Taman Nasional Gunung Merbabu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: obyek → objek (bentuk baku)
Rumahknow (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 1 pranala ditambahkan.
 
(3 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 31:
 
== Sejarah kawasan ==
Sejarah kawasan TNGMb dimulai dengan penetapan kawasan hutan pada masa Pemerintahan Belanda dilingkup Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Semarang. Kawasan hutan yang berada di Kabupaten Magelang semula ditetapkan sebagai kawasan hutan tutupan oleh Pemerintah Belanda melalui ''proces verbaal grensregeling'' tanggal 27 Agustus 1908. Sebagian kawasan hutan komplek Gunung Merbabu yang berada di Kabupaten Magelang berdasarkan ''gouverneur besluit''  nomor 41 tahun 1900 ditetapkan sebagai hutan lindung. Adapun kawasan hutan yang berada di Kabupaten Semarang termasuk didalamnya ''enclave'' Lelo dan ''enclave'' Tekelan ditetapkan sebagai hutan lindung melalui ''proces verbal van grensregeling'' tanggal 19 Mei 1915. Untuk kawasan hutan kompleks Gunung Merbabu yang berada di wilayah Kabupaten Boyolali ditetapkan sebagai Hutan Larangan Gunung Merbabu melalui ''proces verbaal grensproject'' pada tanggal 22 November 1930.
 
Pada tahun 1959-1963 kawasan hutan dibawah pengelolaan Dinas Kehutanan Tk.II yaitu oleh Kepala Daerah Magelang dan Kepala Daerah Surakarta. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1963 pengelolaan hutan diserahkan kepada perusahaan kehutanan negara, sehingga mulai tahun 1963-1974 dikelola oleh Perusahaan Negara Perhutani. Selanjutnya perubahan kebijakan pengelolaan hutan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 76/Kpts/Um/2/1974 bahwa pengelolaan hutan berubah menjadi Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Magelang dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta.
 
Selanjutnya pada tahun 1975-1985, penanaman diarahkan pada klas perusahaan Pinus (''Pinus merkusii'') termasuk di KPH Magelang dan KPH Surakarta dengan pertimbangan ''Pinus merkusii''   untuk fungsi perlindungan dan mendukung produksi hasil hutan. Mulai periode tersebut masyarakat terlibat dalam penanaman dengan sistem tumpangsari dan cemplongan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1972 atau Keputusan Menteri Pertanian Nomor 76/KPTS/UM/2/1974 maka pengelolaan kawasan diserahkan kepada Perum Perhutani yaitu KPH Surakarta dan KPH Magelang (RPKH KPH Magelang, 1987; RPKH KPH Surakarta, 2007). Selain klas perusahaan Pinus (''Pinus merkusii''), sebagian hutan lindung seluas 6,5 hektar yang berada di Kabupaten Magelang melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 580/Kpts/Um/9/1974 ditetapkan sebagai objek wisata alam, karena memiliki keindahan panorama alam berupa air terjun.
 
Berdasarkan sejarah penataan kawasan hutan KPH Magelang sesuai Keputusan Direksi Nomor 1157/Kpts/Dir/1988 tanggal 28 Desember 1988 nama KPH Magelang dirubah menjadi KPH Kedu Utara. Kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 merubah pengelolaan kawasan hutan KPH Kedu Utara dan KPH Surakarta menjadi kawasan konservasi tidak termasuk wilayah kerja perusahaan. Hal ini ditindak lanjuti Departemen Kehutanan melalui Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) pada tahun 2001 mengusulkan kepada Gubernur Jawa Tengah melalui surat Nomor 904/DJ-V/KK/2001 bahwa kawasan hutan di kompleks Gunung Merbabu yaitu kawasan hutan lindung dan Taman Wisata Alam Tuk Songo diusulkan menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu.
Baris 41:
Pada tahun 2002, usulan penunjukkan kawasan disampaikan oleh Direktorat Jenderal PHPA kepada Menteri Kehutanan. Usulan tersebut diimplementasikan menjadi penunjukkan kawasan Gunung Merbabu melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merbabu seluas ± 5.725 hektar menjadi Taman Nasional Gunung Merbabu. Dasar penunjukan kawasan TNGMb adalah sebagai sumber mata air bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, sebagai habitat flora fauna yang dilindungi, dan memiliki potensi wisata alam serta budaya yang menarik.
 
Terhitung sejak tanggal 30 Desember 2005, pengelolaan taman nasional diserahkan kepada BKSDA Jawa Tengah, sementara menunggu pengelola definitif. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai TNGMb baru dibentuk pada bulan Juni 2006, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P29/Menhut-II/2006 tentang organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional yang baru. Pengelola TNGMb secara definitif diatur melalui  Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/ Menhut-II/2007 tanggal 1 Januari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Melalui Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, yaitu Balai Taman Nasional Gunung Merbabu dengan tipe B yang mencakup dua seksi wilayah yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I di Kopeng dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II di Krogowanan. Dasar penunjukan kawasan TNGMb adalah merupakan sumber mata air bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, sebagai habitat flora fauna yang dilindungi, dan memiliki potensi wisata alam serta budaya yang menarik.
 
Penunjukkan kawasan ditindaklanjuti dengan penataan batas kawasan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI pada tanggal 20 Desember 2005 di wilayah Kabupaten Magelang. Selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan tata batas sebagian wilayah Magelang dan rekonstruksi batas sebagian di Wilayah Boyolali dan Semarang. Pada tahun 2015 dilakukan rekonstruksi sebagian batas Kawasan hutan TNGMb wilayah Kabupaten Magelang, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali dan  sebagian batas Kawasan hutan wilayah Kabupaten Magelang pada tahun 2017. Orientasi sebagian batas TNGMb Kabupaten Semarang dilakukan pada tahun 2019.
 
Status hukum formal kawasan TNGMb diperkuat melalui penetapan kawasan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.3623/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Merbabu seluas 5.820,49 hektar di Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah.
Baris 83:
Kawasan taman nasional ini terutama terdiri dari zona-zona [[hutan pegunungan]], seperti yang dikemukakan [[van Steenis]]:<ref name="steenis2006">{{aut|[[Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis|Steenis, CGGJ van]]. 2006.}} ''Flora Pegunungan Jawa''. Terj. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. Hal. 22-25</ref>
# Zona hutan pegunungan bawah (1.000—1.500 m dpl), saat ini telah berubah (tidak asli lagi) dan ditumbuhi oleh jenis-jenis [[tusam]] (''Pinus merkusii''), [[puspa]] (''Schima wallichii'' ssp. ''noronhae'') dan bintuni.
# Zona hutan pegunungan atas (1.500—2.400 m dpl), ditumbuhi oleh jenis-jenis [[akasia]] (''[[Acacia decurrens]]'', ''[[Acacia virgata]]''), puspa, [[sengon gunung]] (''Albizia lophanta''), [[sowo]] (''Engelhardtia serrata''), [[cemara gunung]] (''Casuarina junghuhniana''), [[pasang]] (''Quercus'' sp), dan tanganan.
# Zona hutan (vegetasi) sub-alpin (2.400—3.142 m dpl), ditumbuhi oleh [[rumput|rerumputan]] dan [[edelweis jawa]].
 
Baris 97:
{{reflist}}
{{Taman nasional di Indonesia}}
[[Kategori:Geografi Jawa Tengah]]
 
[[Kategori:Taman nasional di Indonesia|Gunung Merbabu]]
[[Kategori:GeografiDAS Jawa TengahProgo]]
[[Kategori:DAS Tuntang]]
[[Kategori:DAS Serang]]
[[Kategori:DAS Solo]]