Mangkunegara I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Penyelarasan sejarah dan kalimat agar mudah diterima.
Mojopahit1293 (bicara | kontrib)
k Perbaikan pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(6 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox royalty
| name = Mangkunagara I<br/>{{jav|ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫ꧇꧑꧇}}
| title = KanjengKangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
| image = Foto Simbolis KGPAA. Mangkunegara I (RM. Said).svg
| image_size =
Baris 10:
| reign = {{nowrap|28 Desember 1757 – 28 Desember 1795 (37 tahun)}}
| successor = [[Mangkunagara II]]
| birth_name = BendaraBandara Raden Mas Said
| birth_date = {{birth date|1725|4|7}}<ref name=silsilah/>
| birth_place = [[Keraton Kartasura|Kartasura]]
Baris 17:
| place of burial = [[Astana Mangadeg]], [[Matesih, Karanganyar]]
| queen = Kangjeng Ratu Bandara, BRAy. Kusumapatahati
| spouses = '''''Garwa Padmi : '''''RAy. Kusumapatahati, Kangjeng Ratu Bandara, BRAy.(putri KusumapatahatiHB {{plainlist|I / Cucu Panembahan Herucokro madiun).
BRAy. Kusumapatahati.
{{plainlist|
'''Selir''' (''ampil'') :
* Nyi Ajeng Megatsari
Baris 33 ⟶ 35:
'''Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I''' memiliki nama lahir yaitu '''Raden Mas Said''' ({{lahirmati|[[Kartasura, Sukoharjo|Kartasura]]|7|4|1725|[[Surakarta]]|28|12|1795}}) adalah pendiri [[Kadipaten Mangkunegaran|Pura Mangkunegaran]], sebuah [[kadipaten]] di [[Surakarta]] dan merupakan [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Ayahnya bernama [[Pangeran Mangkunagara|KPA. Mangkunagara (Kartasura)]]<ref>{{Cite web|title=P. Arya Pangeran Arya Mangkunagoro Kartasura|url=https://www.geni.com/people/Pangeran-Arya-Mangkunegara-Kartasura/6000000017938403812|website=geni_family_tree|language=id|access-date=2020-12-14}}</ref> dan ibunya bernama RAy. Wulan.<ref>{{Cite news|title=Mengenal Dinasti Mangkunagaran dan Pendirinya, Pangeran Sambernyawa|url=https://www.kompas.com/|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2020-12-14}}</ref><ref>{{Cite web|title=1. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunagoro I (Pangeran Sambernyawa) b. 7 April 1725 d. 28 Desember 1795 - Rodovid ID|url=https://id.rodovid.org/wk/Orang:169963|website=id.rodovid.org|access-date=2020-12-14}}</ref>
 
Memiliki nama julukan sebagai '''Pangeran Sambernyawa''' oleh [[Nicolaas Hartingh|Nicholas Hartingh]] selaku perwakilan Gubernur [[VOC]] untuk Pantai Timur Jawa<ref>{{Cite news|last=Raditya|first=Iswara N|date=23 Desember 2017|title=Ramai-ramai Mengeroyok Pangeran Sambernyawa|url=https://tirto.id/ramai-ramai-mengeroyok-pangeran-sambernyawa-cBUk|work=[[Tirto|Tirto.id]]|access-date=1 Maret 2021|language=id}}</ref> karena di dalam berbagai pertempuran RM. Said nyaris tidak pernah kalah dan selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya.<!--Ia menikah dengan seorang wanita petani bernama Rubiyah, yang terkenal dengan julukannya "Matah Ati". -->
 
Selain itu, bilamana dicermati. Dimanapun tempat termasuk Pura Mangkunegaran, tidak akan dijumpai suatu gambar yang melukiskan wajah KGPAA. Mangkunegara I. Hal ini dikarenakan sesuai wasiat beliau yang tidak ingin dilukis atau digambar untuk menghindari pengkultusan pribadi. Sehingga beliau berpesan kepada seluruh anak cucu maupun kawulanya agar jangan ada yang menggambar tentang dirinya. Sehingga di lingkup Pura Mangkunegaran pun tidak akan terdapat gambar beliau. Sebagai gantinya, beliau cukup dilukiskan secara simbolis dengan tulisan "MN" dalam bingkai Surya Sumirat seperti gambar disamping ini.<!--Ia menikah dengan seorang wanita petani bernama Rubiyah, yang terkenal dengan julukannya "Matah Ati". -->
 
== Riwayat ==
RM. Said lahir di [[Kartasura]] dengan ayah [[Mangkunegara dari Kartasura|KPA. Mangkunegara (Kartasura)]], yang merupakan putra tertua Susuhunan Amangkurat IV, raja Mataram ke-8. Dengan demikian, sebenarnya beliaulah yang memiliki hak sebagai [[pewaris takhta|pewaris tahta]]. Namun [[Mangkunegara dari Kartasura|KPA. Mangkunegara]] secara politik terang-terangan menyatakan sikap anti-[[VOC]], dan sikap ini dianut pula oleh adik lain ibu yang bernama, [[Hamengkubuwana I|RM. Sujana / Pangeran Mangkubumi]], dan RM. Said sendiri selaku anak sendiri. Sikap politik ini juga yang membuat [[Mangkunegara dari Kartasura|KPA Mangkunegara]] diasingkan oleh [[VOC]] ke Ceylon, [[Sailan Belanda|Srilanka.]] Sejak saat itu [[Mangkunegara I|RM. Said]] diasuh oleh neneknya yang bernama BRAy. Kusumanarsa dan diharapkan kelak akan membuat perubahan besar bagi Karaton Kartasura.<ref>{{Cite journal|last=Hastuti|first=Dhian Lestari|last2=Imam Santosa|last3=Achmad Syarief|last4=Pribadi Widodo|date=2021-02-18|title=PERAN DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN MANGKUNEGARAN DALAM SEJARAH PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN JAWA MASA MANGKUNEGARA I-VIII|url=https://dipro.isi-ska.ac.id/index.php/SemHas/article/view/138|journal=PROSIDING: SENI, TEKNOLOGI, DAN MASYARAKAT|volume=3|pages=68–80|doi=10.33153/semhas.v3i0.138|issn=2715-4351}}</ref>
 
== Perjuangan melawan Belanda ==
Baris 49 ⟶ 53:
Ketika [[Hamengkubuwana I|Pangeran Mangkubumi]] menyatakan ikut memberontak Belanda dan bergabung dengan laskar RM. Said, ia memilih bergerilya melawan Belanda di pedalaman yang kini bernama Yogyakarta. RM. Said menikah dengan RAy. Kusumapatahati putri dari Kyai Kasan Nuriman. Lalu pada usia 22 tahun, dinikahkan lagi untuk kedua kalinya dengan Raden Ayu Inten (kelak bernama Kangjeng Ratu Bandara), seorang putri [[Hamengkubuwana I|Pangeran Mangkubumi]]. Dan setelah putus hubungan dengan laskar RM. Garendi, kemudian RM. Said yang kini memakai nama Pangeran Mangkunegara bermarkas di Panambangan dan menyatakan diri sebagai pemimpin dengan memakai gelar '''"Sultan Adiprakosa Senapati Ngayuda Lêlana Jayamisesa Prawira Adiningrat"'''<ref>{{Cite web|title=Babad Panambangan, Pakêmpalan Mangkunagaran, 1918, #1534 (Hlm. 076–152)|url=https://www.sastra.org/kisah-cerita-dan-kronikal/babad/779-babad-panambangan-pakempalan-mangkunagaran-1918-1534-hlm-076-152|website=Sastra Jawa|language=jv|access-date=2023-07-22}}</ref>''',''' namun tak berselang lama ketika hendak duduk di singgasana, singgasana tersebut tersambar petir. Hal itu menandakan bahwa RM. Said tidak boleh menjadi raja atau berlebihan seperti layaknya raja di karaton, sehingga beliau dengan ikhlas menggunakan lagi nama lamanya, Pangeran Mangkunegara.
 
Nama Mangkunegara diambil dari nama ayahnya, [[Mangkunegara dari Kartasura|KPA. Mangkunegara Kartasura]] yang ditangkap karena sudut pandang politiknya dinilai melawan Susuhunan Pakubuwana II yang dilindungi VOC sekaligus akibat fitnah keji dari PatihRaden PringgalayaAdipati Danureja selaku Pepatihdalem Karaton Kartasura waktu itu hingga akhirnya diasingkan ke Ceylon, Srilanka ketika RM. Said masih berusia dua tahun. Sehingga tidak heran bila RM. Said berjuang mati-matian melawan Belanda bahkan termasuk Mataram secara bergerilya dan berpindah-pindah tempat.
 
Ketika mendengar kabar bahwa Susuhunan Pakubuwana II wafat. RM. Said menemui Pangeran Mangkubumi yang berada Banaran dan meminta mertuanya itu menjadi raja Mataram sebelum pengangkatan raja dari putra dari Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi memproklamirkan diri dengan gelar "Sinuhun Kangjêng Sultan Hamangkubuwana, Senapati ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalipattolah" dan disebut sebagai "Sultan ing Kabanaran". Penobatan ini terjadi pada tahun 1675 Jawa atau 1749 Masehi. RM. Said atau Pangeran Mangkunegara ini diangkat sebagai panglima perang dan istrinya, Raden Ayu Inten, diganti namanya menjadi Kanjeng Ratu Bandara. Namun tentu pemerintahan Pangeran Mangkubumi yang berpusat di Banaran ini tidak diakui oleh VOC. Berbagai dinamika telah terjadi, setelah sekian lama berjuang bersama melawan kekuasaan Mataram dan VOC, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Mangkunegara malah berselisih paham dan berujung konflik yang bermula dari pertempuran melawan Adipati Ponorogo yang bernama Raden Adipati Suradiningrat di Kalidemung dan pembagian harta rampasan perang yang dinilai tidak utuh.
Baris 82 ⟶ 86:
Tradisi Karaton Mataram mengenai Putra Mahkota yang memakai gelar "Mangkunegara" dimulai saat putra sulung Susuhunan Amangkurat Jawi (Amangkurat IV) yaitu RM. Sura / KPA. Mangkunegara Kartasura dijadikan sebagai Pangeran Pati dengan gelar "Kangjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara".
 
Namun ketika terjadi penggeseran kedudukan putra mahkota yang dilakukan oleh kelompok GRM. Prabasuyasa (kelak menjadi Susuhunan Pakubuwana II). Maka kedudukan gelar pangkat Pangeran Pati yang memakai nama Mangkunegara tidak dilepas, hanya saja bagian "Arya" diganti menjadi "Anom" yang berarti muda.
 
Penggantian nama ini sekaligus menggeser kedudukan Putra Mahkota yang tadinya harus bersyarat sebagai "Arya" yang berarti harus menguasai ilmu keprajuritan, menjadi "Anom" yang artinya tidak harus mengharuskan menguasai ilmu keprajuritan alias awam soal kemiliteran. Dan nama "Mangkunegara" pun sedikit ditambah menjadi "Hamengkunegara / Amangkunegara".
Baris 106 ⟶ 110:
* ''Babad Memengsahanipun Kanjeng KGPAA Mangkoenagoro I, Kaliyan Kanjeng Sultan Ngayogya (HB I)'', Naskah koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta, cat, MS/J; no. 308:237 halaman.
* ''Babad Tutur'', naskah transliterasi Th.G.Th. Pigeaud, tercatat dalam Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunagaran dengan judul ''Babad Nitik'', no. cat.B29 MS/L x 590 halaman.
* Ricklefs, M.C., ''Samber Nyawa, Pangeran Mangkunegara I (1726-1795)''. Penerbit Buku Kompas, 2021.
 
{{kotak mulai}}