Mustafa Sjarief Soepardjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Membuat halaman berisi ' Brigjen Soepardjo berasal dari Divisi Siliwangi, yang kemudian dipertautkan dengan Mayjen Soeharto pada satu garis komando. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Panglima...'
 
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(38 revisi perantara oleh 31 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[File:Supardjo.jpg|jmpl|Brigjen Soepardjo]]
Brigjen Soepardjo berasal dari Divisi Siliwangi, yang kemudian dipertautkan dengan Mayjen Soeharto pada satu garis komando. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Panglima Komando Mandala Siaga (KOLAGA), bulan Agustus 1965 Mayjen Soeharto disebut-sebut mengunjungi Kalimantan dan bertemu dengan Soepardjo.
[[Brigadir Jenderal|Brigadir Jenderal TNI]] '''Mustafa Sjarief Soepardjo''' atau '''Soepardjo''' ({{lahirmati|[[Gombong]], [[Kebumen]], [[Jawa Tengah]]|23|3|1923|[[Jakarta]]|16|5|1970}}) adalah seorang Brigadir Jenderal di [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|TNI Angkatan Darat]]. Dia adalah salah satu pemimpin [[Gerakan 30 September]], sebuah kelompok yang membunuh enam jenderal tertinggi TNI Angkatan Darat dan melancarkan upaya kudeta yang gagal pada 30 September 1965.
Menjelang 30 September, Brigjen Soepardjo terbang dari Kalimatan khusus ke Jakarta untuk ikut serta dalam gerakan bulan September 1965 tersebut. Dia yang melaporkan penangkapan jenderal-jenderal kepada Soekarno. Dia juga yang mendapat perintah Soekarno untuk meng-hentikan gerakan dan menghindari pertum-pahan darah.Tengah hari 1 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo membawa amanat itu pulang ke Cenko II yang bertempat di rumah Sersan Udara Anis Suyatno, kompleks Lubang Buaya. Perintah itu didiskusikan oleh para pimpinan pelaksana gerakan September 1965.
 
Brigjen Soepardjo dan pasukan Diponegoro, terlibat pertempuran bersenjata melawan pasukan RPKAD yang menyerang mereka. Bersama Sjam dan Pono, Brigjen Soepardjo menyelamatkan diri ke rumah Pono di Kramat Pulo, Jakarta. Kemudian mereka menemui Sudisman di markas darurat CC PKI.
==Biografi==
Setelah tertangkap, Brigjen Soepardjo langsung diamankan ke RTM untuk kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Berbeda dengan Sjam yang ditempatkan di ruang VIP dalam tahanan militer, eks Brigjen Soepardjo berbaur dengan tapol lainnya. Seorang mantan tapol yang biliknya berdekatan dengan Soepardjo memberikan kesaksian, ketika esoknya akan dihukum mati, malamnya Soepardjo sempat me-ngumandangkan adzan. Kumandang adzan itu sempat membuat hati para sebagian penghuni penjara yang mendengarkan tersentuh dan merinding
Soepardjo adalah komandan resimen [[Komando Daerah Militer III/Siliwangi|Divisi Siliwangi]] yang ditempatkan di [[Jawa Barat]]. Sebagai akibat dari simpati dan tindakan pro-Komunisnya, ia dikirim ke [[Kalimantan]], jauh dari pusat kekuasaan di [[Jawa]], dan ikut serta dalam aksi-aksi Indonesia melawan pasukan Inggris dan Malaysia di Kalimantan ([[Konfrontasi Indonesia–Malaysia|Konfrontasi Indonesia-Malaysia]]). Berbasis di Menggaian di [[Kalimantan Barat]], ia memimpin Komando Tempur Keempat [[Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat|KOSTRAD]], pasukan cadangan strategis Angkatan Darat.
Dalam memoarnya, Oei Tjoe Tat menuliskan perihal kematian Soepardjo. Sebelum eksekusi, Soepardjo dengan sangat gentle ambil bagian dalam "perjamuan terakhir" yang dihadiri oleh keluarganya dan petugas militer. Pada waktu makan bersama pada perjamuan tersebut, Soepardjo memohon pada petugas penjara agar diper-bolehkan berpidato. Salah satu isinya: "Kalau saya malam nanti menemui ajal saya, ajal saudara-saudara tak diketahui kapan. Itu perbedaan saya dari kalian." Kemudian ia minta diperkenankan menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dari situ kita tau bahwasanya Brigjen Soepardjo adalah seorang yang mencintai negerinya.
 
Tiga hari sebelum eksekusi, familinya datang membesuk. Supardjo memberikan kenang-kenangan berupa sepasang sepatu buat istrinya. Makanannya yang terakhir sebelum dieksekusi, dibagikan kepada orang lain. Oei Tjoe Tat mendikotomikan karakter Supardjo dengan sosok Sjam. Dua tokoh utama gerakan September 1965 - yang satu Sjam, sipil, orang pertama Biro Khusus yang kabarnya perancang dan pelaksana; yang lain Jenderal Supardjo, ujung tombak militernya - menampakkan sikap yang berbeda ketika harus memper-tanggungjawabkan perbuatannya.
Pada tanggal 28 September 1965, ia meninggalkan jabatannya tanpa sepengetahuan Panglima KOSTRAD saat itu, [[Soeharto]] (yang kemudian menjadi [[Presiden Indonesia]]). Ia menerima telegram dari istrinya yang menyatakan bahwa anaknya sakit. Pada persidangan Soepardjo di tahun 1967, seorang mantan pejabat Komunis bersaksi bahwa kabel tersebut merupakan kode antara Soepardjo dan orang-orang Komunis yang ikut serta dalam kudeta, dan bahwa alasan sebenarnya dari kembalinya Soepardjo ke Jawa adalah untuk membantu memimpin kudeta.
Brigjen. Soepardjo selama dalam tahanan di RTM mendapat simpati, baik dari para petugas maupun dari para tahanan karena sikapnya. Ia tidak mau diutamakan lebih dari yang lain, hanya karena ia seorang Jenderal. Banyak pihak menyebutkan, jika Brigjen Soepardjo menerima kiriman makanan, ia selalu membagi-bagikan kepada para tapol lain yang melintas di depan selnya. Oei Tjoe Tat melukiskannya dengan kata-kata: "Sangat mengesankan, jantan, benar-benar bermutu jenderal, namun tetap sopan, ramah terhadap siapa pun".Menurut penggambaran Oei Tjoe Tat, Supardjo merupakan orang yang loyal ter-hadap Presiden. Tapi mengapa Supardjo ikut serta dalam gerakan September 1965 yang mendemisionerkan kabinet dan tidak mencantumkan nama Soekarno dalam daftar 45 orang anggota Dewan Revolusi? Memang, ada kemungkinan, Supardjo dijerumuskan sehingga ambil bagian dalam gerakan tersebut.
 
Satu kemungkinan, yang menjerumuskan Supardjo dalam hal itu adalah Sjam. Kemungkinan lain sebagaimana dituturkan oleh Siregar, "Supardjo sekalipun kemu-dian dibunuh juga oleh Soeharto menyusul hancurnya Gerakan 30 September 1965, tadinya bukan tidak mungkin adalah juga anggota dari kubu Soeharto. Perekrutan atas Supardjo mungkin sekali ketika ia menjadi Wakil Panglima KOSTRAD dan ketika kampanye Ganyang Malaysia dimana Soepardjo menjadi Panglima Komando Tempur Kalimantan dibawah KOLAGA yang dikepalai oleh Soeharto"
Beberapa kolega militer Soepardjo melaporkan bahwa ia merasa kesal karena lambatnya kenaikan pangkatnya dan mungkin memiliki dendam kepada Panglima Angkatan Darat, [[Jenderal]] [[Ahmad Yani]], yang merupakan salah satu korban utama Gerakan 30 September. Menurut Jenderal [[Sarwo Edhie Wibowo]], komandan para-komando RPKAD yang sangat anti-komunis, Soepardjo meminta bala bantuan RPKAD untuk dikirim ke Kalimantan pada tanggal 1 Oktober. Ketika Sarwo Edhie mendengar adanya upaya kudeta, perintah berlayar ke Kalimantan dibatalkan.
Selepas benar atau tidaknya pendapat para ahli sejarah tersebut, setidaknya kita bisa menyimpulkan atau menarik benang merah sebagai berikut; sebuah alasan singkat dieksekusinya Brigjen Soepardjo adalah dikarenakan dia mengetahui banyak hal mengenai kudeta yang dipimpin Letkol Untung. Kenapa bukan dirinya yang menjadi ketua dewan revolusi? Bukankah pangkatnya lebih tinggi dari pada Untung? Brigjen Soepardjo sudah pasti tau siapa-siapa saja yang terlibat sehingga dengan cepat dia harus dihabisi ketika ‘sang dalang’ menganggap dia akan membahayakan kedudukannya.
 
Setelah kegagalan kudeta tersebut, Soepardjo bersembunyi. Ia akhirnya ditangkap pada tanggal 12 Januari 1967. Dia dinyatakan bersalah atas [[pengkhianatan]], dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi oleh regu tembak pada tanggal 16 Mei 1970.<ref>{{cite web|title=G30S – Brigadir Jenderal Soepardjo Jenderal Angkatan Darat yang Terlibat dalam Peristiwa G30S|url=https://www.tribunnewswiki.com/2019/09/16/g30s-brigadir-jenderal-soepardjo-jenderal-angkatan-darat-yang-terlibat-dalam-peristiwa-g30s}}</ref>
 
=== Peran dalam Gerakan 30 September ===
Menjelang 30 September, Brigjen Soepardjo terbang dari Kalimatan khusus ke [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] untuk ikut serta dalam gerakanGerakan bulan30 September 1965 tersebut. Dia yang melaporkan penangkapan jenderal-jenderal kepada [[Soekarno]]. Dia juga yang mendapat perintah Soekarno untuk meng-hentikanmenghentikan gerakan dan menghindari pertum-pahanpertumpahan darah. Tengah hari 1 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo membawa amanat itu pulang ke Cenko II yang bertempat di rumah Sersan Udara Anis Suyatno, kompleks [[Lubang Buaya]]. Perintah itu didiskusikan oleh para pimpinan pelaksana gerakan September 1965. Brigjen Soepardjo dan pasukan Diponegoro, terlibat pertempuran bersenjata melawan pasukan [[Komando Pasukan Khusus|RPKAD]] yang menyerang mereka.
 
Bersama [[Sjam Kamaruzaman|Sjam]] dan Pono, Brigjen Soepardjo menyelamatkan diri ke rumah Pono di Kramat Pulo, [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]]. Kemudian mereka menemui [[Sudisman]] di markas darurat CC [[Partai Komunis Indonesia|PKI]]. Setelah tertangkap, Brigjen Soepardjo langsung diamankan ke RTM untuk kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Berbeda dengan Sjam yang ditempatkan di ruang ''VIP'' dalam tahanan [[militer]], eks Brigjen Soepardjo berbaur dengan [[Tahanan politik|tapol]] lainnya. Seorang mantan tapol yang biliknya berdekatan dengan Soepardjo memberikan kesaksian, ketika esoknya akan dihukum mati, malamnya Soepardjo sempat me-ngumandangkanmengumandangkan adzan. Kumandang adzan itu sempat membuat hati para sebagian penghuni penjara yang mendengarkan tersentuh dan merinding.<ref>[https://www.viva.co.id/militer/militer-indonesia/1323441-setelah-lantunkan-azan-di-dalam-bui-jenderal-tni-itu-ditembak-mati "Setelah Lantunkan Azan di Dalam Bui, Jenderal TNI Itu Ditembak Mati"]</ref>
 
===Tertangkapnya Brigjen Soepardjo===
Brigjen Soepardjo tertangkap pada hari lebaran. Menjelang hari Lebaran, Panglima [[Komando Daerah Militer Jayakarta|Kodam Jaya]] [[Brigadir Jenderal|Brigjen]] [[Amir Machmud]] mendapat tugas khusus. Perintah datang langsung dari [[Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat|Panglima Kostrad]] merangkap pimpinan sementara TNI AD [[Letnan jenderal (Indonesia)|Letjen]] [[Soeharto]]. Sang buronan adalah perwira berpangkat [[Brigadir Jenderal]], pangkat tertinggi seorang tentara yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September (G30S) 1965. Bersama [[Letnan Kolonel]] [[Untung Syamsuri]] dari [[Resimen Tjakrabirawa]], dia dituding ikut merancang penculikan sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat. Tercatat sejak Oktober 1965, Soepardjo telah masuk daftar buruan [[Komando Distrik Militer 0501|Kodim 0501/Jakarta Pusat]]. Untuk meringkus Soepardjo secepatnya, Panglima Kodam Jaya Amir Machmud menggelar operasi intelijen. Tim khusus dibentuk dalam operasi bersandi “kalong”. Dinamakan demikian karena tim operasi bergerak malam hari, seperti kalong. Operasi Kalong dipimpin oleh Kapten Cpm Suroso. Personelnya berasal dari Kompi Raiders Kodam V Jaya yang dipersiapkan sebagai pasukan tempur. Selain itu, kelompok pengintai di bawah pimpinan Pembantu Letnan M. Afandi bertugas mencari informasi persembunyian Soepardjo.<ref>[https://historia.id/politik/articles/meringkus-soepardjo-sang-jenderal-buronan-Dr9M8/page/2 "Meringkus Soepardjo, Sang Jenderal Buronan"]</ref>
 
Pada 10 Januari 1967, lokasi persembunyian Soepardjo diketahui berada di Komplek [[Korps Marinir Republik Indonesia|KKO]] [[Cilincing, Jakarta Utara|Cilincing]], [[Kota Administrasi Jakarta Utara|Jakarta Utara]]. Salah seorang anggota KKO AL, Mayor KKO Adnan Suwardi menampung Soepardjo dikediamannya. Tim Operasi Kalong bergegas menyerbu ke Cilincing. Namun Soepardjo berhasil melarikan diri menuju [[Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma|Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma]]. Pagi hari menjelang subuh 12 Januari 1967, Tim Operasi Kalong bergerak ke arah Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Pasukan memasuki komplek perumahan [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|AURI]] pukul 05.30. Dalam penggeledahan, Soepardjo berhasil ditangkap di loteng rumah Kopral Udara Sutardjo. Soepardjo terpaksa turun dari loteng setelah seorang pasukan penangkap mengancam akan menembaknya. Selain Soepardjo turut terciduk Anwar Sanusi, seorang penulis buku pelajaran sejarah dan anggota PKI.
 
Kabar teringkusnya Soepardjo sampai kepada Panglima Kodam Jaya Brigjen Amir Machmud pada siang hari. Berita itu dilaporkan Letnan Kolonel Soedjiman ketika Brigjen Amir Machmud selesai sholat Ied di lapangan Banteng. Pada 15 Mei 1970, sehari sebelum pelaksanaan eksekusi, seluruh keluarga Soepardjo berkumpul untuk terakhir kali dalam suasana hangat. Semula Soepardjo meminta agar eksekusi dilakukan dengan mata terbuka. Tapi setelah dibicarakan dengan keluarga, niat itu urung dilaksanakan.<ref>[https://www.tribunnewswiki.com/2019/09/16/g30s-brigadir-jenderal-soepardjo-jenderal-angkatan-darat-yang-terlibat-dalam-peristiwa-g30s "G30S – Brigadir Jenderal Soepardjo Jenderal Angkatan Darat yang Terlibat dalam Peristiwa G30S"]</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
{{Pergolakan politik Indonesia 1965}}
 
[[Kategori:Tokoh Indonesia yang dieksekusi]]
[[Kategori:Tokoh yang tidak memiliki informasi tahun kelahiran]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh TNI]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Kebumen]]
[[Kategori:Tokoh dari Kebumen]]
[[Kategori:Tokoh komunis Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh korban pembersihan komunis Indonesia]]