Teuku Ben Mahmud: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(24 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 12:
| successor = Teuku Banta Sulaiman
| birth_date = [[1860]] (perkiraan)
| birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Blangpidie, Aceh Barat Daya|Kuta Batee, Blangpidie]], [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| death_date = [[19151916]] (perkiraan)
| death_place = {{flagicon|Belanda}} [[AmbonHalmahera]], [[Hindia Belanda]]
| nationality =
| party =
Baris 29:
| embed =
| title = Zelfbestuurder n.b. Landschap Blang-Pidië
| parents = Teuku Ben Abbas (ayah)<br>Cut Meuh (ibu)
| opponent =
| battles = [[Perang Aceh]] dengan Belanda
| serviceyears = 18731875-1908
| allegiance = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| branch =
| nickname =
| rank = [[Mayor Jenderal]]Bentara
}}
'''Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja''' atau '''Teuku Ben Mahmud''' (lahir sekitar tahun 1860) adalah [[uleebalang]] [[Blangpidie]] yang memimpin [[perang gerilya]] melawan [[Belanda]] di pesisir barat selatan [[Aceh]], [[Gayo]], [[Suku Alas|Alas]] hingga tanah [[Batak]] pada awal [[Abad ke 20|abad ke-20]].<ref name=":0" /> Teuku Ben Blang PidiëMahmud beserta 160 pasukannya [[Menyerah (militer)|turun gunung]] pada Juli 1908 setelah sebulan sebelumnya Belanda berhasil menyandera keluarga dan beberapa pasukan Teuku Ben. Pada tahun 1911, Teuku Ben Mahmud diinternir menggunakan kapal van doorn ke [[Maluku]].<ref>{{Cite web|title=Teuku Ben Mahmud dan Perjuangan Melawan Belanda Salah satu tokoh perlawanan terhadap kolonial Belanda,|url=https://123dok.com/article/mahmud-perjuangan-melawan-belanda-perlawanan-terhadap-kolonial-belanda.yr6pjx7y|website=123dok.com|language=id|access-date=2022-10-12}}</ref> SalahPada satutahun cucunya1911, adalahTeuku [[AbdulBen GafurMahmud (politikus)|Abduldiinternir Gafurmenggunakan kapal van doorn ke [[Maluku]].<ref>{{Cite web|title=ACTION Ajukan Teuku Ben Mahmud Sebagai Pahlawan Nasional Asal Abdya|url=https://www.nasional.top/2024/05/action-ajukan-teuku-ben-mahmud-sebagai.html|language=id|access-date=2024-06-02}}</ref>
 
==Kehidupan Awal==
 
[[Teuku]] Bentara Mahmud lahir di Gampong Cot, [[Kuta BateeTinggi, (Blangpidie), Aceh Barat Daya]] sekitar tahun 1860. Ayahnya bernama Teuku Bentara Abbas bin Teuku Bentara Agam yang berasal dari [[Pidie]]. Saat masih muda, Teuku Ben Mahmud dikenal dengan sebutan Mahmud Panglima Gumbak atau Anak Bergumbak (Berjambul). Pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud diangkat oleh [[Sultan Aceh]] menjadi uleebalang Blangpidie dengan gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja.
 
Berdasarkan ''besluit'', ''Zelfbestuur Landschappen'' ([[hulubalang]] [[daerah swapraja]]) Pulau Kayu-Blangpidie sebelumnya adalah Teuku Nyak Sawang yang menandatangani ''korte verklaring'' pada tanggal 9 Maret 1874 (sejak saat itu nama Kuta Batee resmi menjadi Blangpidie) dan dikukuhkan pada tanggal 27 Juli 1874. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang, uleebalang Pulo Kayee (Pulau Kayu) dijabat oleh Teuku Nyak Cut.
 
Pada awal abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Kuta Batee antara beberapa pemimpin koloni dari Pidie dan Aceh Besar. Hingga kemudian Tuanku Pangeran Husein bin [[Sultan Mansur Syah|Sultan Alaiddin Ibrahim Mansur Syah]] (1836-1869) dapat mendamaikan keduabelah pihak yang bertikai sekaligus memberikan ''cap seuteungoh'' kepada Teuku Ben Abbas sebagai uleebalang Blangpidie yang pertama terlepas dari Kenegerian [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]].
Baris 50 ⟶ 48:
Setelah Teuku Ben Abbas meninggal dunia, kepemimpinan kenegerian Blangpidie dilanjutkan oleh Teuku Ben Mahmud. Saat masa kecil Teuku Ben Mahmud bertindak sebagai pemangku raja, sedangkan pemerintahan dikendalikan oleh Teuku Nyak Sawang gelar Raja Muda Blangpidie, uleebalang [[Pulau Kayu, Susoh, Aceh Barat Daya|Pulau Kayu]].
 
BerdasarkanTeuku ''besluit'',Nyak Sawang selaku ''Zelfbestuur Landschappen'' ([[hulubalang]] [[daerah swapraja]]) Pulau Kayu-Blangpidie sebelumnya adalah Teuku Nyak Sawang yang menandatangani ''korte verklaring'' pada tanggal 9 Maret 1874 (sejak saat itu nama Kuta Batee resmi menjadi Blangpidie) dan dikukuhkan pada tanggal 27 Juli 1874. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang, uleebalang Pulo Kayee (Pulau Kayu) dijabat oleh Teuku NyakRaja Cut.
Hubungan antara uleebalang Blangpidie dengan uleebalang Pulau Kayu bermula dari tokoh pendiri kenegerian Pulau Kayu yang bernama Teuku Nyak Syeh yang menikahi Nyak Buleun, cucu tertua dari Tok Gam. Pulau Kayu kala itu menjadi pelabuhan satu-satunya Blangpidie yang bersebelahan langsung dengan Bandar Susoh.
 
Hubungan antara uleebalang Blangpidie dengan uleebalang Pulau Kayu bermula dari tokoh pendiri kenegerian Pulau Kayu yang bernama Teuku Nyak Syeh yang menikahi Nyak Buleun, cucu tertua dari TokTeuku GamBen Agam. Pulau Kayu kala itu menjadi pelabuhan satu-satunya Blangpidie yang bersebelahan langsung dengan Bandar Susoh.
Saat Teuku Ben Mahmud menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda pada 1873, Teuku Nyak Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874.
 
Saat Teuku Ben Mahmud menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda pada 1873, Teuku Nyak Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang gelar ''Raja Muda Blang Pedir'', Teuku Ben Mahmud menikah dengan janda Teuku Nyak Sawang bernama Cut Meurah binti Teuku Pang Chik. Cut Meurah yang merupakan uleebalang cut [[Kuta Tuha, Blangpidie, Aceh Barat Daya|Kuta Tuha]] adalah sosok yang mengubah nama Kuta Batee menjadi Blangpidie.
Teuku Ben Mahmud memiliki empat orang istri yaitu Cut Meurah, Cut Mata Ie, Cut Gadih dan Cut Linggam. Putra pertamanya bersama istri pertama (Cut Meurah binti Teuku Pang Chik) lahir pada tahun 1884 dan diberi nama Teuku Banta Sulaiman.
 
Teuku Ben Mahmud memiliki empat orang istri yaitu Cut Meurah, Cut Halimah Mata Ie, Cut Gadih dan Cut Linggam. Putra pertamanya bersama istri pertama (Cut Meurah, bintiistri Teuku Pang Chik)pertama lahir pada tahun 1884 dan diberi nama Teuku Banta Sulaiman, putra mahkota Blangpidie.
 
Pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud ditunjuk oleh [[Sultan Muhammad Daud Syah]] sebagai uleebalang Blangpidie dengan gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Namun dianggap tidak sah oleh Belanda. Sedangkan berdasarkan besluit Belanda, uleebalang Blangpidie dijabat Teuku Nyak Sawang gelar Raja Muda Blangpidie.
 
Baru pada tahun 1908, Belanda mengembalikan hak Teuku Ben Mahmud sebagai uleebalang Blangpidie setelah ia turun gunung. Keluarga mendiang Teuku Nyak Sawang kemudian mengajukan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar negeri Blangpidie dan Pulau Kayu menjadi negeri otonom yang terpisah.
 
Pengukuhan perjanjian itu dituangkan dalam Akta No.10 tanggal 15 Juni 1901, ketika Teuku Raja Cut menjabat sebagai uleebalang Pulau Kayu. Akan tetapi, akta tersebut tidak sempat dilaksanakan dikarenakan Teuku Raja Cut meninggal, sehingga seterusnya keturunan Teuku Ben Mahmud dianggap sebagai penguasa wilayah tersebut dengan nama ''Zelfbestuurder Blangpidie.''
 
Seterusnya, Teuku Banta Sulaiman bin Teuki BenBentara Mahmud menjadi uleebalang Blangpidie dan Teuku Umar bin Teuku Raja Cut menjadi uleebalang cut Pulau Kayu. Adapun Teuku Muhammad Daud bin Teuku Raja Cut menjadi uleebalang cut [[Guhang, Blangpidie, Aceh Barat Daya|Guhang]] dengan gaji 25 Gulden. Gaji ini lebih tinggi daripada gaji uleebalang cut lainnya di Pantai Barat Selatan Aceh.<ref>{{Cite web|title=PENDUDUK DAN PERMUKIMAN DI BLANGPIDIE PADA MASA LALU (1663-1942)|url=https://123dok.com/article/penduduk-permukiman-blangpidie-masa.yjj5812y|website=123dok.com|language=id|access-date=2022-10-12}}</ref>
 
==Perjuangan==
Baris 70:
Pada tahun 1895, Teuku Ben Mahmud menyerang Teuku Larat uleebalang [[Tapaktuan]] karena dianggap telah bekerjasama dengan Belanda. Dalam penyerangan itu ditawan juga puteri Teuku Larat yang bernama Cut Intan Suadat, yang kemudian dinikahkan dengan Teuku Banta Sulaiman putra Teuku Ben Mahmud. Penyerangan itu dikenal dengan nama Perang Jambo Awe, dikarenakan penyerangan itu dipimpin panglima Teuku Ben Mahmud bernama Teungku Jambo Awe yang berasal dari [[Seunagan, Nagan Raya|Seunagan]].
 
Pada Tahun 1900, pasukan [[marsose]] Belanda berhasil memasuki Kota Blangpidie setelah memindahkan posisinya dari Susoh. Belanda membangun tangsi (bivak) marsose dengan kekuatan satu Satuan Setingkat [[Kompi]] (SSK). Setelah Belanda merebut wilayah Blangpidie pada tahun 1900, Teuku Ben Mahmud melakukan gerilya dari hulu [[KualaTripa BateeMakmur, AcehNagan Barat DayaRaya|Kuala BateeTripa]] hingga hulu [[Singkil]]. Pada tahun 1905, Teuku Ben juga menjalin komunikasi dan membantu perlawanan [[Sisingamangaraja XII]] di daerah [[Kabupaten Dairi|Dairi]].
 
Pada 7 April 1901, pasukan Teuku Ben Mahmud memimpindengan gerilyakekuatan disekitar barat500 dayaorang Acehmenyerang dan menghadapi marsosemarkas Belanda dibantudi jugaBlangpidie, olehsehingga membuat pasukan khususmarsose [[Kesultanan Aceh]]Belanda dariyang [[Kabupatendipimpin GayoLetnan Lues|Gayo]]Helb dankocar [[Alas]]kacir. Pasukan yang membantu Teuku Ben Mahmud terdiri atas beberapa orang Gayo yang terkenal dan gagah berani antara lain Ang Bali dari Cane Toa, Raja Chik Padang, dan Raja Chik Pasir.
 
Pada 7tahun April 19011905, pasukan Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 500 orangpejuang menyerangmenyerbu markas Belanda di Tapaktuan, sehingga membuat pasukan marsose Belanda yang dipimpin Letnan Helb kocar kacir. Dalam pertempuran tersebut, Teuku Ben Mahmud dibantu oleh panglima-panglima yang gigih dan tangguh antara lain Haji Yahya dari Aluepaku, [[Sawang, Aceh Selatan|Aluepaku, Sawang]], Said Abbdurrahman dari [[Pasie Raja, Aceh Selatan|Pasie Raja]] dan [[Teuku Cut Ali]] dari [[Trumon, Aceh Selatan|Trumon]].
 
Di tahun yang sama, pasukan Teuku Ben yang dipimpin Tengku Idris dari [[Nagan Raya]] juga menyerang rombongan [[Kontrolir|kontrolil]] Belanda yang sedang mengutip ''blestenk'' (pajak rakyat) di [[Kuta Buloh I, Meukek, Aceh Selatan|Kuta Buloh]], [[Meukek, Aceh Selatan|Meukek]]. Penyerangan ini menewaskan beberapa serdadu Belanda. Aksi tersebut membuat Belanda melakukan sweeping secara ketat, sehingga membuat Tengku Idris dan beberapa pasukan Teuku Ben lainnya tertangkap dan dibuang ke [[Ternate]], [[PulauMaluku Halmahera|HalmaheraUtara]],. [[MalukuMenteri Utara]]Pemuda (salahdan seorangOlahraga keturunanRepublik TengkuIndonesia]] Idris1978-1988 didr. Maluku Utara adalah Mantan Menpora RIH. [[Abdul Gafur (politikus)|Abdul Gafur]]) bin H. Abdul Hamid Tengku Idris, adalah cucu Tengku Idris, panglima Teuku Ben Mahmud.
Pada tahun 1905, pasukan Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 200 pejuang menyerbu tangsi (bivak) Belanda di Blangpidie. Sebanyak 47 orang dari pasukan Teuku Ben terbunuh dalam peristiwa ini. Gagalnya penyerbuan pasukan Teuku Ben ke bivak Blangpidie disinyalir disebabkan oleh kurangnya persiapan dan taktik serta ketidakseimbangan kekuatan antara pasukan Teuku Ben Mahmud dengan pasukan Belanda.
 
Pada tahun 1905, Teuku Ben juga menjalin komunikasi dan membantu perlawanan [[Sisingamangaraja XII]] di daerah Dairi.Teuku Ben Mahmud memimpin gerilya di barat selatan Aceh dan menghadapi marsose Belanda dibantu juga oleh pasukan khusus [[Kesultanan Aceh]] dari [[Suku Gayo|Gayo]] dan [[Suku Alas|Alas]].
Di tahun yang sama, pasukan Teuku Ben yang dipimpin Tengku Idris dari [[Nagan Raya]] juga menyerang rombongan [[Kontrolir|kontrolil]] Belanda yang sedang mengutip ''blestenk'' (pajak rakyat) di [[Kuta Buloh I, Meukek, Aceh Selatan|Kuta Buloh]], [[Meukek, Aceh Selatan|Meukek]]. Penyerangan ini menewaskan beberapa serdadu Belanda. Aksi tersebut membuat Belanda melakukan sweeping secara ketat, sehingga membuat Tengku Idris dan beberapa pasukan Teuku Ben lainnya tertangkap dan dibuang ke [[Ternate]], [[Pulau Halmahera|Halmahera]], [[Maluku Utara]] (salah seorang keturunan Tengku Idris di Maluku Utara adalah Mantan Menpora RI [[Abdul Gafur (politikus)|Abdul Gafur]]).
 
Pada Juni 1908, Belanda berhasil menyandera beberapa anggota keluarga dan pasukan Teuku Ben termasuk istri Teuku Ben, putra mahkota Teuku Banta Sulaiman, Teuku Sabi beserta 100 orang pengikutnya. Atas bujukan [[W.B.J.A. Scheepens|Kapitein W.B.J.A. Scheepens]] dan [[Kapten|Kapitein]] [[Hendrikus Colijn|H. Colijn]], Teuku Ben Mahmud dan 160 orang pasukannya pada Juli 1908 akhirnya terpaksa turun gunung dengan membawa 17 pucuk senjata dan menghentikan gerilyanya dengan syarat Belanda harus melepaskan sandera dan mengembalikan pejuang Aceh yang mereka buang ke luar Aceh.
 
Meskipun telah turun gunung, Teuku Ben Mahmud tetap diawasi oleh Belanda. Secara diam-diam Teuku Ben masih terus menyemangati pejuang Aceh bahkan sempat memerintahkan untuk membunuh seorang mata-mata Belanda. Karena dianggap masih memiliki pengaruh terhadap perlawanan melawan Belanda, Teuku Ben Mahmud dan beberapa keluarganya akhirnya dibuang ke [[Kota Ambon|AmbonHalmahera]], [[Maluku]] menggunakan kapal Van Doorn antara tahun 1911-1914.<ref>{{Cite Tidak diketahui secara pasti kondisiweb|title=Makam Teuku Ben Mahmud dalam pengasingannyaditemukan di MalukuHalmahera|url=https://www.nasional.top/2024/06/makam-teuku-ben-mahmud-ditemukan-di.html|language=id|access-date=2024-06-02}}</ref>
 
Meskipun perjuangan Teuku Ben Mahmud terhenti setelah ia dibuang ke Maluku. Namun semangat perjuangannya tetap diteruskan oleh Teuku Karim bin Teuku BenBentara Mahmud dan pasukan nya yang lain. Bahkan disinyalir [[peristiwa 11 September 1926]] atau penyerangan tangsi Belanda di Blangpidie oleh pasukan [[Teungku Peukan]] juga dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh semangat perjuangan Teuku Ben Mahmud.
 
Putra sulung Teuku Ben Mahmud, Teuku Banta Sulaiman juga diasingkan oleh Belanda dan dibuang ke [[Peureulak, Aceh Timur|Peureulak]], [[Aceh Timur]] antara tahun 1916-1919 lalu dipindahkan ke [[Kutaraja]] hingga masuknya [[Jepang]] ke Aceh baru ia bisa kembali pulang ke Blangpidie. Saudaranya, Teuku Karim bin Teuku Ben Mahmud turut melakukan perlawanan melawan Belanda hingga masuknya Jepang pada tahun 1942
 
Sepeninggal Teuku Banta Sulaiman, pada 30 Oktober 1917 kepemimpinan kenegerian Blangpidie selanjutnya diambilalih oleh adiknya, Teuku Rayeuk bin Teuku Ben Mahmud, karena Teuku Sabi bin Teuku Banta Sulaiman masih kecil. Baru pada 11 Oktober 1929, ''Zelfbestuurder van'' Blangpidie dijabat oleh Teuku Sabi hingga terjadinya [[revolusi sosial]] pasca [[kemerdekaan Indonesia]]. Teuku Sabi menikah dengan putri Datuk Nyak Raja (''Zelfbestuurder van'' Susoh). Teuku Sabi tidak memiliki anak laki-laki yang dapat meneruskan kepemimpinannya sebab anak laki-laki mereka satu-satunya bernama Teuku Raja Usman bin Teuku Sabi meninggal saat masih kecil akibat tenggelam di kolam sekitarrumah Haji Chek Ahmad yang berdekatan dengan kediaman Teuku Sabi di [[Kedai Siblah, Blangpidie, Aceh Barat Daya|Keude Siblah]].<ref>{{Cite web|date=2015-02-06|title=Peristiwa 11 September 1926; Perlawanan Teungku Peukan terhadap Belanda di Aceh (Bagian I)|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/peristiwa-11-september-1926-perlawanan-teungku-peukan-terhadap-belanda-di-aceh-bagian-i/|website=Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh|language=en-US|access-date=2022-10-12}}</ref>
 
Saat kematian Teuku Raja Usman bin Teuku Raja Sabi terjadi perdebatan terkait hukum samadiah atau tahlilan. Peristiwa ini berujung pada perdebatan antara murid-murid [[Abu Syekh Mud]] termasuk [[Abuya Muda Waly]] dengan Teungku Sufi Gle Karong.<ref name=":0">{{Cite book|last=Rozal Nawafil|first=dkk.Aris Faisal Djamin dan|date=20232024|title=Teuku BenBentara Mahmud Setia RajaRadja : pahlawan besar perang Aceh|location=Banda Aceh|publisher=Aceh Culture and Education|isbn=978-623-88864-3-2|url-status=live}}</ref>
 
== Penghargaan ==
Atas pengabdian dan perjuangannya untuk [[Kesultanan Aceh]] semasa [[perang Aceh]] melawan [[Belanda]], [[Sultan Muhammad Daud Syah]] menganugerahi Teuku Ben Mahmud gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Nama Teuku Ben juga diabadikan sebagai nama [[jalan]] di [[Blangpidie]] dan [[Tapaktuan]]. Selain itu, nama Teuku Ben Mahmud juga dijadikan sebagai nama [[yayasan]] yang mengelola [[asrama]] [[mahasiswa]] Blangpidie di [[Banda Aceh]].
 
Penjabat [[Bupati Aceh Barat Daya]], [[Darmansah]] memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh dan Pahlawan Perang Aceh asal Aceh Barat Daya.<ref>{{Cite web|last=koalisi.co|date=2024-06-04|title=Teuku Ben Mahmud Dianugerahi Penghargaan “Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh”|url=https://koalisi.co/teuku-ben-mahmud-dianugerahi-penghargaan-tokoh-gerilya-dan-pahlawan-perang-aceh/|website=Koalisi.co|language=id|access-date=2024-06-19}}</ref> Selain itu, Kepala Kantor [[Kementerian Agama Republik Indonesia]] Kabupaten Aceh Barat Daya juga memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh.<ref>{{Cite web|title=Action Terima Penghargaan Teuku Ben Mahmud dari Kemenag Abdya|url=https://www.nasional.top/2024/05/action-terima-penghargaan-teuku-ben.html|language=id|access-date=2024-06-02}}</ref> Pemberian penghargaan ini merupakan bentuk dukungan atas usaha pengusulan gelar [[Pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] bagi Teuku Ben Mahmud yang dilakukan oleh [https://penerbitaction.com Aceh Culture and Education] dan [https://www.penerbitaction.com/p/museum-susoh.html?m=1 Museum Sejarah Susoh].<ref>{{Cite web|title=ACTION Ajukan Teuku Ben Mahmud Sebagai Pahlawan Nasional Asal Abdya|url=https://aceh.tribunnews.com/2024/05/14/action-ajukan-teuku-ben-mahmud-sebagai-pahlawan-nasional-asal-abdya|website=Serambinews.com|language=id-ID|access-date=2024-06-22}}</ref>
 
== Rujukan ==