Hadis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(17 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Ensiklopedia Islam|Sumber hukum dan ajaran}}{{Hadis}}{{Ushul fiqih|sumber}}
'''Hadis''' ({{lang-ar|الحديث|lit=berbicara, perkataan, percakapan|translit=hadistḥadīṡ}}, [[KBBI|ejaan KBBI]]: '''hadis''', {{audio|Hadith Nabawi Arabic pronunciation.ogg|dengarkan}}, ejaan tidak baku: '''''hadits''''' atau '''''hadist'''''), disebut juga '''sunnah''', adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari [[Nabi [[Muhammad]] yang dijadikan landasan [[syariat Islam]].<ref>{{Cite web|last=Anwar|first=Syamsul|title=HADIS SEBAGAI PEDOMAN HIDUP DAN PENGEMBANGAN KEILMUAN•|url=https://lpksdm.umy.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Hadis-Sebagai-Pedoman-01-02-18-tpk-Prof.-Syamsul-Anwar.pdf|access-date=2024-02-03}}</ref> Hadis dijadikan sumber hukum Islam selain [[al-Qur'an]], dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an. Dan keduanya tidak dapat dipisahkan; karena juga termasuk wahyu dari Tuhan ([[Allah]]).
{{Ushul fiqih|sumber}}
'''Hadis''' ({{lang-ar|الحديث|lit=berbicara, perkataan, percakapan|translit=hadist}}, [[KBBI|ejaan KBBI]]: '''hadis''', {{audio|Hadith Nabawi Arabic pronunciation.ogg|dengarkan}}), disebut juga '''sunnah''', adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari [[Nabi Muhammad]] yang dijadikan landasan [[syariat Islam]]. Hadis dijadikan sumber hukum Islam selain [[al-Qur'an]], dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an.
 
== Etimologi ==
Hadis secara [[harfiah]] berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam [[terminologi]] [[Islam]] istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari [[Nabi Muhammad]].
Menurut istilah [[ulama]] ahli hadis,{{who}} hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari [[Nabi]], baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya ({{lang-ar|تقرير|translit=taqrīr}}), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi ({{lang-ar|بعثة|tranlit=bi'tsah}}) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan [[sunnah]].
 
Kata hadis yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan [[Sunnah]], maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari [[Muhammad|Nabi Muhammad]] {{saw}} yang dijadikan ketetapan ataupun [[Hukum Islam|hukum]].<ref name="H-EoI">"Hadith," ''Encyclopedia of Islam.''</ref> Kata hadis itu sendiri adalah bukan kata infinitif,<ref>Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.</ref> maka kata tersebut adalah kata benda.<ref>''al-Kuliyat'' by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais.</ref>
Baris 57 ⟶ 56:
Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi menjadi 3 golongan yakni ''’[[Marfu]]'' (terangkat), ''mauquf'' (terhenti) dan ''maqthu’''(terputus):
* ''Hadis Marfu’'' adalah hadis yang sanadnya berujung langsung pada Nabi [[Muhammad]] {{saw}} (contoh: hadis di atas)
* ''Hadis Mauquf'' adalah hadis yang sanadnya terhenti pada para [[sahabat nabi]] tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: [[Imam Bukhari|Al Bukhari]] dalam kitab ''Al-Fara'id'' (hukum waris) menyampaikan bahwa [[Abu Bakar]], Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat. Namun, jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadis tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
* ''Hadis Maqthu’'' adalah hadis yang sanadnya berujung pada para [[tabi'in]] (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadis ini adalah: [[Imam Muslim]] meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa [[Ibnu Sirin]] mengatakan: "Pengetahuan ini (hadis) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimanadari mana kamu mengambil agamamu".
Keaslian hadis yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah {{saw}} dari ucapan para sahabat maupun tabi'in di mana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, ''Science of Hadis'').
 
Baris 80 ⟶ 79:
 
=== Berdasarkan tingkat keaslian hadis ===
Kategorisasi tingkat keaslian hadis adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadis tersebut. Tingkatan hadis pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, dla'if dan maudlumaudhu'.
* ''[[Hadis Shahih|Hadis Sahih]]'', yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadis. HadisSecara shahihterminologi memenuhiadalah persyaratanhadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil serta kuat ingatannya (''dhabith''), dari yang semisalnya hingga akhir (sanad), tanpa ada penyimpangan (''syudzudz'') dan cacat ('''illah'').<ref name=":1">{{Cite book|last=Thahhan|first=Mahmud|date=1441 H/2019M|title=Dasar-Dasar Ilmu Hadits|location=Jakarta|publisher=Ummul Qura|isbn=9786027637863|pages=44-45|url-status=live}}</ref> Penjelasannya sebagai berikut:
*# Sanadnya bersambung (lihat Hadis Musnad di atas), yang berarti setiap rawi dari hadis tersebut benar-benar telah mengambil secara langsung dari gurunya hal seperti ini diharuskan mulai dari awal sana hingga akhirnya;<ref name=":1" />
*# Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat muslim, balig, berakal,<ref name=":1" /> istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga ''muruah''(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
*# Sifat ''dhabith'' seorang rawi, yaitu setiap rawi hadits tersebut harus benar-benar sempurna hafalannya, baik hafalan tanpa menggunakan kitab maupun menggunakan kitab (yang terjaga dalam pemalsuan tutup kurung).<ref name=":1" />
*# Pada saat menerima hadis, masing-masing rawi telah cukup umur (''baligh'') dan beragama Islam.
*# Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (''syadz''), sertayaitu benar-benar tidak ada sebabpenyimpangan tersembunyidalam atauhadis tidaktersebut. nyata''Syadz'' adalah rawi yang mencacatkan''tsiqoh'' hadismenyelisihi riwayat rawi yang lebih (''’illattsiqoh'') darinya.<ref name=":1" />
*# Tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadis (''’illah''). Cacat (dalam hadis) adalah sebab-sebab perusahaan hadits yang bersifat samar dan tersembunyi, walaupun hadis tersebut terlihat selamat dari sebab-sebab tersebut.<ref name=":1" />
* ''[[Hadis Hasan]]'', bila hadis yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
* ''[[Hadis Dhaif]]'' (lemah), ialah hadis yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadis mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
* ''[[Hadis Maudlu’Maudhu’]]'', bila hadis dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
 
=== Jenis-jenis lain ===
Baris 102:
 
== Sejarah Perkembangan Hadis ==
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW. meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.<ref name=":0">{{Cite book|last=Agus Solahudin, Suyadi|first=M., Agus|date=2008|title=Ulumul Hadis|location=Bandung|publisher=Pustaka Setia|isbn=978-979-730-938-1|url-status=live}}</ref>
 
M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi SAW. hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.
 
=== Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah SAW. ===
Periode ini disebut 'Ashr Al-IWahyiWahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu) dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis Iahir berupa sabda (aqteal), af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi SAW., kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.<ref name=":0" />
 
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Nabi bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadis. Dalam sejaah pcnulisan hadis terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadis, di antaranya:
 
# '[[Abdullah bin Amr bin al-Ash|Abdullah Ibn Amr Ibn 'Ash]], shahifah-nya disebut AshShadiqah.
# [[Ali bin Abi Thalib|Ali Ibn Abi Thalib]], penulis hadis tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain.
# [[Anas bin Malik|Anas Ibn Malik]].
 
Di samping itu, ketika Nabi SAW. menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan pemberitahuan, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah İslamiyahIslamiah kepada para raja dan kabilah, baik di timur, utara, dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi hadis juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi SAW. telah dilakukan penulisan hadis di kalangan sahabat.
 
=== Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' ArRasyidin (11 H - 40 H) ===
Periode ini disebut 'Ashr-At-Tatsabbut wa Al-lqlal min AlRizvaya/ı (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW. wafat pada tahun 1 1 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.<ref name=":0" />
 
Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:
 
# Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAV. yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
# Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari Nabi SAW.
# Pada masa ini, Khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan hadis, namun maksud tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah.<ref name=":0" />
 
Baris 129:
Periode ini disebut 'Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syatn, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerahdaerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
 
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosokpelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.<ref name=":0" />
 
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan hadis yang banyak menerima, menghapal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadis adalah:
Baris 135:
# Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374hadis, sedangkan menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadis.
# 'Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadis.
# 'Aisyah, istri Rasul SAW. meriwayatkan 2.276 hadis.
# 'Abdullah Ibn 'Abbas meriwayatkan 1.660 hadis.
# Jabir Ibn 'Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
Baris 148:
# Mesir, dengan tokoh-tokohnya: 'Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amir, Kharijah Ibn Hudzaifah, 'Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad al-Khair, Martsad al-Yaziri, Yazid Ibn Abi Habib (tabi'in).<ref name=":0" />
 
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.aradhiyallahu ‘anhu. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: PcrtcunaPertama, golongan 'Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang 'Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu). Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.<ref name=":0" />
 
=== Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah ===
Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah tva Al- Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad Il H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW. Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad ke-2 H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H. Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan burni bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.<ref name=":0" />
 
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar Al-Laits, AlAuza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn 'Ades, seorang ahli fiqh, murid 'Aisyah r.a. (20 H/642 M - 98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.<ref name=":0" />
Baris 170:
# Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110 - 188 H)
# Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 - 181 H)
# Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).
 
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
 
Kitab Az-Zuhri dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui rimbanya sekarang. Adapun kitab yang paling tua yang ada di tangan umat Islam dewasa ini adalah Al-Muwaththa' susunan Imam Malik. Kitab ini disusun atas permintaan Khalifah Al-Mansur ketika ia menunaikan ibadah haji pada tahun 144 H (141 H). Kemudian, Ibnu Ishaq menyusun kitab Al-Maghazi wa As-Siyar (Hadis-hadis mengenai sirah Rasul SAW.). Kitab Al-Maghazi ini adalah dasar pokok bagi kitab-kitab sirah Nabi. Para ulama abad kedua membukukan hadis tanpa menyaringnya, yakni mereka tidak hanya membukukan hadis-hadis saja, tetapi fatwafatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya. Oleh karena itu, dalam kitab-kitab itu terdapat hadis-hadis marfu', hadis-hadis mauquf, dan hadis-hadis pnaqthu'. Kitab hadis seperti itu dan mudah kita dapatkan qdalah Al-Muwaththa, susunan Imam Malik.<ref name=":0" />
 
Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di kalangan ahli hadis adalah:
Baris 342:
== Lihat juga ==
* [[Al-Qur'an dan As-Sunnah]]
* [[Muhadis]]
 
== Bacaan lanjutan ==
Baris 362 ⟶ 363:
* [[Fred Donner|Fred M. Donner]], ''Narratives of Islamic Origins'' (1998)
* Warner, Bill. ''The Political Traditions of Mohammed: The Hadith for the Unbelievers'', CSPI (2006). ISBN 0-9785528-7-3
* 'Al-Qaththan, Syaikh Manna'. ''[https://play.google.com/store/books/details/Pengantar_Studi_Ilmu_Hadits?id=9JQxDQAAQBAJ Pengantar Studi Ilmu Hadits] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204026/https://play.google.com/store/books/details/Pengantar_Studi_Ilmu_Hadits?id=9JQxDQAAQBAJ |date=2023-08-12 }}.'' Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2013. ISBN 9795923188
 
== Pranala luar ==
Baris 368 ⟶ 369:
{{Wikiquote}}
{{commons category}}
* {{id}} [http://lidwa.com/app Sunnah 9 Kitab Imam Hadis dalam bahasa Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204033/https://store.lidwa.com/get/ |date=2023-08-12 }}
* {{id}} [http://media.isnet.org/v01/index.html Kumpulan hadis shahih, dha'if (lemah) & maudhu' (palsu)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204035/http://media.isnet.org/kmi/v01/index.html |date=2023-08-12 }}
* {{id}} [http://www.hadiths.eu Hadis-hadis] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120412055302/http://www.hadiths.eu/ |date=2012-04-12 }}
* {{id}} [http://www.mail-archive.com/assunnah@yahoogroups.com/msg02893.html Musthohalul hadis, Istilah-istilah hadis. Milis Assunnah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204032/https://www.mail-archive.com/assunnah@yahoogroups.com/msg02893.html |date=2023-08-12 }}
* {{id}} [http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 Hadis Ahad, Ust. Ahmad Syarwat, Lc.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070929001040/http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 |date=2007-09-29 }}
* {{id}} [http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 Belajar Hadis di Media Muslim INFO] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070305161950/http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 |date=2007-03-05 }}