Orang Tionghoa-Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Nyilvoskt (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh 123.253.233.174 (bicara) ke revisi terakhir oleh Nyilvoskt
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
(46 revisi perantara oleh 24 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 41:
}}
 
'''Orang Tionghoa-Indonesia'''<ref group="catatan">Biasanya juga disebut sebagai '''''Tenglang''''' ([[Bahasa Hokkien|Hokkien]]: Tn̂g-lâng), '''''Tengnang''''' ([[Bahasa Tiochiu|Tiochiu]]), '''''Thong ngin''''' ([[Bahasa Hakka|Hakka]]), '''''Tonning''''' ([[Bahasa Fuqing|Fuqing]]), '''Tòhng yàn''' ([[bahasa Kantonis]]). Dalam bahasa [[Mandarin]] mereka disebut '''''Tangren''''' ([[Hanzi]]: {{Lang|zh|唐人}}, "orang Tang") atau lazim disebut '''''Huaren''''' ([[Hanzi Tradisional]]: {{Lang|zh|華人}} ; [[Hanzi Sederhana]]: {{Lang|zh|华人}}). Istilah ''Tangren'' berasal dari nama [[Dinasti Tang]], sementara istilah [[orang Han]] (Hanzi Tradisional: {{Lang|zh|漢人}}, Hanzi Sederhana: {{Lang|zh|汉人}}, [[Hanyu Pinyin]]: Hànrén, "orang Han") berasal dari nama [[Dinasti Han]]. [[Slang (bahasa)|Slang bahasa Inggris]]: '''''Chindo'''''; singkatan dari {{lang-en|Chinese Indonesian}} ({{Cite web|last=Post|first=The Jakarta|title=Why it's important to talk about Chinese-Indonesians or Chindos|url=https://www.thejakartapost.com/youth/2016/08/30/why-its-important-to-talk-about-chinese-indonesians-or-chindos.html|website=The Jakarta Post|language=en|access-date=2020-12-09}})</ref> adalah salah sebuah kelompok [[masyarakat]] di [[Indonesia]]<ref>sesuai Pasal 2 [[s:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006|UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia]]. {{citation|last1 = Trisnanto|first1 = AM Adhy|title = Etnis Tionghoa Juga Bangsa Indonesia|newspaper = Suara Merdeka|date = Minggu, [[18 Februari]] [[2007]]|year = 2007|url = http://www.suaramerdeka.com/harian/0702/18/nas04.htm|accessdate = [[13 Agustus]] [[2008]]|archive-date = 2008-12-29|archive-url = https://web.archive.org/web/20081229041847/http://www.suaramerdeka.com/harian/0702/18/nas04.htm|dead-url = yes}}</ref> yang asal-usul leluhur mereka berasal dari [[CinaTiongkok]]. Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam [[sejarah Indonesia]], bahkan sebelum [[Republik Indonesia]] dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari CinaTiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di [[Nusantara]] telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di [[CinaTiongkok]]. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari CinaTiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.
 
== Pengelompokan ==
Baris 48:
Merupakan sebuah kelompok masyarakat Tionghoa [[Warga Negara Indonesia]] ({{Small|WNI}}) yang lahir dan besar di Indonesia, dan tidak ada garis keturunan campuran dengan [[Daftar suku bangsa di Indonesia|orang non-Tionghoa-Indonesia]] dalam silsilahnya, masyarakat ini umumnya bersuku [[Orang Hokkian|Hokkien]], [[Orang Hakka|Khek/Hakka]], [[Orang Tiochiu|Tiociu]], [[Orang Kanton|Kanton]], dsb.{{fact}}. Mereka dapat dibagi lagi ke dalam kelompok orang [[Totok]] (yang masih mengikuti tradisi leluhur, dan bisa berbicara salah satu bahasa Tionghoa; biasanya WNI Tionghoa generasi pertama atau kedua), dan orang [[:wikt:babah|babah atau baba]], yang sudah berasimilasi dan tidak lagi mengikuti tradisi serta tidak dapat berbicara bahasa Tionghoa.
*'''Masyarakat Tionghoa-Indonesia keturunan parsial''' ([[bahasa Mandarin|Mandarin]]: 印尼華裔 / 印尼华裔 [Yìnní huáyì])
Merupakan sebuah kelompok masyarakat yang memiliki garis keturunan campuran antara [[Daftar suku bangsa di Indonesia|suku bangsa di Indonesia]] dengan [[Daftar suku di Cina|suku bangsa di CinaTiongkok]] (Han maupun lainnya). Kelompok ini biasanya membentuk komunitas baru yang kemudian membentuk suatu identitas [[etnis]] tersendiri, contoh dari etnis yang terbentuk dari kelompok masyarakat ini ialah [[Orang Peranakan|Suku Peranakan]] ({{Small|di Jawa Tengah dan Jawa Timur}}), [[Tionghoa Benteng|Suku Benteng]] ({{Small|di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat}}), dsb.
*'''Masyarakat Cina yang hidup di Indonesia''' ([[bahasa Mandarin|Mandarin]]: 中國人 / 中国人 [Zhōngguó rén] atau disebut 華僑 / 华侨 (Huáqiáo) oleh orang CinaTiongkok)
Merupakan kelompok masyarakat warga negara CinaTiongkok yang hidup dan menetap di negara Indonesia. Kelompok ini masuk ke dalam kategori [[ekspatriat]] yang biasanya berupa pekerja (dikategorikan sebagai [[pekerja asing]]), maupun menikah dengan seorang Warga Negara Indonesia.
 
Orang WNI Tionghoa-Indonesia dapat tinggal di Indonesia, maupun tinggal di luar negeri, termasuk di Cina (sebagian Tionghoa Indonesia kembali ke Cina karena terpaksa memilih kewarganegaraan, pada era Orde Lama, atau karena sukarela: studi, bekerja, wisata, ataupun menikah), Amerika Utara, Eropa, Asia Tenggara, dan negara-negara lainnya. Di luar Indonesia, identitas mereka (dan orang-orang Indonesia dari suku lainnya) biasanya melebur menjadi "orang Indonesia" saja, atau Warga Negara Indonesia, tanpa embel-embel etnis.
Baris 90:
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau [[Jawa]]. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: [[Sumatera Utara]], [[Bangka-Belitung]], [[Sumatera Selatan]], [[Lampung]], [[Lombok]], [[Kalimantan Barat]], [[Banjarmasin]] dan beberapa tempat di [[Sulawesi Selatan]] dan [[Sulawesi Utara]].
 
* [[Hakka]] – [[Jakarta]], [[Aceh]],<ref>{{Cite journal|last=Helmisyah|first=Sri Ahmat|last2=Rosyad|first2=Rifki|date=2021-05-01|title=Keberadaan Etnis Tionghoa Di Kampung Peunayong|url=https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/temali/article/view/11200|journal=TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial|volume=4|issue=1|pages=27–35|doi=10.15575/jt.v4i1.11200|issn=2615-5028}}</ref> [[Sumatera Utara]], [[Batam]], [[Bengkulu]] [[Sumatera Selatan]], [[Bangka-Belitung]], [[Lampung]], [[Jawa]], [[Kalimantan Barat]] (bagian utara), [[Banjarmasin]], [[Sulawesi Selatan]], [[Manado]], [[Pulau Ambon|Ambon]], dan [[Jayapura]].
* [[Hainan]] – [[Pekanbaru]], [[Batam]], dan [[Manado]].
* [[Hokkien]] – [[Sumatera Utara]], [[Riau]] ([[Pekanbaru]], [[Selatpanjang]], [[Bagansiapiapi]], dan [[Bengkalis]]), [[Padang]], [[Jambi]], [[Sumatera Selatan]], [[Bengkulu]], [[Jawa]], [[Bali]] (terutama di [[Denpasar]], dan [[Singaraja]]), [[Banjarmasin]], [[Kabupaten Kutai Kartanegara|Kutai]], [[Kabupaten Sumbawa|Sumbawa]], [[Kabupaten Manggarai|Manggarai]], [[Kupang]], [[Makassar]], [[Kendari]], [[Sulawesi Tengah]], [[Manado]], [[Ambon]] dan [[Saumlaki]].
Baris 133:
 
==== Pergerakan ====
Pemerintah kolonial Belanda makin khawatir karena [[Sun Yat Sen]] memproklamasikan [[Republik ChinaTiongkok]], Januari [[1912]]. Organisasi Tionghoa yang pada mulanya berkecimpung dalam bidang sosial-budaya mulai mengarah kepada politik. Tujuannya menghapuskan perlakukan diskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda dalam bidang pendidikan, hukum/peradilan, status sipil, beban pajak, hambatan bergerak dan bertempat tinggal.
 
Dalam rangka pelaksanaan [[Politik Etis]], pemerintah kolonial berusaha memajukan pendidikan, namun warga Tionghoa tidak diikutkan dalam program tersebut. Padahal orang Tionghoa membayar pajak ganda (pajak penghasilan dan pajak kekayaan). Pajak penghasilan diwajibkan kepada warga pribumi yang bukan petani. Pajak kekayaan (rumah, kuda, kereta, kendaraan bermotor dan peralatan rumah tangga) dikenakan hanya bagi Orang Eropa dan Timur Asing (termasuk orang etnis Tionghoa). Hambatan untuk bergerak dikenakan bagi warga Tionghoa dengan adanya [[passenstelsel]].
Baris 188:
=== Seni Pertunjukan ===
==== Barongsai ====
[[Barongsai]] adalah tari tradisional [[Tionghoa]] dengan menggunakan sarung dan kostum yang menyerupai [[singa]]. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari [[CinaTiongkok Selatan]]. Pada 1965 kesenian barongsai di Indonesia sempat terhenti akibat situasi politik dan adanya pelarangan [[Budaya Tionghoa-Indonesia|kebudayaan Tionghoa di Indonesia]]. Meski saat itu barongsai tidak diizinkan dimainkan, namun ada satu tempat yang bisa menampilkan [[kesenian]] [[budaya]] [[barongsai]] secara besar-besaran, yakni di [[Kota Semarang]], tepatnya di panggung besar [[Kelenteng Sam Poo Kong]] atau dikenal juga dengan [[Klenteng|Kelenteng]] Gedong Batu. Barongsai di Indonesia kemudian mengalami masa marak ketika masih adanya perkumpulan [[Tiong Hoa Hwee Koan]] (THHK) yang mempopulerkan [[seni]] [[barongsai]]. Pada 9 Agustus 2012 di Jakarta, telah berdiri FOBI ([[Federasi Olahraga Barongsai Indonesia]]) yang menjadi wadah dari [[olahraga]] barongsai di Indonesia. FOBI akhirnya resmi masuk [[KONI]] pada 11 Juni 2013. [[Barongsai]] pun kini tidak hanya dimainkan oleh etnis Tionghoa saja, namun juga dimainkan oleh para kaum muda non-Tionghoa.<ref>{{Cite web|last=Indonesia|first=INI BARU (ALE/SA)|date=2018-02-16|title=Barongsai di Indonesia, Dulu dan Kini|url=https://www.inibaru.id/tradisinesia/barongsai-di-indonesia-dulu-dan-kini|website=INI BARU Indonesia|publisher=Inibaru.id|language=id|access-date=|archive-date=2020-11-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20201120061720/https://www.inibaru.id/tradisinesia/barongsai-di-indonesia-dulu-dan-kini|dead-url=yes}}</ref>
 
==== Liang Liong ====
[[Tari Naga]] (karakter sederhana: 舞龙; karakter tradisional: 舞龍; pinyin: wǔ lóng) atau disebut juga Liang Liong di Indonesia. Tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'Keturunan Naga'(龍的傳人 atau 龙的传人, lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis. Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat atau lebih. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala [[naga]]-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari.
Baris 228 ⟶ 227:
* Kerusuhan Mei 1998. Salah satu contoh kerusuhan rasial yang paling dikenang masyarakat Tionghoa Indonesia yaitu Kerusuhan Mei 1998. Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Solo. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang terbunuh, terluka, mengalami pelecehan seksual, penderitaan fisik dan batin serta banyak warga keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama besar yang dianggap provokator kerusuhan Mei 1998. Bahkan pemerintah mengeluarkan pernyataan berkontradiksi dengan fakta yang sebenarnya yang terjadi dengan mengatakan sama sekali tidak ada pemerkosaan massa terhadap wanita keturunan Tionghoa disebabkan tidak ada bukti-bukti konkret tentang pemerkosaan tersebut. Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun umumnya orang setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian orang-orang tersebut.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" />
* 5-8 Mei 1998. Medan, Belawan, Pulobrayan, Lubuk-Pakam, Perbaungan, Tebing-Tinggi, Pematang-Siantar, Tanjungmorawa, Pantailabu, Galang, Pagarmerbau, Beringin, Batangkuis, Percut Sei Tuan: Ketidakpuasan politik yang berkembang jadi anti Tionghoa.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" />
* Jakarta, 13-14 Mei 1998. Kemarahan massa akibat penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang dikembangkan oleh kelompok politik tertentu jadi kerusuhan anti-Tionghoa. Peristiwa ini merupakan persitiwaperistiwa anti-Tionghoa paling besar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Sejumlah perempuan keturunan Tionghoa diperkosa.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" />
* Solo, 14 Mei 1998. Ketidakpuasan politik yang kemudian digerakkan oleh kelompok politik tertentu menjadi kerusuhan anti Tionghoa.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" /><ref>[Heryanto, Ariel. "State Terrorism and Political Identity in Indonesia: Fatally Belonging," London: Routledge, 2006].</ref>
* Tanjungbalai, 29-30 Juli 2016. [[Kerusuhan tanjungbalai 2016|Kerusuhan Tanjungbalai]], Sumatera Utara, meliputi aksi pengrusakan, penjarahan dan pembakaran yang menyasar rumah, [[tempat ibadah|tempat-tempat ibadah]] dan balai [[lembaga sosial|yayasan sosial]] Tionghoa. [[Kerusuhan]] terjadi akibat adanya unsur provokasi dengan ujaran kebencian di media sosial yang memuat isu SARA terkait keluhan volume pengeras suara masjid dari salah seorang warga keturunan tionghoa yang kemudian mengundang aksi massa. Kerugian akibat kejadian itu ditaksir mencapai hingga sedikitnya ratusan juta rupiah.<ref>[https://tirto.id/cUg6''Detail Kejadian Kerusuhan di Tanjung Balai'', diakses dari situs tirto.id]</ref>
 
== Peran Warga Tionghoa Bagi Republik Indonesia ==
{{sect-stub}}
 
=== Peran Ekonomi ===
Implikasi peran ekonomi warga Tionghoa dalam berbagai sektor termasuk [[usaha]], [[investasi]], dan [[kontribusi]] positif pada ekonomi negara. Implikasi tersebut tidak hanya menjadi pelaku utama dalam bisnis besar dan investasi, tetapi juga berperan sebagai penggerak ekonomi lokal melalui usaha mikro, kecil, dan menengah. Warga Tionghoa juga terlibat dalam tenaga kerja di berbagai [[sektor]], memberikan kontribusi pada [[produktivitas]] dan pertumbuhan ekonomi. Kontribusi tersebut melalui pembayaran pajak mendukung keuangan negara, dan implikasi dalam perdagangan membantu mengembangkan [[pasar domestik]] dan memperluas akses ke pasar internasional. Kemitraan dan jaringan bisnis yang dibangun oleh warga Tionghoa turut memfasilitasi pertukaran ekonomi dan teknologi antara Indonesia dan negara-negara lain, memperkuat posisi Indonesia dalam panggung ekonomi global.
{{sect-stub}}
 
=== Peran Sosial Budaya dan Pendidikan ===
 
Didirikannya sekolah-sekolah Tionghoa oleh organisasi Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) sejak 1900, mendorong berkembangnya pers dan [[sastra Melayu]] Tionghoa. Maka dalam waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 3000 buku, suatu prestasi yang luar biasa bila dibandingkan dengan sastra yang dihasilkan oleh angkatan [[pujangga baru]], angkatan 45, 66 dan pasca 66 yang tidak seproduktif itu. Dengan demikian komunitas ini telah berjasa dalam membentuk satu awal perkembangan bahasa Indonesia.
 
Baris 254 ⟶ 252:
 
Saat ini di [[Taman Mini Indonesia Indah]] sedang dibangun taman budaya Tionghoa Indonesia yang diprakarsai oleh [[PSMTI]]. Pembangunan taman ini direncanakan akan selesai sebelum tahun 2012 dengan biaya kurang lebih 50 miliar rupiah.{{fact}}
 
{{sect-stub}}
 
== [[Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia|Tokoh Tionghoa-Indonesia]] ==
Baris 261 ⟶ 257:
 
== Lihat pula ==
* [[CinaTiongkok]]
* [[Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia]]
* [[Marga Tionghoa]]
Baris 275 ⟶ 271:
==Catatan==
<references group="catatan"/>
== Referensi ==
== Catatan kaki dan referensi ==
{{reflist|2}}
 
== Bacaan lanjutlanjutan ==
* T'ien Ju-k'ang. ''The Chinese of Sarawak'', L. S. E. Monographs on Social Anthropology, No. 12, London ([[London School of Economics]], Department of Anthropology), 1953.
* Willmott, Donald Earl. ''The Chinese of Semarang: A Changing Minority in Indonesia'', Ithaca ([[:en:Cornell University Press|Cornell University Press]]), 1960.