sang dewi bahwa mereka akan menjelma sebagai delapan putra Prabu Santanu dan dilahirkan oleh Dewi Gangga.
 
Dalam ''[[Adiparwa]]'' diceritakan bahwa Prabu [[Santanu]] menikah dengan [[Dewi Gangga]], setelah menyetujui syarat bahwa sang prabu tidak akan melarang istrinya apabila melakukan sesuatu yang mengejutkannya. Tak lama setelah menikah, sang dewi melahirkan, namuntetapi ia segera menenggelamkan anaknya ke [[sungai Gangga]]. Sesuai perjanjian, Santanu tidak melarang perbuatan tersebut. Setelah tujuh kali melakukan perbuatan yang sama, anak kedelapan berhasil selamat karena tindakan Dewi Gangga dicegah oleh Santanu yang kesabarannya telah habis. Setelah didesak, Dewi Gangga pun menjelaskan bahwa anak-anak yang dilahirkannya adalah reinkarnasi Delapan Wasu yang dikutuk karena berusaha mencuri sapi milik Resi [[Wasista]]. Untuk meringankan penderitaan yang harus mereka tanggung di dunia manusia, sang dewi hanya membiarkan mereka hidup sementara. Namun, anak yang kedelapan—yang kemudian diberi nama Dewabrata—merupakan Wasu yang paling bertanggung jawab atas usaha pencurian sapi tersebut. Maka dari itu, sang dewi pun membiarkannya hidup lebih lama dibandingkan Wasu lainnya. Pada akhirnya, Dewi Gangga pun meninggalkan Santanu dengan membawa anak kedelapan tersebut, karena Santanu telah melanggar janjinya.
 
== Pendidikan ==
 
Dalam kitab ''[[Santiparwa]]'' dikisahkan bahwa Dewi Gangga membawa Dewabrata yang masih kecil ke beberapa tempat, untuk berguru dengan para [[dewata|dewa]] dan [[resi]] terkemuka. Beberapa guru dan ilmu yang diterima Dewabrata antara lain:
 
* [[Wrehaspati]]: putra [[Anggirasa]] dan penasihat para dewa, mengajarkan ilmu kepemimpinan dan politik (''dandaniti''), serta sejumlah sastra.
Baris 38 ⟶ 39:
* [[Markandeya]]: putra [[Merkandu]] keturunan Bregu, mengajarkan kewajiban para brahmana.
* [[Parasurama]]: putra [[Jamadagni]] keturunan Bregu, mengajarkan ilmu perang dan militer.
* [[Indra]]: pemimpin para dewa, disebutkan bahwa Bisma juga mendapatkan pusaka sakti darinya.
 
== Sumpah Bisma ==
[[Berkas:Bheeshma oath by RRV.jpg|rightka|270px|thumbjmpl|Bisma (kanan) bersumpah tak akan menikah seumur hidupnya. Lukisan karya [[Raja Ravi Varma]].]]
Dalam ''[[Adiparwa]]'' diceritakan bahwa 36 tahun setelah kepergian Dewi Gangga, [[Santanu]] menemukan putranya secara tidak sengaja di hilir [[sungai Gangga]]. Kemudian, [[Dewi Gangga]] muncul untuk menyerahkan hak asuh anak tersebut kepada sang prabu, dan memberi tahu namanya adalah "Dewabrata". Singkat cerita, Dewabrata dicalonkan sebagai pewaris takhta [[Hastinapura]].
 
Beberapa tahun kemudian, Santanu jatuh cinta kepada putri nelayan bernama [[Satyawati]]. Ayah Satyawati bersedia menyerahkan putrinya dengan syarat bahwa keturunan Satywati diberikan hak atas takhta Hastinapura. Santanu tidak bisa menyanggupi syarat tersebut karena terlanjurtelanjur mencalonkan Bisma sebagai penerus takhta. Dengan berat hati, Santanu kembali ke kerajaannya. Tak lama kemudian, ia jatuh sakit karena kegagalannya untuk menikahi Satyawati. Dewabrata mengorek informasi dari kusir pribadi sang prabu, dan menemukan sumber penyakit ayahnya. Ia segera berangkat menuju kediaman Satyawati.
 
Di hadapan ayah [[Satyawati]], Dewabrata bersumpah untuk tidak mewarisi takhta Hatsinapura, dan menyerahkan hak tersebut kepada keturunan Satyawati. Meskipun demikian, ayah Satyawati masih meragukan pengorbanannya, sebab pertikaian untuk memperebutkan takhta mungkin saja terjadi antara keturunan Bisma dengan keturunan Satyawati. Demi meyakinkan bahwa hal itu tidak akan terjadi, maka Dewabrata juga bersumpah untuk tidak menikah seumur hidup agar tidak memiliki keturunan demi menghindari perebutkan takhta kerajaan. Akhirnya, Satywati pun diserahkan untuk menjadi istri Santanu. Karena pengorbanannya, Dewabrata diberi nama Bisma oleh ayahnya, dan dianugerahi agar mampu bersahabat dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri.
 
Bisma memiliki dua adik dari ibu tirinya, yang bernama [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]]. Bisma mendidik dan melindungi mereka sebagai penerus [[Dinasti Kuru]] di [[Hastinapura]]. Sayangnya, Citranggada gugur dalam suatu pertempuran, sehingga Wicitrawirya dinobatkan sebagai pewaris takhta. Demi kebahagiaan adiknya, ia pergi ke [[Kerajaan Kasi]] dan memenangkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang putri bernama [[Amba]], [[Ambika]], dan [[Ambalika]], untuk dinikahkan kepada [[Wicitrawirya]]. Namun, Amba mencintai Bisma, sementara Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan menikah seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Amba berdoa agar dapat be[[reinkarnasi]] menjadi orang yang akan membunuh Bisma.
 
== Peran dalam Dinasti Kuru ==
 
Di lingkungan keraton [[Hastinapura]], Bisma sangat dihormati oleh anak-cucunya. Tidak hanya karena ia tua, namuntetapi juga karena kemahirannya dalam bidang militer dan peperangan. Dalam setiap pertempuran, pastilah ia selalu menang karena sudah sangat berpengalaman. [[Yudistira]] juga pernah mengatakan, bahwa tidak ada yang sanggup menaklukkan Bisma dalam pertempuran, bahkan apabila laskar Dewa dan laskar [[Asura]] menggabungkan kekuatan dan dipimpin oleh [[Indra]], Sang Dewa Perang.<ref name="Bismaparwa"/>
 
Bisma sangat dicintai oleh [[Pandawa]] maupun [[Korawa]]. Mereka menghormatinya sebagai seorang kakek sekaligus kepala keluarga yang bijaksana. KadangkalaKadang kala Pandawa menganggap Bisma sebagai ayah mereka ([[Pandu]]), yang sebenarnya telah wafat.
 
== Perang di Kurukshetra ==
[[Berkas:Mahabharata2.jpg|right|thumb|300px|Kesabaran [[Kresna]] habis sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh [[Arjuna]].]]
{{main|Bhismaparwa}}
Saat perang antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]] meletus, Bisma berada di pihak Korawa. Sesaat sebelum pertempuran, ia berkata kepada [[Yudistira]] bahwa dirinya telah diperbudak oleh kekayaan, dan dengan kekayaannya Korawa mengikat Bisma. Meskipun demikian, karena Yudistira telah melakukan penghormatan sebelum pertempuran, maka Bisma merestui Yudistira dan berdoa agar kemenangan berada di pihak Pandawa, meskipun Bisma sangat sulit untuk ditaklukkan. Bisma juga pernah berkata kepada [[Duryodana]], bahwa meski dirinya (Bisma) memihak Korawa, kemenangan sudah pasti berada di pihak Pandawa karena [[Kresna]] berada di sana, dan dimanapun ada Kresna maka di sanalah terdapat kebenaran serta keberuntungan dan dimanapun ada [[Arjuna]], di sanalah terdapat kejayaan.<ref name="Bismaparwa"/>
 
Dalam pertempuran akbar di dataran keramat [[Kurukshetra]], Bisma bertarung dengan dahsyat. Prajurit dan ksatria yang melawannya pasti binasa atau mengalami luka berat. Dalam kitab [[Bismaparwa]] dikatakan bahwa di dunia ini para ksatria sulit menandingi kekuatannya dan tidak ada yang mampu melawannya selain [[Arjuna]] dan [[Kresna]]. Meskipun Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melawan Bisma, namuntetapi ia sering bertarung dengan setengah hati, mengingat bahwa Bisma adalah kakek kandungnya sendiri. Hal yang sama juga dirasakan oleh Bisma, yang masih sayang dengan Arjuna, cucu yang sangat dicintainya.
 
[[Kresna]] yang menjadi kusir kereta Arjuna dalam peperangan, menjadi marah dengan sikap Arjuna yang masih segan untuk menghabisi nyawa Bisma, dan ia nekat untuk menghabisi nyawa Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan mata yang menyorot tajam memancarkan kemarahan, ia memutar-mutar [[Cakra|Chakra]] di atas tangannya dan memusatkan perhatian untuk membidik leher Bisma. Bisma tidak menghindar, dan justru bahagia jika gugur di tangan Kresna. Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menghentikannya. Kresna mengurungkan niatnya dan naik kembali ke atas kereta.
 
== Kematian ==
[[Berkas:Krishna and Pandavas along with Narada converse with Bhishma who is on bed of Arrows.jpg|right|thumb|300px|[[Kresna]], [[Pandawa]], serta [[Narada]] bercakap-cakap dengan Bisma yang terbaring tak berdaya di atas ranjang panah. Ilustrasi dari ''Mahabharata'' Gorakhpur Geeta Press.]]
Sebelum hari kematiannya, [[Pandawa]] dan [[Kresna]] mendatangi kemah Bisma di malam hari untuk mencari tahu kelemahannya. Bisma mengetahui bahwa [[Pandawa]] dan [[Kresna]] telah masuk ke dalam kemahnya dan ia menyambut mereka dengan ramah. Ketika [[Yudistira]] menanyakan apa yang bisa diperbuat untuk menaklukkan Bisma yang sangat mereka hormati, Bisma menjawab:
 
{{cquote|...ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau punataupun orang yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung...<ref name="Bismaparwa">''The Mahabharata of Krishna Dwaipayana Wyasa''. Buku VI: ''[[Bismaparwa]]''. </ref>}}
 
Bisma juga mengatakan apabila pihak [[Pandawa]] ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta [[Arjuna]], karena ia yakin hanya Arjuna dan [[Kresna]] yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan berperang, [[Arjuna]] harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada pernyataan tersebut, [[Kresna]] menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namuntetapi ia menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, [[Srikandi]] menyerang Bisma, namuntetapi Bisma tidak melawan. Di belakang [[Srikandi]], Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma. Panah-panah tersebut menancap dan menembus [[baju zirah]]nya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan [[panah]] yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan napasnyanapas terakhirnya setelah ia menyaksikan kehancuran pasukan [[Korawa]] dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada [[Yudistira]] setelah perang [[Bharatayuddha]] selesai.
 
== Pewayangan Jawa ==
Bisma juga mengatakan apabila pihak [[Pandawa]] ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta [[Arjuna]], karena ia yakin hanya Arjuna dan [[Kresna]] yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan berperang, [[Arjuna]] harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada pernyataan tersebut, [[Kresna]] menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, [[Srikandi]] menyerang Bisma, namun Bisma tidak melawan. Di belakang [[Srikandi]], Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma. Panah-panah tersebut menancap dan menembus [[baju zirah]]nya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan [[panah]] yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan napasnya setelah ia menyaksikan kehancuran pasukan [[Korawa]] dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada [[Yudistira]] setelah perang [[Bharatayuddha]] selesai.
 
Antara Bisma dalam kitab [[Mahabharata]] dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namuntetapi tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses ''Jawanisasi'', yaitu membuat kisah wiracarita dari [[India]] bagaikan terjadi di pulau [[Jawa]].
== Bisma dalam pewayangan Jawa ==
 
Antara Bisma dalam kitab [[Mahabharata]] dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses ''Jawanisasi'', yaitu membuat kisah wiracarita dari [[India]] bagaikan terjadi di pulau [[Jawa]].
 
=== Riwayat ===
[[Berkas:Bisma-kl.jpg|right|275px|thumb|Bisma dalam versi pewayangan Jawa.]]
 
Bisma adalah anak Prabu [[Santanu]], Raja Astina dengan [[Dewi Gangga]] alias [[Gangga (Hindu)|Dewi Jahnawi]] (dalam versi Jawa). Waktu kecil bernama Raden [[Dewabrata]] yang berarti keturunan Bharata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh [[wayang]] yang tidak menikah yang disebut dengan istilah ''Brahmacarin''. Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimanadi mana sebenarnya ia berhak atas tahta [[Astina]] akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan dalam negara [[Astina]] ia rela tidak menjadi [[raja]].
 
Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti [[sayembara]] untuk mendapatkan putri bagi Raja [[Hastina]] dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri yang dimenangkannya adalah [[Amba|Dewi Amba]] dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya wakil untuk mendapatkan Dewi Amba. Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma pun menakut-nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba. Dewi Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya juga mencintai Dewi Amba. Setelah roh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan Bisma pun menyangupinya. Diceritakan roh Dewi Amba [[reinkarnasi|menitis]] kepada [[Srikandi]] yang akan membunuh Bisma dalam perang [[Bharatayuddha]].
 
Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya [[moksa]] ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi [[Satyawati]], istri [[Parasara]] yang telah berputra Resi [[Wyasa]]. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]], yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu.
 
Setelah menikahkan [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]], Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citrānggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Byasa, putra Durgandini dari suami pertama. [[Byasa]]-lah yang kemudian menurunkan [[Pandu]] dan [[Dretarastra]], orangtuaorang tua Pandawa dan Korawa. Demi janjinya membela [[Astina]], Bisma berpihak pada [[Korawa]] dan mati terbunuh oleh [[Srikandi]] di perang [[Bharatayuddha]].
 
Bisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. [[Korawa]] memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya [[Pandawa]] memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah) (''sarpatala''). TetapiNamun, ia belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha.
 
== Silsilah ==
{{Silsilah Pratipa}}
 
== Lihat pula ==
Baris 102:
* {{en}} [http://www.mahabharataonline.com/ Tokoh dan cerita dalam Mahabharata]
* {{en}} [http://moralstories.wordpress.com/2006/09/24/dharmabalam/ Kisah yang menunjukkan keagungan Bisma]
 
 
{{Tokoh Mahabharata}}