Pong Tiku: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bahar akhirudin (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Magioladitis (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: Persondata now moved to wikidata, removed: {{Persondata |NAME = Tiku, Pong |ALTERNATIVE NAMES = |SHORT DESCRIPTION = Guerrilla fighter |DATE OF BIRTH = 1846 |PLACE OF BIRTH = Near Rantepao, Sulawesi |DATE O
 
(35 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{periksaterjemahan|en|Pong Tiku}}
{{Infobox person
| honorific_prefix =
| name = Pong Tiku
| honorific_suffix =
| native_name = =
| native_name_lang = =
| image = Pong Tiku.jpg
| image_size =
| alt =
| caption =
| birth_name =
| birth_date = 1846
| birth_place = Kecamatan [[Rindingallo, Kabupaten [[Toraja Utara]], [[Rantepao]], [[Sulawesi]]
| death_date = {{BirthDeathAge |df=yes| | 1846| | |1907 |07| 10|}}
| death_place = Tondon-Pangala', [[Kecamatan Rindingallo]]Makale, [[Tana Toraja]], [[Hindia Belanda]]
| death_cause = Ditembak mati
| body_discovered =
| resting_place = Tondon, Tana Toraja
| resting_place_coordinates = <!-- {{Coord|LAT|LONG|type:landmark|display=inline}} -->
| monuments =
| nationality =
| other_names =
| ethnicity = [[Toraja]]{{sfn|Tangdilintin|1976|p=1}}
| citizenship =
| occupation = Pemimpin, gerilyawan
| years_active = 1880–1907
| religion =
| spouse =
| partner =
| children =
| parents =
| relatives =
}}
'''Pong Tiku''' (juga dieja '''Pontiku''' dan '''Pongtiku'''; 1846 – 10 Juli 1907), yang dikenal di antara sekutu [[Bugis|Bugisnya]]nya sebagai '''Ne' Baso''', adalah seorang pemimpin [[Toraja]] dan pejuang gerilya yang beroperasi di [[Sulawesi]] bagian selatan, bagian dari Indonesia modern.
 
Putra dari penguasa Pangala', setelah Tiku merebut kerajaan tetangga yang bernama Baruppu' iadan menjadi pemimpinnya, kemudian memerintah Pangala' setelah kematian ayahnya., Dengania memanfaatkanjuga memerintah Pangala'. Karena perdagangan kopi dan bersekutu dengan suku Bugis dataran rendah, Tiku mampu memperoleh kekayaan, tanah, dan kekuasaan dalam jumlahyang besar. Selama [[Perang Kopi]] (1889–1890), ibu kotanya di Tondon dihancurkan oleh penguasa lain, tetapinamun dapat direbut kembali pada hari yang sama. Ketika [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]], yang berbasis di [[Jawa]], menginvasi Sulawesi pada awal 1900-an, Tiku dan tentaranya memanfaatkan benteng untuk menahanbertahan dan basis untuk melancarkan serangan. Ditangkap pada Oktober 1906, namun pada Januari 1907, ia berhasil melarikan diri dan tetap buron hingga Juni. Dia dieksekusi beberapa hari kemudian.
 
Tiku adalah pemimpin perlawanan paling lama di Sulawesi, sehingga [[Daftar Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]] [[J. B. van Heutsz]] menganggapnya merusakperusak stabilitas kontrol Belanda atas wilayah tersebutSulawesi dan mengirim Gubernur Sulawesi untuk mengawasi penangkapannya. Sejak kematiannya, Tiku telah digunakan sebagai simbol perlawanan Toraja. Panjang diperingati di Sulawesi, ia resmi dinyatakan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tahun 2002.
 
== Kehidupan awal dan naik ke tampuk kekuasaan ==
Tiku lahir di dekat [[Rantepao]], di dataran tinggi [[Sulawesi]] (sekarang bagian dari [[Kabupaten Toraja Utara]], [[Sulawesi Selatan]]) pada tahun 1846.{{sfn|Draeger|1992|p=218}} Pada saat itu, Sulawesi selatan adalah rumahpusat bagi perdagangan kopi yang berkembang pesat dan dikendalikan oleh banyak panglima perang. Tiku adalahyang merupakan anak terakhir dari enam bersaudara yang lahir dari salah satu panglima perang ini;, iapenguasa Pangala'. Ia merupakan anak lahirbungsu dari Siambo'enam Karaeng,bersaudara penguasakeluarga PangalaSiambo', Karaeng dan istrinya Leb'ok. Sebagai Tiku adalah pemuda yang atletis,{{sfn|Tangdilintin|1976|p=1}} Tikudan bersahabat baik dengan para pedagang kopi yang berkunjung ke desanya.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=2}}
 
Pada tahun 1880, terjadi perang antara Pangala' dan Baruppu', negara tetangga yang dipimpin oleh Pasusu. Tiku berperan aktif dalam kampanye yang berhasil melawan negara tetanggaBaruppu', dan ketika Pasusu dikalahkan, Tiku menggantikannya sebagai penguasa Baruppu'.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=2}} Kerajaan yang baru dianeksasi ini kaya akan [[sawah]] dan mudah dipertahankan, memberi Tiku kekuatankekuasaan yang besar. Meskipun orang Toraja secara tradisional menghargai tenaga kerjamanusia dan berusaha untuk tidak membunuh lebih banyak orang daripada yangtawanan diperlukanperang, sejarah lisan Baruppu menggambarkan Tiku sebagai pembunuhanpembunuh pria, wanita, dan anak-anak tanpa pamrihampun.{{sfn|Bigalke|2005|p=43}}
 
Ketika, tidak lama kemudian, ayah Tiku meninggal, Tiku juga menjadi pemimpin Pangala'. Sebagai pemimpin, Tiku bekerja untuk memperkuat ekonomi dengan peningkatanmeningkatkan perdagangan kopi dan membentuk aliansi strategis dengan kelompokpenduduk dataran rendah yang didominasi orang [[Bugis]]. Keberhasilan ekonomi yang dibawanya membuat penguasa terdekatterdekatnya menghormati dan iri pada Tiku.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=3}}{{sfn|Bigalke|2005|p=27}}
 
== Kopi dan perang saudara ==
Khawatir akan persaingan dari kerajaan [[Luwu]] dan [[Kerajaan Bone|Bone]] di utara dan Sidareng dan Sawitto di selatan, Tiku berusaha memperkuat pertahanan negaranya. Kerajaan akhirnya mencapai beberapa perjanjian perdagangan.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=3}} Namun, perambahan Bugis menyebabkan ketegangan baru antara negara bagian, yang mencapai puncaknya dalam [[Perang Kopi]] pada tahun 1889. Tiku memihak kerajaan selatan yang dipengaruhi Bugis.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=4–5}}
 
Pemimpin militer Bone Petta Panggawae dan prajurit Songko' Borrong{{efn|Dinamai setelahdari ciri-ciri topi mereka, yang berwarna merah. Dalam bahasa setempat, ''songko{{'}}'' berarti topi dan ''borrong'' berarti merah.}} menyerbu Pangala' dan memihak Pong Maramba', seorang bangsawan kecil. Panggawae mengambil alih ibu kota Tiku di Tondon dan meruntuhkan kota, membuat Tiku dan penduduk sipil meninggalkan daerah tersebut. Tiku, yang berpihak pada pemimpin Sidenreng, Andi Guru, berhasil merebut kembali sisa-sisa ibu kota malam itu.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=6}} Perang berakhir pada tahun 1890,.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=4–5}} setelahAtas pramuka Belanda&nbsp;– mewakiliperintah [[Hindia Belanda|pemerintah kolonial]] di [[Jawa]]&nbsp;–, pasukan Belanda merangsek mencapaisampai Bone. Namun, negara-negara bagian yang tersisa segera memulai serangkaian perjuangan lain atas perdagangan [[industri senjata|senjata]] dan [[perdagangan budak|budak]],. di mana negaraNegara-negara akankemudian menukar senjata dengan budak;. Tiku juga berpartisipasi dalam perdagangan. {{sfn|Tangdilintin|1976|p=7}}
 
Tiku akhirnya membentuk aliansi dengan para pemimpin Bugis terdekat, yang mengurangi ketegangan dan meningkatkan perdagangan;{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=8–9}} ia juga mempelajari [[Alfabet Lontar|sistem penulisan]] dan [[Bahasa Bugis|bahasa]] kelompok tersebut, sehingga ia dapat dengan mudah berkorespondensi dengan para pemimpin Bugis.{{sfn|Bigalke|2005|pp=34–35}} Pada saat ini Tiku telah merebut banyak wilayah.{{sfn|Bigalke|2005|p=44}} Untuk menghindari pengulangan penghancuran Tondon, Tiku memulai pembangunan tujuh benteng di tanahnya, serta beberapa pos pengawasan dan gudang.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=8–9}} Benteng Toraja dirancang untuk mencegah masuknya lembah menuju pusat populasi, dan benteng Tiku dibagi antara bagian timur dan barat tanahnya.{{sfn|Bigalke|2005|p=57}} Dia menerapkan sistem pajak untuk mendanai langkah-langkah defensif ini: pemilik sawah diwajibkan untuk mengenakandikenakan pajak dua pertiga dari hasil panen mereka, sementara petani lain dikenai pajak sepuluh persen.{{sfn|Bigalke|2005|p=44}}
 
== Serbuan Belanda ==
Pada tahun 1905 tanah Bugis dan Toraja yang sebelumnya terfragmentasi telah bersatu menjadi empat wilayah utama, salah satunya berada di bawah Tiku.{{sfn|Bigalke|2005|p=51}} Pada bulan Juli tahun itu, raja [[Gowa]], negara bagian terdekattetangga, mulai mengumpulkan tentara untuk melawan penjajah dan mencegah sisa tanah Toraja dari penaklukanditaklukkan. Bom Ma'dika Bombing, seorang pemimpin dari negara bagianwilayah selatan, mendekatimeminta bantuan Tiku untuk meminta bantuannya. Sebulan setelah para utusan bubar, para pemimpin berkumpul di Gowa untuk membuat rencana aksi. Hasilnya adalah para penguasa lokal harus berhenti berperang di antara mereka sendiri dan fokus pada Belanda, yang memiliki kekuatan lebih unggul;{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=10–13}} Walau begitu konflik internal ini, bagaimanapun, tidak sepenuhnya mereda.{{sfn|Bigalke|2005|pp=53–54}} Pada saat pertemuan ditundaditangguhkan, Belanda sudah mulai membuat kemajuan dimenyerang Luwu. Tiku, yang ditugaskan untuk mengalihkan Belanda dari kota Rantepo yang tidaksulit dapatuntuk dipertahankan, mulai membangun pasukannya dan bekerja untuk pertahanannya.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=14}}{{sfn|Bigalke|2005|p=52}}
 
Pada bulan Januari 1906 Tiku mengirim pengintai ke Sidareng dan Sawitto, yang diserbu Belanda, untuk mengamati jalannya pertempuran. Ketika pengintai melaporkan kekuatan luar biasa pasukan Belanda dan kekuatan magis yang digunakan untuk melawan tentara Bugis, dia memerintahkan bentengnya untuk meningkatkan kesiapan dan mulai menimbun beras;{{sfn|Tangdilintin|1976|p=14}}{{sfn|Bigalke|2005|p=52}} bulan itu, Luwu jatuh ke tangan pasukan Belanda, yang kemudian bergerak lebih jauh ke pedalaman. Pada bulan Februari anak buah Tiku, dikirim untuk memperkuat kerajaan selatan, melaporkan bahwa tidak ada lagi kepemimpinan yang koheren dan bahwa kedua kerajaan kalah melawan Eropa. Ini meyakinkan Tiku untuk melatih lebih banyak pasukan dan membentuk dewan militer beranggotakan sembilan orang, dengan dirinya sebagai pemimpinnya.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=16-17}}
 
Pada Maret 1906, semua kerajaan lainlainnya telah jatuh, meninggalkan Tiku sebagai penguasa Toraja terakhir.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=16-17}} Belanda merebut Rantepao tanpa perlawanan, tanpa menyadari bahwa penyerahan kota telah diaturdirencanakan oleh Tiku. Melalui sebuah surat, Panglima Belanda Kapten Kilian menyuruh Tiku untuk menyerah, sebuah tuntutan yang tidak mau dipenuhi oleh Tiku.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=18}} Sadar akan pasukan Tiku yang sudah terkumpul dan banyakbanyaknya benteng, Kilian tidak mencoba melakukan serangan langsung. Sebaliknya, pada April 1906 ia mengirim rombongan ekspedisi ke Tondon. Meskipun pendekatangerakan partaipasukan ini tidak dilawan, setelah malam tiba pasukan Tiku menyerang kamp Belanda di Tondon; ini memaksa pasukan Belanda untuk mundur ke Rantepao dengandan orang-orangdikejar Tikuoleh dalampasukan pengejaranTiku, menderitayang mengakibatkan banyak korban dari pihak Belanda di sepanjang jalanperjalanan.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=19–20}}
 
Tindakan militerStrategi Tiku didasarkan pada pengalaman yang diperolehnya saat melawan parapanglima bangsawanperang lainnya.{{sfn|Bigalke|2005|p=56}} Belanda dan pasukan [[penduduk asli Indonesia|pribumi]],{{efn|Pasukan pribumi terutama terdiri dari wajib militer [[Ambon]], [[Batak (Indonesia)|Batak]], [[orang Jawa|Jawa]], dan [[Timor]].{{sfn|Bigalke|2005|p=58}}}} di sisi lain, meremehkan pasukan Tiku dan tidak mampu mengatasiberadaptasi dengan cuaca dingin di dataran tinggi.{{sfn|Bigalke|2005|p=58}}
 
== Perjuangan awal ==
Pasukan ekspedisiEkspedisi yang gagal menyebabkan perang terbuka antara Tiku, yang bersembunyi di bentengnya di Buntu Batu, dan pasukan Belanda. Tiku mematamemiliki mata-matai pasukan Belandamata di Rantepao. Pada tanggal 22 Juni, mereka melaporkan bahwa malam sebelumnya sebuah batalyon Belanda yang terdiri dari kira-kira 250 orang dan 500 kuli telah meninggalkan desa pada malam sebelumnya, menujumengarah ke selatan menuju arah benteng Tiku di Lali' Londong. Tiku memerintahkan agar jalan tersebut disabotase, sehingga memperpanjang waktu tempuh dari satu hari menjadi lima hari. Pada malam tanggal 26 Juni, pasukan Tiku menyerang pasukan Belanda di luar Lali' Londong, sebuah serangan yang tidak siapdiprediksi bagioleh Belanda;. Namun, tidak ada yang tewas dalam serangan itu. Keesokan paginya, Belanda memulai pengepungan di Lali' Londong,{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=21–26}} menggunakan [[granat tangan]] dan tangga. Karena tidak mampu menghadapi granat, senjata baru Belanda yang tidak digunakan Belandamelawan padapanglima penguasaperang lain sebelumnya, sore itu benteng itu berhasil direbut pasukan Belanda.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=27–28}}{{sfn|Bigalke|2005|p=58}}
 
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Studioportret van Luitenant-Generaal J.B. van Heutsz TMnr 60039070.jpg|jmpl|lurus|Gubernur-Jenderal [[J. B. van Heutsz]] memerintahkan Gubernur Sulawesi untuk menangkap Tiku karena kehilangan muka akibat gerilya.]]
 
Kekalahan ini membuat Tiku memperkuat anak buahnya. Pasukan Toraja dipersenjatai dengan senapan, tombak, batu besar, pedang, dan ekstrak cabai,{{sfn|Adams|2006|p=143}} disemprotkan ke mata musuh dengan alat yang disebut tirik lada , atau [[sumpitan]], untuk membutakan mereka. Tiku sendiri dipersenjatai dengan senapan, tombak, dan ''labo'' Portugis . Dia mengenakan baju pelindung, sepu (penjaga selangkangan), dan [[Songkok/Peci|songkok]] dengan tonjolan berbentuk tanduk kerbau, dan membawa perisai berhiasyang dihias. Dengan tentaranya, Tiku menggali lubang yang diisi dengan tiang bambu tajam di sepanjang rute pasokan Belanda;. merekaMereka yang berjalan di atas lubang akan jatuh dan tertusuk.{{sfn|Draeger|1992|p=218}}{{sfn|Friend|2003|p=352}} Namun, ini tidak cukup untuk menghentikan kemajuan Belanda. Pada 17 Oktober 1906, dua benteng lagi,bernama Bamba Puang dan Kotu, jatuh,{{sfn|Tangdilintin|1976|p=30}} setelah beberapa kali serangan gagal Belanda yang gagal sejak Juni.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=33–36}} Karena kampanye melawan Tiku, yang telah berlangsung lebih lama daripada sebagian besar kampanye pendudukan lainnya, hal ini dianggap melemahkan otoritas Belanda di Sulawesi, [[Daftar Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]] [[J. B. van Heutsz]] mengirim Gubernur Sulawesi Swart untuk memimpin serangan secara pribadi.{{sfn|Bigalke|2005|p=58}}
 
Setelah pengepungan yang lama, Andi Guru dan mantan letnan Tiku, Tandi Bunna'&nbsp;– keduanya saat itu sudah bekerja untuk Belanda&nbsp;– mendekati Tiku pada tanggal 26 Oktober dan menawarkan gencatan senjata. Meski awalnya tidak mau, Tiku dilaporkan diyakinkan oleh warga sipil yang mengingatkannya bahwa ibunya&nbsp;– yang telah meninggal dalam pengepungan&nbsp;– perlu dikuburkan.{{sfn|Bigalke|2005|p=60}} Setelah tiga hari berbaurgencatan secara damaisenjata, pada malam 30 Oktober pasukan Belanda mengambil alih benteng, mengambil alih semua senjata, dan merebutmenangkap Tiku. Dia dan tentaranya terpaksa pergikabur ke Tondon.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=47–50}}
 
== Perlawanan kedua dan kematian ==
Di Tondon Tiku memulai persiapan pemakaman ibunya, persiapan yang dalam budaya Toraja memakan waktu beberapa bulan. Saat mengurus persiapan, dia menyuruh seorang penasihat mengumpulkan senjata secara diam-diam sementara yang lain disuruhnya pergi ke bentengnya di Alla' dan Ambeso.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=51–52}} Tiku kemudian membuat persiapan untuk melarikan diri dari tahanan Belanda; dia juga mengembalikan semua properti yang dia ambil sebagai tuan, karena dia tahu dia tidak akan menggunakannya lagi. Selama di Tondon, pasukan Belanda mungkin telahdianggap melecehkan pemimpinPong TorajaTiku.{{sfn|Bigalke|2005|p=60}} Malam sebelum pemakaman ibunya, pada Januari 1907, Tiku dan 300 pengikutnya melarikan diri dari Tondon, menuju selatan.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=54–55}}
 
Setelah dia diberitahu bahwa Belanda telah mengikutinyamengejarnya, Tiku memerintahkan sebagian besar pengikutnya untuk kembali ke Tondon sementara dia dan sekelompok lima belas orang, termasuk dua istrinya, terus ke selatan.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=56}} Mereka pertama kali tiba di Ambeso, tetapi benteng itu runtuhjatuh beberapa hari kemudian, dan saat itu mereka mengungsi ke Alla'. Benteng ini pula jatuh pada akhir Maret 1907 dan Tiku mulai bekerja kembali ke Tondon melalui hutan. Dia dan para pemimpin lainnya, baik Bugis maupun Toraja, dikejar oleh pasukan Belanda.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=60–61}} Para pemimpin lainnya menyerah kepada Belanda dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara di [[Makassar]] atau diasingkan ke [[Buton]].{{sfn|Tangdilintin|1976|p=62}} Tiku, sementara itu, tetap bersembunyi di hutan.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=63}}
 
Pada tanggal 30 Juni 1907 Tiku dan dua anak buahnya ditangkap oleh pasukan Belanda; dia adalah pemimpin gerilya terakhir yang ditangkap. Setelah beberapa hari di penjara,{{sfn|Tangdilintin|1976|p=64}} pada 10 Juli 1907 Tiku ditembak dan dibunuhmati oleh tentara Belanda di dekat Sungai Sa'dan; beberapa laporan menyuruhnyamenyatakan bahwa ia sedang mandi pada saat itu.{{sfn|Adams|2006|p=143}} Ia dimakamkan bersama seluruh keluarganya di Tondol, sementara sepupunya Tandibua' menjadi penguasa asli Pangala', melayani di bawah Belanda.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=65–66}}
 
== Warisan ==
Setelah kematian Tiku, kekuatanpemerintah kolonial berharap dia akansegera dilupakan, sebuah harapan yang tidak terwujud;{{sfn|Adams|2006|p=143}} Tandibua' memberontak pada tahun 1917, dan pemberontakan lokal lainnya muncul di berbagai daerah di Sulawesi sampai penarikankaburnya Belanda setelah [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Pendudukan Jepang]].{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=65–66}} Selama pendudukan, pasukan Jepang menggunakan Tiku sebagai simbol perjuangan Toraja melawan agresi kolonial, bekerja untuk menyatukan rakyat melawan Eropa. Namun,Walau hal ini kurang diterima di daerah taklukan Tiku seperti Baruppu'{{sfn|Bigalke|2005|p=199}} dan Sesean,. diDi manasana, Tiku dikenang sebagai pria yang membunuh orang lain untuk mencuri istri mereka. {{sfn|Volkman|1985|p=27}}
 
Pemerintah [[Kabupaten Tana Toraja]] mendeklarasikan Tiku sebagai pahlawan nasional pada tahun 1964,.{{sfn|Friend|2003|p=352}} dan padaPada tahun 1970, sebuah monumen untuknya dibangun di tepi sungai Sa'dan.{{sfn|Adams|2006|p=143}} Tiku dinyatakan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] dengan Keputusan Presiden 073/TK/2002 pada tanggal 6 November 2002.{{sfn|Indonesian Social Ministry, Daftar Nama Pahlawan}} Pada peringatan kematian Tiku, upacara peringatan diadakan di ibukota provinsi [[Makassar]].{{sfn|Adams|2006|p=143}} Selain beberapa jalan, [[Bandara Pongtiku]] di Tana Toraja dinamai menurutberdasarkan namanya.{{sfn|Volkman|1985|p=166}}
 
{{Clear}}
Baris 177 ⟶ 175:
{{lifetime|1846|1907|}}
 
{{Persondata
|NAME = Tiku, Pong
|ALTERNATIVE NAMES =
|SHORT DESCRIPTION = Guerrilla fighter
|DATE OF BIRTH = 1846
|PLACE OF BIRTH = Near [[Rantepao]], [[Sulawesi]]
|DATE OF DEATH = 10 July 1907
|PLACE OF DEATH = Tondon, Tana Toraja, Dutch East Indies
}}
{{DEFAULTSORT:Tiku, Pong}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]