Yudistira: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sedikit membetulkan ejaan dan menambah wikilink |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(150 revisi perantara oleh 67 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Yudhishthira statue - Birla mandir.jpg
| Caption = Patung Yudhistira di Birla mandir.
| Nama = Yudhistira
| Devanagari = युधिष्ठिर
| Ejaan_Sanskerta = Yudhiṣṭira
| Kitab = ''[[Mahabharata]]'', ''[[Bhagawatapurana]]''
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Nama_lain = Bharata, Ajatasatru, Dharmaraja, Kurunandana, Puntadewa (Jawa) [[#etimologi|dan lain-lain]]
| Tempat = [[Hastinapura]], [[Indraprastha]]
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
| Dinasti = [[Dinasti Candra|Candra]]
| Klan = [[Kuru (raja)|Kuru]]
| Kasta = kesatria
| Senjata = tombak,Jamus Kalimasada
| Ayah = [[Yama]] (''de facto''){{br}}[[Pandu]] (''sah'')
| Ibu = [[Kunti]]
| Istri = [[Drupadi]]{{br}}Devika
| Anak = [[Pancawala|Pratiwindya]] (dari Drupadi){{br}}Yodheya (dari Devika)
}}
{{HastinaRaja}}
'''Yudistira''' {{Sanskerta|युधिष्ठिर|Yudhiṣṭhira}} alias '''Dharmawangsa''', adalah salah satu tokoh [[protagonis]] dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia merupakan seorang raja yang memerintah [[kerajaan Kuru]], dengan pusat pemerintahan di [[Hastinapura]]. Ia merupakan yang tertua di antara lima [[Pandawa]], atau para putra [[Pandu]]. Dalam tradisi [[wayang|pewayangan]], Yudistira diberi gelar ''[[prabu]]'' dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama [[Indraprastha|Kerajaan Amarta]].
== Etimologi ==
Nama ''Yudistira'' dibentuk dari kata ''yuddha'' (युद्ध; 'perang') dan ''sthira'' (स्थिर; 'teguh'),<ref>{{Cite web|last=www.wisdomlib.org|date=2010-12-26|title=Yudhishthira, Yudhiṣṭhira, Yudhisthira: 15 definitions|url=https://www.wisdomlib.org/definition/yudhishthira|website=www.wisdomlib.org|access-date=2020-09-08}}</ref> yang dalam [[bahasa Sanskerta]] bermakna "teguh dalam peperangan". Dalam kitab ''Mahabharata'', ia juga disebut dengan nama ''Bharata''<ref>{{cite book|last=Ashram|first=Vidur Sewa|title=Age of Bhārata War|year=1979|publisher=Motilal Banarsidass Publishers|pages=167}}</ref> (keturunan Maharaja [[Bharata (raja)|Bharata]]) dan ''Ajatasatru''<ref>{{cite book|last=Godbole|first=Justin E. Abbott a. Pandit Narhar R.|title=Stories of indian saints|year=1988|publisher=Motilal Banarsidass Publ.|location=Delhi|isbn=9788120804692|pages=402|edition=4}}</ref> Ia juga dikenal dengan sebutan ''Dharmaraja'', yang bermakna "raja [[Dharma]]", karena ia selalu berusaha menegakkan [[dharma]] sepanjang hidupnya.
Beberapa julukan lain yang dimiliki Yudhisthira adalah ''Kururaja'' (कुरुराज, "pemuka bangsa [[Kuru (raja)|Kuru]]"), ''Kurunandana'' (कुरुनन्दन, "kesayangan [[Dinasti Kuru]]"), Kurupati (कुरुपति, "raja [[Dinasti Kuru]]"), ''[[Pandawa]]'' (पान्दव, "putra [[Pandu]]"), Parta (पार्थ, "putra [[Kunti|Prita]] atau [[Kunti]]").
Beberapa di antara nama-nama di atas juga dipakai oleh tokoh-tokoh Dinasti Kuru lainnya, misalnya [[Arjuna]], [[Bisma]], dan [[Duryodana]]. Selain nama-nama di atas, dalam versi pewayangan Jawa masih terdapat beberapa nama atau julukan yang lain lagi untuk Yudistira, misalnya: ''Puntadewa'' ("derajat keluhurannya setara para [[dewa]]"), ''Yudistira'' ("pandai memerangi nafsu pribadi"), ''Gunatalikrama'' ("pandai bertutur bahasa"), ''Samiaji'' ("menghormati orang lain bagai diri sendiri").
== Kelahiran ==
Yudistira adalah putra tertua pasangan [[Pandu]] dan [[Kunti]], raja dan ratu dari kalangan [[Dinasti Kuru]], dengan pusat pemerintahan di [[Hastinapura]]. Kitab ''[[Mahabharata]]'' bagian pertama (''[[Adiparwa]]'') mengisahkan tentang kutukan yang dialami Pandu setelah membunuh [[brahmana]] bernama Resi [[Kindama]] tanpa sengaja. Brahmana itu terkena panah Pandu ketika ia dan istrinya sedang [[hubungan seksual|bersanggama]] dalam wujud sepasang [[rusa]]. Menjelang ajalnya tiba, Resi Kindama sempat mengutuk Pandu bahwa kelak ia akan mati ketika bersetubuh dengan istrinya. Dengan penuh penyesalan, Pandu meninggalkan takhta [[Hastinapura]] dan memulai hidup sebagai pertapa di hutan untuk mengurangi hawa nafsu. Kedua istrinya, yaitu [[Kunti]] dan [[Madri]] dengan setia mengikutinya. Setelah lama tidak dikaruniai keturunan, Pandu mengutarakan niatnya untuk memiliki anak. Kunti yang menguasai [[mantra]] ''Adityahredaya'' segera mewujudkan keinginan suaminya. Mantra tersebut adalah ilmu pemanggil [[dewa (Hindu)|dewa]] untuk mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti berhasil mendatangkan [[Dewa (Hindu)|Dewa]] [[Dharma]] dan mendapatkan anugerah putra darinya tanpa melalui [[hubungan seksual|persetubuhan]]. Putra pertama itu diberi nama Yudistira. Dengan demikian, Yudistira menjadi putra sulung [[Pandu]], sebagai hasil pemberian [[Dharma]], yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan.
Kisah dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]] agak berbeda. Menurut versi ini, Puntadewa merupakan anak kandung Pandu yang lahir di istana [[Hastinapura]]. Kedatangan [[Bhatara]] [[Dharma]] hanya sekadar menolong kelahiran Puntadewa dan memberi restu untuknya. Berkat bantuan dewa tersebut, Puntadewa lahir melalui ubun-ubun [[Kunti]]. Dalam pewayangan Jawa, nama Puntadewa lebih sering dipakai, sedangkan nama Yudistira baru digunakan setelah ia dewasa dan menjadi raja. Versi ini melukiskan Puntadewa sebagai seorang manusia berdarah putih, yang merupakan kiasan bahwa ia adalah sosok berhati suci dan selalu menegakkan kebenaran.
== Masa muda dan pendidikan ==
Yudistira dan keempat adiknya, yaitu [[Bima (Mahabharata)|Bima]] (Bimasena), [[Arjuna]], [[Nakula]], dan [[Sadewa]] kembali ke [[Hastinapura]] setelah ayah mereka ([[Pandu]]) meninggal dunia. Pada waktu itu, Hastinapura dipimpin oleh [[Dretarastra]], kakak Pandu yang buta.<ref>{{cite book|last=Lochtefeld|first=James G.|title=The illustrated encyclopedia of Hinduism.|url=https://archive.org/details/illustratedencyc12loch|year=2002|publisher=Rosen|location=New York|isbn=9780823931798|pages=[https://archive.org/details/illustratedencyc12loch/page/n864 194]–196|edition=1st. ed.}}</ref> Kelima putra Pandu—yang terkenal dengan sebutan para [[Pandawa]]—membuat sepupu mereka, yaitu para putra Dretarastra (seratus [[Korawa]] yang dipimpin [[Duryodana]]) merasa iri. [[Bisma]] (sesepuh Dinasti Kuru) dan [[Widura]] (perdana menteri) lebih menyukai Yudistira daripada putra Dretarastra, sehingga Duryodana merasa cemas apabila Yudistira berhasil dinobatkan sebagai putra mahkota. Duryodana berusaha menyingkirkan kelima Pandawa, terutama Bima yang dianggap paling kuat. Di lain pihak, Yudistira selalu berusaha untuk menyabarkan Bima supaya tidak membalas perbuatan para Korawa.
Pandawa dan Korawa kemudian mempelajari [[ilmu]] [[agama]], [[hukum]], dan [[tata negara]] daripada [[Resi]] [[Krepa]]. Dalam pendidikan tersebut, Yudistira tampil sebagai murid yang paling pandai. Krepa sangat mendukung apabila tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandawa tertua itu. Setelah itu, Pandawa dan Korawa berguru ilmu perang kepada [[Resi]] [[Drona]]. Dalam pendidikan kedua ini, [[Arjuna]] tampil sebagai murid yang paling pandai, terutama dalam ilmu [[panah|memanah]]. Sementara itu, Yudistira sendiri lebih terampil dalam menggunakan [[senjata]] [[tombak]].
== Pembakaran ''Laksagraha'' ==
Selama [[Pandu]] hidup di hutan sampai akhirnya meninggal dunia, tahta [[Hastinapura]] untuk sementara dipegang oleh kakaknya, yaitu [[Dretarastra]], ayah para [[Korawa]]. Ketika Yudistira menginjak usia dewasa, sudah tiba saatnya bagi Dretarastra untuk menyerahkan tahta kepada Yudhisthira, selaku putra sulung Pandu sekaligus pangeran tertua di kalangan Dinasti Kuru. Sementara itu, [[Duryodana]] berusaha keras merebut takhta dan menyingkirkan [[Pandawa]]. Dengan bantuan [[Sangkuni]] (paman dari pihak ibu), Duryodana pura-pura menjamu kelima sepupunya itu dalam sebuah gedung di Waranawata. Gedung itu sendiri terbuat dari bahan yang mudah terbakar, dan oleh arsiteknya ([[Purocana]]) disebut ''Laksagraha'', artinya "Rumah Lilin". Ketika malam tiba, para [[Korawa]] membakar gedung tempat para [[Pandawa]] dan [[Kunti]], ibu mereka, tidur. Namun, Yudistira sudah mempersiapkan diri karena rencana pembunuhan itu telah terdengar oleh pamannya, yaitu [[Widura]] adik Pandu. Akibatnya, kelima Pandawa dan Kunti berhasil lolos dari maut. Pandawa dan Kunti kemudian menjalani berbagai pengalaman sulit. Bersama sang ibu, Pandawa memutuskan untuk memalsukan keselamatan mereka dari kebakaran dan tidak kembali ke Hastinapura. Kemudian, mereka memulai persembunyian dengan hidup sebagai pertapa di dalam hutan.
== Pernikahan ==
Setelah selamat dari konspirasi pembunuhan oleh [[Duryodana]] dan [[Sangkuni]], para Pandawa dan Kunti pergi melintasi kota Ekachakra, lalu tinggal sementara di [[kerajaan Panchala]]. [[Arjuna]] berhasil memenangkan [[sayembara]] di kerajaan tersebut dan memperoleh seorang putri cantik yang bernama [[Dropadi]]. Tanpa sengaja Kunti memerintahkan agar Dropadi dibagi lima. Akibatnya, Dropadi pun menjadi istri kelima Pandawa. Dari perkawinan dengan Yudistira, Dropadi melahirkan Pratiwindya.<ref>{{cite book|last=Kapoor|first=edited by Subodh|title=An introduction to epic philosophy : epic period, history, literature, pantheon, philosophy, traditions, and mythology|year=2004|publisher=Cosmo Publications|location=New Delhi, India|isbn=9788177558821|pages=1062}}</ref> Istri keduanya bernama Dewika, putri Gowasana dari [[kerajaan Siwi|suku Saibya]], dan memiliki putra bernama Yodeya.<ref>{{cite web|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01096.htm|title=Mahabharata Text}}</ref>
Versi [[Jawa]] menyebut Dropadi dengan nama "Drupadi". Menurut pewayangan Jawa, setelah memenangkan sayembara, Arjuna menyerahkan putri itu kepada Puntadewa selaku kakak tertua. Semula Puntadewa menolak, tetapi setelah didesak oleh ibu dan keempat adiknya, akhirnya ia pun bersedia menikahi Drupadi. Dari perkawinan itu lahir seorang putra bernama [[Pancawala]]. Jadi, menurut versi asli, tokoh [[Dropadi]] menikah dengan kelima [[Pandawa]], sedangkan menurut versi [[Jawa]], ia hanya menikah dengan Yudistira seorang.
== Raja Indraprastha ==
Setelah menikahi [[Dropadi]], para [[Pandawa]] kembali ke [[Hastinapura]] dan memperoleh sambutan luar biasa, kecuali dari pihak [[Duryodana]]. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas takhta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi Pandawa sebagian dari wilayah kerajaan tersebut. Korawa mendapatkan istana Hastinapura, sedangkan Pandawa mendapatkan hutan Kandawaprastha sebagai tempat untuk membangun istana baru. Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker, tetapi para Pandawa bersedia menerima wilayah tersebut. Selain wilayahnya yang seluas hampir setengah wilayah [[kerajaan Kuru]], Kandawaprastha juga merupakan ibu kota kerajaan Kuru yang dulu, sebelum [[Hastinapura]]. Para Pandawa dibantu sepupu mereka, yaitu [[Kresna]] dan [[Baladewa]], dan berhasil membuka Kandawaprastha menjadi permukiman baru. Para Pandawa kemudian memperoleh bantuan dari [[Wiswakarma]], yaitu ahli bangunan dari kahyangan, dan juga Anggaraparna dari bangsa [[Gandharwa]]. Maka terciptalah sebuah istana megah dan indah bernama [[Indraprastha]], yang bermakna "kota Dewa Indra".
== Pemerintahan Yudistira versi pewayangan Jawa ==
=== Pembangunan kerajaan Amarta ===
Dalam versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], nama [[Indraprastha]] lebih terkenal dengan sebutan [[Indraprastha|kerajaan Amarta]]. Menurut versi ini, hutan yang dibuka para [[Pandawa]] bukan bernama Kandawaprastha, melainkan bernama Wanamarta.
Versi Jawa mengisahkan, setelah [[sayembara]] [[Dropadi]], para [[Pandawa]] tidak kembali ke [[Hastinapura]] melainkan menuju [[kerajaan Wirata]], tempat kerabat mereka yang bernama Prabu [[Wirata|Matsyapati]] berkuasa. Matsyapati yang bersimpati pada pengalaman Pandawa menyarankan agar mereka membuka kawasan hutan tak bertuan bernama Wanamarta menjadi sebuah kerajaan baru. Hutan Wanamarta dihuni oleh berbagai [[ruh|makhluk halus]] yang dipimpin oleh lima bersaudara, bernama Yudistira, Danduncana, Suparta, Sapujagad, dan Sapulebu. Pekerjaan Pandawa dalam membuka hutan tersebut mengalami banyak rintangan. Akhirnya setelah melalui suatu percakapan, para makhluk halus merelakan Wanamarta kepada para [[Pandawa]].
Yudistira kemudian memindahkan istana Amarta dari alam [[jin]] ke alam nyata untuk dihuni para [[Pandawa]]. Setelah itu, ia dan keempat adiknya menghilang. Salah satu versi menyebut kelimanya masing-masing menyatu ke dalam diri lima Pandawa. Puntadewa kemudian menjadi Raja Amarta setelah didesak dan dipaksa oleh keempat adiknya. Untuk mengenang dan menghormati raja jin yang telah memberinya istana, Puntadewa pun memakai gelar Prabu Yudistira.
=== Anugerah Ketentraman ===
Setelah menjadi Raja Amarta, Puntadewa berusaha keras untuk memakmurkan negaranya. Konon terdengar berita bahwa barang siapa yang bisa menikahi puteri Kerajaan Slagahima yang bernama Dewi Kuntulwinanten, maka negeri tempat ia tinggal akan menjadi makmur dan sejahtera. Puntadewa sendiri telah memutuskan untuk memiliki seorang istri saja. Namun karena [[Dropadi]] mengizinkannya menikah lagi demi kemakmuran negara, maka ia pun berangkat menuju Kerajaan Slagahima. Di istana Slagahima telah berkumpul sekian banyak raja dan pangeran yang datang melamar Kuntulwinanten. Namun sang puteri hanya sudi menikah dengan seseorang yang berhati suci, dan ia menemukan kriteria itu dalam diri Puntadewa. Kemudian Kuntulwinanten tiba-tiba musnah dan menyatu ke dalam diri Puntadewa. Sebenarnya Kuntulwinanten bukan manusia asli, melainkan wujud penjelmaan anugerah dewata untuk seorang raja adil yang hanya memikirkan kesejahteraan negaranya. Sedangkan anak raja Slagahima yang asli bernama Tambakganggeng. Ia kemudian mengabdi kepada Puntadewa dan diangkat sebagai [[patih]] di kerajaan Amarta.
== Upacara Rajasuya ==
Kitab ''[[Mahabharata]]'' bagian kedua atau ''[[Sabhaparwa]]'' mengisahkan niat Yudistira untuk menyelenggarakan upacara [[Rajasuya]] demi menyebarkan [[dharma]] dan menyingkirkan raja-raja angkara murka. [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]], [[Arjuna]], [[Nakula]], dan [[Sadewa]] memimpin tentara masing-masing ke empat penjuru [[Bharatawarsha]] (India Kuno) untuk mengumpulkan upeti dalam penyelenggaraan upacara agung tersebut. Pada saat yang sama, seorang raja angkara murka juga mengadakan upacara mengorbankan seratus orang raja. Raja tersebut bernama [[Jarasanda]] dari [[kerajaan Magadha]]. Yudistira mengirim Bima dan Arjuna dengan didampingi [[Kresna]] sebagai penasihat untuk menumpas Jarasanda. Akhirnya, melalui sebuah pertandingan seru, Bima berhasil membunuh Jarasanda.
Setelah semua persyaratan terpenuhi, Yudistira melaksanakan upacara Rajasuya yang dihadiri sekian banyak kaum raja dan pendeta. Dalam kesempatan itu, Yudistira ditetapkan sebagai ''Maharajadhiraja''. Kemudian muncul seorang sekutu Jarasanda bernama [[Sisupala]] yang menghina Kresna di depan umum. Setelah melewati penghinaan ke-100, Krishna akhirnya memenggal kepala Sisupala di depan umum.
== Permainan dadu ==
[[Berkas:Disrobing of Draupadi.jpg|360px|jmpl|Lukisan dari [[Punjab]], dibuat sekitar [[abad ke-18]], menggambarkan suasana aula permainan dadu antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]]. Tampak dalam gambar, [[Dropadi]] yang berusaha ditelanjangi oleh [[Dursasana]]. Di sebelah kiri bawah, tampak kelima [[Pandawa]] sedang diam menerima kekalahannya.]]
Ketika menjadi tamu dalam acara [[Rajasuya]], [[Duryodana]] sangat kagum sekaligus iri menyaksikan keindahan istana [[Indraprastha]]. Timbul niatnya untuk merebut kerajaan itu, apalagi setelah ia tersinggung oleh ucapan [[Dropadi]] dalam sebuah pertemuan. [[Sangkuni]] membantu niat Duryodhana dengan memanfaatkan kegemaran Yudistira terhadap permainan [[dadu]]. Yudistira memang seorang ahli [[agama]], tetapi di sisi lain ia sangat menyukai permainan tersebut. Undangan Duryodana diterimanya dengan baik. Permainan dadu antara [[Pandawa]] melawan [[Korawa]] diadakan di istana [[Hastinapura]]. Mula-mula Yudistira hanya bertaruh kecil-kecilan. Namun semuanya jatuh ke tangan Duryodana berkat kepandaian Sakuni dalam melempar dadu.
Hasutan Sangkuni membuat Yudistira nekad mempertaruhkan semua hartanya, bahkan [[Indraprastha]]. Akhirnya, negeri yang dibangun dengan susah payah itu pun jatuh ke tangan lawan. Yudistira yang sudah gelap mata juga mempertaruhkan keempat adiknya secara berurutan. Keempatnya pun jatuh pula ke tangan Duryodana satu per satu, bahkan akhirnya Yudistira sendiri. Duryodana tetap memaksa Yudistira yang sudah kehilangan kemerdekaannya untuk melanjutkan permainan, dengan mempertaruhkan [[Dropadi]]. Akibatnya, Dropadi pun ikut bernasib sama.
Ratapan Dropadi saat dipermalukan di depan umum terdengar oleh [[Gandari]], ibu para [[Korawa]]. Ia memerintahkan agar Duryodana menghentikan permainan dan mengembalikan semuanya kepada [[Pandawa]]. Dengan berat hati, Duryodhana terpaksa mematuhi perintah ibunya itu. Duryodana yang kecewa kembali menantang Yudistira beberapa waktu kemudian. Kali ini peraturannya diganti. Barang siapa yang kalah harus menyerahkan negara beserta isinya, dan menjalani hidup di hutan selama 12 tahun serta menyamar selama setahun di dalam sebuah kerajaan. Apabila penyamaran itu terbongkar, maka wajib mengulangi lagi pembuangan selama 12 tahun dan menyamar setahun, begitulah seterusnya. Akhirnya berkat kelicikan Sakuni, pihak Pandawa pun mengalami kekalahan untuk yang kedua kalinya. Sejak saat itu lima Pandawa dan Dropadi menjalani masa pembuangan mereka di hutan.
== Kehidupan dalam Pembuangan ==
Kehidupan para [[Pandawa]] dan [[Dropadi]] dalam menjalani masa pembuangan selama 12 tahun di hutan dikisahkan pada jilid ketiga kitab ''[[Mahabharata]]'' yang dikenal dengan sebutan ''[[Wanaparwa]]''. Yudistira yang merasa paling bertanggung jawab atas apa yang menimpa keluarga dan negaranya berusaha untuk tetap tabah dalam menjalani hukuman. Ia sering berselisih paham dengan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] yang ingin kembali ke [[Hastinapura]] untuk menumpas para [[Korawa]]. Meskipun demikian, Bima tetap tunduk dan patuh terhadap perintah Yudistira supaya menjalani hukuman sesuai perjanjian.
Suatu ketika para Korawa datang ke dalam hutan untuk berpesta demi menyiksa perasaan para Pandawa. Namun, mereka justru berselisih dengan kaum Gandharwa yang dipimpin [[Citrasena]]. Dalam peristiwa itu [[Duryodana]] tertangkap oleh Citrasena. Akan tetapi, Yudistira justru mengirim Bima dan Arjuna untuk menolong Duryodana. Ia mengancam akan berangkat sendiri apabila kedua adiknya itu menolak perintah. Akhirnya kedua Pandawa itu berhasil membebaskan Duryodana. Niat Duryodana datang ke hutan untuk menyiksa perasaan para Pandawa justru berakhir dengan rasa malu luar biasa yang ia rasakan.
Peristiwa lain yang terjadi adalah penculikan [[Dropadi]] oleh [[Jayadrata]], adik ipar Duryodana. Bima dan Arjuna berhasil menangkap Jayadrata dan hampir saja membunuhnya. Yudistira muncul dan memaafkan raja [[kerajaan Sindu]] tersebut.
=== Peristiwa telaga beracun ===
Pada suatu hari menjelang berakhirnya masa pembuangan, Yudistira dan keempat adiknya membantu seorang [[brahmana]] yang kehilangan peralatan upacaranya karena tersangkut pada tanduk seekor [[rusa]] liar. Dalam pengejaran terhadap rusa itu, kelima [[Pandawa]] merasa haus. Yudistira pun menyuruh [[Sadewa]] mencari air minum. Karena lama tidak kembali, [[Nakula]] disuruh menyusul, kemudian [[Arjuna]], lalu akhirnya [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] menyusul pula. Yudistira semakin cemas karena keempat adiknya tidak ada yang kembali.
Yudistira kemudian berangkat menyusul Pandawa dan menjumpai mereka telah tewas di tepi sebuah [[telaga]]. Ada seekor bangau (''baka'') yang mengaku sebagai pemilik telaga itu. Ia menceritakan bahwa keempat Pandawa tewas keracunan air telaganya karena mereka menolak menjawab pertanyaan darinya. Sambil menahan haus, Yudistira mempersilakan Sang bangau untuk bertanya. Sang bangau lalu berubah wujud menjadi [[Yaksa]]. Satu per satu pertanyaan demi pertanyaan berhasil ia jawab. Inilah sebagian pertanyaan yang diajukan Yaksa pada Yudistira:
<blockquote>
Yaksa: Apa yang lebih berat daripada Bumi, lebih luhur daripada langit, lebih cepat daripada angin dan lebih berjumlah banyak daripada gundukan jerami?
Yudhishthira: Sang Ibu lebih berat daripada Bumi, Sang Ayah lebih luhur daripada langit, Pikiran lebih cepat daripada angin dan kekhawatiran kita lebih berjumlah banyak daripada gundukan jerami.
Yaksa: Siapakah kawan dari seorang musafir? Siapakah kawan dari seorang pesakitan dan seorang sekarat?
Yudhishthira: Kawan dari seorang musafir adalah pendampingnya. Tabib adalah kawan seorang yang sakit dan kawan seorang sekarat adalah amal.
Yaksa: Hal apakah yang jika ditinggalkan membuat seseorang dicintai, bahagia dan kaya?
Yudhishthira: Keangkuhan, bila ditinggalkan membuat seseorang dicintai. Hasrat, bila ditinggalkan membuat seseorang kaya dan keserakahan, bila ditinggalkan membuat seseorang bahagia.
Yaksa: Musuh apakah yang tidak terlihat? Penyakit apa yang tidak bisa disembuhkan? Manusia macam apa yang mulia dan hina?
Yudhishthira: Kemarahan adalah musuh yang tidak terlihat. Ketidakpuasan adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Manusia mulia adalah yang mengharapkan kebaikan untuk semua makhluk dan Manusia hina adalah yang tidak mengenal pengampunan.
Yaksa: Siapakah yang benar-benar berbahagia? Apakah keajaiban terbesar? Apa jalannya? Dan apa beritanya?
Yudhishthira: Seorang yang tidak punya hutang adalah benar-benar berbahagia. Hari demi hari tak terhitung orang meninggal. Namun yang masih hidup berharap untuk hidup selamanya. Ya Tuhan, keajaiban apa yang lebih besar? Perbedaan pendapat membawa pada kesimpulan yang tidak pasti, Antara [[Śruti]] saling berbeda satu sama lain, bahkan tidak ada seorang [[Resi]] yang pemikirannya bisa diterima oleh semua. Kebenaran Dharma dan tugas, tersembunyi dalam gua-gua hati kita. Karena itu kesendirian adalah jalan dimana terdapat yang besar dan kecil. Dunia yang dipenuhi kebodohan ini layaknya sebuah wajan. Matahari adalah apinya, hari dan malam adalah bahan bakarnya. Bulan-bulan dan musim-musim merupakan sendok kayunya. Waktu adalah Koki yang memasak semua makhluk dalam wajan itu (dengan berbagai bantuan seperti itu). Inilah beritanya.
</blockquote>
Akhirnya, Yaksa pun mengaku kalah, tetapi ia hanya sanggup menghidupkan satu orang saja. Dalam hal ini, Yudistira memilih Nakula untuk dihidupkan kembali. Yaksa heran karena Nakula adalah adik tiri, bukan adik kandung. Yudistira menjawab bahwa dirinya harus berlaku adil. Ayahnya, yaitu [[Pandu]] memiliki dua orang istri. Karena Yudistira lahir dari [[Kunti]], maka yang dipilihnya untuk hidup kembali harus putra yang lahir dari [[Madri]], yaitu Nakula. Yaksa terkesan pada keadilan Yudistira. Ia pun kembali ke wujud aslinya, yaitu [[Dewa (Hindu)|Dewa]] [[Dharma]]. Kedatangannya dengan menyamar sebagai rusa liar dan yaksa adalah untuk memberikan ujian kepada para Pandawa. Berkat keadilan dan ketulusan Yudistira, maka tidak hanya Nakula yang dihidupkan kembali, melainkan juga Bima, Arjuna, dan Sadewa.<ref>{{cite book|last=Sehgal|first=Sunil|title=Encyclopaedia of Hinduism|year=1999|publisher=Sarup & Sons|location=New Delhi|isbn=9788176250641|edition=1st ed.}}</ref>
== Penyamaran di Matsya ==
Setelah 12 tahun menjalani pembuangan di hutan, kelima [[Pandawa]] dan [[Dropadi]] kemudian memasuki masa penyamaran selama setahun. Sebagai tempat persembunyian, mereka memilih [[Kerajaan Matsya]] yang dipimpin oleh [[Wirata]]. Kisah ini terdapat dalam kitab ''[[Mahabharata]]'' jilid keempat atau ''[[Wirataparwa]]''. Yudistira menyamar dengan nama Kanka sebagai seorang brahmana yang mengajari Raja [[Wirata]] permainan dadu. Bima menjadi Balawa sebagai tukang masak, Arjuna menjadi Wrihanala sebagai banci guru tari, Nakula menjadi Damagranti sebagai tukang kuda, Sadewa menjadi Tantripala sebagai penggembala sapi, sedangkan Dropadi menjadi Sailandri sebagai dayang istana.<ref>{{cite book|last=Kishore|first=B. R.|title=Hinduism|year=2001|publisher=Diamond Publ.|location=New Delhi|isbn=9788171820733}}</ref>
Pada akhir tahun penyamaran Pandawa, terjadi peristiwa serangan [[kerajaan Kuru]] terhadap kekuasaan Wirata. Seluruh kekuatan [[kerajaan Matsya]] dikerahkan menghadapi tentara [[kerajaan Trigartha]], sekutu [[Duryodhana]]. Akibatnya, istana Matsya menjadi kosong dan dalam keadaan terancam oleh serangan pasukan Hastinapura. [[Utara (Mahabharata)|Utara]] putra [[Wirata]] yang ditugasi menjaga istana, berangkat ditemani Wrihanala ([[Arjuna]]) sebagai kusir. Di medan perang Wrihanala membuka samaran dan tampil menghadapi pasukan Duryodana sebagai Arjuna. Seorang diri ia berhasil memukul mundur pasukan dari Hastinapura tersebut. Sementara itu, pasukan Wirata juga mendapat kemenangan atas pasukan Trigartha. Wirata dengan bangga memuji-muji kehebatan Utara yang berhasil mengalahkan para [[Korawa]] seorang diri. Kanka alias Yudistira menjelaskan bahwa kunci kemenangan Utara adalah Wrihanala. Hal itu membuat Wirata tersinggung dan memukul kepala Kanka sampai berdarah.
Dalam versi pewayangan Jawa, Wirata adalah nama kerajaan, bukan nama orang. Sedangkan rajanya bernama [[Matsyapati]]. Dalam kerajaan tersebut, Yudistira atau Puntadewa menyamar sebagai pengelola pasar ibu kota bernama Dwijakangka. Saat batas waktu penyamaran telah genap setahun, kelima [[Pandawa]] dan [[Dropadi]] pun membuka penyamaran. Mengetahui hal itu, [[Wirata]] merasa sangat menyesal telah memperlakukan mereka dengan buruk. Ia pun berjanji akan menjadi sekutu Pandawa dalam usaha mendapatkan kembali takhta [[Indraprastha]].
== Yudistira saat Bharatayuddha ==
[[Berkas:Krishna talking with Yudhishthira and his brothers.jpg|ka|300px|jmpl|Yudistira berunding dengan [[Kresna]] tentang keputusan berperang melawan [[Korawa]]. Lukisan cat air dari [[Himachal Pradesh]], {{circa}} 1750–1800.]]
Ketika para [[Pandawa]] pulang ke [[Hastinapura]] demi menuntut hak yang seharusnya mereka terima, [[Duryodana]] bersikap sinis terhadap mereka. Ia tidak mau menyerahkan [[Hastinapura]] kepada Yudistira. Berbagai usaha damai dilancarkan pihak Pandawa namun selalu ditolak oleh [[Duryodana]]. Bahkan, Duryodana tetap menolak ketika Yudistira hanya meminta lima buah desa saja, bukan seluruh Indraprastha. Pada puncaknya, Duryodana berusaha membunuh duta Pandawa, yaitu [[Kresna]], tetapi gagal.
[[Perang di Kurukshetra]] antara Pandawa dan Korawa tidak dapat lagi dihindari. Para pujangga Jawa menyebut peristiwa itu dengan nama [[Bharatayuddha]]. Sementara itu dalam ''[[Mahabharata]]'' kisah perang besar tersebut ditemukan pada jilid keenam sampai kesepuluh.
Saat berperang, kereta Yudistira dihiasi panji-panji bergambar bulan emas yang dikitari planet-planet. Dua genderang yang diberi nama Nanda dan Upananda diikat di tiangnya.<ref>{{cite web|title=Mahabharata Text|url=http://www.sacred-texts.com/hin/dutt/maha09.htm}}</ref><ref>{{cite web|title=Mahabharata Text|url=http://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07023.htm}}</ref><ref>{{cite book|last=Kapoor|first=edited by Subodh|title=The Indian encyclopaedia : biographical, historical, religious, administrative, ethnological, commercial and scientific|year=2002|publisher=Cosmo Publications|location=New Delhi|isbn=9788177552713|pages=4462|edition=1st ed.}}</ref>
=== Awal pertempuran ===
Pada bagian ''[[Bhismaparwa]]'' dikisahkan bahwa sebelum perang hari pertama dimulai, Yudistira turun dari keretanya berjalan kaki ke arah pasukan Korawa yang berbaris di hadapannya. Duryodana mengejeknya sebagai pengecut yang langsung menyerah begitu melihat kekuatan Korawa dan sekutu mereka. Namun, kedatangan Yudistira bukan untuk menyerah, melainkan meminta doa restu kepada empat sesepuh yang berperang di pihak lawan. Mereka adalah [[Bisma]], [[Krepa]], [[Drona]], dan [[Salya]]. Keempatnya mendoakan semoga pihak Pandawa menang. Hal itu tentu saja membuat Duryodana sakit hati.
Yudistira kembali ke pasukannya. Ia mempersilakan siapa saja yang ingin pindah pasukan sebelum perang benar-benar dimulai. Ternyata yang pindah justru adik tiri Duryodhana yang lahir dari selir, bernama [[Yuyutsu]], yang bergerak meninggalkan Korawa untuk bergabung bersama Pandawa.
=== Pertempuran melawan Drona ===
[[Bisma]] memimpin pasukan [[Korawa]] selama sepuluh hari. Setelah ia tumbang, kedudukannya digantikan oleh [[Drona]], yang mendapat amanat dari [[Duryodana]] supaya menangkap Yudistira hidup-hidup. Drona senang atas tugas tersebut, padahal niat Duryodana adalah menjadikan Yudistira sebagai sandera untuk memaksa para pendukungnya menyerah. Berbagai cara dilancarkan Drona untuk menangkap Yudistira. Tidak terhitung banyaknya sekutu Pandawa yang tewas di tangan Drona karena melindungi Yudistira, misalnya [[Drupada]] dan [[Wirata]].
Akhirnya pada hari ke-15, penasihat Pandawa, yaitu [[Kresna]] menemukan cara untuk mengalahkan Drona, yaitu dengan mengumumkan berita kematian seekor gajah bernama [[Aswatama]]. Aswatama juga merupakan nama putra tunggal Drona. Kemiripan nama tersebut dimanfaatkan oleh Kresna untuk menipu Drona. Atas perintah Kresna, [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] segera membunuh gajah itu dan berteriak mengumumkan kematiannya. Drona cemas mendengar berita kematian Aswatama. Ia segera mendatangi Yudistira yang dianggapnya sebagai manusia paling jujur untuk bertanya tentang kebenaran berita tersebut. Yudistira terpaksa bersikap tidak jujur. Ia membenarkan berita kematian Aswatama tanpa berusaha menjelaskan bahwa yang mati adalah gajah, bukan putra Drona. Jawaban Yudistira membuat Drona jatuh lemas. Ia membuang semua senjatanya dan duduk ber[[meditasi]]. Tiba-tiba saja [[Drestadyumna]] putra [[Drupada]] mendatanginya dan kemudian memenggal kepalanya dari belakang. Drona pun tewas seketika. Dalam peristiwa ini yang paling merasa bersalah adalah Yudistira.
=== Pertempuran melawan Salya ===
[[Salya]] adalah kakak ipar [[Pandu]] yang terpaksa membantu [[Korawa]] karena tipu daya mereka. Pada hari ke-18, ia diangkat sebagai panglima oleh [[Duryodana]]. Akhirnya ia pun tewas terkena tombak Yudistira.
Naskah ''[[Bharatayuddha]]'' berbahasa [[bahasa Kawi|Jawa Kuno]] mengisahkan bahwa [[Salya]] memakai senjata bernama Rudrarohastra, sedangkan Yudistira memakai senjata bernama [[Jamus Kalimasada|Kalimahosaddha]]. Pusaka Yudistira yang berupa kitab itu dilemparkannya dan tiba-tiba berubah menjadi tombak menembus dada Salya.
Sementara itu menurut versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Salya mengerahkan ilmu Candabirawa berupa [[rakshasa|raksasa]] kerdil mengerikan, yang jika dilukai jumlahnya justru bertambah banyak. Puntadewa maju mengheningkan cipta. Candabirawa lumpuh seketika karena Puntadewa telah dirasuki arwah [[Bagawan Bagaspati|Resi Bagaspati]], yaitu pemilik asli ilmu tersebut. Selanjutnya, Puntadewa melepaskan [[Jamus Kalimasada]] yang melesat menghantam dada Salya. Salya pun tewas seketika.
=== Tantangan bagi Duryodana ===
Setelah kehabisan pasukan, [[Duryodhana]] bersembunyi di dasar telaga. Kelima [[Pandawa]] didampingi [[Kresna]] berhasil menemukan tempat itu. Duryodana pun naik ke darat siap menghadapi kelima Pandawa sekaligus. Yudistira menolak tantangan Duryodhana karena Pandawa pantang berbuat pengecut dengan cara main keroyok, sebagaimana para [[Korawa]] ketika membunuh [[Abimanyu]] pada hari ke-13. Sebaliknya, Duryodana dipersilakan bertarung satu lawan satu melawan salah seorang di antara lima Pandawa. Apabila ia kalah, maka kerajaan harus dikembalikan kepada Pandawa. Sebaliknya apabila ia menang, Yudistira bersedia kembali hidup di hutan.
[[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] terkejut mendengar keputusan Yudistira yang seolah-olah memberi kesempatan Duryodana untuk berkuasa lagi, padahal kemenangan Pandawa tinggal selangkah saja. Dalam hal ini Yudistira justru menyalahkan Bima yang dianggap kurang percaya diri. Duryodana meskipun bersifat angkara murka namun ia juga seorang pemberani. Ia memilih Bima sebagai lawan perang tanding, yang paling gagah di antara kelima Pandawa. Setelah pertarungan sengit terjadi cukup lama, akhirnya menjelang senja Duryodana berhasil dikalahkan dengan dipukul titik kelemahannya, yaitu paha. Ini sekaligus menuntaskan sumpah Bima yang akan membunuh Duryodana karena penghinaannya terhadap Dropadi. Balarama marah dan bertekad untuk membunuh Bima karena paha merupakan sasaran yang terlarang dalam duel gada, tetapi diperingatkan oleh Kresna bahwa Bima hanya berusaha menjalankan sumpahnya. Duryodana pun tewas secara perlahan setelah saling bersilat lidah dengan Kresna.
== Maharaja dunia ==
Setelah perang berakhir, Yudistira melaksanakan upacara Tarpana untuk memuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian diangkat sebagai raja [[Hastinapura]] sekaligus raja [[Indraprastha]]. Yudistira dengan sabar menerima [[Dretarastra]] sebagai raja ''sepuh'' di kota Hastinapura. Ia melarang adik-adiknya bersikap kasar dan menyinggung perasaan ayah para [[Korawa]] tersebut, tetapi Bima selalu saja menyinggung [[Dretarastra]] akan perbuatan anak-anaknya sehingga sang raja sepuh pun lengser dari takhta Hastinapura.
Yudistira kemudian menyelenggarakan [[Aswamedha]] [[Yadnya]], yaitu suatu upacara pengorbanan untuk menegakkan kembali aturan [[dharma]] di seluruh dunia. Pada upacara ini, seekor [[kuda]] dilepas untuk mengembara selama setahun. [[Arjuna]] ditugasi memimpin pasukan untuk mengikuti dan mengawal kuda tersebut. Para raja yang wilayah negaranya dilalui oleh kuda tersebut harus memilih untuk mengikuti aturan Yudistira atau diperangi. Arjuna mengirim pasukan ke daerah utara, Bima ke timur, Nakula ke barat dan Sadewa ke selatan. Akhirnya setelah beberapa pertempuran, semua kerajaan memilih membayar upeti. Sekali lagi Yudistira pun dinobatkan sebagai Maharaja Dunia setelah Upacara Rajasuya dahulu.
== Pengunduran diri ==
Setelah permulaan zaman [[Kaliyuga]] dan wafatnya [[Kresna]], Yudistira dan keempat adiknya mengundurkan diri dari urusan duniawi. Mereka meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat keterikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi [[Bharatawarsha]] lalu menuju puncak [[Himalaya]]. Di kaki gunung Himalaya, Yudistira menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjdi pendamping perjalanan Pandawa yang setia. Saat mendaki puncak, satu per satu mulai dari [[Dropadi]], [[Sadewa]], [[Nakula]], [[Arjuna]], dan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat. Hanya Yudistira dan anjingnya yang berhasil mencapai puncak gunung, karena kesucian hatinya.
[[Dewa (Hindu)|Dewa]] [[Indra]], pemimpin masyarakat kahyangan, datang menjemput Yudistira untuk diajak naik ke [[swarga]] dengan kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang dibawa Yudistira dengan alasan bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Yudistira menolak masuk swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingnya. Indra merasa heran karena Yudistira tega meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka, tetapi lebih memilih untuk tidak mau meninggalkan seekor anjing. Yudistira menjawab bahwa bukan dirinya yang meninggalkan mereka, tetapi merekalah yang meninggalkan dirinya. Kesetiaan Yudistira telah teruji. Anjingnya pun kembali ke wujud asli yaitu Dewa [[Yama]] atau batara dharma, ayahnya.<ref>{{cite book|last=Agarwal|first=Satya P.|title=Selections from the Mahabharata : re-affirming Gita's call for the god of all|year=2002|publisher=Motilal Banarsidass|location=Delhi|isbn=9788120818743|edition=1. Aufl.}}</ref>
[[Berkas:Dark and difficult was the Road.jpg|ka|jmpl|Indra menunjukkan keadaan neraka kepada Yudistira. Ilustrasi karya Eveyn Paul (1911).]]
Yudistira dan dewa dharma naik ke surga menggunakan kereta Indra. Namun ternyata keempat Pandawa tidak ditemukan di sana. Yang ada justru [[Duryodana]] dan adik-adiknya yang selama hidup mengumbar angkara murka. Indra menjelaskan bahwa keempat Pandawa dan para pahlawan lainnya sedang menjalani penyiksaan di [[neraka]]. Yudistira menyatakan siap masuk neraka menemani mereka. Namun, ketika terpampang pemandangan neraka yang disertai suara menyayat hati dan dihiasi darah kental membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur dari neraka, Yudistira berhasil menguasai diri. Terdengar suara saudara-saudaranya memanggil-manggil. Yudistira memutuskan untuk tinggal di neraka. Ia merasa lebih baik hidup tersiksa bersama sudara-saudaranya yang baik hati daripada bergembira di surga namun ditemani oleh kerabat yang jahat. Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi indah. Dewa Indra muncul dan berkata bahwa sekali lagi Yudistira lulus ujian, karena waktunya yang sebentar di Neraka adalah sebagai penebus dosa ketidakjujuran Yudistira terhadap Drona soal kematian Aswatama. Ia menyatakan bahwa sejak saat itu, Pandawa Lima dan para pahlawan lainnya dinyatakan sebagai penghuni Surga, sementara para Korawa akan menjalani siksaan yang kekal di neraka.
Menurut versi pewayangan Jawa, kematian para [[Pandawa]] terjadi bersamaan dengan [[Kresna]] ketika mereka ber[[meditasi]] di dalam [[Candi Sekar]]. Namun, versi ini kurang begitu populer karena banyak [[dalang]] yang lebih suka mementaskan versi ''[[Mahabharata]]'' yang penuh dramatisasi sebagaimana dikisahkan di atas.
== Referensi ==
{{reflist|2}}
== Pranala luar ==
{{commonscat|Yudishthira|Yudistira}}
* {{en}} [http://www.mahabharataonline.com/ Mahabharata Online.com]
* {{en}} Cerita pendek yang menunjukkan keagungan Yudhishthira [http://moralstories.wordpress.com/2006/05/15/following-dharma-always/ 1], [http://moralstories.wordpress.com/2006/05/28/vinayam-gives-vruddhi-ahankaar-destroys/ 2], [http://moralstories.wordpress.com/2006/08/12/akshaya-paatra/ 3]
{{start box}}
{{succession box|
before=[[Dretarastra]]|
years=[[Dinasti Kuru]]|
title=Raja [[Hastinapura]]|
after=[[Parikesit]]}}
{{end box}}
{{Tokoh Mahabharata}}
{{tokoh mitologi hindu}}
[[Kategori:Pandawa]]
[[Kategori:Raja dalam mitologi Hindu]]
|