Yudistira: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(29 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Yudhishthira statue - Birla mandir.jpg
| Caption = Patung
| Nama =
| Devanagari = युधिष्ठिर
| Ejaan_Sanskerta =
| Kitab = ''[[Mahabharata]]'', ''[[Bhagawatapurana]]''
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Nama_lain = Bharata, Ajatasatru, Dharmaraja, Kurunandana, Puntadewa (Jawa) [[#etimologi|dan lain-lain]]
| Tempat = [[Hastinapura]], [[Indraprastha]]
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
Baris 13:
| Klan = [[Kuru (raja)|Kuru]]
| Kasta = kesatria
| Senjata = tombak,Jamus Kalimasada
| Ayah = [[Yama]] (''de facto''){{br}}[[Pandu]] (''sah'')
| Ibu = [[Kunti]]
| Istri = [[
| Anak = [[Pancawala|Pratiwindya]] (dari
}}
{{HastinaRaja}}
'''Yudistira''' {{Sanskerta|युधिष्ठिर|Yudhiṣṭhira}} alias '''Dharmawangsa''', adalah salah satu tokoh [[protagonis]] dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia merupakan seorang raja yang memerintah [[kerajaan Kuru]], dengan pusat pemerintahan di [[Hastinapura]]. Ia merupakan yang tertua di antara lima [[Pandawa]], atau para putra [[Pandu]]. Dalam tradisi [[wayang|pewayangan]], Yudistira diberi gelar ''[[prabu]]'' dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama [[Indraprastha|Kerajaan Amarta]].
== Etimologi ==
Nama ''Yudistira'' dibentuk dari kata ''yuddha'' (युद्ध; 'perang') dan ''sthira'' (स्थिर; 'teguh'),<ref>{{Cite web|last=www.wisdomlib.org|date=2010-12-26|title=Yudhishthira, Yudhiṣṭhira, Yudhisthira: 15 definitions|url=https://www.wisdomlib.org/definition/yudhishthira|website=www.wisdomlib.org|access-date=2020-09-08}}</ref> yang dalam [[bahasa Sanskerta]] bermakna "teguh
Beberapa julukan lain yang dimiliki Yudhisthira adalah ''Kururaja'' (कुरुराज, "pemuka bangsa [[Kuru (raja)|Kuru]]"), ''Kurunandana'' (कुरुनन्दन, "kesayangan [[Dinasti Kuru]]"), Kurupati (कुरुपति, "raja [[Dinasti Kuru]]"), ''[[Pandawa]]'' (पान्दव, "putra [[Pandu]]"), Parta (पार्थ, "putra [[Kunti|Prita]] atau [[Kunti]]").
Baris 37:
== Masa muda dan pendidikan ==
Yudistira dan keempat adiknya, yaitu [[Bima (Mahabharata)|Bima]] (Bimasena), [[Arjuna]], [[Nakula]], dan [[Sadewa]] kembali ke [[Hastinapura]] setelah ayah mereka ([[Pandu]]) meninggal dunia. Pada waktu itu, Hastinapura dipimpin oleh [[Dretarastra]], kakak Pandu yang buta.<ref>{{cite book|last=Lochtefeld|first=James G.|title=The illustrated encyclopedia of Hinduism.|url=https://archive.org/details/illustratedencyc12loch|year=2002|publisher=Rosen|location=New York|isbn=9780823931798|pages=
Pandawa dan Korawa kemudian mempelajari [[ilmu]] [[agama]], [[hukum]], dan [[tata negara]] daripada [[Resi]] [[Krepa]]. Dalam pendidikan tersebut, Yudistira tampil sebagai murid yang paling pandai. Krepa sangat mendukung apabila tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandawa tertua itu. Setelah itu, Pandawa dan Korawa berguru ilmu perang kepada [[Resi]] [[Drona]]. Dalam pendidikan kedua ini, [[Arjuna]] tampil sebagai murid yang paling pandai, terutama dalam ilmu [[panah|memanah]]. Sementara itu, Yudistira sendiri lebih terampil dalam menggunakan [[senjata]] [[tombak]].
Baris 43:
== Pembakaran ''Laksagraha'' ==
Selama [[Pandu]] hidup di hutan sampai akhirnya meninggal dunia, tahta [[Hastinapura]] untuk sementara dipegang oleh kakaknya, yaitu [[Dretarastra]], ayah para [[Korawa]]. Ketika Yudistira menginjak usia dewasa, sudah tiba saatnya bagi Dretarastra untuk menyerahkan tahta kepada Yudhisthira, selaku putra sulung Pandu sekaligus pangeran tertua di kalangan Dinasti Kuru. Sementara itu, [[Duryodana]] berusaha keras merebut takhta dan menyingkirkan [[Pandawa]]. Dengan bantuan [[Sangkuni]] (paman dari pihak ibu), Duryodana pura-pura menjamu kelima sepupunya itu dalam sebuah gedung di Waranawata. Gedung itu sendiri terbuat dari bahan yang mudah terbakar, dan oleh arsiteknya ([[Purocana]]) disebut ''Laksagraha'', artinya "Rumah Lilin". Ketika malam tiba, para [[Korawa]] membakar gedung tempat para [[Pandawa]] dan [[Kunti]], ibu mereka, tidur. Namun, Yudistira sudah mempersiapkan diri karena rencana pembunuhan itu telah terdengar oleh pamannya, yaitu [[Widura]] adik Pandu. Akibatnya, kelima Pandawa dan Kunti berhasil lolos dari maut. Pandawa dan Kunti kemudian menjalani berbagai pengalaman sulit. Bersama sang ibu, Pandawa memutuskan untuk memalsukan keselamatan mereka dari kebakaran dan tidak kembali ke Hastinapura. Kemudian, mereka memulai persembunyian dengan hidup sebagai pertapa di dalam hutan.
== Pernikahan ==
Baris 49:
Setelah selamat dari konspirasi pembunuhan oleh [[Duryodana]] dan [[Sangkuni]], para Pandawa dan Kunti pergi melintasi kota Ekachakra, lalu tinggal sementara di [[kerajaan Panchala]]. [[Arjuna]] berhasil memenangkan [[sayembara]] di kerajaan tersebut dan memperoleh seorang putri cantik yang bernama [[Dropadi]]. Tanpa sengaja Kunti memerintahkan agar Dropadi dibagi lima. Akibatnya, Dropadi pun menjadi istri kelima Pandawa. Dari perkawinan dengan Yudistira, Dropadi melahirkan Pratiwindya.<ref>{{cite book|last=Kapoor|first=edited by Subodh|title=An introduction to epic philosophy : epic period, history, literature, pantheon, philosophy, traditions, and mythology|year=2004|publisher=Cosmo Publications|location=New Delhi, India|isbn=9788177558821|pages=1062}}</ref> Istri keduanya bernama Dewika, putri Gowasana dari [[kerajaan Siwi|suku Saibya]], dan memiliki putra bernama Yodeya.<ref>{{cite web|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01096.htm|title=Mahabharata Text}}</ref>
Versi [[Jawa]] menyebut Dropadi dengan nama "Drupadi". Menurut pewayangan Jawa, setelah memenangkan sayembara, Arjuna menyerahkan putri itu kepada Puntadewa selaku kakak tertua. Semula Puntadewa menolak,
== Raja Indraprastha ==
Setelah menikahi [[Dropadi]], para [[Pandawa]] kembali ke [[Hastinapura]] dan memperoleh sambutan luar biasa, kecuali dari pihak [[Duryodana]]. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas takhta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi Pandawa sebagian dari wilayah kerajaan tersebut. Korawa mendapatkan istana Hastinapura, sedangkan Pandawa mendapatkan hutan Kandawaprastha sebagai tempat untuk membangun istana baru. Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker,
▲Setelah menikahi [[Dropadi]], para [[Pandawa]] kembali ke [[Hastinapura]] dan memperoleh sambutan luar biasa, kecuali dari pihak [[Duryodana]]. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas takhta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi Pandawa sebagian dari wilayah kerajaan tersebut. Korawa mendapatkan istana Hastinapura, sedangkan Pandawa mendapatkan hutan Kandawaprastha sebagai tempat untuk membangun istana baru. Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker, namun para Pandawa bersedia menerima wilayah tersebut. Selain wilayahnya yang seluas hampir setengah wilayah [[kerajaan Kuru]], Kandawaprastha juga merupakan ibukota kerajaan Kuru yang dulu, sebelum [[Hastinapura]]. Para Pandawa dibantu sepupu mereka, yaitu [[Kresna]] dan [[Baladewa]], dan berhasil membuka Kandawaprastha menjadi permukiman baru. Para Pandawa kemudian memperoleh bantuan dari [[Wiswakarma]], yaitu ahli bangunan dari kahyangan, dan juga Anggaraparna dari bangsa [[Gandharwa]]. Maka terciptalah sebuah istana megah dan indah bernama [[Indraprastha]], yang bermakna "kota Dewa Indra".
== Pemerintahan Yudistira versi pewayangan Jawa ==
Baris 60 ⟶ 59:
Dalam versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], nama [[Indraprastha]] lebih terkenal dengan sebutan [[Indraprastha|kerajaan Amarta]]. Menurut versi ini, hutan yang dibuka para [[Pandawa]] bukan bernama Kandawaprastha, melainkan bernama Wanamarta.
Versi Jawa mengisahkan, setelah [[sayembara]] [[Dropadi]], para [[Pandawa]] tidak kembali ke [[Hastinapura]] melainkan menuju [[kerajaan Wirata]], tempat kerabat mereka yang bernama Prabu [[Wirata|Matsyapati]] berkuasa. Matsyapati yang bersimpati pada pengalaman Pandawa menyarankan agar mereka membuka kawasan hutan tak bertuan bernama Wanamarta menjadi sebuah kerajaan baru. Hutan Wanamarta dihuni oleh berbagai [[ruh|makhluk halus]] yang dipimpin oleh lima bersaudara, bernama Yudistira, Danduncana, Suparta, Sapujagad, dan Sapulebu. Pekerjaan Pandawa dalam membuka hutan tersebut mengalami banyak rintangan. Akhirnya setelah melalui suatu percakapan, para makhluk halus merelakan Wanamarta kepada para [[Pandawa]].
Yudistira kemudian memindahkan istana Amarta dari alam [[jin]] ke alam nyata untuk dihuni para [[Pandawa]]. Setelah itu, ia dan keempat adiknya menghilang. Salah satu versi menyebut kelimanya masing-masing menyatu ke dalam diri lima Pandawa. Puntadewa kemudian menjadi Raja Amarta setelah didesak dan dipaksa oleh keempat adiknya. Untuk mengenang dan menghormati raja jin yang telah memberinya istana, Puntadewa pun memakai gelar Prabu Yudistira.
Baris 77 ⟶ 76:
[[Berkas:Disrobing of Draupadi.jpg|360px|jmpl|Lukisan dari [[Punjab]], dibuat sekitar [[abad ke-18]], menggambarkan suasana aula permainan dadu antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]]. Tampak dalam gambar, [[Dropadi]] yang berusaha ditelanjangi oleh [[Dursasana]]. Di sebelah kiri bawah, tampak kelima [[Pandawa]] sedang diam menerima kekalahannya.]]
Ketika menjadi tamu dalam acara [[Rajasuya]], [[Duryodana]] sangat kagum sekaligus iri menyaksikan keindahan istana [[Indraprastha]]. Timbul niatnya untuk merebut kerajaan itu, apalagi setelah ia tersinggung oleh ucapan [[Dropadi]] dalam sebuah pertemuan. [[Sangkuni]] membantu niat Duryodhana dengan memanfaatkan kegemaran Yudistira terhadap permainan [[dadu]]. Yudistira memang seorang ahli [[agama]],
Hasutan Sangkuni membuat Yudistira nekad mempertaruhkan semua hartanya, bahkan [[Indraprastha]]. Akhirnya, negeri yang dibangun dengan susah payah itu pun jatuh ke tangan lawan. Yudistira yang sudah gelap mata juga mempertaruhkan keempat adiknya secara berurutan. Keempatnya pun jatuh pula ke tangan Duryodana satu per satu, bahkan akhirnya Yudistira sendiri. Duryodana tetap memaksa Yudistira yang sudah kehilangan kemerdekaannya untuk melanjutkan permainan, dengan mempertaruhkan [[Dropadi]]. Akibatnya, Dropadi pun ikut bernasib sama.
Baris 118 ⟶ 117:
Yudhishthira: Seorang yang tidak punya hutang adalah benar-benar berbahagia. Hari demi hari tak terhitung orang meninggal. Namun yang masih hidup berharap untuk hidup selamanya. Ya Tuhan, keajaiban apa yang lebih besar? Perbedaan pendapat membawa pada kesimpulan yang tidak pasti, Antara [[Śruti]] saling berbeda satu sama lain, bahkan tidak ada seorang [[Resi]] yang pemikirannya bisa diterima oleh semua. Kebenaran Dharma dan tugas, tersembunyi dalam gua-gua hati kita. Karena itu kesendirian adalah jalan dimana terdapat yang besar dan kecil. Dunia yang dipenuhi kebodohan ini layaknya sebuah wajan. Matahari adalah apinya, hari dan malam adalah bahan bakarnya. Bulan-bulan dan musim-musim merupakan sendok kayunya. Waktu adalah Koki yang memasak semua makhluk dalam wajan itu (dengan berbagai bantuan seperti itu). Inilah beritanya.
</blockquote>
Akhirnya, Yaksa pun mengaku kalah,
== Penyamaran di Matsya ==
Baris 130 ⟶ 129:
== Yudistira saat Bharatayuddha ==
[[Berkas:Krishna talking with Yudhishthira and his brothers.jpg|ka|300px|jmpl|Yudistira berunding dengan [[Kresna]] tentang keputusan berperang melawan [[Korawa]]. Lukisan cat air dari [[Himachal Pradesh]], {{circa}} 1750–1800.]]
Ketika para [[Pandawa]] pulang ke [[Hastinapura]] demi menuntut hak yang seharusnya mereka terima, [[Duryodana]] bersikap sinis terhadap mereka. Ia tidak mau menyerahkan [[Hastinapura]] kepada Yudistira. Berbagai usaha damai dilancarkan pihak Pandawa namun selalu ditolak oleh [[Duryodana]]. Bahkan, Duryodana tetap menolak ketika Yudistira hanya meminta lima buah desa saja, bukan seluruh Indraprastha. Pada puncaknya, Duryodana berusaha membunuh duta Pandawa, yaitu [[Kresna]],
[[Perang di Kurukshetra]] antara Pandawa dan Korawa tidak dapat lagi dihindari. Para pujangga Jawa menyebut peristiwa itu dengan nama [[Bharatayuddha]]. Sementara itu dalam ''[[Mahabharata]]'' kisah perang besar tersebut ditemukan pada jilid keenam sampai kesepuluh.
Baris 149 ⟶ 148:
=== Pertempuran melawan Salya ===
[[Salya]] adalah kakak ipar [[Pandu]] yang terpaksa membantu [[Korawa]] karena tipu daya mereka. Pada hari ke-18, ia diangkat sebagai panglima oleh [[Duryodana]]. Akhirnya ia pun tewas terkena tombak Yudistira.
Baris 160 ⟶ 158:
Setelah kehabisan pasukan, [[Duryodhana]] bersembunyi di dasar telaga. Kelima [[Pandawa]] didampingi [[Kresna]] berhasil menemukan tempat itu. Duryodana pun naik ke darat siap menghadapi kelima Pandawa sekaligus. Yudistira menolak tantangan Duryodhana karena Pandawa pantang berbuat pengecut dengan cara main keroyok, sebagaimana para [[Korawa]] ketika membunuh [[Abimanyu]] pada hari ke-13. Sebaliknya, Duryodana dipersilakan bertarung satu lawan satu melawan salah seorang di antara lima Pandawa. Apabila ia kalah, maka kerajaan harus dikembalikan kepada Pandawa. Sebaliknya apabila ia menang, Yudistira bersedia kembali hidup di hutan.
[[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] terkejut mendengar keputusan Yudistira yang seolah-olah memberi kesempatan Duryodana untuk berkuasa lagi, padahal kemenangan Pandawa tinggal selangkah saja. Dalam hal ini Yudistira justru menyalahkan Bima yang dianggap kurang percaya diri. Duryodana meskipun bersifat angkara murka namun ia juga seorang pemberani. Ia memilih Bima sebagai lawan perang tanding, yang paling gagah di antara kelima Pandawa. Setelah pertarungan sengit terjadi cukup lama, akhirnya menjelang senja Duryodana berhasil dikalahkan dengan dipukul titik kelemahannya, yaitu paha. Ini sekaligus menuntaskan sumpah Bima yang akan membunuh Duryodana karena penghinaannya terhadap Dropadi. Balarama marah dan bertekad untuk membunuh Bima karena paha merupakan sasaran yang terlarang dalam duel gada,
== Maharaja dunia ==
Setelah perang berakhir, Yudistira melaksanakan upacara Tarpana untuk memuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian diangkat sebagai raja [[Hastinapura]] sekaligus raja [[Indraprastha]]. Yudistira dengan sabar menerima [[Dretarastra]] sebagai raja ''sepuh'' di kota Hastinapura. Ia melarang adik-adiknya bersikap kasar dan menyinggung perasaan ayah para [[Korawa]] tersebut,
Yudistira kemudian menyelenggarakan [[Aswamedha]] [[Yadnya]], yaitu suatu upacara pengorbanan untuk menegakkan kembali aturan [[dharma]] di seluruh dunia. Pada upacara ini, seekor [[kuda]] dilepas untuk mengembara selama setahun. [[Arjuna]] ditugasi memimpin pasukan untuk mengikuti dan mengawal kuda tersebut. Para raja yang wilayah negaranya dilalui oleh kuda tersebut harus memilih untuk mengikuti aturan Yudistira atau diperangi. Arjuna mengirim pasukan ke daerah utara, Bima ke timur, Nakula ke barat dan Sadewa ke selatan. Akhirnya setelah beberapa pertempuran, semua kerajaan memilih membayar upeti. Sekali lagi Yudistira pun dinobatkan sebagai Maharaja Dunia setelah Upacara Rajasuya dahulu.
== Pengunduran diri ==
Setelah permulaan zaman [[Kaliyuga]] dan wafatnya [[Kresna]], Yudistira dan keempat adiknya mengundurkan diri dari urusan duniawi. Mereka meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat keterikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi [[Bharatawarsha]] lalu menuju puncak [[Himalaya]]. Di kaki gunung Himalaya, Yudistira menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjdi pendamping perjalanan Pandawa yang setia. Saat mendaki puncak, satu per satu mulai dari [[Dropadi]], [[Sadewa]], [[Nakula]], [[Arjuna]], dan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat. Hanya Yudistira dan anjingnya yang berhasil mencapai puncak gunung, karena kesucian hatinya.
[[Dewa (Hindu)|Dewa]] [[Indra]], pemimpin masyarakat kahyangan, datang menjemput Yudistira untuk diajak naik ke [[swarga]] dengan kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang dibawa Yudistira dengan alasan bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Yudistira menolak masuk swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingnya. Indra merasa heran karena Yudistira tega meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka,
[[Berkas:Dark and difficult was the Road.jpg|ka|jmpl|Indra menunjukkan keadaan neraka kepada Yudistira. Ilustrasi karya Eveyn Paul (1911).]]
|