Dyah Raṇawijaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k +{{refimprove}}, perlu catatan kaki lebih banyak lagi
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Penambahan referensi
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(21 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Infobox royalty
| embed =
| name = Dyah Ranawijaya
| title = Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura-Janggala-Kaḍiri<br> Girindhrawardhana Ranawijaya
| titletext = ꦥꦴꦢꦸꦏꦯꦿꦷꦩꦲꦴꦫꦴꦗꦯꦿꦷꦮꦶꦭ꧀ꦮꦠꦶꦏ꧀ꦠꦥꦹꦫꦗꦔ꧀ꦒꦔꦏꦝꦶꦫꦶ
| more =
| type =
| image = Illustration of Dyah Ranawijaya.jpg
| image_size =
| alt =
| caption = Ilustrasi Dyah Raṇawijaya
| succession = Maharaja [[Majapahit]] terakhirKe 12
| moretext =
| reign = {{flag|Majapahit}} (1474—14981474—1518)
| reign-type =
| coronation =
Baris 23 ⟶ 22:
| regent =
| reg-type =
| reign1 = {{flag|Majapahit}}
| reign-type1 =
| coronation1 =
Baris 48 ⟶ 47:
| birth_date = <!-- For Gregorian dates: {{birth date and age|YYYY|MM|DD|df=y}} -->
| birth_place = {{flag|Majapahit}}
| death_date = 14981518 <!-- {{death date and age|YYYY|MM|DD|YYYY|MM|DD|df=y}} -->
| death_place = Makam Panjang, [[Trowulan]], [[Mojokerto]], [[Jawa TimurKediri]]
| burial_date =
| burial_place = panarukan
| spouse =
| spouse-type =
| consort = <!-- yes or no -->
| issue = <!--listHarya childrenSontoguno, inHarya orderKerucil, ofHaryo birth.Gohgor,Dewi UseRengganis {{plainlist}},Harya or {{unbulleted list}} -->Daha
| issue-link =
| issue-pipe =
Baris 67 ⟶ 66:
| house =
| house-type =
| father = [[Singhawikramawardhana]] (Suraprabhawa)
| mother = Rajasawardhanadewi Dyah Sripura (Bhre Singhapura)
| religion = [[Siwa]] - [[Buddha]]
Baris 75 ⟶ 74:
| module =
}}
'''Girindrawardhana Dyah Ranawijaya''' atau '''Bhre Keling''' atau '''Girindrawardhana Dyah Ranawijaya''' atau disebut juga '''Brawijaya VI''', adalah maharaja terakhir [[Majapahit]] dari dinasti girindrawardhana kediri yang memerintah tahun 1474—1518, dengan ibu kotaibukota di Daha /Kediri.<ref name="Suma Oriental 2015">{{cite book|author=Tomé Pires|year=2015|title=Suma Oriental: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues (penyunting, Armando Cortesao; penerjemah ed. Indonesia, Adrian Perkasa dan Anggita Pramesti)|location=Yogyakarta|isbn=978-602-258-246-5|publisher=Ombak}}</ref> Namanya dikenal melalui Prasasti Jiyu (I, II, III, IV), Prasasti Petak, [[Serat Pararaton]] dan [[Suma Oriental]]. Girindhrawardhana Ranawijaya diketahui menggulingkan [[Kertabhumi|Prabu Singhanegara Wijayakusuma Brawijaya V]]
 
== Identifikasi Dyah Ranawijaya dan Brawijaya ==
{{Main|Girindrawardhana}}
[[File:Rajasa-Dynasty id.svg|ka|250px|jmpl|Dyah Ranawijaya dalam silsilah Wangsa Rajasa]]
 
Seorang raja dalam tradisi [[Majapahit]] memiliki gelar kerajaan dan nama muda yang dicirikan dengan penggunaan gelar kebangsawanan atau abhiseka '''Dyah''', terutama berlaku untuk tokoh laki-laki dan perempuan.
Baris 86 ⟶ 85:
Pada Prasasti Jiwu I bertarikh 1486, yang menceritakan penganugerahan tanah oleh 'Dyah Raṇawijaya' kepada kepada pendukungnya 'Sri Brahmaraja Gangadhara' dalam perang saudara melawan '''[[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]]''' dan menyebutkan bahwa '''Girīndrawardhana Dyah Raṇawijaya''' adalah raja yang berkuasa atas Wilwatiktapura (nama lain Majapahit), Janggala ([[Janggala|Kahuripan]]), dan Kaḍiri ([[Daha]]).{{sfn|Djaraf|1977}}
 
Sedangkan gelar [[Brawijaya]] juga dianggap identik dengan ''Dyah Ranawijaya'', yang namanya terdapat dalam penutupan naskah Pararaton. Kemungkinan hal ini berasal dari ejaan Batara Vojyaya yang terdapat pada naskah Suma Oriental (Ejaan Portugis untuk Bhatara Wijaya) yang disederhanakan menjadi Bhra Wijaya, yang kemudian familiar disebut Brawijaya di era Jawa Baru. Seringkali Dyah Ranawijaya disebut "Brawijaya VI", sedangkan [[Kertawijaya]] disebut "Brawijaya I", hal ini mencampurkan dengan sumber dari Babad Tanah Jawi yang dinilai lemah.
 
== Mengalahkan Bhre Kertabhumi ==
Baris 92 ⟶ 91:
 
== Masa Akhir Majapahit ==
===Patih MaudharaUdara===
{{Main|Patih Udara}}
Pada tahun 1513 saat [[Tomé Pires]] mengunjungi Jawa, ibu kota sudah pindah ke Dayo (ejaan Portugis untuk Daha). Saat itu raja sudah tidak berkuasa penuh. Dyah Raṇawijaya hanya sebagai raja simbol belaka. Yang menjalankan roda pemerintahan adalah ''Guste Pate'' (ejaan Portugis untuk ''Gusti Patih'') yang sebelumnya dikenal dengan nama ''Pate Amdura'' (ejaan Portugis untuk ''Patih Mahodara'').<ref name="Suma Oriental 2015"></ref> Cerita ini diperkuat oleh catatan [[Duarte Barbosa]] dari Italia yang menyebutkan pada tahun 1518 yang berkuasa atas Jawa pedalaman bernama Pate Udra ([[Patih Udara]]).
Baris 100 ⟶ 99:
=== Perang Majapahit - Demak ===
{{Main|Pati Unus|Trenggana}}
Setelah Ranawijaya wafat pada tahun 1498, [[Tomé Pires]] (1513) mencatat sering terjadi peperangan antara ''Pate Amdura'' (ejaan Portugis untuk ''Patih Mahodara'') melawan persekutuan para pate (patih) pesisir utara yang dipimpin ''[[Trenggana|Pate Rodim]]'' dari ''Demaa'' (ejaan Portugis untuk ''Demak''). Pate Rodim dan para pate yang beragama Islam itu membentuk aliansi melawan Daha. Meskipun demikian, tidak semua pate yang beragama Islam mendukung Pate Rodim. Ada seorang bernama ''Pate Vira'' dari ''Tuban'' yang meskipun muslim tetapi mendukung Guste Pate di Daha. Pate Vira ini adalah narasumber Tomé Pires mengenai kondisi politik di Jawa saat itu.<ref name="Suma Oriental 2015"></ref>
 
Ketika Tomé Pires datang ke Jawa (1513), peperangan terjadi antara Daha melawan Demak. Terkadang Demak yang menyerang dahulu, kadang Daha yang ganti menyerang. Pihak Daha selaku penerus [[Majapahit]] ingin merebut kembali deretan kota pelabuhan utara yang dikuasai Dĕmak. Hanya [[Tuban]] saja di wilayah pantura yang masih setia kepada Daha, sedangkan [[Surabaya]] kadang melawan Daha, kadang menjadi kawan.<ref name="Suma Oriental 2015"></ref>
 
Pada tahun 1522 penulis Italia bernama [[Antonio PigaffetaPigafetta]] mendapat keterangan dari para pelaut lainnya, bahwa ada kota besar di Jawa bernama Magepaher (Majapahit) yang rajanya bernama ''[[Pati Unus|Pate Unus]]'' (kakak Pate Rodim) telah meninggal. Menurut catatan Tomé Pires di tahun 1513 Pate Unus adalah pate yang berkuasa di Japara, yang merupakan pate Islam terbesar kedua sebelum Pate Rodim raja Demak. Jika keterangan ini benar, maka Pate Udra (Patih Mahodara) patih yang berkuasa di Daha telah dikalahkan oleh Pate Unus sesudah tahun 1518, sebelum tahun 1522.
 
Sementara itu, Babad Sĕngkala mencatat [[Tuban]] dan Daha (sekarang [[Kediri]]) baru bisa ditaklukkan oleh [[Demak]] pada tahun 1527. Saat itu yang menjadi raja Dĕmak adalah Sultan [[Trenggana]] (Pati Rodim) putra [[Raden Patah]].
 
Sisa-sisa keluarga Majapahit keturunan Girindrawardhana kemudian melarikan diri ke wilayah [[Kerajaan Blambangan|Blambangan]] (sekarang daerah [[Kabupaten Banyuwangi]]).
 
=== Kadipaten Djapan (Mojokerto) ===
Putri sulung Brawijaya V yang bernama Ratu Mas Ratna Pembayun atau Ratna Dewi Maskumambang<ref>{{Cite web|date=2021-10-25|title=MAMIRA.ID - Cinta Ditolak, Perang Tak Terelak: Kisah Gugurnya Pangeran Siding Puri|url=https://mamira.id/cinta-ditolak-perang-tak-terelak-kisah-gugurnya-pangeran-siding-puri/|website=MAMIRA.ID|language=id|access-date=2023-06-17}}</ref>, masih memimpin di daerah Kertabumi/ibukota Majapahit di [[Kota Mojokerto|Mojokerto]], namun Dalam pemerintahannya dibantu oleh Patih Kanduruan (patih Djapan/menantu dari Pecatondho) dan Tumenggung Pecattondho (Terung/Krian), Ratu Ratna Pambayun masih berkuasa sebagai adipati Japan sekaligus memimpin pantai utara Jawa Timur dan Madura sampai dengan tahun 1559 (tertulis dalam Babad Sumenep). Pada jaman Demak, Kadipaten Djapan dan Kadipaten Daha Kediri sama-sama bersaing dalam membawa nama besar penerus Majapahit, namun Kadipaten Djapan (Mojokerto) diberikan keistimewaan untuk menerima upeti dari daerah daerah ketemenggungan di bawah kadipaten Djapan yaitu daerah-daerah pantai utara Jawa Timur dan pulau Madura. Pada saat usia muda, Ratna Pembayun putri Brawijaya V juga pernah menikah dengan Andayaningrat/Kyai Ageng Pengging sepuh. Ratna Pembayun merupakan nenek dari Sultan Hadiwijaya/Joko Tingkir.
 
== Referensi ==