Pierre Tendean: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Magioladitis (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: Persondata now moved to wikidata, removed: {{Persondata <!-- Metadata: see Wikipedia:Persondata. --> |NAME = Tendean, Pierre |ALTERNATIVE NAMES = |SHORT DESCRIPTION = National Hero of Indonesia |DATE OF BIRTH = Fe
 
(33 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Nama Minahasa|'[[Tendean]]'}}
{{hatnote|Untuk halte busway, lihat [[Tendean (Transjakarta)|Halte Tendean]]}}
{{hatnote|Untuk halte busway, lihat [[Halte Transjakarta Tendean]]}}
{{Infobox Officeholder
| honorific-prefix = <small>[[Kapten]] [[Zeni|Czi.]] ([[Anumerta]])</small>
| name = Pierre Andries Tendean
| image = Tendean.jpg
| caption = Tendean, {{circa}} 1963
| birth_date = {{birth date|1939|2|21}}
| death_date = {{dda|1965|10|1|1939|2|21}}
| birth_place = [[Batavia]], [[Hindia Belanda]]
| death_place = [[Jakarta]], [[IndonesiaLubang Buaya]]
| death_cause = Disiksa lalu dibunuh di [[Lubang Buaya]], [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|birth_name =
| allegiance = {{flag|Indonesia}}
|placeofburial = [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]]
| branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian Army.svg|25px]] [[TNI Angkatan Darat]]
|placeofburial_label =
| serviceyears = 1961—1965
|placeofburial_coordinates = <!-- {{Coord|LAT|LONG|display=inline,title}} -->
| rank = [[File:15-TNI Army-CPT.svg|25px]] [[Kapten]] ([[Anumerta]])
|nickname =
| unit = [[Zeni]]
|allegiance = {{flag|Indonesia}}
|branch awards = [[Berkas:Insignia of the Indonesian ArmyStar.svg|25px10px]] [[TNIPahlawan AngkatanRevolusi]] - [[Anumerta|KPLB DaratAnumerta]]
| father = Aurelius Lammert Tendean
|serviceyears = 1962—1965
| mother = Maria Elizabeth Cornet
|rank = [[Berkas:Pdu kaptentni staf.png|25px]] [[Kapten]] ([[Anumerta]])
| relations = Mitzi Tendean (kakak)<br/>Rooswidiati Tendean (adik) Rukmini Chamim (kekasih)
|servicenumber =
|unit occupation = [[ZeniTentara]]
| alma_mater = [[Akademi Militer Nasional]] (1961)
|commands =
|battles =
|battles_label =
|awards = [[Berkas:Star.svg|10px]] [[Pahlawan Revolusi]] - [[Anumerta|KPLB Anumerta]]
|father = Aurelius Lammert Tendean
|mother = Maria Elizabeth Cornet
|relations = {{unbulleted list|1. Mitzi Tendean (kakak)|2. Rooswidiati Tendean (adik)}}
|laterwork =
|signature =
|occupation = [[Tentara]]
|religion = [[Kristen Protestan]]
|alma_mater = [[Akademi Militer Nasional]] (1961)
|parents =
|footnotes = <small>Pangkat terakhirnya adalah [[Lettu]] [[Zeni|Czi.]], tetapi karena gugur dalam tugas, maka diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi [[Kapten]] [[Zeni|Czi.]] ([[Anumerta]]).</small>
}}
 
[[Kapten]] [[Zeni|Czi.]] ([[Anumerta]]) '''Pierre Andries Tendean'''{{sfn|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Bintang Republik Indonesia}} ({{lahirmati||21|2|1939||1|10|1965}}) adalah seorang perwira militer [[Indonesia]] yang menjadi salah satu korban peristiwa [[Gerakan 30 September]] pada tahun 1965. Pierre lahir dari pasangan Maria Elizabeth Cornet dan Aurelius Lammert Tendean. Pada saat itu,dia Pierre lahir pada pukul 08.10 di sebuah rumah sakit rakyat yang Bernama ''[[Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting]]'' (CBZ). Rumah sakit tersebut didirikan oleh colonial Belanda, saat ini rumah sakit tersebut menjadi [[Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo|Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) dr. Cipto Mangunkusumo]].<ref name=":1">{{Cite book|last=Tim Penulis|date=2019|title=Sang Patriot: Biografi Resmi Pierre Tendean|location=Jakarta|publisher=Kompas|isbn=978-602-412-652-0|url-status=live}}</ref> Mengawali karier militer dengan menjadi [[intelijen]] dan kemudian ditunjukbertugas sebagai Ajudanajudan [[Jenderal Besar (Indonesia)|Jenderal Besar]] [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] [[Abdul Haris Nasution]] menggantikan [[GA. Manullang|Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang]] ajudan Pak Nas, yang gugur dalam misi perdamaian di Kongo Afrika tahun 1963.{{cn}} dengan pangkat [[Letnan Satu]] [[Zeni|Czi]], dia dipromosikan menjadi [[Kapten]] [[Anumerta]] setelah kematiannya. Tendean dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]] dan bersama enam perwira korban [[Gerakan 30 September]] lainnya, dia ditetapkan sebagai [[Pahlawan Revolusi Indonesia]] pada tanggal 5 Oktober 1965.
 
== MasaKehidupan Kecilawal ==
Pada saat itu, Pierre Tendean lahir di era [[kolonialisme]] yang mulai rapuh. Di era tersebut banyak terjadi akulturasi budaya antara imigran dan pribumi, hal tersebut terjadi pada orang tua Pierre yaitu Maria Elizabeth Cornet yang merupakan wanita asal [[Leiden]], [[Belanda]] sekaligus keturunan [[Prancis]]. Wanita yang menjadi ibu Pierre Tendean menikah dengan pribumi yaitu seorang dokter spesialis jiwa berdarah [[Suku Minahasa|Minahasa]] Bernama Aurelius Lammert (A.L) Tendean. Hasil pernikahan tersebut, melahirkan sosok bernama lengkap Andries Pierre Tendean. Sehingga dalam diri Pierre Tendean mengalir deras darah campuran beberapa ras, anatara lain Kaukasian (Prancis) dan juga Minahasa.<ref name=":1" />
 
Pierre lahir pada tanggal 21 Februari 1939 di [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]), [[Hindia Belanda]], di sebuah rumah sakit rakyat bernama ''Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting'' (CBZ) (sekarang [[Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo|RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo]]).<ref name="masykuri_1">[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 1.</ref><ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 1.</ref> Ayah Pierre yang bernama Aurelius Lammert Tendean adalah seorang [[dokter]] berdarah [[Suku Minahasa|Minahasa]] yang pada saat kelahiran Pierre sedang bekerja di CBZ. Dr. Tendean kemudian sempat menjadi wakil kepala Rumah Sakit Jiwa Keramat di [[Magelang]] (sekarang Rumah Sakit Jiwa Soerojo) dan kepala Rumah Sakit Jiwa Pusat [[Semarang]] (sekarang Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo).<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 2, 3.</ref> Ibu Pierre yang bernama Maria Elizabeth Cornet adalah seorang keturunan [[Prancis]] yang berasal dari [[Leiden]], [[Belanda]]. Nama Pierre sendiri diambil dari kakek pihak ibunya sedangkan Andries diambil dari kakek pihak ayahnya.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 1, 3.</ref> Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara; kakaknya bernama Mitze Farre Tendean dan adiknya bernama Rooswidiati Tendean.<ref name="masykuri_1" />
Pierre Tendean merupakan anak kedua setelah kakanya yaitu Mitzi Farre, dan Pierre memiliki adik bernama Rooswidiati. Nama lengkap Pierre Tendean diambil dari nama kakek pihak ibu yang berdarah Prancis, Pierre Albert, sedangkan nama Andries diambil dari nama kakek pihak bapak yang berdarah Minahasa, serta nama Tendean merupakan nama marga keluarga.<ref name=":1" />
 
[[Berkas:Pierre Rema.png|jmpl|Tendean waktu SMA]]
Pierre merupakan satu-satunya anak lelaki dalam keluarga ideal pada masa kolonial. Pada saat itu Pierre kecil bertempat tinggal di Jalan Cornelius Laan Nomor 4, Weltevreden, suatu daerah yang pada zaman dahulu merupakan tempat tinggal utama orang-orang [[Eropa]] di pinggrian [[Batavia]]. Sekarang wilayah tersebut menjadi Jalan Gunung Sahari II, yang berada di Kecamatan [[Sawah Besar, Jakarta Pusat|Sawah Besar]], [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat.]]<ref name=":1" />
Tendean mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Rakyat Boton (sekarang ditempati SMP Negeri 4) di Magelang.<ref>[[#putra2018|Putra dan Lisna (2018)]], hlm. 11.</ref> Dia lalu melanjutkan pendidikan SMP dan SMA di Semarang pada saat ayahnya tugas di sana. Pada tahun 1952, Tendean mulai belajar di SMP Negeri 1 dan kemudian pada tahun 1955 di SMA bagian B (sekarang [[SMA Negeri 1 Semarang|SMA Negeri I]]).<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 3, 4.</ref><ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 13, 20.</ref> Setelah lulus SMA, Tendean ingin menjadi tentara, namun orang tuanya ingin dia menjadi dokter atau insinyur. Atas permintaan orang tuanya dia mendaftar ujian masuk di [[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia]] (FKUI) dan di [[Institut Teknologi Bandung]] (ITB), tapi Tendean dengan sengaja tidak serius menyelesaikan ujian masuk kedua sekolah tersebut sehingga dia dinyatakan tidak lulus. Melihat hasil ini, akhirnya orang tuanya memperbolehkan dia mengikuti ujian masuk [[Akademi Militer|Akademi Militer Nasional]] (AMN). Tendean dianjurkan untuk memilih satuan [[Zeni]] yang merupakan cabang teknis militer angkatan darat, supaya dia di kemudian hari mempunyai kesempatan untuk melanjutkan studi ke ITB.<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 5.</ref> Setelah diterima menjadi taruna AMN, Tendean memilih untuk masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD). Tendean diterima sebagai calon taruna ATEKAD angkatan ke-6 pada bulan November 1958 dan dilantik pada tanggal 26 November 1958 di Stadion Siliwangi.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 34, 36.</ref>
 
Pierre Andries Tendean terlahir dari pasangan Dr. Aurelius Lammert Tendean, seorang [[dokter]] yang berdarah [[Minahasa]], dan Maria Elizabeth Cornet, seorang wanita [[Belanda]] yang berdarah [[Prancis]],<ref name=":0">{{Cite web|url=https://tirto.id/kematian-tragis-seorang-ajudan-pierre-tendean-cwPz|title=Kematian Tragis Seorang Ajudan, Pierre Tendean|last=Matanasi|first=Petrik|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-03-22}}</ref> pada tanggal 21 Februari 1939 di [[Batavia]] (kini Jakarta), [[Hindia Belanda]]. Pierre Tendean adalah anak kedua dari tiga bersaudara; kakak dan adiknya masing-masing bernama Mitze Farre Tendean dan Rooswidiati Tendean. Tendean mengenyam sekolah dasar di [[Magelang]], lalu melanjutkan SMP dan SMA di [[Semarang]] tempat ayahnya bertugas. Sejak kecil, dia sangat ingin menjadi tentara dan masuk [[Akademi Militer]], namun orang tuanya ingin dia menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur. Tendean bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di [[Bandung]] pada tahun 1958.{{sfn|Tokoh Indonesia, Pierre Tendean}} Sewaktu menjadi taruna, Tendean pernah ikut tugas praktik lapangan dalam operasi militer penumpasan pemberontakan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia|Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) di Sumatera.<ref name=":0" />
 
== Karier militer ==
[[Berkas:Pierre Tendean 1966 Indonesia stamp.jpg|jmpl|Perangko Pierre Tendean keluaran tahun 1966]]
Setelah lulus dari akademi militer pada tahun 1961 dengan pangkat letnan dua, Tendean menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di [[Medan]]. Setahun kemudian, ia mengikuti pendidikan di sekolah intelijen di [[Bogor]]. Setamat dari sana, ia ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke [[Malaysia]] sehubungan dengan [[Konfrontasi Indonesia-Malaysia|konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia]]; ia bertugas memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia. Pada tanggal 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan [[Jenderal Besar (Indonesia)|Jenderal Besar]] TNI Abdul Haris Nasution.{{sfn|Tokoh Indonesia, Pierre Tendean}}{{sfn|Pusindo|2008|p=142}}
 
=== SaatOperasi Menjadi17 AjudanAgustus ===
{{refimprove section}}
Prestasi yang gemilang saat ambil bagian dalam Operasi [[Dwikora]] di perbatasan [[Indonesia]]-[[Malaysia]] membuat nama Pierre Tendean kerap diperbincangkan oleh banyak perwira tinggi Angkatan darat di lbu Kota. Atasan-atasan Pierre di Korps [[Zeni]] pun bukannya tak tahu hal ini. Sebuah kebanggaan apabila menyebut nama Pierre saat itu. Petinggi-petinggi Korps Zeni, seperti Jenderal G.P.H. Djatikusumo dan Mayor Jenderal Dandi Kadarsan, juga mengenal sosok Pierre dengan baik, padahal Pierre hanya berpangkat perwira pertama. Kedekatan Pierre terlihat dengan seringnya Pierre mengunjungi keduanya, baik dalam kesempatan dinas maupun kesempatan pribadi.<ref name=":1" />
 
Setelah menyelesaikan pelatihan dasar militer (''basic training''), pada tanggal 23 Januari 1959 Tendean dikukuhkan menjadi prajurit taruna. Kemudian pada tanggal 1 April 1959, Tendean dinaikkan pangkatnya menjadi kopral taruna.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 42, 45.</ref> Dalam rangka penumpasan gerakan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI), satu batalyon taruna Zeni dibentuk untuk mendukung [[Operasi 17 Agustus]]. Tendean ditempatkan di Peleton 3 Kompi I Batalyon Taruna Zeni dan setelah melakukan latihan persiapan di Pusat Latihan Pertempuran (sekarang Depo Pendidikan Bela Negara) di [[Cikole, Lembang, Bandung Barat|Cikole]], para taruna diberangkatkan ke [[Sumatra]] pada tanggal 6 Oktober 1959. Batalyon ini diperbantukan pada Resimen Tim Pertempuran (RTP) III/Diponegoro. Setelah tiba di [[Pelabuhan Teluk Bayur]] pada tanggal 8 Oktober 1959, Tendean bersama taruna Zeni lainnya diberangkatkan ke daerah [[Danau Singkarak]] dan ditugaskan untuk merehabilitasi jalur kereta api yang dirusak PRRI. Setelah tugas Batalyon Taruna Zeni berakhir pada tanggal 31 Desember 1959, Tendean kembali ke Jakarta bersama taruna ATEKAD lainnya pada tanggal 6 Januari 1960. Bulan itu juga, Tendean mendapat penghargaan Satya Lencana Sapta Marga atas jasanya dalam operasi militer di Sumatra. Selain itu, dia dan rekan-rekannya naik pangkat ke sersan taruna.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 50–52, 56, 57.</ref>
Jenderal [[Djatikoesoemo|Djatikusumo]] mempunyai kesan yang sangat positif terhadap sosok Pierre. Disampaikan kembali oleh Rooswidiati Tendean kepada penulis (2018) bahwa Djatikusumo pernah berucap, "Saya senang sekali pada Pierre. Saya bangga mernpunyai anak buah seperti dia."
 
=== Operasi Dwikora ===
Reputasi Pierre sebagai perwira muda begitu cernerlang sehingga tidak heran jika Pierre diminati oleh beberapa [[Perwira Tinggi|perwira tinggi]] [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|Angkatan Darat]] untuk dijadikan ajudan. Dalam terminologi angkatan bersenjata, ajudan berarti perwira militer yang diperbantukan kepada perwira tinggi. Dia bertugas membantu perwira tinggi dalam menyelesaikan pekerjaannya di bidang administrasi.
 
Pada tanggal 19 Desember 1961, Tendean dilantik menjadi perwira muda dengan pangkat letnan dua (Czi). Dia masih melanjutkan studinya di ATEKAD selama satu tahun lagi untuk menyelesaikan kursus aplikasi bidang teknik konstruksi. Setelah menyelesaikan kursus aplikasi, pada tanggal 13 Desember 1962 Tendean ditugaskan ke Batalyon Zeni Tempur 1 [[Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan|Daerah Militer II/Bukit Barisan]]. Batalyon ini terdiri dari empat Kompi Zeni Tempur (Kizipur) dan Tendean dipercayakan untuk menjadi Komandan Peleton (Danton) 1 Kizipur A.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 87, 90, 94, 98.</ref> Setahun kemudian, dia dipanggil untuk mengikuti pendidikan di sekolah intelijen [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|TNI AD]] di [[Bogor]]. Setamat dari sana, ia ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk memimpin pasukan gerilya sukarelawan untuk menjadi mata-mata ke [[Malaysia]] sehubungan dengan [[Konfrontasi Indonesia-Malaysia|konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia]]. Mereka bermarkas di [[Selatpanjang (kota)|Selat Panjang]], [[Riau]].<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 22.</ref> Tendean berhasil menyusup ke wilayah Malaysia tiga kali. Pada penyusupan yang ketiga, kapal motor yang ditumpangi Tendean bersama anak buahnya dikejar oleh sebuah [[kapal perusak]] milik [[Inggris]]. Mereka berhasil lolos dari kejaran kapal Inggris dengan meninggalkan kapal motor dan berenang menuju sebuah kapal nelayan. Mereka bersembunyi dengan cara bergantungan di belakang kapal nelayan tersebut.<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 22,23.</ref><ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 113, 114.</ref>
Korps Ajudan Jenderal merupakan kecabangan dari Satuan Bantuan Adillinistrasi (Satbanmin) yang ada pada organisasi Angkatan Darat. Kesatuan ini memiliki fungsi utama untuk mengurusi administrasi militer dan umum (PNS) serta urusan dalalll lainnya. Ajudan Jenderal (Ajen) berada di bawah komando Direktorat Ajudan Jenderal Angkatan Darat (Ditajenad) yang komandannya berpangkat brigadir jenderal.
 
=== Ajudan Nasution ===
Keinginan untuk menarik Pierre kembali ke Jakarta sebenarnya juga merupakan keinginan keluarganya, terutama ibundanya, Maria Elizabeth Tendean. Bertugas sebagai intelijen negara tentunya membuat Pierre semakin sering tinggal berjauhan dari keluarganya di Semarang dan acap kali tidak terdengar berita tentang keberadaannya. Selama Pierre ditugaskan berkali-kali menyusup ke Semenanjung Malaya dalam rangka mendukung Operasi Dwikora misalnya, tidak ada anggota keluarga yang tahu sedikit pun aktivitas Pierre dalam misi-misi rahasianya.
 
[[Berkas:Jenderal Nasution menerima pataka yang dibawa Pierre.png|jmpl|Tendean menyerahkan pataka kepada Jenderal Nasution]]
Sepengetahuan semua anggota keluarga, Pierre masih ditempatkan di Medan, sebagai bagian dari Yonzipur I Dam II/BB. Bahkan, seperti penuturan Rooswidiati kepada penulis (2018), keluarga baru mengetahui prestasi dan penugasan Pierre di perbatasan justru pada saat riwayat hidup dan karier Pierre dibacakan saat upacara pemakamannya di Kalibata, Jakarta Selatan, Pada 5 Oktober 1965. Dari informasi yang terkuak itulah Roos akhirnya paham bahwa hadiah berupa pakaian impor, jam tangan, raket, dan kamera yang dibawa pulang dan dikirim Pierre ke Semarang selama tahun 1964 sampai awal tahun 1965 itu tidaklah diperolehnya dari jalur lintas perdagangan internasional, tetapi memang didapatnya langsung dari negeri seberang saat tengah bertugas dalam Operasi Dwikora.
 
Pada tanggal 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi letnan satu dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal Nasution yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankam/Kasab). Dia menggantikan [[G.A. Manullang|Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang]], ajudan Nasution yang gugur dalam misi perdamaian di [[Republik Demokratik Kongo]] Afrika tahun 1963.<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 26.</ref> Nasution sebelumnya telah kenal baik dengan keluarga Tendean. Pada saat Tendean mengikuti ujian masuk FKUI di Jakarta, dia menumpang di rumah Nasution di [[Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR. A.H. Nasution|Jl. Teuku Umar No. 40]].<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 31.</ref> Dan Nasutionlah yang menanjurkan agar Tendean memilih satuan Zeni pada saat dia diterima di AMN.
Firasat ini sebenarnya dirasakan oleh Maria Elizabeth Ter Insting seorang ibu berulang kali rnengusiknya, lelaki satu-satunya tengah menyabung nyawa di negeri orang. Perasaan ini menimbulkan kecemasan terus-menerus. Maria Elizabeth Tendean adalah ibu yang sangat mencintai anaknya, dan selalu memikirkan anaknya bertugas di mana bagaimana kondisinya, apalagi Pierre tidak rutin berkomunikasi dengan keluarga jika sedang bertugas.
 
== Kematian ==
Suatu ketika, ibunda Pierre yang masih memiliki hubungan keluarga/kerabat dengan istri Jenderal Nasution, yaitu Johanna Sunarti Nasution (Ibu Nas), mengutarakan akan nasib sang putra kepada Ibu Nas. Di mata Jenderal Nasution, yang kala itu sudah menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Ilankam/ Kasab), Pierre bukanlah sosok asing. Dia sudah dianggap seperti adik kandung, sebagai bagian dari keluarga mereka.
[[Berkas:Pierre Tendean - TMP Kalibata(1).jpg|jmpl|226x226px|Nisan makam Pierre Tendean di [[Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata]], [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]]]
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan [[Gerakan 30 September]] (G30S) mendatangi rumah dinas Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di paviliun yang berada di belakang rumah dinas Jenderal Nasution dibangunkan oleh Yanti Nasution (putri sulung Nasution) setelah dia mendengar suara tembakan dan keributan. Tendean pun mengambil senjata [[M1 Garand|garandnya]] dan keluar untuk memeriksa keadaan di luar. Menurut kesaksian [[Ajun Komisaris Polisi|AKP]] Hamdan Mansjur, ajudan Nasution yang bertugas bersama Tendean pada malam itu, dan Alpiah, pengasuh Ade Irma Nasution (putri bungsu Nasution), pada waktu Tendean keluar dia disergap oleh penculik. Dia kemudian berkata, "Saya ajudan Nasution". Yang mendengar pernyataan Tendean tersebut mungkin tidak sepenuhnya mendengar kata "ajudan" dan ditambah keadaan penerangan yang gelap sehingga mereka mengira Tendean adalah Nasution sendiri. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar.<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 72–74.</ref><ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 197, 200, 201.</ref>
 
Tendean lalu dibawa ke sebuah rumah di daerah [[Lubang Buaya]]. Dia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama keenam perwira lainnya.{{sfn|Luhulima|2006|p=73}} Pada tanggal 4 Oktober 1965, jenazah-jenazah dalam sumur di Lubang Buaya diangkat oleh prajurit-prajurit [[KKO]] dan [[Komando Pasukan Khusus|RPKAD]]. Kopral Anang dari RPKAD ditugaskan mengangkat jenazah yang paling atas di dalam sumur. Jenazah pertama yang diangkat itu adalah jenazah Pierre Tendean.<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 89.</ref><ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 251.</ref> Jenazah-jenazah kemudian dibawa ke [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat]] (RSPAD) untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan perintah Panglima [[Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat]] (KOSTRAD) [[Soeharto|Mayjen Soeharto]]. [[Lim Joey Thay|Dr. Lim Tjoe Thay]] (kemudian dikenal dengan nama Indonesia dr. Arief Budianto) yang memeriksa jenazah Tendean.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 23, 25.</ref> Pada waktu itu, dr. Budianto adalah seorang lektor Ilmu Kedokteran Kehakiman di Universitas Indonesia. Hasil ''[[visum et repertum]]'' menyatakan bahwa pada jenazah Tendean terdapat empat luka tembak yang masuk dari bagian belakang dan dua luka tembak yang keluar pada bagian muka. Selain itu, luka-luka lecet terdapat di dahi dan tangan kiri, dan pada kepala terdapat tiga luka menganga karena kekerasan tumpul.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 33, 37.</ref>
Pucuk dicinta ulam tiba. Posisi ajudan Menko Hankam/Kasab saat itu memang tengah kosong setelah Kapten Gustav Adolf Manullang gugur dalam sebuah operasi di Kongo. Jenderal Nasution kekurangan staf adnlinistrasi yang dapat membantu urusan dinas sehari-hari, tetapi juga sekaligus dapat dipercayainya di era panasnya politik Tanah Air ketika itu, Menurut Roos, pada masa itu sudah sangat sulit membedakan siapa kawan dan siapa lawan bagi Jenderal Nasution. Memasuki tahun 1965, suhu politik nasional memang sedang mengalami ekskalasi yang masuk dalam kategori membahayakan bagi diri Nasution.
 
Pada tanggal 5 Oktober 1965, Tendean bersama keenam perwira lainnya dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]]. Prosesi pemakaman dimulai dari Markas Besar AD. Peti jenazah Tendean diangkut di atas panser Saracen dengan dikawal oleh Direktur Zeni AD Brigjen Dandi Kadarsan.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 266.</ref>
Partai Komunis Indonesia (PKI) saat itu sedang berada di atas angin dengan mendapat dukungan penuh dari Presiden Soekarno, terlebih setelah kabinet Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunis) terwujud, ditandai dengan masuknya beberapa anggota berpaham kiri dalam kabinet, seperti Soebandrio dan Njoto, Nasution sudah sejak lama dianggap sebagai lawan utama PKI dalam memuluskan program-programnya. Bahkan, dalam peristiwa Pembakaran Kedubes Inggris pada 18 September 1963, rumah Pak Nas Yang hanya berjarak lima kilometer dari Kedubes Inggris juga ikut dikepung oleh pengunjuk rasa.
 
== Penghargaan ==
Dalam tubuh TNI AD Saat itu juga tidak terlepas dari pertarungan ideologi, dan terdapat perbedaan-perbedaan pandangan di antara para petwira tinggi. Isu yang sering diangkat adalah menyingkapi kebijakan-kebijakan pemerintah dan terutama gaya hidup seputar lingkungan istana. Belum lagi telah terjadi pembinaan secara ideologis oleh PKI kepada para perwira militer dan prajurit TNI.
 
Untuk menghargai jasa-jasanya, pada tanggal 5 Oktober 1965 Tendean bersama enam orang perwira tinggi Angkatan Darat yang gugur diberikan kenaikan pangkat secara [[anumerta]]. Tendean sendiri dipromosikan menjadi kapten berdasarkan Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Komando Operasi Tertinggi (Keppres) No. 110/KOTI/1965. Pada hari itu juga, berdasarkan Keppres No. 111/KOTI/1965, Tendean dianugerahi gelar [[Pahlawan Revolusi Indonesia]]. Kemudian pada Hari Pahlawan tanggal 10 November 1965, Tendean dianugerahi [[Bintang Republik Indonesia Adipradana]] berdasarkan Keppres No. 50/BTK/1965.
Pierre dirasakan Nasution tidak akan pernah mengkhianatinya mengingat eratnya hubungan kekeluargaan di antara mereka selama ini. Hal itu ditambah pula dengan reputasinya yang sangat baik selama menyelesaikan pendidikan keperwiraan dan mengemban setiap tugas yang dipikulkan kepadanya. Jenderal Nasution sangat terkesan dan respek pada prestasi Pierre di Malaysia, demikian diungkapkan Hendrianti Sahara Nasution atau Yanti Nasution, putri pertamanya, kepada penulis (2018).<ref name=":1" />
 
Patung yang didirikan untuk mengenang Tendean terdapat di [[Lubang Buaya]] yaitu [[Monumen Pahlawan Revolusi]], di [[Manado]] (bersama patung [[Robert Wolter Mongisidi|Robert Wolter Mongisdi]]),{{sfn|Sumarauw (21 Mei 2023)}} dan di Semarang.{{sfn|Babel (11 April 2021)}} Sejumlah jalan juga dinamai sesuai namanya di berbagai kota di Indonesia.
Tidak hanya Jenderal Nasution yang menunjukkan ketertarikan untuk menarik Pierre sebagai ajudan, Mayjen Dandi Kadarsan, Direktur Zeni di tahun itu, dan Mayjen Hartawan, mantan Direktur Zeni sebelumnya, juga terang-terangan menginginkan Pierre. Pinangan dari tiga perwira tinggi ini tentu sesuai dengan keinginan Ibu Tendean yang mengharapkan Pierre bekerja pada unit yang penempatannya jelas di mana dan bisa dihubungi kapan saja, dalam arti tidak tergabung pada misi-misi yang berbahaya.
 
=== Tanda jasa ===
Melalui Ibu Nas, maksud hati Jenderal Nasution disampaikan kepada kedua orang tua Pierre. Penyampaian keinginan ini bukan tanpa alasan karena awalnya Pierre menolak ditarik ke Jakarta untuk menjadi ajudan, meski sebenarnya sebagai seorang prajurit, Pierre tahu dia tidak akan bisa menolak perintah.
 
Bujukan Maria Elizabeth Tendean awalnya belum berhasil melunakkan hati sang perwira muda. Namun, karena Mitzi ikut membujuk, akhirnya Pierre setuju. Tetapi Pierre mengajukan satu syarat, dia hanya akan menjadi ajudan selama satu tahun dan Sesudah itu akan kembali terjun ke tugas lapangan. Pierre adalah tipe tentara lapangan yang menikmati tugas-tugas beraksi dengan senjata di tangan, Surat perjanjian pembatasan masa tugas ajudan pun ditandatangani. Akhirnya, di antara ketiga jenderal yang tertarik untuk menjadikan Pierre sebagai ajudan, Jenderal Nasution_ Iah yang berhasil mendapatkan sosok perwira cakap, disiplin, dan bertanggung jawab ini.<ref name=":1" />
 
Terhitung mulai tanggal 15 April 1965 Pierre resmi menjadi ajudan Menko Hankam/KasabE Sebetulnya pangkat Pierre saat itu belum memenuhi kriteria untuk menempati posisi ajudan. Waktu itu Pierre masih letnan dua sehingga begitu ditasbihkan menjadi ajudan, dia sekaligus mendapatkan promosi kenaikan pangkat menjadi letnan satu TNI. Pierre menjadi ajudan termuda dan satusatunya yang berpangkat letnan satu, di antara ketiga ajudan Menko Hankam/Kasab lain yang sudah berpangkat kapten, yaitu Kapten TNI AD Sumargono, Kapten Marinir Misbach, dan Komisaris Polisi Hamdan Mansjur.
 
Maria Elizabeth Tendean sangat bahagia dengan penugasan baru anaknya sebagai seorang ajudan, apalagi ajudan dari Jenderal Nasution, orang yang sudah dikenal keluarga selama bertahuntahun. Mulai tanggal 15 April 1965 Pierre tinggal di rumah [[Abdul Haris Nasution|Pak Nas]], di Jalan Teuku Umar Nomor 40 Menteng, Jakarta Pusat. Kehadiran Pierre di rumah itu tak pernah dianggap orang asing karena sebelumnya juga Pierre sering menginap jika harus menyelesaikan urusan di Jakarta. Keluarga Nasution juga sangat berbahagia menerima kehadiran Pierre sebagai ajudan karena Pierre dianggap sebagai anggota keluarga, demikian tulis Jenderal Nasution dalam memoarnya, Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6.<ref name=":1" />
 
== G30S ==
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan [[Gerakan 30 September]] (G30S) mendatangi rumah dinas Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di paviliun yang berada di samping rumah dinas Jenderal Nasution dibangunkan oleh putri sulung sang Jenderal (Yanti Nasution) setelah Yanti mendengar suara tembakan dan keributan yang luar biasa. Tendean pun segera berlari ke bagian depan rumah. Dia ditangkap oleh gerombolan G30S dipimpin oleh Pembantu Letnan Dua (Pelda) Djaharup.<ref name=":0" /> Gerombolan itu mengira dirinya sebagai Nasution karena kondisi rumah yang gelap. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar. Tendean lalu dibawa ke sebuah rumah di daerah [[Lubang Buaya]] bersama enam perwira tinggi lainnya: [[R. Suprapto (pahlawan revolusi)|Soeprapto]], [[Sutoyo Siswomiharjo|Soetojo]], dan [[Siswondo Parman|Parman]] yang saat itu masih hidup, serta [[Ahmad Yani]], [[D.I. Pandjaitan]], dan [[Mas Tirtodarmo Haryono|M.T. Harjono]] yang sudah terbunuh.<ref name=":0" /> Dia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama enam jasad perwira lainnya.{{sfn|Luhulima|2006|p=73}}
 
[[Berkas:Kawasan Gunung Pasir, Balikpapan.jpg|jmpl|Jalan Pierre Tendean di [[Balikpapan]].]]
 
== Penghargaan ==
=== Tanda Jasa ===
{| style="margin:1em auto; text-align:center;"
|-
Baris 103 ⟶ 74:
|-
!Baris ke-1
| colspan="1"|[[Bintang Republik Indonesia Adipradana]] (1965)
| colspan="1"|[[Bintang Republik Indonesia Adipradana]] (10 November 1965)<ref>{{cite book |title= Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia 1959 - sekarang|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf |access-date=4 Oktober 2021}}</ref>
| colspan="1"|[[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Bekas|Satyalancana Sapta Marga]] (1960)
|}
 
=== PenghargaanDalam Lainnyabudaya populer ===
 
Tendean bersama keenam perwira lainnya dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]], Jakarta. Untuk menghargai jasa-jasanya, Tendean dianugerahi gelar [[Pahlawan Revolusi Indonesia]] pada tanggal 5 Oktober 1965 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965. Pasca kematiannya, dia secara [[anumerta]] dipromosikan menjadi kapten.{{sfn|Tokoh Indonesia, Pierre Tendean}}{{sfn|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Bintang Republik Indonesia}} Sejumlah jalan juga dinamai sesuai namanya, termasuk di [[Manado]],{{sfn|Google Maps, Manado}} [[Balikpapan]], dan di Jakarta.{{sfn|Google Maps, Jakarta}}
* Dalam film ''[[Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI]]'' (1982), Pierre Tendean diperankan oleh [[Wawan Wanisar]].
 
== Galeri foto ==
 
<gallery>
Berkas:Pierre Bayi.png|Tendean menjelang satu tahun pada tahun 1940
Berkas:Kartu Tanda Penduduk Pierre Andries Tendean (1958).png|Kartu tanda penduduk Tendean tahun 1958
Berkas:Pierre Tendean 1966 Indonesia stamp.jpg|Perangko Tendean keluaran tahun 1966
Berkas:Monumen Pancasila Sakti.jpg|Monumen Pahlawan Revolusi
Berkas:Statue of Pierre Tendean in Semarang.jpg|Patung Tendean di Semarang
</gallery>
 
== Referensi ==
 
;Catatan kaki
{{reflist}}
 
'''Sumber referensi'''
;Daftar pustaka
 
* {{cite book
| author1 = Abie Besman
|ISBN=9791481601
| author2 = Iffani Saktya
|url=http://books.google.co.id/books?isbn=9791481601
| author3 = Irma Rachmania Dewi
|title=Pahlawan Indonesia
| author4 = Laricya Umboh
|last= Pusindo
| author5 = Neysa Ramadhani
|first=Tim Media
| author6 = Noviriny Drivina
|publisher=Media Pusindo
| author7 = Ziey Sullastri
|year=2008
| date = 2019
|ref=harv
| title = Sang Patriot: Biografi Resmi Pierre Tendean
}}
| location = Jakarta
| publisher = Kompas
| isbn = 978-602-412-652-0
| ref = besman2019
}}
 
* {{cite book
| url =https http://books.google.co.id/books/about/Jejak_Sang_Ajudan.html?id=fe-RDwAAQBAJ&source=kp_book_description&redir_escisbn=y9786023716210
|ISBN isbn = 9786023716210
| title = Jejak Sang Ajudan: Sebuah Biografi Pierre Tendean
| author1 = [[Ahmad Nowmenta Putra]]
| author2 =[[ Agus Lisna]]
| publisher = LeutikaPrio
| year = 2018
| ref =harv putra2018
}}
 
* {{cite web
| url = https://halosemarang.id/patung-pahlawan-piere-tendean-dibangun-di-taman-kota-semarang
| first = Yulianto
| last = Babel
| access-date = {{date|2023-09-23}}
| date = {{date|2021-04-11}}
| work = Halo Semarang
| title = Patung Pahlawan Piere Tendean Dibangun di Taman Kota Semarang
| ref = {{sfnRef|Babel (11 April 2021)}}
}}
 
* {{cite book
| url= http://books.google.co.id/books?isbn=9797092666
|ISBN isbn = 9797092666
| title = Menyingkap duaDua hariHari tergelapTergelap padadi tahunTahun 1965: melihatMelihat peristiwaPeristiwa G30S dari Perspektif Lain
| last = Luhulima
| first = James
| publisher = Kompas Media Nusantara
| year = 2006
| ref =harv luhulima2006
}}
 
* {{cite book
| url= https://repositori.kemdikbud.go.id/8364/1/PIERE%20TENDEAN.pdf
| title = Pierre Tendean
| author = Masykuri
| location = Jakarta
| publisher = Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
| year = 1983
| ref = masykuri1983
}}
 
* {{cite web
| url = https://manado.tribunnews.com/2023/05/21/potret-patung-pieretendean-dan-rw-monginsidi-di-kota-manado-pahlawan-nasional-dari-sulawesi-utara
|url=http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/941-mati-melindungi-nasution
| first = Risky
|archivedate=2013-05-09
| last = Sumarauw
|accessdate=13 Desember 2013
| access-date = {{date|2023-09-23}}
|publisher=Tokoh Indonesia
| date = {{date|2023-05-21}}
|title=Pierre Tendean
| work = Tribun Manado
|ref={{sfnRef|Tokoh Indonesia, Pierre Tendean}}
| title = Potret Patung Pierre Tendean dan Robert Mongisidi di Manado, Pahlawan Nasional dari Sulawesi Utara
|archive-url=https://web.archive.org/web/20130509084116/http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/941-mati-melindungi-nasution
| ref = {{sfnRef|Sumarauw (21 Mei 2023)}}
|dead-url=yes
}}
* {{cite web
|title=Bintang Republik Indonesia
|url=http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1456
|work=Bintang Republik Indonesia
|publisher=Sekretariat Negara Republik Indonesia
|accessdate=13 Desember 2013
|ref={{sfnRef|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Bintang Republik Indonesia}}
}}
* {{wikicite
| reference =
{{google maps
|title = Jakarta
|url = https://maps.google.com/maps?q=-6.239964,106.825388&num=1&t=m&z=17
|accessdate = 13 Desember 2013
}}
| ref = {{sfnRef|Google Maps, Jakarta}}
}}
 
* {{wikicite
* {{ cite web
| reference =
| title = Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia 1959 – sekarang
{{google maps
| url = https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf
|title = Manado
| publisher = Sekretariat Negara Republik Indonesia
|url = https://maps.google.com/maps?q=1.491011,124.838181&num=1&t=m&z=17
| date = {{date|2010-01-07}}
|accessdate = 13 Desember 2013
| access-date = {{date|2021-10-04}}
}}
| ref={{sfnref|Sekretariat Negara Republik Indonesia (7 Januari 2010))}}
| ref = {{sfnRef|Google Maps, Manado}}
}}
 
{{Authority control}}
 
Baris 187 ⟶ 183:
{{lifetime|1939|1965}}
 
{{Persondata <!-- Metadata: see [[Wikipedia:Persondata]]. -->
|NAME = Tendean, Pierre
|ALTERNATIVE NAMES =
|SHORT DESCRIPTION = National Hero of Indonesia
|DATE OF BIRTH = February 21, 1939
|PLACE OF BIRTH =
|DATE OF DEATH = October 1, 1965
|PLACE OF DEATH =
}}
{{DEFAULTSORT:Tendean, Pierre}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh TNI]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh di Indonesia]]
[[Kategori:Prancis-Indonesia]]
[[Kategori:Marga Tendean]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Jakarta]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Minahasa]]
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh di Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana]]
[[Kategori:Daftar pahlawan nasional Indonesia yang beragama Kristen]]