Lie Kim Hok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
lahirmati
tamabah pranala dalam
 
(160 revisi perantara oleh 32 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
''{{Chinese name|[[Li (marga 李)|Lie]]}}''
{{Infobox person
| name = Lie Kim Hok
| image = Lie Kim Hok infobox.JPG
| image_size =
| alt =
| caption = Lie Kim Hok, {{circa}} 1900
| birth_name =
| birth_date = {{Birth date|1853|11|1}}
| birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Bogor|Buitenzorg]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{Death date and age|1912|5|6|1853|11|1}}
| death_place = {{flagicon|Belanda}} [[Batavia]], Hindia Belanda
| death_cause = [[Tifus]]
| ethnicity occupation = [[PeranakanPenulis]], Tionghoa[[jurnalis]]
|years_active occupation = 1870-an = [[Penulis]], [[jurnalis]]1912
| years_active notable_works = 1870-an – 1912{{plainlist|
| notable_works = {{plainlist|
*''[[Sair Tjerita Siti Akbari]]''
*''[[Malajoe Batawi]]''
*''[[Tjhit Liap Seng]]''
}}
| style = [[Realisme sastra|Realisme]]
| spouse = {{plainlist|
* Oey Pek Nio <small>(1876–1881)</small>
* Tan Sioe Nio <small>(1891–meninggal)</small>
}}
| children = 4
}}
'''Lie Kim Hok''' ({{zh|c=李金福|p=Lǐ Jīnfú|poj=Lì Kim-hok}}, {{lahirmati|[[Bogor]], [[Jawa Barat]]|1|11|1853|[[Jakarta|Batavia]]|6|5|1912}}), adalah seorang [[guru]], [[penulis]], dan [[pekerja sosial]] berlatar belakang [[Orang Peranakan|Tionghoa peranakan]] yang aktif di [[Hindia Belanda]] dan disebut sebagai "bapak [[sastra Tionghoa Melayu]]". Ia lahir di Buitenzorg (sekarang [[Bogor]]), [[Jawa Barat]], lalu menempuh pendidikan formal di sekolah-sekolah misionaris sehingga pada dekade 1870-an, ia telah fasih untuk berbicara dalam bahasa [[bahasa Sunda|Sunda]], [[Bahasa dagang dan kreol Melayu|Melayu]], dan [[bahasa Belanda|Belanda]], tetapi belum dapat memahami [[bahasa Mandarin]]. Pada pertengahan dekade 1870-an, Lie menikah dan mulai bekerja sebagai editor di dua majalah yang diterbitkan oleh guru dan mentornya, yakni Dirk Johannes Van der Linden. Pada tahun 1880, Lie berhenti dari pekerjaan tersebut, dan setahun kemudian, istrinya meninggal. Pada tahun 1884, Lie menerbitkan buku-buku pertamanya, termasuk [[syair]] ''[[Sair Tjerita Siti Akbari]]'' dan buku tata bahasa ''[[Malajoe Batawi]]''. Setelah van der Linden meninggal pada tahun 1885, Lie membeli perusahaan percetakan milik van der Linden dan mendirikan perusahaannya sendiri.
{{Chinese name|[[Li (李)|Lie]]}}
'''Lie Kim Hok''' ({{zh|c=李金福|p='''Lǐ Jīnfú'''}}, {{lahirmati|[[Bogor]], [[Jawa Barat]]|1|11|1853|[[Batavia]] -sekarang [[Jakarta]]|6|5|1912}}), adalah seorang [[penulis]] [[Indonesia]], perintis Sastra Melayu Tionghoa yakni Masa Rintisan (19875-1895), pada periode ini telah ditulis karya-karya sastra berbahasa Melayu Rendah baik oleh orang-orang [[Belanda]] maupun [[Tionghoa]] peranakan. Namun hasilnya masih berupa terjemahan atau saduran dari karya-karya [[sastra]] barat atau [[Cina]]. Termasuk dalam periode ini adalah Lie Kim Hok. <ref name="LKH">{{id}} ''100 tahun Kwee Tek Hoay: dari penjaja tekstil sampai ke pendekar pena''. Penyunting Myra Sidharta. Sinar Harapan, 1989, Jakarta. Halaman 90.</ref>
 
Mulai tahun 1885 hingga 1887, Lie pun menerbitkan sejumlah buku, termasuk ''[[Tjhit Liap Seng]]'', yang dianggap sebagai novel [[Orang Tionghoa Indonesia|Tionghoa Melayu]] pertama. Ia juga mengakuisisi hak untuk mencetak ''[[Pembrita Betawi]]'', sebuah surat kabar yang berbasis di [[Batavia]] sehingga ia pindah ke kota tersebut. Setelah menjual perusahaan percetakannya pada tahun 1887, Lie bekerja di berbagai bidang hingga akhirnya menemukan pekerjaan tetap pada tahun 1890 di sebuah penggilingan [[gabah]] yang dioperasikan oleh seorang temannya. Pada tahun 1891, Lie menikahi Tan Sioe Nio dan kemudian dikaruniai empat orang anak. Pada dekade 1890-an, Lie menerbitkan dua buku dan pada tahun 1900, Lie menjadi anggota pendiri dari [[Tiong Hoa Hwee Koan]] (THHK). Lie lalu keluar dari THHK pada tahun 1904. Lie kemudian fokus melakukan penerjemahan dan kerja sosial hingga akhirnya meninggal akibat [[Penyakit Rickettsia|tifus]] pada usia 58 tahun.
==Biografi==
Lie Kim Hok memperoleh pendidikan bahasa [[Melayu]] dari seorang [[pendeta]] Belanda. Berkat pendidikannya tersebut, ia mampu menyajikan karya-karyanya dengan bahasa yang rapi. Bahkan, Lie mampu mendokumentasikan berbagai peraturan dan cara menggunakan bahasa Melayu Rendah, yang merupakan cikal bakal [[bahasa Indonesia]]. Karyanya tersebut diberi judul ''[[Malajoe Batawi|Malajoe Batawi: Kitab deri hal Perkataan-Perkataan Malajoe, Hal Memetjah Oedjar-Oedjar Malajoe dan Hal Pernahkan Tanda-Tanda Batja dan Hoeroef-Hoeroef Besar]]'' (1884) serta ''Kitab Eja''. <ref name="LKH2">{{id}} ''Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia''. Jilid 1. Penyunting Marcus A.S.; Pax Benedanto. Myra Sidharta. Sinar Harapan, 1989, Jakarta. Halaman 59.</ref>
 
Lie dianggap memberikan pengaruh pada jurnalisme, linguistik, dan sastra di Hindia Belanda, serta paling dikenal berkat karya sastranya. Sejumlah tulisannya juga telah dicetak beberapa kali. ''Sair Tjerita Siti Akbari'' bahkan telah diadaptasi menjadi drama panggung dan [[Siti Akbari|film layar lebar]]. Namun, akibat [[politik bahasa]] di Hindia Belanda dan Indonesia, karya-karyanya menjadi terpinggirkan. Saat sejumlah tulisannya terungkap sebagai adaptasi dari karya yang telah ada tanpa menyebutkan nama penulis aslinya, Lie pun mendapat kritik karena karyanya tidak asli. Walaupun begitu, kritikus lain menemukan bukti adanya inovasi dalam gaya penulisan dan penanganan alurnya.
Lie Kim Hok juga terkenal pandai melukis. Dinding rumahnya terhias gambar-gambar lukisannya, hingga menarik perhatian ahli lukis terkenal [[Raden Saleh Sjarif Bastaman]] (1914-1880) pada waktu itu tinggal di Bogor, menerima Lie Kim Hok sebagai muridnya, setelah melihat dua lukisan pemuda itu, sebuah potret sebatas dada dari Kaisar Thong Tie dan sesisir pisang emas di sebuah piring. Raden Saleh menganjurkannya untuk belajar menggambar di Eropa. Tapi ibu Lie Kim Hok berkeberatan berpisah dengan anaknya. <ref name="LKH4"> [[Tio Ie Soei]]. Lie Kim Hok (1853-1912). Bandung, 1958, L.D. Good Luck. halaman 41 </ref>
 
== Kehidupan awal ==
Lie mendirikan perusahaan percetakan Drukkerij Loe KimHok & Co. (1885) di Bogor. Banyak buku-buku cerita Tionghoa dicetak dan diterbitkan percetakannya. Buku-buku terbitannya banyak dibicarakan oleh dan dipuji oleh segolongan kecil pembaca Melayu rendah. Ia pindah ke [[Jakarta]] bergabung sebagai wartawan pada ''Pemberita Betawi'' (1886) kemudian menjadi pemimpin redaksinya. Lie juga banyak membantu surat-surat kabar dengan menerbitkan dan membuat tulisan. Pada akhir tahun hidupnya, ia hanya membantu dua surat kabar yang terbit di [[Jakarta]], yakni ''Perniagaan (''Siang Po'') (1903-1942) dan ''Sin Po'' (sejak 1910). <ref name="LKH6"> Tio Ie Soei. Lie Kim Hok (1853-1912). Bandung, 1958, L.D. Good Luck. halaman 49-51 </ref>
Lie lahir di Buitenzorg (sekarang [[Bogor]]), [[Jawa Barat]], pada tanggal 1 November 1853 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir dari pasangan Lie Hian Tjouw dan istri keduanya, Oey Tjiok Nio. Lie Hian Tjouw juga memiliki empat orang anak dari istri pertamanya. Pasangan [[Tionghoa Indonesia|peranakan Tionghoa]]{{efn|Anak hasil pernikahan Tionghoa dan pribumi.}} tersebut awalnya tinggal di [[Cianjur]], tetapi kemudian pindah ke Buitenzorg, kampung halaman Lie Hian Tjouw, untuk melahirkan anak-anaknya karena mereka memiliki keluarga di sana. Keluarga tersebut lalu kembali ke Cianjur. Di sana, Lie Kim Hok [[Sekolah rumah|disekolahkan di rumah]] untuk mempelajari [[budaya Tiongkok]] serta budaya dan [[bahasa Sunda|bahasa]] [[orang Sunda|Sunda]].{{sfn|Tio|1958|pp=14–15}} Pada usia tujuh tahun, Lie Kim Hok pun telah dapat membaca bacaan dalam bahasa Sunda dan [[bahasa Melayu]] secara terbatas.{{sfn|Tio|1958|p=22}}
 
Pada pertengahan abad ke-19, penduduk beretnis Tionghoa di Hindia Belanda sangat kurang terdidik karena tidak dapat masuk ke sekolah orang Eropa maupun sekolah [[Pribumi Indonesia|pribumi]].{{sfn|Setiono|2008|pp=227–231}} Pada usia sepuluh tahun, Lie dimasukkan ke sekolah misionaris [[Calvinis]] yang dijalankan oleh Christiaan Albers. Sekolah tersebut memiliki sekitar 60 orang siswa laki-laki yang kebanyakan beretnis Tionghoa.{{sfnm|1a1=Suryadinata|1y=1995|1pp=81–82|2a1=Setiono|2y=2008|2pp=227–231}} Di bawah arahan Albers yang fasih berbahasa Sunda, Lie pun mendapat pendidikan formalnya dengan kurikulum yang meliputi ilmu pengetahuan, bahasa, dan kekristenan karena sekolah-sekolah tersebut memang ditujukan untuk mempromosikan kekristenan di [[Hindia Belanda]] dan para siswa diminta untuk berdoa sebelum pelajaran dimulai.{{sfn|Tio|1958|p=22}} Seperti kebanyakan siswa, Lie tidak berpindah agama.{{sfn|Sumardjo|2004|p=101}} Tetapi, ahli biografi [[Tio Ie Soei]] menulis bahwa pemahaman kekristenan kemungkinan mempengaruhi [[pandangan dunia]]nya.{{sfn|Tio|1958|p=59}}
Lie juga berperan penting dalam pendirian [[Tiong Hoa Hwee Koan]] (THHK) pada 1900. Organisasi ini bertujuan menyiarkan ajaran [[Konfusius]], memperbaiki adat istiadat orang keturunan Tionghoa, dan mengembangkan sistem pendidikan baru dalam bahasa Tionghoa [[Mandarin]]. <ref name="LKH5"> Tio Ie Soei. Lie Kim Hok (1853-1912). Bandung, 1958, L.D. Good Luck. halaman 63 </ref>
 
[[Berkas:Raden Saleh.jpg|jmpl|alt=Orang Jawa mengenakan jas memegang kuas|Lie belajar melukis pada [[Raden Saleh]].]]
Atas perannya yang begitu besar terhadap perkembangan kebudayaan Melayu Tionghoa, khususnya di bidang kesusastraan, ia diberi gelar Bapak Melayu-Tionghoa. <ref name="LKH2">{{id}} ''Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia''. Jilid 1. Penyunting Marcus A.S.; Pax Benedanto. Myra Sidharta. Sinar Harapan, 1989, Jakarta. Halaman 59.</ref>
 
Pada tahun 1866, Lie dan keluarganya kembali ke Buitenzorg. Pada saat itu, tidak ada sekolah yang menawarkan pendidikan bergaya Eropa di sana sehingga Lie kemudian dimasukkan ke sebuah sekolah yang dijalankan oleh etnis Tionghoa. Selama tiga tahun, di bawah arahan dari tiga kepala sekolah yang berbeda, Lie diminta mengulang frasa [[dialek Hokkien|Hokkien]] tradisional dan menyalin [[aksara Tionghoa]] tanpa memahaminya. Tio pun berpendapat bahwa Lie hanya mendapat sedikit ilmu pengetahuan di sekolah tersebut sehingga sampai meninggal, Lie tidak dapat memahami [[bahasa Mandarin]].{{sfn|Tio|1958|p=35}} Selama di Buitenzorg, Lie juga belajar melukis di bawah arahan dari [[Raden Saleh]] yang merupakan teman dari ayahnya. Walaupun diberitakan memiliki keahlian dalam melukis, Lie tidak melanjutkan hobinya tersebut karena ibunya tidak setuju. Lie juga menunjukkan ketertarikan pada bentuk-bentuk sastra tradisional seperti [[pantun]] dan gemar membuat pantunnya sendiri.{{sfn|Tio|1958|p=41}}
==Hasil karya==
Beberapa karya Lie yang menonjol antara lain ''Siti Akbari'' (1884) dan ''Graaf de Monte Cristo'' (terjemahan, 1894-99).
 
Saat [[Sierk Coolsma]] membuka sebuah sekolah misionaris di Buitenzorg pada tanggal 31 Mei 1869, Lie menjadi salah satu dari sepuluh siswa pertama di sekolah tersebut. Lie pun kembali belajar dalam bahasa Sunda dan mendapat pelajaran yang sama seperti yang ia dapatkan saat bersekolah di Cianjur. Pada saat itu, ia juga mulai mempelajari [[bahasa Belanda]]. Setelah sebuah [[Sekolah negeri (pemerintah)|sekolah negeri]] dibuka pada tahun 1872, kebanyakan teman sekolah Lie adalah anak yang beretnis Tionghoa karena teman sekolahnya yang bersuku Sunda, yang kebanyakan beragama Islam, pindah ke sekolah negeri karena takut dipindah ke agama Kristen.{{sfn|Tio|1958|pp=32–34, 36}} Pada tahun 1873, Coolsma diutus ke [[Sumedang]] untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Sunda sehingga ia digantikan oleh sesama misionaris, D. J. van der Linden.{{efn|Sumber tidak menyebutkan nama depannya.}} Pembelajaran pun dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Melayu karena van der Linden tidak dapat berbicara dalam bahasa Sunda. Hubungan Lie dan van der Linden kemudian menjadi dekat.{{sfnm|1a1=Setyautama|1a2=Mihardja|1y=2008|1pp=175–176|2a1=Adam|2y=1995|2pp=64–65}} Lie lalu bekerja di sekolah dan perusahaan percetakan milik van der Linden, serta sama-sama tertarik pada teater tradisional, termasuk [[wayang]].{{sfn|Setiono|2008|pp=234–235}}
Siti Akbari yang dipentaskan dalam [[drama]] pertunjukan dengan pengaruh Komedi Bangsawan masih sangat kuat. Di awal setiap pertunjukan, nyanyian selalu ditampilkan untuk menunggu waktu dan penonton; nyanyian juga dilantunkan di tengah pementasan untuk menunggu penataan panggung dan persiapan pemain di belakang layar. Siti Akbari bisa dianggap sebagai hal khusus dalam perkembangan awal drama kita sebab ditulis berdasarkan sebuah syair dan pementasannya bisa dibayangkan hanya semacam poetry reading atau dramatisasi puisi. <ref name="LKH3">{{id}} ''Antologi Drama Indonesia. Jilid 1: 1895-1930''. Penyunting Eko Endarmoko; Sonya Sondakh. Amanah Lontar, 2006. Jakarta. Halaman xxiii.</ref>
 
== Guru dan penerbit ==
Karya-karyanya yang lain, yakni:
Pada usia 20 tahun, Lie telah fasih ber[[bahasa Sunda]] dan [[Bahasa Melayu|Melayu]]. Ia juga telah dapat berbicara dalam bahasa Belanda dengan lancar yang merupakan hal yang langka bagi [[Kelompok etnik|etnis]] Tionghoa pada masa itu.{{sfn|Setiono|2008|p=233}} Lie membantu van der Linden di sekolah misionaris dan pada pertengahan dekade 1870-an. Lie juga membuka sebuah sekolah umum untuk anak-anak Tionghoa yang kurang mampu. Lie juga bekerja di perusahaan percetakan milik van der Linden, yakni Zending Press dengan gaji sebesar 40 [[gulden Hindia Belanda|gulden]] per bulan sembari menjadi editor di majalah keagamaan mingguan berbahasa Belanda, ''De Opwekker'' dan majalah keagamaan dwimingguan berbahasa Melayu, ''Bintang Djohor''.{{sfn|Suryadinata|1995|pp=81–82}} Pada tahun 1876, Lie menikahi Oey Pek Nio yang berusia tujuh tahun lebih muda darinya.{{sfn|Tio|1958|p=44}} Tio, dalam sebuah wawancara dengan akademisi [[sastra Tionghoa Melayu]], Claudine Salmon, menyatakan bahwa Lie sebenarnya bertunangan dengan kakak dari Oey Pek Nio, tetapi kakak dari Oey Pek Nio melarikan diri semalam sebelum acara pernikahan sehingga Lie diminta oleh orang tuanya untuk menikahi Oey Pek Nio guna menyelamatkan muka keluarga.{{sfn|Salmon|1994|p=141}} Meskipun tidak senang dengan permintaan tersebut, Lie tetap menaatinya.{{sfn|Tio|1958|p=44}} Hubungan Lie dan Oey Pek Nio kemudian menjadi semakin dekat. Setahun kemudian, Oey Pek Nio pun melahirkan anak pertamanya, tetapi anak tersebut meninggal tidak lama setelah lahir. Pada tahun 1879, ibu Lie meninggal, dan setahun kemudian, ayahnya juga meninggal.{{sfn|Tio|1958|pp=46–47}}
* ''Hikajat Kapitein Flamberge'', 1908
* ''[Chih sheng Kʻung fu-tzu] = Hikajat Khong Hoetjoe'', 1913
* ''Penipoe besar'', 1911
* ''Pembalesan baccarat : samboengan penipoe besar'', 1912
 
[[Berkas:Sair Tjerita Siti Akbari.jpg|jmpl|kiri|lurus|alt=Sebuah sampul buku yang tertulis "Sair Tjerita Siti Akbari"|Sampul ''[[Sair Tjerita Siti Akbari]]'', [[syair]] pertama yang diterbitkan oleh Lie.]]
==Rujukan==
Pasca kematian orang tuanya, Lie menjual sekolah umum miliknya ke Oey Kim Hoat dan keluar dari Zending Press untuk bekerja sebagai surveyor tanah. Lie kemudian bekerja di berbagai bidang hingga tahun 1884.{{sfnm|1a1=Tio|1y=1958|1p=58|2a1=Suryadinata|2y=1995|2pp=81–82}} Pada tahun 1881, Oey Pek Nio kembali melahirkan anak, tetapi ia [[kematian maternal|kemudian meninggal]] sehingga anaknya dititipkan ke kakeknya yang tinggal di [[Gadog, Megamendung, Bogor|Gadog]]. Namun, pada tahun 1886, anak tersebut juga meninggal.{{sfn|Tio|1958|pp=46–47}} Pada tahun 1884, Lie menerbitkan buku-buku pertamanya. Dua buku di antaranya, yakni ''Kitab Edja'' dan ''Sobat Anak-Anak'', diterbitkan oleh Zending Press. ''Kitab Edja'' adalah sebuah buku pelajaran untuk membantu para siswa dalam belajar menulis bahasa Melayu, sementara ''Sobat Anak-Anak'' adalah kumpulan [[sastra anak-anak|cerita anak]] yang disebut oleh Aprinus Salam dari [[Universitas Gadjah Mada]] sebagai karya [[budaya populer|sastra populer]] pertama di Hindia Belanda.{{sfnm|1a1=Sumardjo|1y=2004|1p=47|2a1=Salam|2y=2002|2p=201}} Dua buku lain karya Lie diterbitkan oleh W. Bruining & Co., yang berbasis di Batavia (sekarang [[Jakarta]]). Salah satu buku di antaranya, yakni ''[[Malajoe Batawi]]'', adalah buku mengenai tata bahasa Melayu yang dimaksudkan untuk menstandarkan pengucapan bahasa Melayu.{{sfn|Tio|1958|p=114}} Satu buku lainnya adalah [[syair]] empat volume berjudul ''[[Sair Tjerita Siti Akbari]].'' Buku tersebut menceritakan seorang pejuang [[berlintas-busana|yang menyamarkan jenis kelaminnya]] dan kemudian berhasil menaklukkan [[Kekaisaran Mughal (1526–1857)|Kesultanan Hindustan]] untuk menyelamatkan suaminya. Buku tersebut pun menjadi salah satu karya Lie yang paling terkenal.{{sfnm|1a1=Tio|1y=1958|1pp=46–47|2a1=Koster|2y=1998|2pp=98–99}}
{{reflist}}
 
Setelah van der Linden meninggal pada tahun 1885, Lie membeli Zending Press dengan harga 1.000 gulden. Sebagian dari uang tersebut berasal dari pinjaman teman-temannya.{{sfn|Adam|1995|pp=64–66}} Ia lalu mengubah nama perusahaan percetakan tersebut menjadi Lie Kim Hok. Ia kemudian menghabiskan sebagian besar waktunya di perusahaan percetakan tersebut dan perusahaan percetakan tersebut pun tumbuh pesat dengan mencetak karya penulis lain dan mencetak ulang sejumlah karya Lie. Walaupun begitu, perusahaan percetakan tersebut belum dapat mencetak laba.{{sfn|Tio|1958|pp=49–50}} Pada tahun 1885 juga, Lie menerbitkan sebuah syair baru berjudul ''Orang Prampoewan'' yang berisi 24 [[kuartet]].{{sfn|Tio|1958|p=125}} Lie juga menulis opini di berbagai surat kabar, termasuk di ''Bintang Betawi'' dan ''Domingoe''.{{sfn|Tio|1958|p=51}}
==Pranala luar==
 
Pada tahun 1886, Lie membeli hak untuk mencetak ''[[Pembrita Betawi]]'', sebuah surat kabar berbahasa Melayu yang berbasis di Batavia dan editornya dipimipin oleh W. Meulenhoff, dengan harga 1.000 gulden. Sebagian dari uang tersebut juga berasal dari pinjaman teman-temannya. Pada pertengahan tahun 1886,{{efn|{{harvtxt|Tio|1958|p=55}} menyatakan mulai 1&nbsp;September, yang juga dikutip oleh {{harvtxt|Adam|1995|pp=64–66}}. Namun, dalam sebuah kutipan, {{harvtxt|Tio|1958|p=145}} menyatakan tanggal 1 Juni.}} perusahaan percetakan milik Lie (yang telah dipindah ke Batavia) pun mulai disebut sebagai pencetak Pembrita Betawi.{{sfn|Tio|1958|p=55}} Di tengah kesibukannya di perusahaan percetakan tersebut, Lie tetap menulis atau berkontribusi di empat buku. Dua buku pertama bergenre nonfiksi, yakni buku koleksi ramalan Tiongkok dan buku mengenai hukum sewa. Sementara, buku ketiga merupakan hasil terjemahan sebagian dari ''[[Seribu Satu Malam]]'', yaitu sebuah koleksi yang telah populer di kalangan Melayu. Sedangkan, buku keempat adalah novel pertama karya Lie, yakni ''[[Tjhit Liap Seng]]''.{{sfn|Tio|1958|pp=84–86}} Novel tersebut menceritakan sekelompok orang terpelajar di daratan utama Tiongkok. ''Tjhit Liap Seng'' pun dianggap sebagai novel Tionghoa Melayu pertama.{{sfn|Salmon|1994|p=126}}
 
Hingga tahun 1887, Lie juga menulis lima novel lain yang berlatar belakang Tiongkok. Beberapa novel tersebut didasarkan pada kisah-kisah Tiongkok yang diceritakan oleh teman-temannya yang dapat berbicara dalam bahasa Mandarin.{{sfn|Tio|1958|pp=72–73}} Pada tahun 1887, Lie menjual saham ''[[Pembrita Betawi]]'' ke Karsseboom & Co., tetapi ia tetap mencetak ''Pembrita Betawi'' hingga surat kabar tersebut dan perusahaan percetakan miliknya diakuisisi oleh Albrecht & Co. pada tahun 1888.{{sfnm|1a1=Adam|1y=1995|1pp=64–66|2a1=Tio|2y=1958|2p=55}} Lie kemudian tidak lagi berbisnis di bidang penerbitan, tetapi tetap berkontribusi di sejumlah surat kabar, termasuk di surat kabar baru milik [[Meulenhoff]], yakni ''Hindia Olanda''.{{sfn|Tio|1958|p=55}} Hingga tahun 1890, Lie pun tidak memiliki pekerjaaan tetap dan melakukan berbagai pekerjaan, termasuk menjadi penjual bambu, kontraktor, dan kasir.{{sfn|Setyautama|Mihardja|2008|pp=253–254}}
{{lifetime|1853|1912|Lie Kom Hok}}
{{penulis-stub}}
 
== Tiong Hoa Hwe Koan, penerjemahan, dan kematian ==
Pada tahun 1890, Lie mulai bekerja sebagai [[penyelia]] di penggilingan gabah yang dioperasikan oleh temannya, Tan Wie Siong. Pekerjaan tersebut pun menjadi sumber pendapatan utama bagi Lie hingga meninggal. Setahun kemudian, Lie menikahi Tan Sioe Nio yang berusia 20 tahun lebih muda. Keduanya pun hidup dengan nyaman karena pekerjaan Lie tidak menghabiskan banyak tenaga dan gajinya cukup. Untuk menambah pendapatannya, Lie kemudian kembali melakukan penerjemahan, dari bahasa Belanda ke bahasa Melayu ataupun sebaliknya. Terkadang ia juga menerjemahkan surat tanah atau dokumen hukum lainnya. Selain itu, ia juga menerjemahkan karya-karya sastra,{{sfn|Tio|1958|pp=57–59}} termasuk ''De Graaf de Monte Cristo'' pada tahun 1894, yang merupakan hasil terjemahan dari ''[[Pangeran Monte Cristo]]'' karya [[Alexandre Dumas]]. Terjemahan tersebut ia selesaikan melalui kolaborasi dengan jurnalis [[orang Indo|Indo]], [[Ferdinand Wiggers]].{{sfn|Tio|1958|pp=84–86}} Terjemahan tersebut juga dilengkapi dengan [[catatan kaki]] untuk mendeskripsikan aspek kebudayaan Eropa yang dianggap sulit untuk dimengerti oleh para pembaca non-Eropa.{{sfn|Jedamski|2002|p=30}} Tiga tahun kemudian, Lie menerbitkan ''Hikajat Kong Hoe Tjoe'', sebuah buku mengenai ajaran [[Konghucu]].{{sfn|Adam|1995|p=73}} Isi buku tersebut berasal dari tulisan-tulisan orang Eropa mengenai [[Konfusianisme]] dan dari penjelasan teman-teman Lie.{{sfn|Tio|1958|p=73}}
 
[[Berkas:Phoa Keng Hek.jpg|jmpl|alt=Sebuah foto hitam-putih seorang pria Tionghoa mengenakan jas menghadap ke depan|Bekas teman sekolah Lie yang bernama [[Phoa Keng Hek]], salah satu pendiri [[Tiong Hoa Hwe Koan]].]]
Pada tahun 1900, bersama 19 orang etnis Tionghoa lainnya, termasuk mantan teman sekolahnya yang bernama [[Phoa Keng Hek]], Lie mendirikan organisasi sosial dan sistem sekolah [[Tiong Hoa Hwee Koan|Tiong Hoa Hwe Koan]] (THHK).{{sfn|Adam|1995|p=72}} Ditujukan untuk mempromosikan hak asasi etnis Tionghoa yang saat itu [[Diskriminasi terhadap Tionghoa-Indonesia|dianggap sebagai warga kelas dua]]{{efn|Pada saat itu, pemerintah kolonial Belanda mengakui tiga kelompok, masing-masing dengan hak yang berbeda. Kelompok teratas adalah orang Eropa, lalu diikuti oleh etnis Tionghoa dan etnis "timur asing" lainnya. Sementara etnis pribumi, seperti Sunda dan [[orang Jawa|Jawa]], berada di kelompok terbawah {{harv|Tan|2008|p=15}}.}} dan menyediakan pendidikan formal terstandar untuk para pelajar beretnis Tionghoa yang tidak disediakan oleh Belanda, organisasi tersebut didasarkan pada ajaran Konghucu dan membuka sekolah untuk laki-laki maupun perempuan. THHK lalu tumbuh pesat dan berkembang ke sejumlah bidang. Lie pun membantu pembentukan klub debat dan klub olahraga, serta penyelenggaraan acara dan konser amal.{{sfn|Tio|1958|pp=63–71}} Mulai tahun 1903 hingga 1904, Lie adalah pengurus THHK, dan terutama bertindak sebagai bendahara.{{sfn|Setyautama|Mihardja|2008|pp=253–254}}
 
Pada tahun 1904, Lie keluar dari THHK, tetapi ia tetap aktif melakukan kerja sosial. Meskipun kesehatannya makin buruk,{{sfn|Tio|1958|p=59}} Lie tetap menulis opini untuk harian ''[[Sin Po]]'' dan ''[[Perniagaan (surat kabar)|Perniagaan]]''.{{sfn|Tio|1958|pp=58–59, 82–83}} Ia juga melakukan penerjemahan secara ekstensif. Pada tahun 1905, Lie menerbitkan volume pertama dari novel bertemakan Tionghoa terakhirnya, yakni ''Pembalasan Dendam Hati''. Tiga tahun kemudian, novel tersebut disusul oleh ''Kapitein Flamberge'' yang merupakan hasil terjemahan dari ''Le Capitaine Belle-Humeur'' karya [[Paul Saunière]]. Lie kemudian menerjemahkan sejumlah buku yang menampilkan karakter petualang fiktif [[Rocambole (karakter)|Rocambole]] karya [[Pierre Alexis Ponson du Terrail]], dimulai dengan ''Kawanan Pendjahat'' pada tahun 1910. Dua terjemahan terakhir Lie diterbitkan di surat kabar dan diluncurkan sebagai novel setelah ia meninggal, yakni ''Geneviève de Vadans'', yang merupakan hasil terjemahan dari ''De Juffrouw van Gezelschap'' dan ''Prampoean jang Terdjoewal'', yang merupakan hasil terjemahan dari ''Dolores, de Verkochte Vrouw'' karya Hugo Hartmann. Penerjemahan ''Dolores, de Verkochte Vrouw'' sebenarnya belum selesai saat Lie meninggal sehingga dilanjutkan oleh [[Lauw Giok Lan]].{{sfn|Tio|1958|pp=84–86}}
 
Pada malam hari tanggal 2 Mei 1912, Lie jatuh sakit dan dua hari kemudian, dokter mendiagnosis bahwa ia mengidap [[Penyakit Rickettsia|tifus]]. Kondisi kesehatan Lie lalu makin buruk sehingga akhirnya Lie meninggal pada tanggal 6 Mei 1912. Ia kemudian dimakamkan di [[Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat|Kota Bambu, Batavia]]. Sekolah-sekolah THHK di seantero Batavia pun sempat mengibarkan bendera mereka secara [[Bendera setengah tiang|setengah tiang]]. Lie meninggalkan seorang istri, yakni Tan Sioe Nio, dan empat orang anak, yakni Lie Soan Nio (lahir tahun 1892), Lie Hong Nio (lahir tahun 1896), Lie Kok Hian (lahir tahun 1898), dan Lie Kok Hoei (lahir tahun 1901). Lalu, istrinya juga meninggal setahun kemudian.{{sfnm|1a1=Setyautama|1a2=Mihardja|1y=2008|1pp=253–254|2a1=Tio|2y=1958|2pp=58–59, 82–83}}
 
== Warisan ==
 
Dalam karier jurnalismenya, Lie berusaha untuk menghindari taktik [[koran kuning]] yang saat itu cukup banyak digunakan{{sfn|Setiono|2008|p=239}} dan lebih memilih untuk menghindari [[polemik]] ekstensif di dunia pers.{{sfn|Tio|1958|p=53}} Sejarawan jurnalisme Malaysia, Ahmat Adam, dalam sebuah tulisan pada tahun 1995, menyatakan bahwa masuknya Lie ke dalam dunia pers memicu banyak penulis peranakan Tionghoa untuk menjadi penyunting surat kabar.{{sfn|Adam|1995|pp=64–66}} Sumardjo juga menyatakan bahwa Lie paling dikenal oleh kaum pribumi Indonesia melalui karyanya di dunia pers.{{sfn|Sumardjo|2004|p=100}}
 
Dari perspektif seorang [[Linguistik|linguis]], Kasijanto Sastrodinomo dari [[Universitas Indonesia]] mendeskripsikan ''Malajoe Batawi'' sebagai sebuah buku yang "luar biasa", karena merupakan buku teks berbahasa Melayu pertama yang ditulis oleh orang non-Melayu.{{sfn|Sastrodinomo 2009, Teringat akan Lie}} Ia juga menyatakan bahwa buku tersebut tidak menggunakan satupun istilah sastra yang diturunkan dari bahasa Inggris, yang biasanya banyak ditemukan di buku teks Indonesia pada abad ke-20.{{sfn|Sastrodinomo 2009, Teringat akan Lie}} Linguis Waruno Mahdi menulis bahwa ''Malajoe Batawi'' karya Lie adalah "tulisan Tionghoa Melayu paling luar biasa" dari sudut pandang seorang linguis.{{sfn|Mahdi|2006|p=95}} Dalam disertasi doktoralnya, Benitez berpendapat bahwa Lie mungkin berharap agar bahasa Melayu dapat menjadi ''[[lingua franca]]'' di Hindia Belanda.{{sfn|Benitez|2004|p=261}} Dalam sejarah sastra Tionghoa Melayu, karyanya, [[Nio Joe Lan]] mendapati bahwa Lie, yang dipengaruhi oleh pendidikan misionarisnya, berusaha untuk mempertahankan penggunaan bahasa yang teratur karena perhatian terhadap tata bahasa saat itu masih sangat jarang.{{sfn|Nio|1962|p=16}} Nio pun mendeskripsikan Lie sebagai "penulis Tionghoa Peranakan satu-satunya pada zaman itu yang telah memperoleh pelajaran ilmu tata bahasa Melayu secara metodis"{{sfn|Nio|1962|p=28}} Adam menganggap karya-karya Lie telah meninggalkan "sebuah tanda yang abadi pada perkembangan bahasa Indonesia modern".{{sfn|Coppel|2013|p=352}}
 
[[Berkas:Poster siti akbari.jpg|jmpl|alt=Poster hitam-putih dengan pinggiran coklat; foto-foto menceritakan berbagai adegan dari sebuah film.|''[[Siti Akbari]]'' karya [[Wong bersaudara]], yang konon didasarkan pada puisi karya Lie.]]
Adam berpendapat bahwa Lie paling diingat atas kontribusinya pada [[sastra Indonesia]],{{sfn|Adam|1995|pp=64–66}} dengan karyanya yang diterima dengan baik oleh orang yang hidup pada saat itu. Tio juga menulis bahwa "Tua-muda membaca dengan mesra tulisan-tulisannya yang dipuji gaya-bahasanya yang sederhana, berirama, jernih, hidup, segar, dan kuat. Cermat dan tepat dipilihnya kata-kata, tertib dan rapi disusunnya kalimat-kalimat. ... Dikatakan orang, ia terlahir mendahului zaman. Ia diibaratkan sebuah bintang besar berkilau-kilauan, suatu kontras tajam terhadap bintang-bintang kecil yang muram diangkasa yang gelap-gulita."{{sfn|Tio|1958|pp=3–4}} Pujian lain juga diberikan oleh orang yang hidup pada saat itu, baik dari etnis pribumi maupun etnis Tionghoa, seperti [[Ibrahim Marah Soetan|Ibrahim gelar Marah Soetan]] dan [[Agus Salim]].{{sfn|Setiono|2008|p=244}} Saat penulis etnis Tionghoa menjadi hal yang umum pada dekade 1900-an, kritikus pun menjuluki Lie sebagai "bapak sastra Tionghoa Melayu" atas kontribusinya, seperti ''Siti Akbari'' dan ''Tjhit Liap Seng''.{{sfn|Tio|1958|p=87}}
 
Sejumlah buku karya Lie, seperti ''Sair Tjerita Siti Akbari'', ''Kitab Edja'', ''Orang Prampoewan'' dan ''Sobat Anak-anak'', telah dicetak berulang kali. Akan tetapi, Tio tidak mencatat adanya pencetakan ulang lagi setelah dekade 1920-an.{{sfn|Tio|1958|pp=84–86}} Pada tahun 2000, ''Kitab Edja'' dicetak ulang di volume perdana dari ''Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia'', sebuah antologi sastra Tionghoa Melayu.{{sfn|Lie|2000|p=59}} ''Sair Tjerita Siti Akbari'', yang Lie anggap sebagai salah satu karya terbaiknya, pun telah beberapa kali diadaptasi menjadi drama panggung. Lie menggunakan versi sederhana untuk sebuah rombongan aktor remaja, yang ternyata cukup sukses di Jawa Barat.{{sfn|Tio|1958|pp=42–43}} Pada tahun 1922, Shiong Tih Hui cabang [[Sukabumi]] meluncurkan adaptasi panggung lain berjudul ''Pembalesan Siti Akbari'', yang kemudian ditampilkan oleh rombongan teater [[Miss Riboet]] pada tahun 1926.{{efn|Drama panggung ini dicetak ulang oleh [[Yayasan Lontar]] pada tahun 2006 dengan menggunakan [[EYD|Ejaan Yang Disempurnakan]].}}<ref>{{harvnb|Lontar Foundation|2006|p=155}}; {{harvnb|De Indische Courant 1928, Untitled}}</ref> [[Wong bersaudara]] juga menyutradarai sebuah film berjudul ''[[Siti Akbari]]'', yang dibintangi oleh [[Roekiah]] dan [[Rd. Mochtar]]. Film buatan tahun 1940 tersebut konon didasarkan pada puisi karya Lie, tetapi kebenarannya belum dapat dipastikan.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Siti Akbari}}; {{harvnb|Bataviaasch Nieuwsblad 1940, Cinema: Siti Akbari}}</ref>
 
Setelah munculnya gerakan [[Kebangkitan Nasional Indonesia|nasionalis]] dan pemerintah kolonial Belanda berupaya menggunakan [[Balai Pustaka]] untuk menerbitkan karya sastra bagi kaum pribumi, karya Lie pun mulai terpinggirkan. Pemerintah kolonial Belanda menggunakan [[bahasa Melayu|Melayu Halus]] sebagai bahasa administrasi, yakni bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan diajarkan di sekolah. Melayu Halus umumnya digunakan oleh para bangsawan di Sumatra, sementara Melayu pasaran berkembang menjadi [[Bahasa kreol|kreol]] yang digunakan dalam kegiatan perdagangan di sebagian Hindia Belanda bagian barat. Melayu pasaran umumnya digunakan oleh masyarakat kelas bawah. Para nasionalis Indonesia juga menggunakan Melayu Halus untuk membantu membangun budaya nasional dan mempromosikannya melalui surat kabar dan sastra. Sastra Tionghoa Melayu, yang ditulis dalam Melayu "rendah", pun makin terpinggirkan dan dianggap berkualitas rendah.{{sfnm|1a1=Benitez|1y=2004|1pp=15–16, 82–83|2a1=Sumardjo|2y=2004|2pp=44–45}} Tio, dalam sebuah tulisannya pada tahun 1958, menemukan bahwa generasi muda tidak lagi mempelajari Lie dan karyanya,{{sfn|Tio|1958|p=3}} Empat tahun kemudian, Nio juga menulis bahwa Melayu pasaran "sudah beralih ke dalam museum."{{sfn|Nio|1962|p=158}} Sejarawan sastra Monique Zaini-Lajoubert pun mengindikasikan bahwa tidak ada lagi studi kritis yang dilakukan terhadap ''Sair Tjerita Siti Akbari'' mulai tahun 1939 hingga 1994.{{sfn|Zaini-Lajoubert|1994|p=104}}
 
== Kontroversi ==
Pada sebuah tulisan untuk koran ''Lay Po'' pada tahun 1923, Tio menyatakan bahwa ''Sair Tjerita Siti Akbari'' sangat dipengaruhi oleh sebuah puisi tahun 1847 yang berjudul ''[[Sjair Abdoel Moeloek]]'', karya [[Raja Ali Haji]] atau saudaranya, Saleha. Tio menyatakan bahwa ''Sair Siti Akbari'', yang Lie katakan sebagai karyanya sendiri, mengikuti alur dari ''Sjair Abdoel Moeloek''.{{sfn|Zaini-Lajoubert|1994|p=103}} Dalam biografinya pada tahun 1958, Tio juga menyatakan bahwa ''Tjhit Liap Seng'' karya Lie adalah gabungan dari dua novel asal Eropa, yakni ''Klaasje Zevenster'' karya [[Jacob van Lennep]] (1865) dan ''[[Les Tribulations d'un Chinois en Chine]]'' karya [[Jules Verne]] (1879).{{sfn|Tio|1958|pp=72–73}} Tio pun menyatakan bahwa ''Pembalasan Dendam Hati'' karya Lie memiliki kesamaan dengan karya [[Xavier de Montépin]] yang diterjemahkan menjadi ''De Wraak van de Koddebeier''.{{sfn|Tio|1958|p=73}} Menganggapi pernyataan Tio tersebut, kritikus sastra seperti Tan Soey Bing dan Tan Oen Tjeng pun menyatakan bahwa tidak ada karya Lie yang asli.{{sfn|Tio|1958|pp=90–91}}
 
Walaupun begitu, kesimpulan Tio tersebut sangat ditentang oleh penulis yang menemukan keaslian dalam karya Lie. Tio sendiri menyatakan bahwa dalam menerjemahkan ''Kapitein Flamberge'', Lie telah mengubah bagian akhirnya, yakni karakter utama tidak meninggal akibat ledakan dinamit, tetapi berhasil bertahan hidup dan menikahi wanita idamannya, yakni Hermine de Morlay.{{sfn|Tio|1958|pp=90–91}} Dalam mengeksplorasi kesamaan antara ''Sjair Abdoel Moeloek'' dan ''Siti Akbari'', Zaini-Lajoubert menyatakan bahwa unsur-unsur alur utama dalam dua buku tersebut memang sama, meskipun beberapa di antaranya hanya muncul di salah satu buku atau dimunculkan secara lebih perinci di salah satu buku. Ia menemukan bahwa dua buku tersebut berbeda gaya, terutama karena penekanan Lie pada deskripsi dan realisme.{{sfn|Zaini-Lajoubert|1994|pp=109–112}} Salmon menyatakan bahwa alur umum ''Tjhit Liap Seng'' sebagian besar mengikuti alur umum ''Klaasje Zevenster'', dengan beberapa bagian tampak seperti terjemahan langsung. Namun, ia mendapati bahwa Lie juga menambahkan, mengurangi, dan memodifikasi isinya. Ia mencatat bahwa Lie tidak terlalu menekankan pada deskripsi dan mengenalkan karakter baru, yakni Thio Tian, yang pernah tinggal di [[Jawa]].{{sfn|Salmon|1994|pp=133–139, 141}} Kritikus sastra Indonesia, Jakob Sumardjo, pun menyatakan bahwa "boleh dikatakan ia asli dalam gaya, tetapi tidak asli dalam bahan yang digarapnya".{{sfn|Sumardjo|2004|p=99}}
 
== Bibliografi ==
[[Berkas:Malajoe Batawi.jpg|jmpl|lurus|alt=Sebuah sampul buku|''[[Malajoe Batawi]]'', 1884]]
[[Berkas:Hikajat Khonghoetjoe.jpg|jmpl|lurus|alt=Sebuah sampul buku|''Hikajat Khonghoetjoe'', 1897]]
Menurut Tio, Lie menerbitkan 25 buku dan pamflet.{{sfn|Tio|1958|pp=84–86}} Salmon menyatakan bahwa beberapa karya Lie, seperti ''Lok Bouw Tan'', mungkin [[karya hilang|sudah hilang]].{{sfn|Salmon|1974|p=167}} Lie juga menulis sejumlah cerita pendek, tetapi tidak dicantumkan di sini.{{sfn|Tio|1958|p=77}}
 
=== Puisi ===
 
* {{cite book|title=[[Sair Tjerita Siti Akbari]]|year=1884|publisher=W. Bruining & Co.|location=Batavia}} (200 halaman dalam 2 volume)
* {{cite book|title=Orang Prampoewan|year=1885|publisher=Lie Kim Hok|location=Buitenzorg}} (4 halaman dalam 1 volume)
 
=== Fiksi ===
 
* {{cite book|title=Sobat Anak-anak|year=1884|publisher=Zending Pers|location=Buitenzorg}} (kumpulan cerita anak-anak; 40 halaman dalam 1 volume)
* {{cite book|title=[[Tjhit Liap Seng]]|year=1886|publisher=Lie Kim Hok|location=Batavia}} (novel; 500 halaman dalam 8 volume)
* {{cite book|title=Dji Touw Bie|year=1887|publisher=Lie Kim Hok|location=Batavia}} (novel; 300 halaman dalam 4 volume)
* {{cite book|title=Nio Thian Lay|year=1887|publisher=Lie Kim Hok|location=Batavia}} (novel; 300 halaman dalam 4 volume)
* {{cite book|title=Lok Bouw Tan|year=1887|publisher=Lie Kim Hok|location=Batavia}} (novel; 350 halaman dalam 5 volume)
* {{cite book|title=Ho Kioe Tan|year=1887|publisher=Lie Kim Hok|location=Batavia}} (novelette; 80 halaman dalam 1 volume)
* {{cite book|title=Pembalasan Dendam Hati|year=1905|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}} (novel; 239 halaman dalam 3 volume)
 
=== Non-fiksi ===
 
* {{cite book|title=Kitab Edja|year=1884|publisher=Zending Pers|location=Buitenzorg}} (38 halaman dalam 1 volume)
* {{cite book|title=[[Malajoe Batawi]]|year=1885|publisher=W. Bruining & Co.|location=Batavia}} (116 halaman dalam 1 volume)
* {{cite book|title=Aturan Sewa-Menjewa|year=1886|publisher=Lie Kim Hok|location=Batavia}} (bersama W. Meulenhoff; 16 halaman dalam 1 volume)
* {{cite book|title=Pek Hauw Thouw|year=1886|publisher=Lie Kim Hok|location=Batavia}}
* {{cite book|title=Hikajat Khonghoetjoe|year=1897|publisher=G. Kolff & Co.|location=Batavia}} (92 halaman dalam 1 volume)
* {{cite book|title=Dactyloscopie|year=1907|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}}
 
=== Terjemahan ===
 
* {{cite book|title=[[Seribu Satu Malam|1001 Malam]]|year=1887|location=Batavia|publisher=Albrecht & Co.}} (setidaknya malam 41 hingga 94)
* {{cite book|title=[[The Count of Monte Cristo|Graaf de Monte Cristo]]|year=1894|location=Batavia|publisher=Albrecht & Co.}} (bersama F. Wiggers; setidaknya 10 dari 25 volume berhasil diterbitkan)
* {{cite book|title=Kapitein Flamberge|year=1910|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}} (560 halaman dalam 7 volume)
* {{cite book|title=[[Rocambole (karakter)|Kawanan Pendjahat]]|year=1910|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}} (560 halaman dalam 7 volume)
* {{cite book|title=[[Rocambole (karakter)|Kawanan Bangsat]]|year=1910|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}} (800 halaman dalam 10 volume)
* {{cite book|title=[[Rocambole (karakter)|Penipoe Besar]]|year=1911|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}} (960 halaman dalam 12 volume)
* {{cite book|title=[[Rocambole (karakter)|Pembalasan Baccorat]]|year=1912|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}} (960 halaman dalam 12 volume; anumerta)
* {{cite book|title=[[Rocambole (karakter)|Rocambale Binasa]]|year=1913|location=Batavia|publisher=Hoa Siang In Kiok}} (1.250 halaman dalam 16 volume; anumerta)
* {{cite book|title=Geneviere de Vadana|year=1913|location=Batavia|publisher=Sin Po}} (bersama Lauw Giok Lan; 960 halaman dalam 12 volume; anumerta)
* {{cite book|title=Prampoewan jang Terdjoeal|year=1927|publisher=Laboret|location=Surabaya}} (240 halaman dalam 3 volume; anumerta)
 
== Catatan ==
{{notelist}}
{{clear}}
 
== Referensi ==
=== Sitasi ===
{{reflist|30em}}
 
=== Sumber ===
{{refbegin|40em}}
* {{cite book
|url=http://books.google.ca/books?id=BwzCiu6DVWgC
|title=The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesian Consciousness (1855–1913)
|isbn=978-0-87727-716-3
|author1=Adam
|publisher=Cornell University Press
|location=Ithaca
|ref=harv
|series=Studies on Southeast Asia
|volume=17
|first1=Ahmat
|year=1995
}}
* {{cite thesis
|url=http://sunzi.lib.hku.hk/ER/detail/hkul/3516232
|type=Ph.D
|first=J. Francisco B.
|last=Benitez
|title=''Awit'' and ''Syair'': Alternative Subjectivities and Multiple Modernities in Nineteenth Century Insular Southeast Asia
|publisher=University of Wisconsin
|location=Madison
|year=2004
|ref=harv
}}{{subscription required}}
* {{cite newspaper
|title=Cinema: Siti Akbari
|language=nl
|newspaper=[[Bataviaasch Nieuwsblad]]
|location=Batavia
|date=1 May 1940
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A011123090%3Ampeg21%3Ap003%3Aa0057
|ref={{sfnRef|Bataviaasch Nieuwsblad 1940, Cinema: Siti Akbari}}
|publisher=Kolff & Co.
|access-date=2014-05-30
|archive-date=2013-12-02
|archive-url=https://web.archive.org/web/20131202183352/http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A011123090%3Ampeg21%3Ap003%3Aa0057
|dead-url=yes
}}
* {{cite book
|url=http://books.google.co.id/books?id=qQtV9jHfzD0C
|title=Routledge Handbook of the Chinese Diaspora
|isbn=978-0-415-60056-9
|editor1-last=Tan
|editor1-first=Chee-Beng
|chapter=Diaspora and Hybridity: Peranakan Chinese Culture in Indonesia
|location=New York
|publisher=Routledge
|last=Coppel
|first=Charles
|ref=harv
|year=2013
}}
* {{cite book
|last = Jedamski
|first = Doris
|editor1-last = Foulcher
|editor1-first = Keith
|editor2-last = Day
|editor2-first = Tony
|year = 2002
|title = Clearing a Space: Postcolonial Readings of Modern Indonesian Literature
|chapter = Popular Literature and Post-Colonial Subjectivities
|pages = 19–48
|publisher = KITLV Press
|location = Leiden
|isbn = 978-90-6718-189-1
|url = http://books.google.com/?id=WV2YT6OuTmsC
|ref = harv
}}
*{{cite journal
|last = Koster
|first = G.
|title = Making it new in 1884; Lie Kim Hok's ''Syair Siti Akbari''
|journal = Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde
|volume = 154
|issue = 1
|year = 1998
|url = https://brill.com/view/journals/bki/154/1/article-p95_5.pdf
|pages = 95–115
|doi = 10.1163/22134379-90003906
|doi-access= free
|ref=harv
}}
* {{cite book
|last=Lie
|first=Kim Hok
|title=Kitab Edja
|language=id
|pages=59–88
|chapter=Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia
|volume=1
|isbn=978-979-9023-37-7
|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia
|location=Jakarta
|year=2000
|editor1-first=Marcus
|editor1-last=A.S.
|editor2-first=Pax
|editor2-last=Benedanto
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title=Antologi Drama Indonesia 1895–1930
|language=id
|editor1-last=Yayasan Lontar
|editor1-link=Yayasan Lontar
|publisher=Yayasan Lontar
|year=2006
|location=Jakarta
|isbn=978-979-99858-2-8
|ref=harv
}}
* {{cite book
|url=http://books.google.co.id/books?id=wsWX4TTfFAEC
|last=Mahdi
|first=Waruno
|title=The Beginnings and Reorganization of the Commissie voor de Volkslectuur (1908-1920)
|chapter=Insular Southeast Asia: Linguistic and Cultural Studies in Honour of Bernd Nothofer
|editor1-last=Schulze
|editor1-first=Fritz
|editor2-last=Warnk
|editor2-first=Holger
|publisher=Harrassowitz
|year=2006
|location=Wiesbaden
|isbn=978-3-447-05477-5
|ref=harv
}}
* {{Cite book
|title=Sastera Indonesia-Tionghoa
|trans-title=Indonesian-Chinese Literature
|language=id
|oclc=3094508
|ref=harv
|publisher=Gunung Agung
|location=Jakarta
|author1=Nio
|first1=Joe Lan
|author-link=Nio Joe Lan
|year=1962
}}
* {{cite journal
|last=Salam
|first=Aprinus
|title=Posisi Fiksi Populer di Indonesia
|trans-title=Position of Popular Fiction in Indonesia
|language=id
|journal=Humaniora
|volume=XIV
|issue=2
|year=2002
|ref=harv
|url=http://culture.ugm.ac.id/main/wp-content/uploads/2013/04/Posisi_fiksi_populer_Di_indonesia.pdf
|pages=201–210
|access-date=2014-05-30
|archive-date=2013-05-31
|archive-url=https://web.archive.org/web/20130531044248/http://culture.ugm.ac.id/main/wp-content/uploads/2013/04/Posisi_fiksi_populer_Di_indonesia.pdf
|dead-url=yes
}}
* {{cite journal
|last=Salmon
|first=Claudine
|title=Aux origines de la littérature sino-malaise: un ''sjair'' publicitaire de 1886
|trans-title=On the Origins of Chinese Malay Literature: A Promotional ''Sjair'' from 1886
|language=fr
|pages=155–186
|journal=Archipel
|volume=8
|issue=8
|doi=10.3406/arch.1974.1193
|url=http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/arch_0044-8613_1974_num_8_1_1193
|year=1974
|ref=harv
}}
* {{cite journal
|last=Salmon
|first=Claudine
|title=Aux origines du roman malais moderne: ''Tjhit Liap Seng'' ou les «Pléiades» de Lie Kim Hok (1886–87)
|trans-title=On the Origins of the Modern Malay Novel: ''Tjhit Liap Seng'' or the 'Pleiades' of Lie Kim Hok (1886–1887)
|language=fr
|pages=125–156
|journal=Archipel
|volume=48
|issue=48
|doi=10.3406/arch.1994.3006
|url=http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/arch_0044-8613_1994_num_48_1_3006
|year=1994
|ref=harv
}}
* {{cite news
|title=Teringat akan Lie
|trans-title=Remembering Lie
|language=id
|work=Kompas
|first=Kasijanto
|last=Sastrodinomo
|date=16 October 2009
|page=15
|ref={{sfnRef|Sastrodinomo 2009, Teringat akan Lie}}
}}
* {{cite book
|language =id
|title = Tionghoa dalam Pusaran Politik
|trans-title = Indonesia's Chinese Community under Political Turmoil
|last1 = Setiono
|first1 = Benny G.
|year = 2008
|publisher = TransMedia Pustaka
|location = Jakarta
|isbn = 978-979-96887-4-3
|ref = harv
}}
* {{Cite book
|url=http://books.google.ca/books?id=lEGrOWWEvswC
|title=Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia
|trans-title=Ethnic Chinese Figures in Indonesia
|language=id
|publisher=Gramedia
|location=Jakarta
|isbn=978-979-9101-25-9
|last1=Setyautama
|ref=harv
|first1=Sam
|last2=Mihardja
|first2=Suma
|year=2008
}}
* {{cite web
|title = Siti Akbari
|language = id
|url = http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s010-39-092079_siti-akbari
|work = filmindonesia.or.id
|publisher = Konfiden Foundation
|location = Jakarta
|accessdate = 24 July 2012
|archiveurl = https://www.webcitation.org/69ORNyFQG?url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s010-39-092079_siti-akbari
|archivedate = 2012-07-24
|ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Siti Akbari}}
|dead-url = no
}}
* {{cite book
|last=Sumardjo
|first=Jakob
|title=Kesusastraan Melayu Rendah
|trans-title=Low Malay Literature
|language=id
|publisher=Galang Press
|location=Yogyakarta
|ref=harv
|year=2004
|isbn=978-979-3627-16-8
}}
* {{cite book
|url=http://books.google.ca/books?id=n3J00OFuTpEC
|title=Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches
|isbn=978-981-3055-04-9
|last1=Suryadinata
|first1=Leo
|ref=harv
|authorlink=Leo Suryadinata
|publisher=Institute of Southeast Asian Studies
|location=Singapore
|year=1995
}}
* {{cite book
|last = Tan
|first = Mely G.
|authorlink = Mely G. Tan
|year = 2008
|language =id
|title = Etnis Tionghoa di Indonesia: Kumpulan Tulisan
|trans-title = Ethnic Chinese in Indonesia: A Collection of Writings
|publisher = Yayasan Obor Indonesia
|location = Jakarta
|isbn = 978-979-461-689-5
|ref = harv
}}
* {{cite book
|last=Tio
|authorlink=Tio Ie Soei
|first= Ie Soei
|title=Lie Kimhok 1853–1912
|language=id
|publisher=Good Luck
|location=Bandung
|ref=harv
|year=1958
|oclc= 1069407
}}
* {{cite news
|title=(tanpa judul)
|language=nl
|location=Batavia
|work=De Indische Courant
|publisher=Mij tot Expl. van Dagbladen
|date=19 October 1928
|url=http://kranten.kb.nl/view/paper/id/ddd%3A010221317%3Ampeg21%3Ap004%3Aa0051
|ref={{sfnRef|De Indische Courant 1928, Untitled}}
|access-date=2014-05-30
|archive-date=2013-11-04
|archive-url=https://web.archive.org/web/20131104212407/http://kranten.kb.nl/view/paper/id/ddd%3A010221317%3Ampeg21%3Ap004%3Aa0051
|dead-url=yes
}}
* {{cite journal
|last=Zaini-Lajoubert
|first=Monique
|title=Le Syair Cerita Siti Akbari de Lie Kim Hok (1884) ou un avatar du Syair Abdul Muluk (1846)
|trans-title=Syair Cerita Siti Akbari by Lie Kim Hok (1884), or an Adaptation of Syair Abdul Muluk (1846)
|language=fr
|pages=103–124
|journal=Archipel
|volume=48
|issue=48
|doi=10.3406/arch.1994.3005
|url=http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/arch_0044-8613_1994_num_48_1_3005
|year=1994
|ref=harv
}}
{{refend}}
{{Authority control}}
{{Portal bar|Biografi|Indonesia}}
{{lifetime|1853|1912|Lie Kom Hok}}
{{Artikel pilihan}}
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Marga Li]]