Teuku Ben Mahmud: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(41 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
'''Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja''' atau '''Teuku Ben Mahmud''' (lahir sekitar tahun 1860) adalah [[uleebalang]] [[Blangpidie]] yang memimpin [[perang gerilya]] melawan [[Belanda]] di pesisir barat selatan [[Aceh]] hingga tanah [[Batak]] pada awal [[Abad ke 20|abad ke-20]]. Teuku Ben Blangpidië beserta 160 pasukannya [[Menyerah (militer)|turun gunung]] pada Juli 1908 setelah sebulan sebelumnya Belanda berhasil menyandera keluarga dan beberapa pasukan Teuku Ben. Pada tahun 1911, Teuku Ben Mahmud diinternir menggunakan kapal van doorn ke [[Maluku]]. Tidak ditemukan lagi informasi mengenai keberadaannya selepas pengasingan tersebut.<ref>{{Cite web|title=Teuku Ben Mahmud dan Perjuangan Melawan Belanda Salah satu tokoh perlawanan terhadap kolonial Belanda,|url=https://123dok.com/article/mahmud-perjuangan-melawan-belanda-perlawanan-terhadap-kolonial-belanda.yr6pjx7y|website=123dok.com|language=id|access-date=2022-10-12}}</ref>▼
| name = {{PAGENAME}} Setia Raja
| image =
| imagesize =
| caption = T.B. Mahmud
| office = [[Ulèë Balang|Ulèëbalang]] [[Negeri|Nanggroë]] [[Blangpidie, Aceh Barat Daya|Blangpidië]]
| order =
| president = [[Muhammad Daud Syah dari Aceh|Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat]]
| term_start = 1885
| term_end = 1911
| predecessor = Teuku Ben Abbas<br>Teuku Nyak Sawang (de jure)
| successor = Teuku Banta Sulaiman
| birth_date = [[1860]] (perkiraan)
| birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Blangpidie, Aceh Barat Daya|Blangpidie]], [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| death_date = [[1916]] (perkiraan)
| death_place = {{flagicon|Belanda}} [[Halmahera]], [[Hindia Belanda]]
| nationality =
| party =
| spouse =
| relations =
| children =
| alma_mater =
| occupation =
| profession = [[Ulèë Balang|Uleebalang]]
| religion = [[Islam]]
| signature =
| website =
| footnotes =
| embed =
| title = Zelfbestuurder n.b. Landschap Blang-Pidië
| parents = Teuku Ben Abbas (ayah)<br>Cut Meuh (ibu)
| opponent =
| battles = [[Perang Aceh]] dengan Belanda
| serviceyears = 1875-1908
| allegiance = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| branch =
| nickname =
| rank = Bentara
}}
▲'''Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja''' atau '''Teuku Ben Mahmud''' (lahir sekitar tahun 1860) adalah [[uleebalang]] [[Blangpidie]] yang memimpin [[perang gerilya]] melawan [[Belanda]] di pesisir barat selatan [[Aceh]], [[Gayo]], [[Suku Alas|Alas]] hingga tanah [[Batak]] pada awal [[Abad ke 20|abad ke-20]].<ref name=":0" /> Teuku Ben
==Kehidupan Awal==
[[Teuku]] Bentara Mahmud lahir di Gampong Cot, [[Kuta
Berdasarkan ''besluit'', ''Zelfbestuur Landschappen'' ([[hulubalang]] [[daerah swapraja]]) Pulau Kayu-Blangpidie sebelumnya adalah Teuku Nyak Sawang yang menandatangani ''korte verklaring'' pada tanggal 9 Maret 1874 (sejak saat itu nama Kuta Batee resmi menjadi Blangpidie) dan dikukuhkan pada tanggal 27 Juli 1874. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang, uleebalang Pulo Kayee (Pulau Kayu) dijabat oleh anaknya bernama Teuku Raja Cut. Ibu Teuku Raja Cut yaitu Cut Meurah binti Teuku Pang Chik kemudian menikah lagi dengan Teuku Ben Mahmud bin Teuku Ben Abbas.▼
Setelah Teuku Ben
▲
▲Adapun menurut Zakaria Ahmad, pendiri Blangpidie adalah Teuku Ben Agam (Tok Gam) dari [[Pidie]]. Pada awal abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Kuta Batee antara beberapa pemimpin koloni dari Pidie dan Aceh Besar. Hingga kemudian Tuanku Pangeran Husein bin [[Sultan Mansur Syah|Sultan Alaiddin Ibrahim Mansur Syah]] (1836-1869) dapat mendamaikan keduabelah pihak yang bertikai sekaligus memberikan ''cap seuteungoh'' kepada Teuku Ben Agam sebagai uleebalang Blangpidie yang pertama terlepas dari Kenegerian [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]].
▲Setelah Teuku Ben Agam meninggal dunia, kepemimpinan kenegerian Blangpidie dilanjutkan oleh anaknya Teuku Ben Abbas, dan seterusnya digantikan oleh anaknya Teuku Ben Mahmud. Saat masa kecil Teuku Ben Mahmud bertindak sebagai pemangku raja, sedangkan pemerintahan dikendalikan oleh Teuku Nyak Sawang, uleebalang [[Pulau Kayu, Susoh, Aceh Barat Daya|Pulau Kayu]].
Hubungan antara uleebalang Blangpidie dengan uleebalang Pulau Kayu bermula dari tokoh pendiri kenegerian Pulau Kayu yang bernama Teuku Nyak Syeh yang menikahi Nyak Buleun, cucu tertua dari Teuku Ben Agam. Pulau Kayu kala itu menjadi pelabuhan satu-satunya Blangpidie yang bersebelahan langsung dengan Bandar Susoh.
Saat Teuku Ben Mahmud menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda pada 1873, Teuku Nyak Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang gelar ''Raja Muda Blang Pedir'', Teuku Ben Mahmud menikah dengan janda Teuku Nyak Sawang bernama Cut Meurah binti Teuku Pang Chik. Cut Meurah yang merupakan uleebalang cut [[Kuta Tuha, Blangpidie, Aceh Barat Daya|Kuta Tuha]] adalah sosok yang mengubah nama Kuta Batee menjadi Blangpidie.
Pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud ditunjuk oleh [[Sultan Muhammad Daud Syah]] sebagai uleebalang Blangpidie dengan gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Namun dianggap tidak sah oleh Belanda. Sedangkan berdasarkan besluit Belanda, uleebalang Blangpidie dijabat Teuku Nyak Sawang gelar Raja Muda Blangpidie.
Baru pada tahun 1908, Belanda mengembalikan hak Teuku Ben Mahmud sebagai uleebalang Blangpidie setelah ia turun gunung. Keluarga mendiang Teuku Nyak Sawang kemudian mengajukan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar negeri Blangpidie dan Pulau Kayu menjadi negeri otonom yang terpisah.
Pengukuhan perjanjian itu dituangkan dalam Akta No.10 tanggal 15 Juni 1901, ketika Teuku
Seterusnya, Teuku Banta Sulaiman bin Teuki Bentara Mahmud menjadi uleebalang Blangpidie dan Teuku Umar bin Teuku
==Perjuangan==
Baris 35 ⟶ 70:
Pada tahun 1895, Teuku Ben Mahmud menyerang Teuku Larat uleebalang [[Tapaktuan]] karena dianggap telah bekerjasama dengan Belanda. Dalam penyerangan itu ditawan juga puteri Teuku Larat yang bernama Cut Intan Suadat, yang kemudian dinikahkan dengan Teuku Banta Sulaiman putra Teuku Ben Mahmud. Penyerangan itu dikenal dengan nama Perang Jambo Awe, dikarenakan penyerangan itu dipimpin panglima Teuku Ben Mahmud bernama Teungku Jambo Awe yang berasal dari [[Seunagan, Nagan Raya|Seunagan]].
Pada Tahun 1900, pasukan [[marsose]] Belanda berhasil memasuki Kota Blangpidie setelah memindahkan posisinya dari Susoh. Belanda membangun tangsi (bivak) marsose dengan kekuatan satu Satuan Setingkat [[Kompi]] (SSK). Setelah Belanda merebut wilayah Blangpidie pada tahun 1900, Teuku Ben Mahmud melakukan gerilya dari hulu [[
Pada 7 April 1901, pasukan Teuku Ben Mahmud
Pada
Di tahun yang sama, pasukan Teuku Ben yang dipimpin Tengku Idris dari [[Nagan Raya]] juga menyerang rombongan [[Kontrolir|kontrolil]] Belanda yang sedang mengutip ''blestenk'' (pajak rakyat) di [[Kuta Buloh I, Meukek, Aceh Selatan|Kuta Buloh]], [[Meukek, Aceh Selatan|Meukek]]. Penyerangan ini menewaskan beberapa serdadu Belanda. Aksi tersebut membuat Belanda melakukan sweeping secara ketat, sehingga membuat Tengku Idris dan beberapa pasukan Teuku Ben lainnya tertangkap dan dibuang ke [[Ternate]], [[
Pada tahun 1905, Teuku Ben juga menjalin komunikasi dan membantu perlawanan [[Sisingamangaraja XII]] di daerah Dairi.Teuku Ben Mahmud memimpin gerilya di barat selatan Aceh dan menghadapi marsose Belanda dibantu juga oleh pasukan khusus [[Kesultanan Aceh]] dari [[Suku Gayo|Gayo]] dan [[Suku Alas|Alas]].
▲Di tahun yang sama, pasukan Teuku Ben yang dipimpin Tengku Idris dari [[Nagan Raya]] juga menyerang rombongan [[Kontrolir|kontrolil]] Belanda yang sedang mengutip ''blestenk'' (pajak rakyat) di [[Kuta Buloh I, Meukek, Aceh Selatan|Kuta Buloh]], [[Meukek, Aceh Selatan|Meukek]]. Penyerangan ini menewaskan beberapa serdadu Belanda. Aksi tersebut membuat Belanda melakukan sweeping secara ketat, sehingga membuat Tengku Idris dan beberapa pasukan Teuku Ben lainnya tertangkap dan dibuang ke [[Ternate]], [[Pulau Halmahera|Halmahera]], [[Maluku Utara]] (salah seorang keturunan Tengku Idris di Maluku Utara adalah Mantan Menpora RI [[Abdul Gafur (politikus)|Abdul Gafur]]).
Pada Juni 1908, Belanda berhasil menyandera beberapa anggota keluarga dan pasukan Teuku Ben termasuk istri Teuku Ben, putra mahkota Teuku Banta Sulaiman
Meskipun telah turun gunung, Teuku Ben Mahmud tetap diawasi oleh Belanda. Secara diam-diam Teuku Ben masih terus menyemangati pejuang Aceh bahkan sempat memerintahkan untuk membunuh seorang mata-mata Belanda. Karena dianggap masih memiliki pengaruh terhadap perlawanan melawan Belanda, Teuku Ben Mahmud dan beberapa keluarganya akhirnya dibuang ke [[
Meskipun perjuangan Teuku Ben Mahmud terhenti setelah ia dibuang ke
Putra sulung Teuku Ben Mahmud, Teuku Banta Sulaiman juga diasingkan oleh Belanda dan dibuang ke [[Peureulak, Aceh Timur|Peureulak]], [[Aceh Timur]] antara tahun 1916-1919 lalu dipindahkan ke [[Kutaraja]] hingga masuknya [[Jepang]] ke Aceh baru ia bisa kembali pulang ke Blangpidie. Saudaranya, Teuku Karim bin Teuku Ben Mahmud turut melakukan perlawanan melawan Belanda hingga masuknya Jepang pada tahun 1942
Sepeninggal Teuku Banta Sulaiman, pada 30 Oktober 1917 kepemimpinan kenegerian Blangpidie selanjutnya diambilalih oleh adiknya, Teuku Rayeuk bin Teuku Ben Mahmud, karena Teuku Sabi bin Teuku Banta Sulaiman masih kecil. Baru pada 11 Oktober 1929, ''Zelfbestuurder van'' Blangpidie dijabat oleh Teuku Sabi hingga terjadinya [[revolusi sosial]] pasca [[kemerdekaan Indonesia]]. Teuku Sabi menikah dengan putri Datuk Nyak Raja (''Zelfbestuurder van'' Susoh). Teuku Sabi tidak memiliki anak laki-laki yang dapat meneruskan kepemimpinannya sebab anak laki-laki mereka satu-satunya bernama Teuku Raja Usman bin Teuku Sabi meninggal saat masih kecil akibat tenggelam di kolam
Saat kematian Teuku Raja Usman bin Teuku
== Penghargaan ==
Atas pengabdian dan perjuangannya untuk [[Kesultanan Aceh]] semasa [[perang Aceh]] melawan [[Belanda]], [[Sultan Muhammad Daud Syah]] menganugerahi Teuku Ben Mahmud gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Nama Teuku Ben juga diabadikan sebagai nama [[jalan]] di [[Blangpidie]] dan [[Tapaktuan]]. Selain itu, nama Teuku Ben Mahmud juga dijadikan sebagai nama [[yayasan]] yang mengelola [[asrama]] [[mahasiswa]] Blangpidie di [[Banda Aceh]].
Penjabat [[Bupati Aceh Barat Daya]], [[Darmansah]] memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh dan Pahlawan Perang Aceh asal Aceh Barat Daya.<ref>{{Cite web|last=koalisi.co|date=2024-06-04|title=Teuku Ben Mahmud Dianugerahi Penghargaan “Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh”|url=https://koalisi.co/teuku-ben-mahmud-dianugerahi-penghargaan-tokoh-gerilya-dan-pahlawan-perang-aceh/|website=Koalisi.co|language=id|access-date=2024-06-19}}</ref> Selain itu, Kepala Kantor [[Kementerian Agama Republik Indonesia]] Kabupaten Aceh Barat Daya juga memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh.<ref>{{Cite web|title=Action Terima Penghargaan Teuku Ben Mahmud dari Kemenag Abdya|url=https://www.nasional.top/2024/05/action-terima-penghargaan-teuku-ben.html|language=id|access-date=2024-06-02}}</ref> Pemberian penghargaan ini merupakan bentuk dukungan atas usaha pengusulan gelar [[Pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] bagi Teuku Ben Mahmud yang dilakukan oleh [https://penerbitaction.com Aceh Culture and Education] dan [https://www.penerbitaction.com/p/museum-susoh.html?m=1 Museum Sejarah Susoh].<ref>{{Cite web|title=ACTION Ajukan Teuku Ben Mahmud Sebagai Pahlawan Nasional Asal Abdya|url=https://aceh.tribunnews.com/2024/05/14/action-ajukan-teuku-ben-mahmud-sebagai-pahlawan-nasional-asal-abdya|website=Serambinews.com|language=id-ID|access-date=2024-06-22}}</ref>
== Rujukan ==
<references />
[[Kategori:Pahlawan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh pejuang yang dibuang]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Bangsawan Aceh]]
[[Kategori:Tokoh dari Aceh Barat Daya]]
|