Orang Tionghoa-Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Budaya Tionghoa-Indonesia: Hapus Skrip Cina. Tidak relevan untuk digunakan di Wikipedia Bahasa Indonesia |
k Mengembalikan suntingan oleh 123.253.233.174 (bicara) ke revisi terakhir oleh Nyilvoskt Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(19 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 27:
----
1.2% dari populasi Indonesia
|popplace = {{ubl|[[Jabodetabek|Jakarta Raya]]|[[Singkawang]]|[[Bangka Belitung]]|[[Pontianak]]|[[
▲[[Bangli]]|[[Kupang]]|[[Palembang]]|[[Surabaya]]|[[Semarang]]|[[Surakarta]]|[[Pematangsiantar]]||dan kota-kota besar lainnya di Indonesia}}<br/>Serta populasi diaspora yang besar di:<br/>{{bendera|Malaysia}}<ref name="CN Indo">{{cite web|url=https://www.nytimes.com/1998/12/12/news/indonesias-ethnic-chinese-find-a-haven-for-now-but-their-future-is.html|title=Indonesia's Ethnic Chinese Find a Haven For Now, But Their Future Is Uncertain: Malaysia's Wary Welcome|author=Thomas Fuller|work=[[The New York Times]]|date=12 December 1998|access-date=5 Februari 2022}}</ref><br/>{{bendera|Singapura}}<ref name="CN Indo"/><br/>{{bendera|Australia}}<ref>{{cite web|url=http://stories.anmm.gov.au/blackarmada/chinese-indonesian-australian-family-histories/|title=A Complicated Journey: Chinese, Indonesian, and Australian Family Histories|author=Stephen Gapps|publisher=[[Australian National Maritime Museum]]|access-date= 5 Februari 2022|archive-date=6 May 2018|archive-url=https://web.archive.org/web/20180506133557/http://stories.anmm.gov.au/blackarmada/chinese-indonesian-australian-family-histories/|url-status=dead}}</ref><ref>{{cite web|url=https://dictionaryofsydney.org/entry/indonesians|title=Indonesians|author=Terri McCormack|publisher=[[Dictionary of Sydney]]|year=2008|access-date= 5 Februari 2022}}</ref><br/>{{bendera|Taiwan}}<ref name="immi">{{cite web|url=http://www.immigration.gov.tw/ct.asp?xItem=1095285&ctNode=29699&mp=1|title=Statistics|publisher=National Immigration Agency, ROC|access-date=5 Februari 2022|language=zh|archive-date=2017-01-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20170118070427/http://www.immigration.gov.tw/ct.asp?xItem=1095285&ctNode=29699&mp=1|dead-url=yes}}</ref><br/>{{bendera|Belanda}}<br/>{{bendera|Hong Kong}}<br/>
{{Bendera|Amerika Serikat}}
|langs =
Baris 34 ⟶ 33:
*'''Dominan''':<br>[[Bahasa Indonesia|Indonesia]], [[Peranakan Tionghoa]]
*'''Bahasa suku-suku asal Cina''':<br>[[Bahasa Hokkien|Hokkien]], [[Bahasa Khek|Khek/Hakka]], [[Bahasa Tiociu|Tiociu]], [[Bahasa Kanton|Kanton]], dsb.
*'''Bahasa suku-suku asal Indonesia''':<br>[[Bahasa Betawi|Betawi]], [[Bahasa Jawa|Jawa]] ([[Dialek Surabaya|Surabaya]], [[Dialek Semarang|Semarang]]), [[Bahasa Sunda|Sunda]] ([[Bahasa Sunda Priangan|Priangan]], [[Bahasa Sunda Tangerang|Tangerang]])
}}
|rels = {{Ubl|[[
----
|related = '''[[Tionghoa perantauan|Tionghoa Perantauan]]'''<br>
Baris 43 ⟶ 42:
'''Orang Tionghoa-Indonesia'''<ref group="catatan">Biasanya juga disebut sebagai '''''Tenglang''''' ([[Bahasa Hokkien|Hokkien]]: Tn̂g-lâng), '''''Tengnang''''' ([[Bahasa Tiochiu|Tiochiu]]), '''''Thong ngin''''' ([[Bahasa Hakka|Hakka]]), '''''Tonning''''' ([[Bahasa Fuqing|Fuqing]]), '''Tòhng yàn''' ([[bahasa Kantonis]]). Dalam bahasa [[Mandarin]] mereka disebut '''''Tangren''''' ([[Hanzi]]: {{Lang|zh|唐人}}, "orang Tang") atau lazim disebut '''''Huaren''''' ([[Hanzi Tradisional]]: {{Lang|zh|華人}} ; [[Hanzi Sederhana]]: {{Lang|zh|华人}}). Istilah ''Tangren'' berasal dari nama [[Dinasti Tang]], sementara istilah [[orang Han]] (Hanzi Tradisional: {{Lang|zh|漢人}}, Hanzi Sederhana: {{Lang|zh|汉人}}, [[Hanyu Pinyin]]: Hànrén, "orang Han") berasal dari nama [[Dinasti Han]]. [[Slang (bahasa)|Slang bahasa Inggris]]: '''''Chindo'''''; singkatan dari {{lang-en|Chinese Indonesian}} ({{Cite web|last=Post|first=The Jakarta|title=Why it's important to talk about Chinese-Indonesians or Chindos|url=https://www.thejakartapost.com/youth/2016/08/30/why-its-important-to-talk-about-chinese-indonesians-or-chindos.html|website=The Jakarta Post|language=en|access-date=2020-12-09}})</ref> adalah salah sebuah kelompok [[masyarakat]] di [[Indonesia]]<ref>sesuai Pasal 2 [[s:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006|UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia]]. {{citation|last1 = Trisnanto|first1 = AM Adhy|title = Etnis Tionghoa Juga Bangsa Indonesia|newspaper = Suara Merdeka|date = Minggu, [[18 Februari]] [[2007]]|year = 2007|url = http://www.suaramerdeka.com/harian/0702/18/nas04.htm|accessdate = [[13 Agustus]] [[2008]]|archive-date = 2008-12-29|archive-url = https://web.archive.org/web/20081229041847/http://www.suaramerdeka.com/harian/0702/18/nas04.htm|dead-url = yes}}</ref> yang asal-usul leluhur mereka berasal dari [[Tiongkok]]. Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam [[sejarah Indonesia]], bahkan sebelum [[Republik Indonesia]] dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di [[Nusantara]] telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di [[Tiongkok]]. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.
== Pengelompokan ==
Masyarakat Tionghoa-Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan garis keturunannya{{siapa}}<!--pembagian ini menurut siapa?-->:
*'''Masyarakat Tionghoa-Indonesia keturunan penuh''' ([[bahasa Mandarin|Mandarin]]: 印尼華人 / 印尼华人 [Yìnní huárén] atau disebut 華僑 / 华侨 [Huáqiáo]/[Hoakiao] oleh orang Tionghoa Indonesia ([[endonim]]))
Merupakan sebuah kelompok masyarakat Tionghoa [[Warga Negara Indonesia]] ({{Small|WNI}}) yang lahir dan besar di Indonesia, dan tidak ada garis keturunan campuran dengan [[Daftar suku bangsa di Indonesia|orang non-Tionghoa-Indonesia]] dalam silsilahnya, masyarakat ini umumnya bersuku [[Orang Hokkian|Hokkien]], [[Orang Hakka|Khek/Hakka]], [[Orang Tiochiu|Tiociu]], [[Orang Kanton|Kanton]], dsb.{{fact}}. Mereka dapat dibagi lagi ke dalam kelompok orang [[Totok]] (yang masih mengikuti tradisi leluhur, dan bisa berbicara salah satu bahasa Tionghoa; biasanya WNI Tionghoa generasi pertama atau kedua), dan orang [[:wikt:babah|babah atau baba]], yang sudah berasimilasi dan tidak lagi mengikuti tradisi serta tidak dapat berbicara bahasa Tionghoa.
*'''Masyarakat Tionghoa-Indonesia keturunan parsial''' ([[bahasa Mandarin|Mandarin]]: 印尼華裔 / 印尼华裔 [Yìnní huáyì])
Merupakan sebuah kelompok masyarakat yang memiliki garis keturunan campuran antara [[Daftar suku bangsa di Indonesia|suku bangsa di Indonesia]] dengan [[Daftar suku di Cina|suku bangsa di Tiongkok]] (Han maupun lainnya). Kelompok ini biasanya membentuk komunitas baru yang kemudian membentuk suatu identitas [[etnis]] tersendiri, contoh dari etnis yang terbentuk dari kelompok masyarakat ini ialah [[Orang Peranakan|Suku Peranakan]] ({{Small|di Jawa Tengah dan Jawa Timur}}), [[Tionghoa Benteng|Suku Benteng]] ({{Small|di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat}}), dsb.
*'''Masyarakat Cina yang hidup di Indonesia''' ([[bahasa Mandarin|Mandarin]]: 中國人 / 中国人 [Zhōngguó rén] atau disebut 華僑 / 华侨 (Huáqiáo) oleh orang Tiongkok)
Merupakan kelompok masyarakat warga negara Tiongkok yang hidup dan menetap di negara Indonesia. Kelompok ini masuk ke dalam kategori [[ekspatriat]] yang biasanya berupa pekerja (dikategorikan sebagai [[pekerja asing]]), maupun menikah dengan seorang Warga Negara Indonesia.
Orang WNI Tionghoa-Indonesia dapat tinggal di Indonesia, maupun tinggal di luar negeri, termasuk di Cina (sebagian Tionghoa Indonesia kembali ke Cina karena terpaksa memilih kewarganegaraan, pada era Orde Lama, atau karena sukarela: studi, bekerja, wisata, ataupun menikah), Amerika Utara, Eropa, Asia Tenggara, dan negara-negara lainnya. Di luar Indonesia, identitas mereka (dan orang-orang Indonesia dari suku lainnya) biasanya melebur menjadi "orang Indonesia" saja, atau Warga Negara Indonesia, tanpa embel-embel etnis.
== Asal kata ==
[[Berkas:The Hong Eng, ethnic Chinese in Indonesia, ID card during Japanese occupation, 1943.jpg|jmpl|150px|Kata Tionghwa telah digunakan dalam surat setia kepada tentara Nippon ini.]]
Wilayah pemukiman yang penduduknya mayoritas orang Tionghoa lazim disebut [[Pecinan]] (dalam bahasa Inggris konsep yang setara adalah "''Chinatown''", dan dalam Tionghoa modern disebut Tángrén Jiē, alias Jalan Tenglang.<ref>{{cite journal |last1=Hoy |first1=William J |title=Chinatown derives its own street names |journal=California Folklore Quarterly |volume=2 |year=1943 |issue=April |pages=71–75|doi=10.2307/1495551 |jstor=1495551}}</ref><ref name="yung2006">{{cite book |last1=Yung |first1=Judy and the Chinese Historical Society of America |title=San Francisco's Chinatown |url=https://archive.org/details/sanfranciscoschi0000yung |date=2006 |publisher=Arcadia Publishing |isbn=978-07385-3130-4}}</ref>{{rp|13}}▼
Kata ''Tionghoa'' (atau ''Tionghwa'') merupakan [[bahasa Hokkien]] untuk kata ''[[Tionghoa|Zhonghua]]''. Dalam [[bahasa Mandarin]] terdapat istilah ''Zhonghua minzu'' ({{lang-zh|s=中华民族|t=中華民族}}) yang berarti "bangsa Tionghoa", yaitu suatu bangsa yang berasal dari negeri ''[[Cina|Zhongguo]]'' ({{lang-zh|s=中国|t=中國}}), atau ''[[Cina]]'' (menurut bahasa Hokkien), atau yang dikenal di [[Dunia Barat]] sebagai negeri ''[[China]]''.
Wacana ''Cung Hwa'' setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di [[Hindia Belanda]] yang ketika itu dinamakan ''Orang Cina''.{{when}}{{fact}}
Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun [[1900]], mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan "[[Tjung Hwa Hwei Kwan]]", yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi ''Tiong Hoa Hwe Kwan'' (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tetapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah "Cina" menjadi "[[Tionghoa]]" di Hindia Belanda.{{fact}}
▲Wilayah pemukiman yang penduduknya mayoritas orang Tionghoa lazim disebut [[Pecinan]] (dalam bahasa Inggris konsep yang setara adalah "''Chinatown''", dan dalam Tionghoa modern disebut 唐人街; pinyin: Tángrén Jiē, alias Jalan Tenglang.<ref>{{cite journal |last1=Hoy |first1=William J |title=Chinatown derives its own street names |journal=California Folklore Quarterly |volume=2 |year=1943 |issue=April |pages=71–75|doi=10.2307/1495551 |jstor=1495551}}</ref><ref name="yung2006">{{cite book |last1=Yung |first1=Judy and the Chinese Historical Society of America |title=San Francisco's Chinatown |url=https://archive.org/details/sanfranciscoschi0000yung |date=2006 |publisher=Arcadia Publishing |isbn=978-07385-3130-4}}</ref>{{rp|13}}
== Populasi di Indonesia ==
Baris 53 ⟶ 70:
Menurut Perpustakaan Universitas Ohio, jumlah suku Tionghoa di Indonesia mencapai 7.310.000 jiwa. Jumlah ini merupakan yang terbesar di luar [[Cina]]<ref>{{Cite web |url=http://www.library.ohiou.edu/subjects/shao/databases_popdis.htm |title=Ohio University |access-date=2007-02-28 |archive-date=2007-03-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070310211723/http://www.library.ohiou.edu/subjects/shao/databases_popdis.htm |dead-url=yes }}</ref> Sedangkan pada tahun 2006 jumlah etnis Tionghoa di Indonesia mencapai 7.670.000.<ref>{{zh}} {{cite web|url = http://www.ocac.gov.tw/download.asp?tag=P&file=DownFile/File_9894.pdf&no=9894|title = 印尼2006 年華人人口統計推估 (Perkiraan Statistik Jumlah Penduduk Tionghoa-Indonesia Tahun 2006)|format = PDF|publisher = Overseas Compatriot Affairs Commission, [[Republik Cina|R.O.C]] (Taiwan)|accessdate = 2010-05-10|accessyear = 2010|quote = 本會以人口增加率1.38%估計,2006 年印尼華人人口約有767 萬人,約占印尼總人口的3.4%,尚屬合理。}}</ref> Poston, Dudley; Wong, Juyin (2016) memperkirakan populasi Tionghoa Indonesia mencapai lebih dari 8.010.720 jiwa.<ref name="Poston and Wong" />
== Daerah asal di Cina ==
[[Berkas:Old Indonesian Peng family.jpg|jmpl|Foto tahun 1967 keluarga Tionghoa-Indonesia dari Provinsi [[Hubei]], generasi kedua dan ketiga]]
[[Berkas:Gu family of Chinese-Indonesian.jpg|thumb|Foto tahun 1958 keluarga Tionghoa-Indonesian dari [[Orang Hakka]], generasi pertama hingga ketiga]]
<!--[[Berkas:Peta distribusi asal leluhur.jpg|thumb|300px|Peta distribusi daerah asal leluhur suku Tionghoa-Indonesia]]-->
Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara Cina, menyebabkan banyak sekali orang-orang yang juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara. Karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke Cina untuk terus berdagang.
Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara Cina. Mereka termasuk sub-grup (minxi 民系):
* [[Hakka]] 客家
* [[Hainan]] 海南
* [[Hokkien]] 福建
* [[Kantonis]] 廣東
* [[Hokchia]] 福清
* [[Orang Tiochiu|Tiochiu]] 潮州
Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena dari sejak zaman [[Dinasti Tang]] kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. [[Quanzhou]] pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut.{{cn}}
== Daerah konsentrasi ==
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau [[Jawa]]. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: [[Sumatera Utara]], [[Bangka-Belitung]], [[Sumatera Selatan]], [[Lampung]], [[Lombok]], [[Kalimantan Barat]], [[Banjarmasin]] dan beberapa tempat di [[Sulawesi Selatan]] dan [[Sulawesi Utara]].
* [[Hakka]] – [[Jakarta]], [[Aceh]], [[Sumatera Utara]], [[Batam]], [[Bengkulu]] [[Sumatera Selatan]], [[Bangka-Belitung]], [[Lampung]], [[Jawa]], [[Kalimantan Barat]] (bagian utara), [[Banjarmasin]], [[Sulawesi Selatan]], [[Manado]], [[Pulau Ambon|Ambon]], dan [[Jayapura]].
* [[Hainan]] – [[Pekanbaru]], [[Batam]], dan [[Manado]].
* [[Hokkien]] – [[Sumatera Utara]], [[Riau]] ([[Pekanbaru]], [[Selatpanjang]], [[Bagansiapiapi]], dan [[Bengkalis]]), [[Padang]], [[Jambi]], [[Sumatera Selatan]], [[Bengkulu]], [[Jawa]], [[Bali]] (terutama di [[Denpasar]], dan [[Singaraja]]), [[Banjarmasin]], [[Kabupaten Kutai Kartanegara|Kutai]], [[Kabupaten Sumbawa|Sumbawa]], [[Kabupaten Manggarai|Manggarai]], [[Kupang]], [[Makassar]], [[Kendari]], [[Sulawesi Tengah]], [[Manado]], [[Ambon]] dan [[Saumlaki]].
* [[Kantonis]] – [[Jakarta]], [[Medan]], [[Makassar]], dan [[Manado]].
* [[Hokchia]] – [[Jawa]] (terutama di [[Bandung]], [[Cirebon]], [[Banjarmasin]], dan [[Surabaya]]).
* [[Tiochiu]] – [[Sumatera Utara]], [[Riau]], [[Kepulauan Riau]], [[Jambi]], [[Bengkulu]], [[Sumatera Selatan]], dan [[Kalimantan Barat]] bagian selatan (khususnya di [[Pontianak]], dan [[Kabupaten Ketapang|Ketapang]]).
Di [[Tangerang]], [[Banten]], masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga [[Hitam|warna kulit]] mereka kadang-kadang lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut [[Cina Benteng]]. Keseniannya yang masih ada disebut [[Cokek]], sebuah tarian lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Tionghoa, Jawa, Sunda dan Melayu.
== Sejarah ==
Baris 66 ⟶ 110:
Catatan [[Ma Huan]], ketika turut serta dalam ekspedisi [[Cheng Ho]], menyebut secara jelas bahwa pedagang Tionghoa muslim menghuni ibu kota dan kota-kota bandar [[Majapahit]] (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan itu.<ref>Arismunandar A 2007. ''Kerajaan Majapahit abad XIV dan XV''. Artikel pada laman [http://www.majapahit-kingdom.com/cms/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=7 Majapahit Kingdom] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220312171401/http://www.majapahit-kingdom.com/cms/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=7 |date=2022-03-12 }}</ref> Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang keduanya, [[Wang Jinghong]], sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari [[Kota Semarang]]). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu cikal-bakal warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), serta membangun [[kelenteng Sam Po Kong]] atau Gedung Batu.<ref>Ada yang berpendapat kelenteng ini dibangun oleh orang dari [[Tuban]], suatu pelabuhan penting di pantai utara Jawa Timur pada masa lalu.[http://www.mail-archive.com/forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com/msg36771.html]</ref> Di komplek ini Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang".<ref>{{Cite web |url=http://permai1.tripod.com/chengho.html |title=Zulkifli AA. ''Laksamana Cheng Ho pernah singgah di Surabaya'' |access-date=2012-07-15 |archive-date=2012-07-15 |archive-url=https://archive.today/20120715043914/permai1.tripod.com/chengho.html |dead-url=no }}</ref>
Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa [[Raden Patah
Kitab Sunda ''Tina Layang Parahyang'' menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara [[Ci Sadane]] (sekarang [[Teluknaga, Tangerang|Teluknaga]]) pada tahun 1407, pada masa daerah itu masih di bawah kekuasaan [[Kerajaan Sunda]] (Pajajaran). Pemimpinnya adalah ''Halung'' dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di [[Sunda Kelapa|Kalapa]].
Baris 140 ⟶ 184:
[[Baju koko]] merupakan baju model Tiongkok yang kerahnya bulat tertutup, modelnya seperti [[piyama]]. Biasanya digunakan oleh [[Muslim]] [[Tionghoa]]. {{Butuh rujukan}}
==== Cheongsam ====
[[Cheongsam]] merupakan busana tradisional (perempuan) [[Tionghoa]]. Pakaian dicirikan oleh kerah berdiri, membuka sisi kanan, pas pinggang, dan tergelincir bawah, yang sepenuhnya dapat memicu keindahan bentuk tubuh perempuan. Cheongsam berasal dari chèuhngsāam (Hanzi:.. 长衫 / 長衫, 'kemeja panjang / baju'). <ref>{{Cite web|last=Teniwut|first=Meilani|date=2023-01-13|title=Model Baju Changsan untuk Perayaan Imlek Tahun 2023|url=https://mediaindonesia.com/humaniora/550828/model-baju-changsan-untuk-perayaan-imlek-tahun-2023|website=mediaindonesia.com|language=id|access-date=2023-01-15}}</ref>
=== Seni Pertunjukan ===
Baris 146 ⟶ 190:
[[Barongsai]] adalah tari tradisional [[Tionghoa]] dengan menggunakan sarung dan kostum yang menyerupai [[singa]]. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari [[Tiongkok Selatan]]. Pada 1965 kesenian barongsai di Indonesia sempat terhenti akibat situasi politik dan adanya pelarangan [[Budaya Tionghoa-Indonesia|kebudayaan Tionghoa di Indonesia]]. Meski saat itu barongsai tidak diizinkan dimainkan, namun ada satu tempat yang bisa menampilkan [[kesenian]] [[budaya]] [[barongsai]] secara besar-besaran, yakni di [[Kota Semarang]], tepatnya di panggung besar [[Kelenteng Sam Poo Kong]] atau dikenal juga dengan [[Klenteng|Kelenteng]] Gedong Batu. Barongsai di Indonesia kemudian mengalami masa marak ketika masih adanya perkumpulan [[Tiong Hoa Hwee Koan]] (THHK) yang mempopulerkan [[seni]] [[barongsai]]. Pada 9 Agustus 2012 di Jakarta, telah berdiri FOBI ([[Federasi Olahraga Barongsai Indonesia]]) yang menjadi wadah dari [[olahraga]] barongsai di Indonesia. FOBI akhirnya resmi masuk [[KONI]] pada 11 Juni 2013. [[Barongsai]] pun kini tidak hanya dimainkan oleh etnis Tionghoa saja, namun juga dimainkan oleh para kaum muda non-Tionghoa.<ref>{{Cite web|last=Indonesia|first=INI BARU (ALE/SA)|date=2018-02-16|title=Barongsai di Indonesia, Dulu dan Kini|url=https://www.inibaru.id/tradisinesia/barongsai-di-indonesia-dulu-dan-kini|website=INI BARU Indonesia|publisher=Inibaru.id|language=id|access-date=|archive-date=2020-11-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20201120061720/https://www.inibaru.id/tradisinesia/barongsai-di-indonesia-dulu-dan-kini|dead-url=yes}}</ref>
==== Liang Liong ====
[[Tari Naga]] (karakter sederhana: 舞龙; karakter tradisional: 舞龍; pinyin: wǔ lóng) atau disebut juga Liang Liong di Indonesia. Tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'Keturunan Naga'(龍的傳人 atau 龙的传人, lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis. Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat atau lebih. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala [[naga]]-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari.
==== Wayang Potehi ====
[[Wayang Potehi]] merupakan salah satu jenis [[wayang]] khas [[Tionghoa]] yang berasal dari [[Tiongkok]] bagian selatan. Kesenian ini dibawa oleh perantau etnis Tionghoa ke berbagai wilayah [[Nusantara]] pada masa lampau dan telah menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia. Potehi berasal dari kata pou 布 (kain), te 袋 (kantong), dan hi 戯 (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok.
==== Wushu ====
[[Wushu]] (武術 atau 武术; Hanzi: wǔshù) secara harafiah berarti "seni bertempur/[[bela diri]]". Ini juga merupakan istilah lain dari [[kungfu]] yang lebih dahulu populer, yang berarti "[[ahli]]" dalam bidang tertentu. Kata Wushu berasal dari dua kata yaitu “Wu” dan “Shu”. Arti dari kata “Wu” adalah [[ilmu]] [[perang]], sedangkan arti kata “Shu” adalah [[seni]]. Sehingga [[Wushu]] bisa juga diartikan sebagai seni untuk berperang atau [[seni beladiri]] (Martial Art). [[Wushu]] juga mempelajari [[seni]], [[olahraga]], [[kesehatan]], [[pengobatan]], [[beladiri]], [[pernapasan]], [[pikiran]] dan [[mental]]. Semua aliran [[kung fu]] atau [[seni bela diri]] yang berasal dari [[China]] [[tradisional]], baik keras atau lembut dapat disebut [[Wushu]]. Wushu keras termasuk tinju selatan [[Nanquan]] dan tinju panjang [[Changquan]]. Wushu lembut termasuk tinju [[Taijiquan|Taiji]], Telapak [[Baguazhang]], dan tinju [[xingyiquan]]. Adapun seni beladiri Wushu yang telah dikembangkan oleh orang-orang etnis [[Tionghoa]] yang menetap di wilayah [[Asia Tenggara]] (terutama [[Indonesia]]) sering kali disebut dengan istilah [[Kuntao]].<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Sejarah Wushu, Dari Tes Masuk Militer Hingga Cabang Olahraga|url=https://kumparan.com/kumparansport/sejarah-wushu-dari-tes-masuk-militer-hingga-cabang-olahraga-1534768666213690630|website=kumparan|publisher=kumparanSPORT|language=id-ID|access-date=}}</ref>
=== Festival ===
==== Festival Qingming ====
Festival Qingming 清明節 merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur sesuai dengan ajaran [[Khong Hu Cu]]. Festival tradisional Tionghoa ini dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin (atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi), pada umumnya dirayakan pada tanggal 5 April atau 4 April pada tahun kabisat. Festival ini masih sering dirayakan di [[Kepulauan Bangka Belitung]].
==== Imlek ====
[[Imlek]] merupakan perayaan terpenting orang [[Tionghoa]]. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama ([[bahasa Tionghoa|Tionghoa]]: 正月; [[Bahasa Pinyin|Pinyin]]: zhēng yuè) di [[penanggalan Tionghoa|tarikh Tionghoa]] dan berakhir dengan [[Cap Go Meh]] 十五暝 元宵節 pada tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru Imlek dikenal sebagai Chúxī 除夕 yang berarti "malam pergantian tahun". Perayaan ini dirayakan dengan kumpul keluarga, jamuan besar, berdoa, penyalaan lampion dan penyulutan kembang api.
== Kerusuhan Rasial terhadap Warga Tionghoa di Indonesia ==
Kerusuhan-kerusuhan yang menimpa etnis Tionghoa antara lain pembunuhan massal di Jawa 1946–1948, peristiwa rasialis 10 Mei 1963 di Bandung, 5 Agustus 1973 di Jakarta, Malari 1974 di Jakarta, Kerusuhan Mei 1998 di beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Solo,dll. serta berbagai kerusuhan rasial lainnya.<ref name="Purdey, Jemma 1999">[Purdey, Jemma. "Anti-Chinese violence in Indonesia, 1996-1999," Honolulu: University of Hawai'i Press, 2006].</ref>
Beberapa contoh kerusuhan rasial yang terjadi yaitu:
* Bandung, 10 Mei 1963. Kerusuhan anti suku peranakan Tionghoa terbesar di Jawa Barat. Awalnya, terjadi keributan di kampus Institut Teknologi Bandung antara mahasiswa pribumi dan non-pribumi. Keributan berubah menjadi kerusuhan yang menjalar ke mana-mana, bahkan ke kota-kota lain seperti Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Medan.<ref>[Tan, Giok-Lan, "The Chinese of Sukabumi", Ithaca, NY: Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Dept. of Asian Studies, Cornell University, 1963].</ref>
* Desember, tahun 1966. Sekolah- sekolah Tionghoa di Indonesia ditutup pada bulan Desember.<ref name="ReferenceA">[Coppel, Charles. "Indonesian Chinese in Crisis," Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1978].</ref>
* Jakarta, tahun 1967. Koran- koran berbahasa Tionghoa ditutup oleh pemerintah.<ref name="ReferenceA" />
* April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti-Tionghoa di Jakarta.<ref name="ReferenceA" />
* Pekalongan, 31 Desember 1972. Terjadi keributan antara orang-orang Arab dan peranakan Tionghoa. Awalnya, perkelahian yang berujung terbunuhnya seorang pemuda Tionghoa. Keributan terjadi saat acara pemakaman.
* Palu, 27 Juni 1973. Sekelompok pemuda menghancurkan toko Tionghoa. Kerusuhan muncul karena pemilik toko itu memakai kertas yang bertuliskan huruf Arab sebagai pembungkus dagangan.
* Bandung, 5 Agustus 1973. Dimulai dari serempetan sebuah gerobak dengan mobil yang berbuntut perkelahian. Kebetulan penumpang mobil orang-orang Tionghoa. Akhirnya, kerusuhan meledak di mana-mana.<ref>[http://socio-politica.com/2010/08/06/catatan-lama-ketidakadilan-sosial-dan-kerusuhan-sosial-5-agustus-1973-2/ ''Catatan lama ketidak adilan sosial dan kerusuhan sosial 5 Agustus 1973'', diakses dari situs Socio-politica.com]</ref>
* Jakarta, tahun 1978. Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Tionghoa di setiap barang/ media cetak di Indonesia.<ref>[http://www.elsam.or.id/downloads/1268889304_kronik_dasar_hukum_breidel_buku_edit.GA[1].pdf ''Kronik Dasar Hukum Pendirian Rezim Pelarangan Buku'', diakses dari situs elsam.or.id]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
* Ujungpandang, April 1980. Suharti, seorang pembantu rumah-tangga meninggal mendadak. Kemudian beredar desas-desus: Ia mati karena dianiaya majikannya seorang Tionghoa. Kerusuhan rasial meledak. Ratusan rumah dan toko milik suku peranakan Tionghoa dirusak.
* Medan, 12 April 1980. Sekelompok mahasiswa USU bersepeda motor keliling kota, sambil memekikkan teriakan anti suku peranakan Tionghoa. Kerusuhan itu bermula dari perkelahian.
* Solo, 20 November 1980. Kerusuhan melanda kota Solo dan merembet ke kota-kota lain di Jawa Tengah. Bermula dari perkelahian pelajar Sekolah Guru Olahraga, antara Pipit Supriyadi dan Kicak, seorang pemuda suku peranakan Tionghoa. Perkelahian itu berubah menjadi perusakan dan pembakaran toko-toko milik orang-orang Tionghoa.<ref name="ReferenceB">[Siegel, James T. "Solo in the New Order: Language and Hierarchy in an Indonesian City, Princeton, NJ: Princeton University Press, 1986].</ref><ref>[Siegel, James T. “Thoughts on the Violence of May 13 and 14, 1998, in Jakarta,” dalam Violence and the State in Suharto's Indonesia, ed. Benedict Anderson (Ithaca, NY: Cornell Southeast Asia Program Publications, 2001.].</ref>
* Surabaya, September 1986. Pembantu rumah tangga dianiaya oleh majikannya suku peranakan Tionghoa. Kejadian itu memancing kemarahan masyarakat Surabaya. Mereka melempari mobil dan toko-toko milik orang-orang Tionghoa.<ref>[http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/211/jiptiain--abdurrahma-10505-3-bab2%3B-d.pdf ''Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa di Surabaya'', hal 19, diakses dari situs Sunan-Ampel.ac.id]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
* Pekalongan, 24 November 1995. Yoe Sing Yung, pedagang kelontong, menyobek kitab suci Alquran. Akibat ulah penderita gangguan jiwa itu, masyarakat marah dan menghancurkan toko-toko milik orang-orang Tionghoa.<ref>{{Cite web |url=http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/11/28/0018.html |title=''Rusuh Gara-gara Orang Gila'', Arsip Berita Gatra yang ditulis dalam bentuk email di Indopub |access-date=2013-05-16 |archive-date=2016-08-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160820090902/https://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/11/28/0018.html |dead-url=yes }}</ref>
* Bandung, 14 Januari 1996. Massa mengamuk seusai pertunjukan musik Iwan Fals. Mereka melempari toko-toko milik orang-orang Tionghoa. Pemicunya, mereka kecewa tak bisa masuk pertunjukan karena tak punya karcis.
* Rengasdengklok, 30 Januari 1997. Mula-mula ada seorang suku peranakan Tionghoa yang merasa terganggu suara beduk Subuh. Percekcokan terjadi. Masyarakat mengamuk, menghancurkan rumah dan toko Tionghoa.<ref>[Ang, Ien. "On Not Speaking Chinese: Living Between Asia and the West," London: Routledge, 2006].</ref>
* Ujungpandang, 15 September 1997. Benny Karre, seorang keturunan Tionghoa dan pengidap penyakit jiwa, membacok seorang anak pribumi. Hal itu menyulut emosi massa warga pribumi yang kemudian menghakimi Benny Karre hingga tewas, belum puas, kerusuhan pun meledak, toko-toko Tionghoa dibakar, dirusak dan dihancurkan, sambil meneriakkan provokasi dengan kata-kata rasis.<ref name="Purdey, Jemma 1999" />
* Februari 1998. Kraksaan, Donggala, Sumbawa, Flores, Jatiwangi, Losari, Gebang, Pamanukan, Lombok, Rantauprapat, Aeknabara: Januari – Anti-Tionghoa.<ref name="Purdey, Jemma 1999" />
* Kerusuhan Mei 1998. Salah satu contoh kerusuhan rasial yang paling dikenang masyarakat Tionghoa Indonesia yaitu Kerusuhan Mei 1998. Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Solo. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang terbunuh, terluka, mengalami pelecehan seksual, penderitaan fisik dan batin serta banyak warga keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama besar yang dianggap provokator kerusuhan Mei 1998. Bahkan pemerintah mengeluarkan pernyataan berkontradiksi dengan fakta yang sebenarnya yang terjadi dengan mengatakan sama sekali tidak ada pemerkosaan massa terhadap wanita keturunan Tionghoa disebabkan tidak ada bukti-bukti konkret tentang pemerkosaan tersebut. Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun umumnya orang setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian orang-orang tersebut.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" />
* 5-8 Mei 1998. Medan, Belawan, Pulobrayan, Lubuk-Pakam, Perbaungan, Tebing-Tinggi, Pematang-Siantar, Tanjungmorawa, Pantailabu, Galang, Pagarmerbau, Beringin, Batangkuis, Percut Sei Tuan: Ketidakpuasan politik yang berkembang jadi anti Tionghoa.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" />
* Jakarta, 13-14 Mei 1998. Kemarahan massa akibat penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang dikembangkan oleh kelompok politik tertentu jadi kerusuhan anti-Tionghoa. Peristiwa ini merupakan peristiwa anti-Tionghoa paling besar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Sejumlah perempuan keturunan Tionghoa diperkosa.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" />
* Solo, 14 Mei 1998. Ketidakpuasan politik yang kemudian digerakkan oleh kelompok politik tertentu menjadi kerusuhan anti Tionghoa.<ref name="Purdey, Jemma 1999" /><ref name="ReferenceB" /><ref>[Heryanto, Ariel. "State Terrorism and Political Identity in Indonesia: Fatally Belonging," London: Routledge, 2006].</ref>
* Tanjungbalai, 29-30 Juli 2016. [[Kerusuhan tanjungbalai 2016|Kerusuhan Tanjungbalai]], Sumatera Utara, meliputi aksi pengrusakan, penjarahan dan pembakaran yang menyasar rumah, [[tempat ibadah|tempat-tempat ibadah]] dan balai [[lembaga sosial|yayasan sosial]] Tionghoa. [[Kerusuhan]] terjadi akibat adanya unsur provokasi dengan ujaran kebencian di media sosial yang memuat isu SARA terkait keluhan volume pengeras suara masjid dari salah seorang warga keturunan tionghoa yang kemudian mengundang aksi massa. Kerugian akibat kejadian itu ditaksir mencapai hingga sedikitnya ratusan juta rupiah.<ref>[https://tirto.id/cUg6''Detail Kejadian Kerusuhan di Tanjung Balai'', diakses dari situs tirto.id]</ref>
== Peran Warga Tionghoa Bagi Republik Indonesia ==
{{sect-stub}}
=== Peran Ekonomi ===
Implikasi peran ekonomi warga Tionghoa dalam berbagai sektor termasuk [[usaha]], [[investasi]], dan [[kontribusi]] positif pada ekonomi negara. Implikasi tersebut tidak hanya menjadi pelaku utama dalam bisnis besar dan investasi, tetapi juga berperan sebagai penggerak ekonomi lokal melalui usaha mikro, kecil, dan menengah. Warga Tionghoa juga terlibat dalam tenaga kerja di berbagai [[sektor]], memberikan kontribusi pada [[produktivitas]] dan pertumbuhan ekonomi. Kontribusi tersebut melalui pembayaran pajak mendukung keuangan negara, dan implikasi dalam perdagangan membantu mengembangkan [[pasar domestik]] dan memperluas akses ke pasar internasional. Kemitraan dan jaringan bisnis yang dibangun oleh warga Tionghoa turut memfasilitasi pertukaran ekonomi dan teknologi antara Indonesia dan negara-negara lain, memperkuat posisi Indonesia dalam panggung ekonomi global.
=== Peran Sosial Budaya dan Pendidikan ===
Didirikannya sekolah-sekolah Tionghoa oleh organisasi Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) sejak 1900, mendorong berkembangnya pers dan [[sastra Melayu]] Tionghoa. Maka dalam waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 3000 buku, suatu prestasi yang luar biasa bila dibandingkan dengan sastra yang dihasilkan oleh angkatan [[pujangga baru]], angkatan 45, 66 dan pasca 66 yang tidak seproduktif itu. Dengan demikian komunitas ini telah berjasa dalam membentuk satu awal perkembangan bahasa Indonesia.
Sumbangsih warga Tionghoa Indonesia juga terlihat dalam koran [[Sin Po]], di mana koran Sin Po menjadi koran pertama yang menerbitkan teks lagu Indonesia Raya setelah disepakati pada [[Sumpah Pemuda]] tahun 1928.
Nama [[Sie Kok Liong]] memang sangat jarang didengar oleh masyarakat [[Indonesia]], namun [[Sie Kok Liong]] merupakan seorang warga Tionghoa yang menyewakan rumahnya bagi para pemuda dalam menyelenggarakan Sumpah Pemuda.
Hanya sedikit catatan mengenai Sie Kok Liong, seiring dengan tumbuhnya sekolah-sekolah pada awal abad ke-20 di Jakarta tumbuh pula pondokan-pondokan pelajar untuk menampung mereka yang tidak tertampung di asrama sekolah atau untuk mereka yang ingin hidup lebih bebas di luar asrama yang ketat. Salah satu di antara pondokan pelajar itu adalah Gedung Kramat 106 milik [[Sie Kok Liong]].
Di Gedung Kramat 106 inilah sejumlah pemuda pergerakan dan pelajar sering berkumpul. Gedung itu, selain menjadi tempat tinggal dan sering digunakan sebagai tempat latihan kesenian Langen Siswo juga sering dipakai untuk tempat diskusi tentang politik para pemuda dan pelajar. Terlebih lagi setelah Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) didirikan pada September 1926. Selain dijadikan kantor PPPI dan kantor redaksi majalah Indonesia Raya yang diterbitkan oleh PPPI, berbagai organisasi pemuda sering menggunakan gedung ini sebagai tempat kongres. Bahkan pada 1928 Gedung Kramat 106 jadi salah satu tempat penyelenggaraan Kongres Pemuda II tanggal 27 – 28 Oktober 1928.
[[Universitas Trisakti]] yang kini menjadi salah satu universitas terkenal di Indonesia juga merupakan salah satu sumbangsih warga Tionghoa di Indonesia. Pada tahun 1958, universitas ini didirikan oleh para petinggi [[Baperki]] yang kebanyakan keturunan Tionghoa salah satunya yaitu [[Siauw Giok Tjhan]], pada tahun 1962 oleh Presiden [[Soekarno]] nama universitas ini diganti menjadi Universitas Res Publika hingga 1965, dan sejak Orde Baru, universitas ini beralih nama menjadi Universitas Trisakti hingga sekarang.
Di Medan dikenal kedermawanan [[Tjong A Fie]], rasa hormatnya terhadap [[Sultan Deli]] [[Makmun Al Rasyid]] diwujudkannya pengusaha Tionghoa ini dengan menyumbang sepertiga dari pembangunan [[Mesjid Raya Medan]]. Rumah peninggalan Tjong A Fie sampai sekarang masih ada di kota Medan walaupun bangunannya terlihat tidak terurus lagi.
Di [[Bagansiapiapi]] terdapat [[Ritual Bakar Tongkang]] sebagai ucapan rasa syukur masyarakat [[Tionghoa]] [[Bagansiapiapi]] atas perlindungan Dewa [[Kie Ong Ya]]. [[Ritual Bakar Tongkang]] sangat diandalkan pemerintah daerah setempat sebagai daya tarik wisata daerah di mana setiap tahunnya menyedot puluhan ribu kunjungan wisatawan baik dalam maupun luar negeri.
Saat ini di [[Taman Mini Indonesia Indah]] sedang dibangun taman budaya Tionghoa Indonesia yang diprakarsai oleh [[PSMTI]]. Pembangunan taman ini direncanakan akan selesai sebelum tahun 2012 dengan biaya kurang lebih 50 miliar rupiah.{{fact}}
== [[Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia|Tokoh Tionghoa-Indonesia]] ==
|