Pulau Sebesi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Losstreak (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
(34 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Islands
|name = Sebesi
|image nameimage_name = Sunda strait map v4.png
|image captionimage_caption = Pulau Sebesi di antara Selat Sunda
|location = [[Kabupaten Lampung Selatan|Lampung Selatan]]
|coordinates ={{coor dms|5|59|0|S|105|29|50|E|}}
|areaarea_ha = 2620 Ha
|country = Indonesia
|population = 2911 jiwa
|population as ofpopulation_as_of = 2011
}}
 
[[Berkas:Piek van Sebesi in Straat Soenda.jpg|thumbjmpl|300px|Gambar Pulau Sebesi pada tahun 1880]]
'''Pulau Sebesi''' (Sebesi IslanIsland) adalah sebuah [[pulau]] yang secara administratif berada di wilayah [[Desa]] Tejang, Kecamatan Rajabasa, [[Kabupaten Lampung Selatan]], Provinsi Lampung, Indonesia. Berbentuk seperti [[gunung berapi]] dengan ketinggian 844m, secara geografis pulau ini terletak di [[selat Sunda]] atau wilayah selatan perairan Lampung. Lebih tepatnya P. Sebesi berada di sebelah selatan dari [[pulau Sebuku, Lampung|Pulau Sebuku]], sebelah [[timur]] [[Pulau Serdang]] dan [[Pulau Legundi]], serta sebelah Timur Laut Gugusan Krakatau.
 
Pulau ini merupakan daratan yang paling dekat dengan Gugusan Krakatau dan turut menjadi saksi kedahsyatan letusan besar Krakatau tahun 1883. Sejak dulu [[Pulau Sebesi]] sangat terkenal akan kesuburan tanahnya. Kini, selain memiliki keunggulan di sektor perkebunan, pulau ini juga sedang dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata andalan [[Lampung Selatan]] selain [[Krakatau]] dan sejumlah pantai seperti Merak Belantung, Kalianda resort, dll.
 
Nama [[Pulau Sebesi]] diduga berasal dari bahasa Sansekerta, ''Sawesi (Savvesi)''. Masyarakat sekitar biasa menyebut Pulau Sebesi dengan sebutan ''<nowiki>Pulo'</nowiki>''.
 
== Riwayat Kepemilikan ==
Hingga kini catatan yang menggambarkan mengenai awal mula keberadaan pulau ini belum pernah ditemukan. Namun beberapa dokumen yang dibuat oleh orang-orang Eropa pada abad ke-17 mengindikasikan bahwa pulau ini pernah disinggahi oleh orang-orang Eropa yang berlayar dari wilayah perairan Utara menuju [[Banten]] atau sebaliknya. Pada saat itu Pulau Sebesi dihuni oleh masyarakat yang ada di sepanjang pesisir di wilayah [[IVV Saibatin Marga]] (kaki gunung Raja Basa) yang mayoritas bertani rempah-rempah. Meski begitu nama pemilik pulau ini tidak pernah ditemukan dalam catatan hingga memasuki abad ke-19.
 
=== Pangeran Cecobaian ===
Menurut legenda, dahulu pulau ini berada dibawah kekuasaan [[Kesultanan Banten|Sultan Banten]]. Lalu pada akhir abad ke-16 seorang ''Mekhanai'' (Pemuda) Lampung dari Desa Damaian datang ke gunung Raja Basa. dan menetap di wilayah yang saat ini dihuni oleh V Saibatin Marga yaitu:
# Saibatin Marga Ratu
# Saibatin Marga Dantaran
# Saibatin Marga Raja Basa
# Saibatin Marga Legun
# Saibatin Marga Ketibung
Sang Pemuda juga datang ke Pulau Sebesi dan Gugusan Krakatau untuk membeli hasil [[lada]] yang ditanam warga. Sebagian dari hasil lada tersebut diserahkan (dijual) oleh pemuda itu kepada Sultan Banten. Sebagai imbalannya Sultan memberikan pemuda tersebut gelar [[PangeranPengikhan Cecobaian]] (ejaan dalam arsip Belanda : PangeranPengkhan Tjetjobaian / Pangeran Tjoba Tjoba), sebagai percobaan karena saat itu [[Kesultanan Banten]] belum pernah memberikan gelar PangeranPengikhan kepada orang Sabrang (sebutan untuk orang Lampung pada masa itu). Selain gelar Pengikhan tersebut, diberikan pula hak kepemilikan atas Pulau Sebesi, [[Pulau Sebuku]], dan [[Gugusan Krakatau]] kepadanya.<ref name="pangerantjetjobaian">Helfrich, O.L. 1930. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Adatrechtbundels XXXII: Zuid-Sumatra''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131214125153/http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 |date=2013-12-14 }}. hlm. 233-241. 's-Gravenhage: Martinus Nijhoff.</ref>
 
=== Pangeran Singa Brata ===
Sang Pemuda juga datang ke Pulau Sebesi dan Gugusan Krakatau untuk membeli hasil lada yang ditanam warga. Sebagian dari hasil lada tersebut diserahkan oleh pemuda itu kepada Sultan Banten. Sebagai imbalannya Sultan memberikan pemuda tersebut gelar [[Pangeran Cecobaian]] (ejaan dalam arsip Belanda : Pangeran Tjetjobaian / Pangeran Tjoba Tjoba), sebagai percobaan karena saat itu [[Kesultanan Banten]] belum pernah memberikan gelar Pangeran kepada orang Sabrang (sebutan untuk orang Lampung pada masa itu).
Setelah [[PangeranPengikhan Cecobaian]] wafat, hak kepemilikan atas Pulau Sebesi ini pada akhirnya diwariskan pada Pangeran Singa Brata, yang juga menjabat sebagai Kepala [[MargaKebandakhan Raja Basa]]. [[PangeranPengikhan Singa Brata]] adalah keturunan ke-18 dari Pangeran Cecobaian.<ref name="pangerantjetjobaian">Helfrich, O.L. 1930. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Adatrechtbundels XXXII : Zuid-Sumatra'']. hlm. 233-241. 's-Gravenhage: Martinus Nijhoff.</ref>. Ia juga merupakan salah satu pejuang dari [[Karesidenan Lampung]], [[onderafdeeling Katimbang]], yang turut membantu [[:id:Radin Inten II|Raden IntenIntan II]] berjuang melawan pemerintah Hindia Belanda.<ref>Pemerintah Provinsi Lampung. Dinas Pendidikan. ''Pahlawan Nasional Radin Intan II'', Leaflet. 2004.</ref>. Sempat terjadi sengketa kepemilikan Pulau Sebesi dan Sebuku antara [[PangeranPengikhan Singa Brata]] dengan seorang penduduk [[Teluk Betung, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung|Teluk Betung]] yang bernama Haji Abdurrachman bin Ali. Haji Abdurrachman bin Ali mengajukanMengajukan permintaan tertanggal 17 Juli 1848 kepada ''Civiele en Militaire Gezaghebber ''agar diperbolehkan menanam di Pulau Sebesi dan Sebuku. Hal ini diduga dilakukan untuk melemahkan perjuangan PangeranPengikhan Singa Brata terhadap penjajah. PangeranPengikhan Singa Brata pun mengajukan keberatan pada pihak pemerintah. Lalu pemerintah [[Hindia - Belanda]] pada saat itu melakukan penyelidikan terhadap status hukum Pulau Sebesi dan Sebuku. Dari hasil investigasi itu diketahui bahwa [[Pangeran Singa Brata]] adalah pemilik yang sah atas Pulau Sebesi dan Sebuku.<ref name="besluitpangeransingabrata">Nederlands-Indië. 1864. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Besluiten van den Gouvernement 6 April 1864. Staatblad No. 54. 1864''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131214125153/http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 |date=2013-12-14 }}</ref>. Namun pada tahun 1856 PangeranPengikhan Singa Brata tertangkap oleh tentara [[Hindia Belanda]] dan dibuang ke [[Manado|Manado, Sulawesi Utara]]. Untuk mengakhiri konflik, maka hak kepemilikan [[PangeranPengikhan Singa Brata]] atas pulau ini disahkan melalui ''Besluit'' (Keputusan) [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal Hindia - Belanda]] tahun 1864. Selama masa pengasingan PangeranPengikhan Singa Brata ke Manado, pemerintahan MargaKebandakhan Raja Basa dan pengelolaan [[Pulau Sebesi]] dan [[Sebuku]] ditangani oleh para keluarga dari PangeranPengikhan Singa Brata, antara lain [[Pangeran Warta Manggala I]] (saudara kandung), [[RadenPangeran TinggiWarta Manggala]] (anak dari Pangeran Warta Manggala I), dan [[Dalom Mangku Minggar]] (tetua dalam marga Raja Basa).<ref name="pangerantjetjobaian"/>.
 
Tahun 1879, atau 23 tahun setelah menjalani pengasingannya, PangeranPengikhan Singa Brata dipulangkan ke Raja Basa atas permintaan 14 kepala kampungpekon di pesisir dengan jaminan bahwa [[PangeranPengikhan Singa Brata]] tidak akan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Namun 4 tahun setelah kepulangannya, tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1883, [[Krakatau]] meletus dengan dahsyat yang memporak-porandakan wilayah pesisir gunung Raja Basa. PangeranPengikhan Singa Brata turut menjadi korban atas peristiwa ini dan ia dinyatakan tewas.<ref name="pangerantjetjobaian"/>
'''Pangeran Cecobaian''' adalah keturunan ''Keratuan Dibalau Kedamaian'', gelar Pangeran diberikan oleh''Sultan Banten'', yaitu '''Sultan Agung Banten''' pada tahun 1863. Kembalinya '''Pangeran Cecobaian''' yang bersama Istrinya yaitu '''Ratu Minangsih''' dari ''Banten'' menuju ''Keratuan Dibalau Kedamaian'' terhalang oleh faktor jarak dan alat transportasi yang digunakan pada saat itu yang hanya berupa gerobak sapi, mengharuskan '''Pangeran Cecobaian dan''' '''Ratu Minangsih''' untuk tidak kembali lagi ke ''Keratuan Dibalau Kedamaian'' dan memutuskan untuk menetap di G''unung Rajabasa'' yang kemudian mendirikan '''Keratuan Darah Putih''' di ''Gunung Rajabasa''. Karena hubungan '''Pangeran Cecobaian''' dengan ''Kesultanan Banten'' sangatlah dekat, maka Sultan Agung Banten memberikan wilayah kekuasaan dan kedudukan kepada '''Pangeran Cecobaian''' yang meliputi wilayah sekitar '''pulau Krakatau, pulau Sebesi, dan pulau Sebuku'''. '''Pangeran Cecobaian dan''' '''Ratu Minangsih''' memiliki keturunan yaitu '''Pangeran Singa Beranta dan Raden Tinggi.'''<br />
 
Seluruh penduduk pesisir yang tak sempat menyelamatkan diri dinyatakan tewas, termasuk 3000 warga yang menghuni [[Pulau Sebesi]], [[Sebuku]], dan [[Krakatau]]. Seluruh flora dan fauna serta rumah warga yang berada di Pulau Sebesi dan Sebuku dinyatakan musnah total. Kedua pulau ini seketika berubah menjadi pulau tak berpenghuni untuk beberapa saat.
=== Pangeran Singa Brata ===
Setelah [[Pangeran Cecobaian]] wafat, hak kepemilikan atas Pulau Sebesi ini pada akhirnya diwariskan pada Pangeran Singa Brata, yang juga menjabat sebagai Kepala [[Marga Raja Basa]]. [[Pangeran Singa Brata]] adalah keturunan ke-18 dari Pangeran Cecobaian<ref name="pangerantjetjobaian">Helfrich, O.L. 1930. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Adatrechtbundels XXXII : Zuid-Sumatra'']. hlm. 233-241. 's-Gravenhage: Martinus Nijhoff.</ref>. Ia juga merupakan salah satu pejuang dari [[Karesidenan Lampung]], [[onderafdeeling Katimbang]], yang turut membantu [[:id:Radin Inten II|Raden Inten II]] berjuang melawan pemerintah Hindia Belanda<ref>Pemerintah Provinsi Lampung. Dinas Pendidikan. ''Pahlawan Nasional Radin Intan II'', Leaflet. 2004.</ref>. Sempat terjadi sengketa kepemilikan Pulau Sebesi dan Sebuku antara [[Pangeran Singa Brata]] dengan seorang penduduk [[Teluk Betung, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung|Teluk Betung]] yang bernama Haji Abdurrachman bin Ali. Haji Abdurrachman bin Ali mengajukan permintaan tertanggal 17 Juli 1848 kepada ''Civiele en Militaire Gezaghebber ''agar diperbolehkan menanam di Pulau Sebesi dan Sebuku. Hal ini diduga dilakukan untuk melemahkan perjuangan Pangeran Singa Brata terhadap penjajah. Pangeran Singa Brata pun mengajukan keberatan pada pihak pemerintah. Lalu pemerintah [[Hindia - Belanda]] pada saat itu melakukan penyelidikan terhadap status hukum Pulau Sebesi dan Sebuku. Dari hasil investigasi itu diketahui bahwa [[Pangeran Singa Brata]] adalah pemilik yang sah atas Pulau Sebesi dan Sebuku<ref name="besluitpangeransingabrata">Nederlands-Indië. 1864. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Besluiten van den Gouvernement 6 April 1864. Staatblad No. 54. 1864'']</ref>. Namun pada tahun 1856 Pangeran Singa Brata tertangkap oleh tentara [[Hindia Belanda]] dan dibuang ke [[Manado|Manado, Sulawesi Utara]]. Untuk mengakhiri konflik, maka hak kepemilikan [[Pangeran Singa Brata]] atas pulau ini disahkan melalui ''Besluit'' (Keputusan) [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal Hindia - Belanda]] tahun 1864. Selama masa pengasingan Pangeran Singa Brata ke Manado, pemerintahan Marga Raja Basa dan pengelolaan [[Pulau Sebesi]] dan [[Sebuku]] ditangani oleh para keluarga dari Pangeran Singa Brata, antara lain [[Pangeran Warta Manggala I]] (saudara kandung), [[Raden Tinggi]] (anak dari Pangeran Warta Manggala I), dan [[Dalom Mangku Minggar]] (tetua dalam marga Raja Basa)<ref name="pangerantjetjobaian"/>.
 
=== Pangeran Minak Putra ===
Tahun 1879, atau 23 tahun setelah menjalani pengasingannya, Pangeran Singa Brata dipulangkan ke Raja Basa atas permintaan 14 kepala kampung di pesisir dengan jaminan bahwa [[Pangeran Singa Brata]] tidak akan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Namun 4 tahun setelah kepulangannya, tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1883, [[Krakatau]] meletus dengan dahsyat yang memporak-porandakan wilayah pesisir gunung Raja Basa. Pangeran Singa Brata turut menjadi korban atas peristiwa ini dan ia dinyatakan tewas.<ref name="pangerantjetjobaian"/>
Tahun 1884, Minak Putra (kepala kampung Rajabasa) yang juga merupakan adik mendiang Pengikhan Singa Brata dikukuhkan sebagai kepala Kebandakhan pengganti Pengikhan Singa Brata. Hal ini dikarenakan mendiang Pengikhan Singa Brata tidak memiliki keturunan<sup>A </sup>(yang tersisa). Maka berdasarkan aturan dan tatacara adat, Minak Putra diangkat menjadi Pengikhan dan meneruskan tahta sebagai kepala Kebandakhan (anak tuha bakas) Raja Basa dan mewarisi hak atas
kepemilikan P. Sebesi, P. Sebuku, dan Gugusan Krakatau<sup>B</sup>. Peristiwa pengangkatan dan peralihan hak atas kepulauan ini juga disetujui oleh Sultan Banten Maulana Pangeran surya kumala (Pangeran suryo kumolo) dan Pemerintah Hindia Belanda, dengan syarat pendirian marga tidak boleh lagi memakai nama Raja Basa. Maka Pengikhan Minak Putra pun memilih menggunakan nama '''Marga Pesisir'''<sup>C</sup>. Kemudian hal ini dikuatkan oleh Staatsblad tahun 1885 ketika Pangeran Minak Putra menyewakan P. Sebuku kepada Mr. Barzal.<ref name="bandakhmargarajabasa">Perbatasari, RG. 2012.: ''Bandakh Marga Raja Basa''. Pesisir Kalianda Lampung Selatan.</ref>
 
<u>'''Catatan Kaki:'''</u>
Seluruh penduduk pesisir yang tak sempat menyelamatkan diri dinyatakan tewas, termasuk 3000 warga yang menghuni [[Pulau Sebesi]], [[Sebuku]], dan [[Krakatau]]. Seluruh flora dan fauna serta rumah warga yang berada di Pulau Sebesi dan Sebuku dinyatakan musnah total. Kedua pulau ini seketika berubah menjadi pulau tak berpenghuni untuk beberapa saat.
 
<br />
* <sup>A</sup> Ada sejumlah sumber yang menyatakan bahwa Raden Tinggi adalah anak Pengikhan Singa Brata yang tewas dalam pertempuran melawan Belanda.
* <sup>B</sup> Beberapa sumber menyatakan bahwa pengangkatan kepala kebandakhan ini juga disetujui oleh Sultan Banten. Tidak disebutkan siapa Sultan Banten yang dimaksud. Namun jika merunut dari tahun kejadiannya, kemungkinan besar Sultan Banten yang dimaksud saat itu sedang menjalani masa pembuangannya di Surabaya. pada tahun 1899. Ia dimakamkan di Pesarean Agung Sentono Botoputih (Pemakaman Keluarga Bupati Surabaya). Di pusaranya tertulis dengan huruf Arab yang terjemahannya sbb.: ''Ini kubur Sultan Banten Ketika lenyap almarhum pada malam Senen 3 Rajab 1318 H atau 11 November 1899''.
* <sup>C</sup> Menurut beberapa sumber sejarah hal ini dilakukan oleh Belanda untuk sebisa mungkin memutus regenerasi perjuangan Pengikhan Singa Brata. Sehingga pada setiap surat keputusan (Besluit) Pemerintah Hindia Belanda mengenai pengesahan keturunan Pengikhan Minak sebagai kepala kebandakhan selanjutnya selalu menggunakan sebutan Pesisir.<ref name="nieuweamsterdamcourant1926" /><ref name="deindischecourant1934" />
=== Raden Pangeran Hadji Djamaloedin ===
Tahun 1896 Pengikhan Minak menjual Pulau Sebesi dan Sebuku kepada Hadji Djamaloedin, seorang kepala kampung (kampunghoofd) Kalianda onderafdeeling Katimbang. Proses jual beli ini dicatatkan melalui sebuah akta jual-beli dan disaksikan oleh Controleur, Demang, serta Klerk-Griffier afdeeling Katimbang.<ref name="nieuweamsterdamcourant1926">Nieuwe Amsterdam Courant - Algemeen Handelsblad No. 32239: "''De Koning van Sebesi''", hal. 9. Nederlands, 1926.</ref><ref name="deindischecourant1934">De Indische Courant No. 64: "''Uit de Lampongs: Poelau Seboekoe en Sebesi''", hal. 6. Nederlands-Indië, 1934.</ref> Hak kepemilikan Kalianda kemudian dikuatkan oleh Besluit Gubernur Jenderal Hindia - Belanda tahun 1900.
 
Sebelum membeli Pulau Sebesi dan Sebuku, tepatnya pada tahun 1888, Kalianda dan Pengikhan Minak sempat dipanggil oleh Pemerintah Banten di Anyer untuk menerima penghargaan. Hadji Djamaloedin mendapat bintang emas dan Pengikhan Minak Putra menerima bintang perak.<ref name="bintangemas1888">Java-Bode No. 266: "''Officieele Berichten, Civiel Departement''", hal. 5. Nederlands-Indië, 1888.</ref>
 
Pada masa kepemilikan Kepala pekon kalianda ini pula untuk pertama kalinya Dinas Topografi Hindia Belanda membuat peta topografi yang paling akurat. Disebut akurat antara lain karena gambar pulau yang dihasilkan oleh peta tersebut sama persis dengan bentuk aslinya (bisa dibandingkan dengan gambar bentuk Pulau yang dihasilkan oleh Google Earth). Bahkan peta tersebut memuat jenis pohon-pohon yang ditanam oleh Kepala pekon kalianda saat itu seperti Kelapa dan Pisang. Hingga kini (2013) peta topografi tersebut masih bertahan sebagai satu-satunya peta topografi Pulau Sebesi paling akurat yang pernah ada.
'''Pangeran Singa Beranta''' memiliki 2(dua) Istri yaitu '''Ratu Munah dan Ratu Galuh.''' '''Pangeran Singa Beranta''' dengan '''Ratu Galuh''' tidak memiliki keturunan sedangkan dengan '''Ratu Munah''' melahirkan'''Dalom Mangku Minggar dan Khaiya Sabak'''. Ketika perang terjadi dengan Belanda '''Sultan Agung Banten''' memberikan perintahkan kepada '''Pangeran Singa Beranta''' agar membuat Benteng pertahanan di ''Gunung Rajabasa'', benteng pertahanan Singa Beranta tersebut bernama ''Benteng Berhulu,'' benteng lain yang dibuat adalah ''Benteng Salai Tabuan'' dan ''Benteng Merambung.'' Tujuan didirikanya benteng-benteng pertahanan tersebut adalah untuk mempersiapkan pertempuran dengan tentara Belanda. Kalahnya ''Kesultanan Banten'' oleh tentara Belanda pada saat itu mengharuskan para tentara ''Kesultanan Banten'' merapat ke Gunung Rajabasa. '''Pangeran Singa Beranta''' dan keluarganya serta pengikutnya terus berjuang menahan serangan Belanda di ''Benteng Benhulu'' yang berada di Desa Pangkul (daerah pesisir pantai).
 
=== Muhammad Saleh Ali ===
Tentara Belanda pun tidak kehabisan akal, mereka mulai menghasut, menakuti, dan mengiming-imingi masyarakat pribumi yang berada di sekitar daerah tersebut. Akibatnya banyak masyarakat yang menjadi pengkhianat, mereka membela serta membantu Tentara Belanda menyerang Benteng Pertahanan ''Singa Beranta.'' Tentara Belanda pun berhasil menjatuhkan '''Pangeran Singa Beranta dan Sultan Agung'''. Di dalam pertempuran tersebut keluarga '''Pangeran Singa Beranta''' yang selamat adalah anaknya yaitu '''Khaiya Sabak''' dan istrinya yang kedua yaitu '''Ratu Galuh. Ratu Galuh''' di larikan ke ''Kota Agung,'' Sedangkan '''Khaiya Sabak''' dan Istrinya melarikan diri dan bersembunyi di ''Gunung Rajabasa''. Belanda pun berhasil mendirikan ''Pos Opdeling Katimbang'' di kaki ''Gunung Rajabasa''.
Pasca meninggalnya Raden Pengikhan Hadji Djamaloedin pada tahun 1926, hak kepemilikan atas Pulau Sebesi dan Sebuku beralih kepada anak laki-laki satu-satunya, Muhammad Saleh Ali.<ref name="hetniewsvandendagags1936">Het Nieuws Van Den Dag No. 193: "''Mach van Adatrechten en Legenden''", hal. 17. Nederlands-Indië, 1936.</ref><ref name="desumatrapost1936">De Sumatra Post No. 201: "''Adatrechten en Legenden''", hal. 11. Nederlands-Indië, 1936.</ref> Di masa kepemilikan M. Saleh Ali, Pulau Sebesi menjadi basis pendanaan bagi para pejuang Kalianda semasa perang kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang, hingga agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1949.
 
Kini hak kepemilikan terhadap Pulau Sebesi dan Sebuku telah beralih pada Hasanudin bin M. Saleh Ali dan saudara-saudaranya.<ref name="putusanma1978">Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan No. 1757K/SIP/1978.</ref><ref name="putusanma2009">Mahkamah Agung Republik Indonesia, [http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/perkara_detail.php?id=dd733090-0b2a-1b2a-e3c7-30353030 Putusan No. 3013K/PDT/2009] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131215024937/http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/perkara_detail.php?id=dd733090-0b2a-1b2a-e3c7-30353030 |date=2013-12-15 }}.</ref>
Karena banyak masyarakat pribumi sekitar yang ikut membela tentara Belanda. Keadaan keluarga singa beranta semakin terdesak dan mengharuskan '''Khaiya Sabak''' dan istrinya untuk menetap di''pulau Sebesi. '''Khaiya Sabak''' dan istrinya'' melanjutkan tanaman Lada yang lama tidak terurus pasca peperangan. '''Khaiya Sabak''' dan istrinya beserta keluarga-keluarga yang lain meninggal dunia dalam peristiwa meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883. Keberuntungan jatuh pada salah satu anak '''Khaiya Sabak''' yaitu, '''Batin Mangukhum''' karena tidak dibawa kepulau Sebesi melainkan tinggal bersama dengan saudara-saudara yang lain di ''Desa Merah Saka''. Setelah keadaan kembali normal pasca meletusnya ''Gunung Krakatau'', '''Batin Mangukhum''' melanjutkan berladang di ''Pulau Sebuku (suak)''. '''Batin Mangukhum pun''' memiliki anak yaitu '''Samik yang merupakan'''  seorang ibu dari orang tua ayahanda dari '''Drs. Sofyan Raden Kemala PS ''(Narasumber).'''''
 
<u>'''Catatan Kaki:'''</u>
Kisah dan Keterangan ini dibuat berdasarkan fakta dari Narasumber yang merupakan keturunan langsung '''Pangeran Singa Beranta'''. Pulau Sebuku kini ditanami Kelapa, Pisang, serta Cengkeh.
* Tak seperti pada masa penguasaan Hadji Djamaloedin, bukti kepemilikan Pulau Sebesi pada masa penguasaan M. Saleh Ali lebih banyak ditemukan pada dokumen resmi daripada pemberitaan di koran. Hal itu dapat ditemukan di sejumlah putusan Pengadilan Republik Indonesia hingga dokumen resmi Kementrian Agraria.<br />.
----Sumber Data :
* ''Keterangan dari Keluarga Besar Marga Balau Kp. Kedamaian''
* ''Keterangan dari Dalom Mangku Minggar''
* ''Keterangan dari Hi. Yusuf, Aminah, & Pangeran Raden Kemala, PS.''
* ''Buku Perang Lampung di Kalianda '''Staats Blad Gouverment “Zuid Sumatera”'''''
Drs. Sofyan Raden Kemala, PS.
 
(Narasumber)
* <br />.
== Hasil Bumi ==
 
=== Sebelum 1883 ===
Sebelum meletusnya Krakatau pada tahun 1883 masyarakat di Pulau Sebesi umumnya bertani karet, lada, dan kelapa. Bahkan riwayat mengenai kebun lada di Pulau Sebesi sudah berlangsung sejak Sultan Banten memberikan perintah pada PangeranPengikhan Cecobaian agar mewajibkan seluruh elemen masyarakat Sabrang (sebutan dari orang-orang Banten untuk penduduk Lampung saat itu) mulai dari pembesar, punggawa, maupun orang kecil, untuk menanam lada sebanyak 500 batang per kepala. Setelah berbuah hasilnya boleh dijual kepada siapa saja, baik kepada orang Jawa, Cina, Eropa, maupun ke Banten. Barang siapa yang diketahui tidak menanam 500 batang pohon lada maka Sultan akan menjatuhi hukuman pasung dan seluruh anggota keluarganya diseret ke Banten. Perintah Sultan kepada Pangeran Cecobaian ini dituangkan dalam sebuah piagam tembaga beraksara Jawa yang diundangkan pada tahun 1074 H (1653 M) .<ref name="bandakhmargarajabasa">Perbatasari, RG. 2012. : ''Bandakh Marga Raja Basa''. Pesisir Kalianda Lampung Selatan.</ref>.
 
=== Setelah Letusan Besar Krakatau ===
Pasca letusan besar Krakatau, Pulau Sebesi sempat lama ditinggalkan oleh masyarakat pesisir karena takut akan terulangnya letusan Krakatau. Pulau Sebesi baru kembali ditanami tanaman perkebunan setelah pulau ini dibeli oleh HajiHadji DjamaludinDjamaloedin dari Pangeran Minak Putra. Setelah resmi menjadi pemilik tunggal Pulau Sebesi dan Sebuku, HajiHadji DjamaludinDjamaloedin secara berangsur-angsur membawa puluhan pekerja dan ribuan bibit tanaman [https://wiki-indonesia.club/wiki/Kelapa [Kelapa]] untuk ditanam di kedua pulau tersebut. Hal ini dicatat oleh sejumlah ahli biologi yang berkunjung ke Pulau Sebesi untuk pertama kalinya pada tahun 1920 .<ref name="ianthornton">Thornton, Ian W. B. : "[http://www.amazon.com/Krakatau-Destruction-Reassembly-Island-Ecosystem/dp/0674505727 ''Krakatau : The Destruction and Reassembly of an Island Ecosystem''"], hal. 128. New York, Harvard College, 1996.| ISBN-13: 978-06745057280-674-50572-8</ref>.
 
{{Quotation|"''Sebesi has permanent streams, and thus has been inhabited and considerably disturbed by agricultural practices for many years. Much of the island’s lowland area was cleared and planted by Hadji Djamaludin and his workers in 1890, and in about 1900 cattle, goats, and horses were introducted.''" | Dammerman (1948) | <ref name="ianthornton"/>}}
 
{{Quotation|"''Coconut plantations were now extensive, and there were fruit trees and ladangs (rice fields in cleared forest).''" | Dammerman (1948) | <ref name="ianthornton"/>}}
Selain itu pendapat ahli botani dari Buitenzorg Museum (Museum Botani Bogor) yang pada tahun 1906 tergabung dalam sebuah ''Comissie'' untuk menyelidiki usia tanaman di Sebesi memperkuat pernyataan itu. Pernyataan itu terangkum dalam isi vonis Pengadilan Proatin Kalianda tahun 1906.<ref name="proatinkalianda">Proatin Kalianda, Putusan No. 25. Tertanggal 5 Juli 1906.</ref>.
 
Sejak era penanaman kelapa di Pulau Sebesi, tanaman yang diproduksi baik dalam bentuk kelapa butir maupun kopra ini menjadi komoditikomoditas utama dari Pulau Sebesi. Bahkan hasil kopra dari pulau ini turut menjadi penyumbang dana untuk perjuangan rakyat Kalianda, Lampung Selatan, sejak masa sebelum kemerdekaan hingga agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1949.
 
Kejayaan Kelapa Dalam (Cocos nucifera), baik dalam bentuk butiran maupun kopra, di Pulau Sebesi terus berlanjut sampai periode awal tahun 1990 dengan ditandai pendirian pabrik pengolahan minyak kelapa oleh keturunan dari Muhammad Saleh Ali. Namun era kejayaan Kelapa Dalam pada akhirnya terhenti ketika industri minyak sawit berkembang pesat sejak pertengahan tahun 1990an. Sawit yang jauh lebih unggul dari segi efektivitas dan efisiensi biaya pengolahan mampu mengungguli minyak Kelapa Dalam. Sejak saat itu minyak sawit menjadi primadona di seluruh dunia dan berimbas pada merosotnya harga Kelapa Dalam. Sejak saat itu masyarakat Pulau Sebesi mulai mencari komoditikomoditas lain yang dapat dijual dengan keuntungan yang tinggi.
 
Tanaman kakao mulai menjadi primadona berikutnya sejak tahun 2008. Hal ini juga didorong oleh program pemerintah yang menargetkan Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 pada tahun 2016 setelah Pantai Gading. Di era Kakao inilah perekonomian masyarakat Pulau Sebesi meningkat cukup pesat. Dalam 1 tahun rata-rata tiap luasan 1 Ha kebun kakao menghasilkan 1 - 1,5 Ton biji kering kakao. Sehingga hasil keseluruhan biji kering kakao dari Pulau Sebesi mencapai lebih dari 100 ton per bulan atau 1000 ton per tahun.
 
<br />
 
== Satwa ==
Letusan Krakatau tahun 1883 telah memusnahkan seluruh satwa yang ada di Pulau Sebesi .<ref name="dammerman">Dammerman, K. W., The Fauna of Krakatau, Verlaten Island, and Sebesy. Treubia, 3, 1922. pp. 61 112, 1 map.</ref>. Lalu untuk pertama kalinya Haji DjamaludinDjamaloedin membawa hewan-hewan ternak seperti kuda, kambing, dan sapi .<ref name="dammerman" />. Sedangkan penelitian terhadap satwa baru dilakukan pada tahun 1920 oleh 2 ilmuwan, Dr. W. van Leeuwen dan Dr. K. W. Dammerman dari Buitenzorg Musem / Museum Bogor .<ref name="ianthornton"/> <ref name="wmwheeler">Wheeler, William Morton, 1924. Ants of Krakatau and Other Islands In The Sunda Strait. Bussey Institution, Boston Mass. EXTRAIT, DE TREUBIA VOL. V, LIVR 1-3.</ref>.
 
Babi hutan merupakan satwa hama utama bagi warga Pulau Sebesi. Pada sekitar tahun 1930 Belanda membawa dan memelihara sejumlah babi hutan di pulau ini yang akhirnya berkembang biak secara liar. Oleh para pemburu dan tokoh masyarakat, jumlah babi hutan di pulau ini diperkirakan lebih dari separuh jumlah penduduk Pulau Sebesi. <br />
 
<br />
== Desa/Dusun ==
Pulau Sebesi terdiri dari 1 desa dan 4 dusun utama dan beberapa dusun kecil yang berada dibawah naungan dusun utama. Empat dusun utama tersebut adalah Dusun Bangunan, Dusun Inpres, Dusun Segenom, dan Dusun Regahan Lada .<ref name="fasilitaspendidikan" />.
 
Sebelum menjadi desa sendiri, Pulau Sebesi masih berada dalam naungan kampung Raja Basa. Saat itu kampung Raja Basa dipimpin oleh kepala marga Pesisir, Pangeran Warta Manggala II, anak dari Pangeran Minak Putra.
 
=== Desa Tejang ===
Pada tahun 1958, Muhammad Saleh Ali (anak dari Haji DjamaludinDjamaloedin) memisahkan Pulau Sebesi dari kampung Raja Basa dan membentuk desa sendiri dengan nama Tejang. Peristiwa ini diketahui dan disahkan oleh kepala Marga Pesisir, Pangeran Marzuki Manggala (anak dari Pangeran Warta Manggala II).
 
Nama Tejang berasal dari bahasa Lampung, ''Khejang/Tijang'' yang berarti Panjang. Sehingga Desa Tejang berarti Desa yang panjang. Sebutan Tejang biasanya mengacu pada wilayah yang mencakup 2 dari 4 dusun utama, yaitu Dusun Inpres dan Dusun Bangunan.
 
=== Dusun Regahan Lada ===
Salah satu area yang dijadikan tempat menanam lada oleh masyarakat pada masa penguasaan Pangeran Cecobaian saat mendapat perintah dari Sultan Banten untuk menanam 500 batang pohon lada per kepala terletak di Pulau Sebesi. Masyarakat pada masa itu menyebut nama kebun lada tersebut dengan sebutan ''Reghan'' (baca: ''Kheghan'') ''Lada'' atau yang dalam bahasa Lampung Pesisir berarti Tempat Pemberhentian Lada. Meski kini tak dapat dijumpai lagi pohon lada di tempat itu, namuntetapi tempat dimana dahulu terdapat perkebunan lada tersebut tetap menggunakan nama Regahan (Reghan) Lada sebagai nama Dusunnya.
 
Dusun Regahan Lada termasuk dusun utama yang menaungi beberapa dusun kecil seperti Dusun Syanas,Teluk Baru, Gubug Seng, Lawang Kori, dll.
 
=== Dusun Segenom ===
Ada dua teori mengenai asal usul nama dusun Segenom, yaitu :
# Berasal dari [[bahasa Belanda]] yaitu ''Den Eigendom'' yang kadang ditulis ''<nowiki>'s-Eigendom</nowiki>'' yang berarti Properti.
# Berasal dari campuran bahasa Lampung : ''sai'' (satu) dan Belanda : ''Eigendom'' (kepemilikan), yang berarti satu kepemilikan.
Kedua teori diatas tentu cocok bila dikaitkan dengan Pulau Sebesi yang sejak dahulu merupakan harta / properti milik satu orang.
 
Dusun Segenom menaungi sejumlah dusun kecil seperti Dusun Ujung, Cukuh Salai, dll.
 
<br />
 
== Masyarakat ==
Berdasarkan data sensus tahun 2011, Pulau Sebesi saat ini terdiri dari 771 kepala keluarga dengan jumlah penduduk mencapai 2911 jiwa. Jumlah itu terdiri dari 1636 laki-laki dan 1277 perempuan.
 
=== Sejarah ===
Sebelum meletusnya Krakatau, penduduk Pulau Sebesi hampir seluruhnya berasal dari pesisir. Di luar itu juga terdapat beberapa orang dari Banten yang ikut tinggal di Pulau Sebesi. Masyarakat saat itu rata-rata bekerja sebagai petani karet, lada, dan kelapa, serta pengolahan hasil kayu dari hutan. Meski tidak banyak, namuntetapi sebagian kecil warga bertani sarang burung walet.
 
Pasca beralihnya kepemilikan Pulau dari Pangeran Minak Putra kepada HajiHadji DjamaludinDjamaloedin, beberapa penduduk pesisir yang selamat datang ke pulau itu untuk bekerja sebagai buruh tanam kelapa. Namun gelombang masuknya penduduk ke Pulau Sebesi baru benar-benar dimulai tahun 1913. Saat itu beberapa rombongan dari Banten datang dan meminta izin untuk menanam kepada HajiHadji DjamaludinDjamaloedin. Penduduk Pulau Sebesi yang bersuku Banten saat ini hampir seluruhnya merupakan keturunan dari pendatang tahun 1913.
 
=== Demografi ===
Penduduk Pulau Sebesi terdiri dari suku Banten 60%, Lampung 30%, dan sisanya Jawa, Sunda, NTT, dll. Warga pulau ini seluruhnya menganut agama [[Islam]] dan terdapat 3 masjid dan 2 mushola. Sebagian besar penduduk beerja sebagai petani, meskipun sebagian ada pula yang bekerja sebagai awak kapal, berdagang, montir, guru, dan lain sebagainya.
 
Berdasarkan data tahun 2002, sebanyak 1659 dari penduduk usia sekolah sampai lanjut usia telah berpendidikan minimal sekolah dasar.  Persentase warga yang berpendidikan SD sebesar 78,7 % (1305 jiwa), Sekolah Menengah Pertama sebesar 15,8 % (262 jiwa), Sekolah Menengah Atas sebesar 5 % (83 jiwa), dan perguruan tinggi sebesar 0,5 % (9 jiwa).<ref name="fasilitaspendidikan">Wiryawan, Budi : "''[http://www.crc.uri.edu/download/Profil_Sumberdaya_Pulau_Sebesi.pdf Profil Sumber Daya Pulau Sebesi"]'', hal. 15. USAID, 2002.</ref> <ref name="rpwpsebesi">Wiryawan, Budi : "''[http://www.crc.uri.edu/download/RPWP_Pulau_Sebesi.pdf Rencana Pembangunan dan Pengelolaan Sumberdaya Pulau Sebesi"].'', hal. 19. USAID, 2002.</ref>
 
=== Perekonomian ===
Kehidupan masyarakat Sebesi saat ini dapat dikatakan cukup mengalami peningkatan karena :
# Pendapatan yang cukup tinggi dari hasil penjualan biji kering kakao.
# Infrastruktur jalan / jalur utama dalam kondisi baik yang dapat dilalui oleh mobil sehingga memudahkan pengangkutan hasil bumi menuju dermaga.
# Dukungan terhadap 2 hal diatas menyebabkan cukup tingginya daya beli masyarakat hingga dalam rata-rata tiap rumah mampu membeli 1 buah sepeda motor.
# Meningkatnya jumlah wisatawan yang datang melalui strategi marketing dan promosi online. Tiap minggunya minimal 100 wisatawan datang ke Sebesi.
# Keempat hal diatas menyebabkan munculnya bentuk-bentuk usaha pendukung seperti bengkel, warung bensin, warung makan, warung kelontong, penginapan (villa), jasa pemandu, jasa antar barang, penyewaan alat [[Snorkeling|selam permukaan (snorkeling)]], bertambahnya jumlah kapal motor, dan permintaan jumlah awak kapal meningkat.
Pada tahun 2011, rata-rata setiap keluarga mampu mendapat penghasilan rata-rata minimum Rp. 2.000.000,- per bulan.<ref name="kompas">[http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau Kompas.com Ekspedisi Cincin Api: Di Bawah Bayangan Krakatau] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131215095211/http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau |date=2013-12-15 }}. Tri Wahono. 2011-11-2. Kompas.com - Diakses pada 1 Januari 2013</ref>
<br />
 
== Politik & Pemerintahan ==
Baris 131 ⟶ 138:
Pulau Sebesi yang termasuk dalam wilayah administrasi Desa Tejang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Masyarakat setempat yang kebanyakan berdarah Banten biasa memanggil kepala desanya dengan sebutan ''Jaro'.'' Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa. Selain itu kepala desa dibantu oleh sejumlah Kepala Urusan (Kaur) di sejumlah bidang seperti Pemerintahan, Kependudukan, Pembangunan, dan lain-lain.
 
Dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa juga dibantu oleh Kepala Dusun yang membawahi masing-masing Dusun. Kepala Dusun dibantu oleh Ketua RT. Tidak ada RW ([[Rukun warga|Rukun Warga]]) di Desa Tejang.
 
== Infrastruktur ==
Baris 139 ⟶ 146:
{{quote|"''Bahkan saat ini di pulau Sebesi sedang dibangun dermaga yang bisa disandari kapal pesiar''" | Yansen Mulya; Kepala Dinas Parawisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Lampung Selatan (2013) | [http://lampung.tribunnews.com/2013/10/08/tahun-ini-bangun-posko-pariwisata-di-pulau-sebesi Tribun Lampung]}}
 
Untuk menuju Pulau Sebesi, dapat melalui pelabuhan Canti di Kecamatan Raja Basa, Lampung Selatan. Dari pelabuhan Canti disediakan moda transportasi berupa [[kapal motor]] terbuat dari kayu dengan tarif sebesar Rp. 20.000,- / orang untuk 1x penyeberangan. Waktu tempuh dari pelabuhan Canti ke Sebesi atau sebaliknya rata-rata sekitar 1,5 jam. Jadwal penyeberangan kapal motor dari Sebesi ke Canti dan umumnya hanya ada 1 kali waktu penyeberangan per hari :
Setiap hari pukul 07.00 pagi : Dari Sebesi ke Canti.
Setiap hari pukul 13.00 siang : Dari Canti ke Sebesi.
Calon penumpang yang ingin membawa sepeda motor dapat membawa naik sepeda motornya ke atas kapal dengan dikenakan tarif Rp. 15.000,- / sepeda motor.
 
Baris 147 ⟶ 154:
 
Di pulai ini terdapat beberapa sarana pendidikan yang mencakup 3 buah [[Taman Kanak-Kanak]], 1 [[Sekolah Dasar Negeri]], 1 [[Sekolah menengah pertama|Sekolah Menengah Pertama Swasta]] (SMP Swadhipa), dan 1 [[Sekolah Menengah Atas]] (SMA Kelautan Swadhipa). Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan warga, terdapat 1 buah Pusat Kesehatan Desa (Puskesdes) di Pulau Sebesi yang dikelola oleh 1 orang mantri.
 
<br />
 
== Pariwisata ==
Pengembangan pariwisata Pulau Sebesi sudah dimulai sejak tahun 1970an. Saat itu penduduk Desa Tejang mendirikan permukiman di wilayah pinggir pantai. Lalu Muhammad Saleh Ali memerintahkan agar warga mendirikan rumah baru di lokasi yang telah disiapkan. Dalam kurun waktu 10 tahun warga memindahkan rumahnya ke lokasi yang berjarak 100 meter dari bibir pantai utama Desa Tejang.
 
Pembangunan tahap berikutnya dilakukan pada tahun 1993, yaitu dengan membangun 2 buah penginapan bergaya rumah adat Lampung serta pusat perbelanjaan yang oleh masyarakat setempat sering disebut Pesanggrahan / Kantin. Setelah diperjuangkan selama 15 tahun, akhirnya pariwisata di Pulau Sebesi mengalami kemajuan yang cukup pesat. Meski visi pariwisata Pulau Sebesi yang pada awalnya mengarah ke segmen kelas atas tidak terwujud, namuntetapi dengan pangsa pasar segmen menengah / [[Wisata beransel|komunitas backpacker]] mampu memberi efek domino terhadap perekonomian masyarakat setempat.
 
Sejak tahun 1980-an, Pulau Sebesi menjadi tempat favorit bagi wisatawan yang memiliki hobi menembak. Tahun 2011, di pulau ini terindikasi terdapat lebih dari sekitar 1500 ekor babi hutan yang hidup di bagian puncak gunung.
 
<br />
 
== Harta Karun ==
Letusan besar Krakatau telah memusnahkan seluruh penduduk Sebesi beserta harta bendanya. Namun warga masih sering menemukan harta karun yang terkubur saat sedang menggali sumur atau membuat pondasi rumah. Beberapa harta karun yang berhasil ditemukan antara lain Siger emas, mangkokmangkuk, koin Belanda, keramik, dan piring berusia ratusan tahun.
 
{{quote|"''Hingga kini, warga Sebesi kerap menemukan peninggalan yang terkubur, seperti perhiasan, pecahan keramik, dan koin Belanda. Bahkan, beberapa warga juga menemukan kerangka manusia. Salah seorang warga, Hayun (39), mengatakan, peninggalan itu biasa ditemukan saat menggali sumur di kedalaman 6-8 meter.''" | [http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau Kompas.com]}}
Baris 168 ⟶ 171:
 
== Daftar Pustaka ==
* Perbatasari, RG. 2012. : ''Bandakh Marga Raja Basa''. Pesisir Kalianda Lampung Selatan.* Bataviaasch Nieuwsblad, 1932, ''Executorial Verkooping'', page 3.
* Uitreksee, uit het Register der Besluiten van den Resident der Lampongsche Districten, 1938.
* [http://www.crc.uri.edu/download/RPWP_Pulau_Sebesi.pdf‎pdf Surat Keputusan Kepala Desa Tejang Pulau Sebesi Nomor : 140/03/KD-TPS/16.01/XI/2002]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.
* Pernamasari, Rieke. 2006. "Adu Besi Di Pulau Sebesi", ''Teknokra : Pulau Inji Benyak,'' No. 208, hlm. 24 - 42. Juli - September. Lampung, Universitas Lampung.
* Reproductiebedrijf Topografische Dienst, Batavia. 1932. Poelau Sebesi / opgenomen door den Topografischen Dienst in 1908-1910. Schaal. 1:100.000.
.
 
== Pranala Luar ==
* [http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau Kompas : "''Ekspedisi Cincin Api : Dibawah Bayangan Krakatau''".] Diakses 15 Desember 2013.
* [http://lampung.tribunnews.com/2012/01/10/pemkab-dituntut-ganti-rugi-rp-64562-miliar Tribun Lampung : "''Pemkab Dituntut Ganti Rugi Rp. 64,562 Miliar''"]. Diakses 16 Desember 2013.
* [http://lampost.co/berita/warga-minta-status-hak-tanah-pulau-sebesi-diperjelas Lampung Post : "''Warga Minta Status Hak Tanah Pulau Sebesi Diperjelas''"]. Diakses 15 Maret 2014.
.
 
== Pranala Luarluar ==
* [http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau Kompas : "''Ekspedisi Cincin Api : Dibawah Bayangan Krakatau''".] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131215095211/http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau |date=2013-12-15 }} Diakses 15 Desember 2013.
* [http://lampung.tribunnews.com/2012/01/10/pemkab-dituntut-ganti-rugi-rp-64562-miliar Tribun Lampung : "''Pemkab Dituntut Ganti Rugi Rp. 64,562 Miliar''"]. Diakses 16 Desember 2013.
* [http://lampost.co/berita/warga-minta-status-hak-tanah-pulau-sebesi-diperjelas Lampung Post : "''Warga Minta Status Hak Tanah Pulau Sebesi Diperjelas''"]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. Diakses 15 Maret 2014.
{{Pulau di Lampung}}
[[Kategori:Pulau di Indonesia|Sebesi]]
[[Kategori:Kabupaten Lampung Selatan]]