'''Siti Munjiyah''' ([[Ejaan Van Ophuijsen]]: '''Siti Moendjijah'''; lahir di [[Kauman, Yogyakarta|Kampung Kauman]], [[Yogyakarta]] pada 1896 dan meninggal di [[Tasikmalaya]], [[Jawa Barat]] pada 1955) adalah tokoh Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah ke-16–20. Dia adalah anak keenam dari Haji Hasyim Ismail, sedangkan keluarganya dikenal dengan sebutan “Bani Hasyim Kauman”, yang menjadi pendukung gerakan [[Muhammadiyah]].
Munjiyah merupakan salah satu wanita generasi awal di [[Hindia Belanda]] yang mempunyai latar belakang pendidikan yang baik. Pendidikan yang diterimanya meliputi [[Madrasah diniyah|Madrasah Diniyah Ibtidaiyah]], [[SopoSapa TresnoTresna]], dan Al-Qismul Arqo. Pendidikan tersebut memunculkan suatu kesadaran kritis dalam dirinya bahwa adat dalam kehidupan masyarakat saat itu menghambat pola kemajuan wanita.
PerannyaPartisipasinya dalam skala nasional adalah menjadi peserta [[Kongres Perempuan Indonesia|Kongres Wanita Indonesia Pertama]] bersama dengan Siti Hayinah Mawardi, yang diadakandiselenggarakan di [[Ndalem Jayadipuran]] pada 22–25 Desember 1928. Dia mengemukakan pendapat tentang derajat wanita dalam acara penyampaian pidato. Pidato yang disampaikannya merupakan respon atasdari gerakan [[feminisme liberal]] yang berkembang saat itu. Dia mengelompokkan derajat dan kemuliaan kaum wanita menjadi tiga bagian, yaitu tinggi budinya, banyak ilmunya, dan baik kelakuannya. Tampilnya dalam forum tersebut membuka pandangan baru bagi para wanita untuk dapat berperan di dalam masyarakat dan menyingkirkan sekat-sekat tradisional.
== Latar belakang ==
Munjiyah dan para wanita-wanita itu mendapatkan pendidikan agama langsung melalui kursus-kursus dan pengajian yang diadakan oleh Dahlan di Madrasah Diniyah Ibtidaiyah. Mereka ditempa menjadi calon pemimpin melalui bimbingan dan asuhan yang diberikan oleh Dahlan. Kursus-kursus dan pengajian agama tersebut menjadi cikal bakal sekolah-sekolah Muhammadiyah di kemudian hari.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=82–83|ps=}}
=== SopoSapa TresnoTresna ===
[[Berkas:Hoofdbestuur SopoSapa Tresno Tahun 1919-1922Tresna.png|jmpl|250x250px|Hoofdbestuur SopoSapa TresnoTresna tahun 1919–19221915-1916. Kudung menjadi ciri khas dari para anggota gerakan Aisyiyah di kemudian hari.]]
Setahun setelah menyekolahkan para wanita di sekolah umum dan agama, Dahlan dan istrinya lantas mendirikan perkumpulan kaum wanita yang berawal dari kursus membaca [[Al-Qur'an]] dengan nama SopoSapa TresnoTresna.{{sfnp|Mulyati|2021||p=146|ps=}} Perkumpulan inilah yang kelak diubah namanya menjadi Aisyiyah pada 19 Mei 1917 dan menjadi organisasi otonom (ortom)<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Organisasi Otonom|url=http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-48-cam-organisasi-otonom.html|website=Pimpinan Pusat Muhammadiyah|archive-url=https://web.archive.org/web/20200401213531/http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-48-cam-organisasi-otonom.html|archive-date=2020-04-01|dead-url=yes|access-date=8 April 2020}}</ref> yang diberi hak mengatur organisasinya secara mandiri.{{sfnp|Nashir, dkk|2010||p=120|ps=}} SopoSapa TresnoTresna ([[bahasa Jawa]]) berarti "siapakah yang berkasih sayang". Saat itu, perkumpulan ini belum menjadi suatu organisasi, tetapi hanya gerakan pengajian saja.{{sfnp|Sudja|1989||p=39|ps=}}
Pengajian yang dilaksanakan di SopoSapa TresnoTresna terus berlangsung sampai namanya diubah menjadi Aisyiyah.{{sfnp|Nashir, dkk|2010||p=122|ps=}} Selain pengajian, program pertama perkumpulan tersebut adalah mengusahakan agar setiap wanita peserta pengajian memakai kudung dari kain sorban berwarna putih. Perkumpulan ini lantas mengembangkan Pengajian Wal-Ashri dan Muballighin{{efn|Muballighin merupakan embrio dari Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah (FIAD) yang menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 1980-an ({{harvnb|Mulkhan|2013|pp=8}}).}} yang diselenggarakan setiap hari Senin sore.{{sfnp|Mulkhan|2013||p=8|ps=}}
Melalui perkumpulan itulah kaum wanita di Kauman, termasuk Munjiyah, mendapatkan pendidikan berorganisasi dan aktif bergerak di bidang sosial-keagamaan.{{sfnp|Mulyati|2021||p=146|ps=}} Sembari menjalani pendidikan di Madrasah Diniyah, dia dan para wanita lain juga dididik menjadi pemimpin yang memiliki sikap terbuka.{{sfnp|Suratmin|1990||p=44|ps=}}
Pembentukan amal usaha yang dilakukan oleh Munjiyah dan para wanita lain di dalam SopoSapa TresnoTresna tidak tergantung kepada kelompok atau organisasi lain, termasuk Muhammadiyah sebagai organisasi induknya.{{sfnp|Mulyati|2021||p=146|ps=}} Salah satu kegiatan utama perkumpulan tersebut adalah membantu kerja [[Penolong Kesengsaraan Oemoem]] (PKO), serta mengasuh beberapa orang anak yatim atau anak-anak yang tidak mampu meneruskan sekolah. Hal inilah yang menjadi modal dasar bagi Aisyiyah, sehingga mampu memiliki dan mengelola berbagai jenis usaha layanan publik, terutama bidang kesehatan dan pendidikan.{{sfnp|Noer|1988||p=90|ps=}}
=== Al-Qismul Arqo (Madrasah Mualimat) ===
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Diniyah Ibtidaiyah dan mendapatkan pendidikan berorganisasi di SopoSapa TresnoTresna, Munjiyah menjalani pendidikan di Al-Qismul Arqo{{efn|Pada 1920, Ahmad Dahlan dan para dermawan yang berada di Kauman mendirikan sebuah asrama untuk menampung para murid di Al-Qismul Arqo yang terus bertambah. Gedung baru disiapkan di Kauman, tepatnya di depan rumah H. Syuja’. Setelah menempati gedung baru dan menggunakan sistem klasik, kelas Al-Qismul Arqo mulai diklasifikasi secara berjenjang dari kelas satu sampai kelas tiga. Jenjang kelas satu menampung murid sebanyak 20 orang, kelas dua sebanyak 10 orang, dan kelas tiga sebanyak 6 orang. Nama Al-Qismul Arqo lantas diganti dengan nama Pondok Muhammadiyah dan kurikulum umum, seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah Belanda, turut diberikan di sekolah ini ({{harvnb|Setyowati|Mu'arif|2014|pp=84–85}}). Pada perkembangan selanjutnya, sekolah tersebut berganti nama lagi sebanyak tiga kali, yaitu Hoogere Muhammadiyah School (Sekolah Tinggi Muhammadiyah), Kweekschool Islam, dan Kweekschool Muhammadiyah atau Kweekschool Istri ({{harvnb|Hamzah|1962|pp=69}}). Adapun murid-murid wanita dari Kweekschool Istri mulai dipisahkan dengan murid-murid laki-laki dari Kweekschool Muhammadiyah sejak tahun 1929. Pada 1932, pemerintah Belanda mengeluarkan ''Wilde Schoolen Ordonantie'' (Ordonansi Sekolah Liar 1932). Ordonansi tersebut mengatur keberadaan sekolah liar (sekolah yang diselenggarakan oleh kaum pribumi, yang gurunya tidak mau bekerja di sekolah milik pemerintah Belanda) dengan melarang pemakaian nama persamaan sekolah Belanda, termasuk Muhammadiyah dan Taman Siswa. Hal inilah yang membuat Kweekschool Muhammadiyah dan Kweekschool Istri akhirnya namanya diubah menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah dan Madrasah Mualimat Muhammadiyah ({{harvnb|Suminto|1985|pp=59}}).}} yang diselenggarakan di emperan rumah Ahmad Dahlan sejak tahun 1918. Salah satu faktor yang menyebabkan dirinya masuk ke dalam sekolah tersebut adalah kebutuhan ''muballighin'' (laki-laki penyiar agama Islam) dan ''muballighat'' (wanita penyiar agama Islam) untuk menyebarkan paham Muhammadiyah ke luar Kauman.{{sfnp|Mulyati|2021||p=147|ps=}} Mu’arif dan Setyowati menjelaskan bahwa Munjiyah termasuk salah satu wanita yang dipersiapkan sebagai juru dakwah Muhammadiyah, sehingga dia dimasukkan ke dalam kelas itu oleh Dahlan.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=83|ps=}}
Al-Qismul Arqo lebih banyak mendalami pendidikan agama Islam dan menjalankannya dengan sistem sekolah modern, sedangkan kegiatan pembelajarannya dilakukan dengan duduk di lantai dan menggunakan bekas kotak [[minyak tanah]] sebagai meja tulisnya.{{sfnp|Mulyati|2021||p=147|ps=}} Tokoh yang memelopori pendirian sekolah tingkat lanjut ini adalah [[Muhammad Sangidu]] (ayah Siti Umniyah).{{sfnp|Darban|2000||p=44|ps=}}
Pesan tersebut membuat Munjiyah memiliki pembawaan yang sederhana dan berpengalaman sebagai ''muballighat'' di Aisyiyah. Dia juga dikenal di kalangan organisasi-organisasi wanita lain sebagai dai wanita yang berpandangan inklusif serta toleran.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=92–92|ps=}}
== Amal usaha keagamaan ==
[[Berkas:Para Wanita Penggerak Aisyiyah Tahun 1928.png|jmpl|250x250px|Para wanita penggerak Aisyiyah tahun 1928.]]
Selain mempunyai ikatan keluarga yang cukup dekat dengan Siti Walidah, Munjiyah mempunyai kesamaan paham dengannya dan menjadi pendukung dari gerakan Aisyiyah.{{sfnp|Mulyati|2021||p=148|ps=}} Dukungan Munjiyah berupa sistem organisasi, amal usaha, dan etos amaliah mendorong Aisyiyah berproses secara intensif di lingkungan masyarakat, khususnya Kauman.{{sfnp|Febriansyah, dkk|2013||p=85–86|ps=}}
Djazman turut menambahkan bahwa anak dan cucu dari Haji Hasyim Ismail, termasuk Siti Munjiyah, memang banyak yang berkiprah di organisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah. Namun, kiprah tersebut bukan dikarenakan mereka keturunan dari Haji Hasyim Ismail, melainkan lebih disebabkan oleh kemampuan atau kapasitas yang dimilikinya. Anshoriy menegaskan bahwa para anggota Muhammadiyah maupun Aisyiyah memang tidak mengakui perannistimewa dari para ulama yangusecara genealogis turut terhubung dengan kedua organisasi itu, tetapi gerakan tersebut secara jelas meletakkan elit ahli syariat sama pentingnya dengan ulama. Semakin tinggi pengetahuan syariat seseorang, besar pula peluangnya untuk memangku jabatan strategis di dalam gerakan ini.
Tradisi Muhamadiyah yang memang tidak mengenal garis keturunan menjadi salah satu kelebihan tersendiri dari para anggota Muhammadiyah keturunan Haji Hasyim Ismail dalam ikut membesarkan perserikatan yang disahkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 22 Agustus 1914 tersebut. Harus diakui bahwa beberapa ortom yang telah berdiri di Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari keturunan Haji Hasyim Ismail. Salah satu ortom yang ada di Muhammadiyah adalah Siswo Proyo Wanito (SPW). Menurut Siti Chamamah Soeratno, SPW merupakan embrio atau cikal bakal dari Nasyiyatul Aisyiyah (NA). SPW adalah perkumpulan anak-anak wanita atau remaja putri di Kauman yang mulai dibangun sejak tahun 1919 dan berubah namanya menjadi NA pada 1931.
Siti Munjiyah bersama dengan anak pertama dari K.H. Sangidu (Siti Umniyah) tercatat sebagai salah satu tokoh yang berhasil memajukan ortom ini. NA kemudian dipimpin oleh Siti Umniyah selama sekitar <u>+</u> 10 tahun dan tampuk kepemimpinan beralih kepada Zoechrijah pada 1929.
Aisyiyah berhasil menjadi sebuah gerakan sosial wanita yang bergerak langsung secara riil di tingkat akar rumput ketika dipimpin oleh Siti Munjiyah. Aisyiyah cenderung memfungsikan kembali peran agama sebagai rujukan dalam bertindak. Tentu saja, peran dan fungsi agama ini ditujukan untuk kepentingan dan pemberdayaan kaum miskin dan anak-anak yatim. Organisasi wanita seperti Aisyiyah diperlukan masyarakat umum bagi penyelenggaraan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan kewanitaan. Hal ini dikarenakan organisasi Aisyiyah didirikan dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan secara umum dan wawasan kepada masyarakat luas, khususnya para wanita, agar mereka menjadi lebih cerdas.
Siti Munjiyah menekankan bahwa wanita harus memiliki peranan aktif menjadi agen dalam pembangunan mengingat kuantitas dari para wanita lebihubaik dibandingkan dengan kaum laki-laki ketika menjabat sebagai ketua umum. Selain itu, wanita juga berperan dalam membentuk karakter sebuah bangsa. Maju atau mundurnya karakter sebuah bangsa tergantung dari kondisi kaum wanitanya. Wanita memberikan pengaruh dalam meningkatkan kadar kesusilaan umat manusia karena dari kaum wanitalah manusia menerima pendidikan pertama, terutama dalam pembinaan mental dan moral – di tangan para wanita, seorang anak belajar berpikir dan berbicara. Kiranya, dapat disadari bahwa salah satu prasyarat bagi keberhasilan usahai ersebut adalah keteladanan dari seorang wanita.
=== Peserta Kongres Wanita Indonesia Pertama ===
[[Berkas:Ndalem Jayadipuran atau Ndalem Dipowinatan.jpg|jmpl|250x250px|Pendopo Ndalem Jayadipuran, tempat pelaksanaan Kongres Wanita Indonesia Pertama. Bangunan ini sekarang digunakan olehsebagai kantor Balai Pelestarian NilaiKebudayaan (BPK) Budayawilayah YogyakartaX.]]
[[Berkas:Conggres_aisiyah.jpg|jmpl|250x250px|Aisyiyah diwakili Siti Munjiyah dan Siti Hayinah Mawardi tergabung dalam Komite Kongres Wanita Indonesia Pertama tahun 1928.]]
Dalam kongres ini terdapat sejumlah pidato tentang nasionalisme dan kecaman terhadap poligami, tetapi mosi yang diterima oleh kongres agak terbatas. Hal inilah yang sempat menimbulkan pertentangan paham antara golongan nasionalis dan Kristen di satu pihak dengan golongan Islam di pihak yang lain, tetapi umumnya terdapat persamaan kemauan untuk memajukan kaum wanita Indonesia. Wacana kontroversial mengenai poligami lantas diatasi dengan mengirimkan mosi ke dewan agama dan meminta penjelasan tertulis kepadanya apabila terjadi penolakan.
Dalam pidato pembukaan Kongres Wanita Indonesia Pertama, R.A. Sukonto menjelaskan bahwa kongres itu semula berawal dari usulan perkumpulan wanita “kanan” dan “kiri” untuk mengajak bersatu. Dia baru bisa menyampaikannya dalam kongres tersebut karena mengalami beberapa kerepotan. Berdasarkan penilaiannya, kemampuanikaum wanita Indonesia masih kurang jika dibandingkan dengan kaum wanita di negara-negara lain, walaupun perkumpulan wanita di Indonesia sudah banyak. Hal inilah yang mendorongnya bersama dengan R.A. Sutartinah (Nyi Hajar Dewantara) dan Ny. Suyatin Kartowiyono mengadakan suatu kongres.
Pendirian komite kongres yang dicetuskan oleh R.A. Sukonto ini di sisi lain tidak mengherankan jika sebelumnya mendapatkan tantangan dan kritikan yang tajam dari berbagai pihak. Salah satu kritikan tersebut dilontarkan oleh kaum kolot yang masih merendahkan kaum wanita, antara lain:
* Kaum wanita Indonesia belum matang dan belum bisa berdamai satu sama lain.
Sukonto secara tegas mengingatkan kepada para peserta kongres bahwa seorang wanita yang ingin mencapai cita-citanya harus membantah semua celaan. Para wanita jangan sampai dianggap rendah, apalagi oleh orang-orang yang masih kolot pemikirannya. Maksud perkataannya itu tidak untuk melepaskan kaum wanita dari dapur, tetapi mereka juga harus turut memikirkan tindakan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Bagi dirinya, kongres yang berlangsung dirasa penting untuk mengumpulkan organisasi-organisasi wanita Indonesia guna berdamai dan memikirkan berbagai pokok permasalahan.
Pada acara penyampaian-pidato, Siti Munjiyah dan Siti Hayinah Mawardi tampil sebagai perwakilan dari Aisyiyah. Munjiyah memberikan pidato dengan judul “Derajat Perempuan”, sedangkan Mawardi menyampaikan tentang “Persatuan Manusia”. Aisyiyah sendiri secara terbuka mengemukakan bahwa menginginkan kongres tersebut untuk melakukan kerja sama dengan organisasi wanita lain. Soewondo menambahkan bahwa Aisyiyah juga mengharapkan pertemuan tersebut menjadi suatu wadah bagi para wanita untuk mengemukakan pendapat dan gagasan tentang perjuangan.
Munjiyah dalam pidatonya mengungkapkan bahwa derap langkah perjuangan dari bangsa Indonesia, khususnya kaum wanita, telah menggema di hati. Menurut dirinya, Kongres Wanita Indonesia Pertama sangat penting artinya karena mayoritas para utusan sudah meluangkan waktunya agar dapat hadir dalam kongres tanpa meninggalkan urusan pekerjaan maupun rumah. Mereka dapat menghadiri rapat tersebut untuk membahas beberapa keperluan kehidupan bersama. Kongres itu sudah memberikan keuntungan secara langsung karena menambah teman organisasi wanita dalam melakukan perjuangan. Namun, Munjiyah mengungkapkan bahwa persiapan dalam kongres itu masih memiliki kekurangan.
Berdasarkan dokumen yang diterbitkan oleh PP. Aisyiyah serta penelitian yang dilakukan oleh Blackburn, dapat diketahui bahwa Siti Munjiyah mengelompokkan derajat dan kemuliaan dari kaum wanita menjadi tiga bagian, yaitu budinya yang tinggi, ilmunya yang banyak, dan kelakuannya yang baik. Menurut pengamatan yang dilakukannya sendiri, waktu itu sudah banyak kaum wanita yang pintar. Namun, mereka tidak bisa memanfaatkannya karena kelakuan dan budinya dirasakan masih kurang. Hal tersebut memang harus dipertanyakan apakah sifat mereka sudah sesuai dengan kodratnya. Pendapat dan pandangan tersebut adalah lontaran pemikirannya yang dikemukakan atas sumbangan pemikiran organisasi Aisyiyah, yang harus direnungkan seperlunya oleh pemimpin-pemimpin organisasi wanita lain yang hadir dalam kongres itu.
Siti Munjiyah juga menyampaikan perbedaan antara wanita dan laki-laki berdasarkan hukum dari Islam. Dia menjelaskan bahwa para peserta kongres tidak harus memeluk agama Islam, semuanya diserahkan kepada pribadi masing-masing. Hukum dalam Islam memang membedakan antara wanita dan laki-laki. Namun, perbedaan tersebut tidak berarti bahwa kaum laki-laki lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan kaum-wanita. Laki-laki dan wanita Islam masing-masing-berhak maju secara bebas dengan batas-batas tertentu karena sejak lahir mereka telah mempunyai kodrat masing-masing yang berbeda-beda.
Siti Munjiyah tidak hanya piawai dalam berpidato, tetapi dia seorang ulama perempuan yang sangat inklusif dan toleran. Dia terbiasa diundang dalam perkumpulan-perkumpulan wanita lintas agama. Dalam menyampaikan pidato, Munjiyah hampir tidak pernah menyinggung ataupun menjelek-jelekkan agama lain. Karakter semacam ini memang amat jarang di Aisyiyah. Ketika Aisyiyah mendapat undangan dari organisasi wanita lain, maka Siti Munjiyah yang datang mewakili. Namanya memang cukup dikenal di kalangan organisasi wanita lain, seperti Wanito Taman Siswo, Wanito Utomo, Jong Java, dan sebagainya.
== Pidato ==
'''<small>DERADJAT PEREMPOEAN</small>'''
<small>(Pidato Njonja Siti Moendjijah, Anggauta Pengoeroes Besar Moehammadijah Bagian Aisjijah Djokjakarta, Pada Sidang Terboeka Congres Perempoean Indonesia di Mataram Tanggal ...................)</small>
<small>–––––––––––––––––</small>
<small>Salam dan bahagia moedah-moedahan tetap pada djoendjoengan kita K. Nabi Moehammad Saw, kepada njonja-njonja dan toean-toean, dan kepada sekalian pengikoet-pengikoetnja.</small>
<small>Lebih dahoeloe saja mengenalkan diri bahwa saja Siti Moendjijah, salah seorang anggauta pengoeroes besar Moehammadijah b.g. Aisjijah di Djokja. Besar harapan saja bahwa dengan perkenalan ini dapatlah agaknja menjadi langsoeng.</small>
<small>Kemoedian daripada itoe maka sekarang moelailah saja membitjarakan beban saja seperti jang soedah termaktoeb dalam agenda No.4, jalah atas opdrachtnja pengoeroes besar Aisjijah.</small>
<small>Njonja voozitster jang terhormat,</small>
<small>Banjak terimakasih saja oetjapkan dengan penoeh-penoeh atas kemoerahan njonja, bahwa njonja soedah mengidzinkan pidato saja ini, dan kepada jang hadir saja poen meminta banjak-banjak terima kasih atas perhatiannja mendengarkan.</small>
<small>Ini hari, kegembiraan hati saja tidak akan ternilai dengan apapoen djoea, sebab itoe tidak poetoes-poetoes saja bersjoekoer kehadirat Toehan Semesta Alam. Dengan adanja gerakan ini, maka moelai sadar dan bangoenlah bangsa kita perempoean Indonesia dari tidoernja jang njenjak; soeara jang berderoe-berderoe senantiasa berhampiran dengan telinga mereka, dan memang soedah waktoe kita kaum perempoean moelai madjoe selangkah kedoea seteroesnja, sebab matahari soedah terbit menjinari kita jang sangat selaloe. Mereka bangkit kalaoe-kalaoe ketinggalan oentoek mentjapai kemadjoeannja. Dengan ini maka timboel doeka tjitanja dengan ichtiar sehingga dapat mengadakan Congres ini hari.</small>
<small>Ini hari, adalah jang pertama kali dari Congresnja kaoem kita perempoean Indonesia, jang oleh mereka itoe soedah memberanikan diri meninggalkan soeaminja, anak, sanak saudara, roemah, pekerdjaan dan lain-lainja, hanja oentoek mengoendjoengi ini rapat besar jang menoedingkan beberapa keperloean-keperloean oentoek hidoep bersama. Boeat diri saja, adalah ini soeatoe hal jang tidak sedikit harganja, lebih-lebih dengan adanja ini Congres maka kenalan saja bertambah banjaklah djoemlahnja boeat pertama kali, Congres kita ini masih serba koetjiwa, karena dari persediaan-persediaan kita jang masih lebih djaoeh kurangnja itoe. Soedah sementara lama kami, dari kaoem Aisjijah senantiasa memfikir-fikirkan bilakah kita kaoem perempoean Indonesia dapat beramah-ramahan oentoek meroendingkan sesoeatoe masalah bagi keperloean kita bersama. Ini hari tjita-tjita itoe terkaboellah, dan oleh karenanja maka tidaklah habis-habis kami mensjoekoeri kepada Allah hoebaja-hoebaja akan gerakan ini dapatlah diperpandjang oesianja dengan banjak boeah oesahanja. Halangan penghambatan jang meroegikan terbebaslah, dan terloepoet dari segala ganggoean jang mendjeroemoeskan!</small>
<small>Penoeh kepertjajaan kami, bahwa njonja-njonja oetoesan dari berbagai-bagai perkoempoelan jang soedah mempoenjai organisatie baik, atau peratoeran roemah tangga molek nistjaja bersedia-sedia betapakah ichtiar kita, soepaja kita kaoem perempoean dapat dipertinggi deradjatnja tertimbang dengan sekarang ini, dan bahwasanja kita dapat menetapi segala sesoeatoe kewadjiban jang bertali dengan hak kita perempoean. Hal ini tentoelah njonja-njonja rasanja soedah lengkap sebab soedah berkemas diri moelai dari roemah masing-masing.</small>
<small>Pidato saja ini adalah soeatoe pertimbangan jang saja sadjikan kepada njonja-njonja, dengan sangat saja berharap moga-moga dalam pada mendengarkannja, djanganlah dipandang seperti pidato terasing jang didengarnja, melingkar pandanganlah atas njonja poenja pidato sendiri, begitoelah dengan sebaliknja. Ingat, pada galibnja kepada barangsiapa jang mempoenjai tjita-tjita jang tinggi dan moelia itoe mungkin tertjapai manakala ototnja, dengan singkat bersabar tawakal dan soeka bekerdja. Oentoek mentjapai ini maka bekalnja jalah:</small>
<small>Hendaklah kita mengekalkan baris persaoedaraan dengan kokoh. Sesoenggoehnja, demit sjaithan itoe mengetahoei bahwa kita dalam persaoedaraan itoe sangat rapatnja, maka boekan main ichtiar si sjaithan itoe akan memetjah persatoean, sebab itoe wadjib kita ingat djangan sampai terdjadi bertjerai-berai atas gangoeannja. Boeat menolak ini maka ichtiarnja:</small>
<small>a. Radjin mengoesahakan diri mentjari obat dengan tidak memilih-milih ilmoe pengetahoean, banjak tauladan, dan lebar pandangannja.</small>
<small>b. Bekerdja dengan sabar artinja tidak djemoe melakoekan sesoeatoe pekerdjaan itoe dengan tjerdik dan berhati-hati.</small>
<small>Semoea itoe hendaknjalah kita kerdjakan dengan soenggoeh-soenggoeh lagi bidjaksana. Sesoeatoe oesaha melakoekan pekerdjaan bila mengabaikan kesoenggoehan hati, bidjaksana dan soetji, maka djangan mengharap akan berhasilnja, lebih-lebih bila hanja dikerdjakan dengan sesoeka-soeka dan dipermoedah.</small>
<small>Gelagat doenia jang sekarang ini soedah kentara moelai “Doeka Tjita dan Bekerdja” boleh dikata seperti menanam padi jang dalam. Soenggoeh, beloemlah sampai pada wektoenja kita bersenang-senang, mendiamkan diri, enak-enak, dan merenoeng.</small>
<small>Saudara-saudara, toenggoelah sementara wektoe dengan kesabaran hati, apabila kita bersoengoeh-soenggoeh menjampaikan segala maksoed itu dengan tidak djemoenja, sebentar kita akan memetik boeah oesaha kita itoe.</small>
<small>Congres, njonja-njonja dan toean-toean jang terhormat,</small>
<small>Pada hematnja adalah tingkat “kemoeliaan” kederadjatan itoe terbagi djadi tiga bagian:</small>
# <small>Tinggi boedinja,</small>
# <small>Banjak ilmoenja, dan</small>
# <small>Baik kelakoeannja.</small>
<small>Konon sekiranja kita dengan sesama memeriksai boekoe-boekoe tambo Doenia, maka lantaslah dapat mengerti dengan sendiri sampai kemanakah deradjat kita perempoean ini. Sebagian besar dari bangsa-bangsa itoe berkepertjajaan bahwa bangsa kami itoe adalah hamba Toehan jang sangat daripada manoesia biasa, sehingga dipandangnja seperti hewan belaka. Dengan begitoe maka soedah selajaknja bahwa bangsa kami perempoean itu wadjib menoeroet dan setia barang apa jang diperintahkan oleh orang lelaki.</small>
<small>Pada zaman dahoeloe kala di Japan orang perempoean dilarang keras berbakti kepada Allah, melakoekan sesoeatu pekerdjaan jang soetjiipoen ditjegahnja, sehingga agamanja poen melarang tentang hal ini. Di negeri Tjina djoega seperti itoe, malah-malah boeat masoek ke tjandinja dilarang djoega.</small>
<small>Poen di Hindoestan tidak akan soeka ketinggalan, setali tiga oeang. Dalam agama Hindoe diterangkan bahwa orang perempoean bangsa kami itoe tidak sutji; mereka itoe dilarangnja dengan koeat-koeat tidak diperkenankan meremboek tentang seloek-beloeknja kitab soetji, dan apabila ia memegang salah satoe. Artinja jang mendjadi sesembahannja, maka dengan sekoetika itoe djoega diroesaknja itoe artja (berhala).</small>
<small>Di tanah Arab ada lebih sekali penghinaan dan perendahan ini, jalah sebeloem agama Islam lahir di doenia. Orang-orang perempoean bangsa kami, dipandangnja lebih rendah daripada hewan peliharaanja; anak-anaknja perempoean jang lahir dari kandoengan iboenja dengan hidoep-hidoepan sampai mati memboenoehnja. Sebab dipandangnja tidak berfaedah sekalipoen, dan membanjakkan beban makanannja. Orang perempoean memang tiada mempoenjai kekoeatan seperti orang laki-laki, padahal wektoe itoe dimoesimnja orang-orang Arab sangat gemar memboenoeh, merampas lain orang poenja hak, dan sangat kedjam hatinja.</small>
<small>Lima poeloeh tahoen sebeloem agama Islam adalah soeatoe pertanjaan jang sangat mengharukan, jaitoe: adakah orang perempoean itoe djuga berdjiwa ? Waktoe orang-orang Christen memboeat rapat di Maccon, salah seorang pendeta bernama Bischob bertanja: termasoek golongan manoesiakah orang-orang perempoean itoe ? Dengan pertanjaan jang kemoedian ini maka rioehlah orang membintjangkannja, jang kemoediannja sebagian besar dari anggota rapat itoe menetapkan bahwa: orang-orang perempoean itoe poen termasoek bangsa “manoesia” djoega.</small>
<small>Salah seorang jang mengakoe dirinja soetji di .......... telah berkata: perkakas sjaithan (the organ of the devil). Kaladjengking jang hendak menggigit, pintoe djalan masoeknja sjaithan, dan djalan akan terdjeroemoes kedosaan (the gate of the devil, and the raad of inquitj). Oelar kisi jang menaboer bisa, dan naga jang sangat menakoet-takoetkan. Pesawat dari sjaithan oentoek mengambil djiwa kita.</small>
<small>Oentoeng benar bahwa orang-orang jang bangsawan fikiran soedah bernasehat pada kita djalah: S.T. Bernard, S.T. Anthonij, S.T. Bonaventure, S.T. Jerome, S.T. Gregorij the great, dan S.T. Cijprian.</small>
<small>Adat-istiadat orang mempelaikan ada di tanah Europa, maka professor Holland bersabda demikian: bahwa faedahnja orang berlaki bini itoe jalah hendak mempersatoean dari antaranja orang lelaki dan perempoean, dan jang akan mengikat keroekoenan antara satoe sama lain dengan kokoh. Dalam pada perseroan ini maka adalah hak jang lebih besar atasnja ada pada fehak lelaki; si istri tidak berhak mendjoeal atau lain-lainnja atas harta benda, dan tidak berkoeasa memboeat sesoeatu wasijat, ataoe memboeat sesoeatoe perdjandjian (contract) atas tanggoengannja sendiri. Oendang-oendang hoekoem jang menentoekan bahwa fehak istri tidak berhak sesoeatoe apa itoe pada galibnja berlaku di negeri Inggris.</small>
<small>Toean Hepworth berkata demikian: peratoeran-peratoeran jang soedah lazim kita djalankan itoe, maka si istri adalah dalam pengoeasannja soeaminja. Oleh karena itoe walaoepoen orang perempoean jang masih moeda, soetji, tjantik dan jang kaja sekalipoen moengkin mendjadi genggamannja seorang soeami jang kedjam ................................................</small>
<small>Timboelnja keadaan-keadaan ini semoea asal moelanja dari pengadjarannja pemimpin-pemimpin bangsa Barat. Serentak kaoem perempoean terasa akan berat beban penghidoepannja lantaran dari tindasan, semena-mena, perendahan dan lain-lain sebagainja joega, tidak berhak atas barang hartanja mereka poenja waris, maka bangkitlah hatinja bergerak hendak menoentoet haknja “Deradjat Perempoean”.</small>
<small>Mereka kaoem perempoean itoe berpikir, bahwa jang menjebabkan haknja hina-hina itoe lantaran bodoh. Baiklah sekarang kami bergerak madjoe mentjari pengetahoean dengan bersekolah, dan bahwasanja perempoean itoe sama sama sadja dengan haknja kaoem lelaki.</small>
<small>Dengan keaadaan jang demikian itoe maka tertjapailah maksoednja menoentoet pengetahoean itoe, soenggoeh benar perempoean zaman sekarang banjak jang pandai-pandai lantaran dari beladjar di sekolah-sekolah. Hanja sajang sekali, bahwa mereka ini tidak dapat menggoenakan kepandaiannja itoe dengan sepertinja, maka kelebih-lebihan dari batasnja. Boleh djadi hal ini tersebab dari kepajahan hidoepnja, lantas dapat sendjata oentoek menjadi penawar.</small>
<small>Kemadjoean perempoean pada akhir-akhir ini soedah melebihi dari kodratnja, ta’kan tertemoe dengan sifat keperempoeannja, sebagian dari kemadjoean itoe maka mereka lantas bekerdja ada di: fabrik, mendjalankan spoor, motor terbang, dan lain-lain malah ada jang menjadi kampioen geloet, gontokan, hingga menjebrang laoetan akan mentjari tandingannja. Dengan begitoe maka soedah barang tentoe badannja kentara keras-keras dan ototnja poen melotot dengan sendirinja. Dalam pada ia mentjari tanding itoe maka maksoednja mentjari oeang semata.</small>
<small>Saoedara-saoedara,</small>
<small>Adakah keadaan jang demikian itoe soedah sesoeai dengan kemadjoean perempoean, teroetama bagi kaoem dan bangsa kami perempoean Indonesia jang sebenar-benarnja. Demikianlah pemandangan ini jang pertama kali dan jang kedoea kali datanglah sekarang sadja membitjarakan tentang pertjeraian.</small>
<small>Congres jang terhormat,</small>
<small>Soelit benar hendaknja meroendingkan tentang soal pertjeraian, apakah sebabnja hal ini sering kedjadian. Salah satoe sebabnja jakni: bahwa antara lelaki dengan isteri berpisah; satoe dengan lainnja beloem pernah lihat; pada waktoe dipelaikan dengan tidak oesah ditanja-tanja, lantas dipaksa sadja mereka itoe bergerak mentjari pergaoelan jang merdeka antara lelaki dengan perempoean dengan ichtiar apa sadja jang dapat menjampaikan maksoednja, karena pada fikirannja bahwa dengan “vrije omgang” ini maka masingnja, djoega tentang peri adat kelakoeannja nistjaja tiada tertoetoep-toetoep sehingga dengan ini, maka moengkin langsoengnja berhoeboengan bersoeami isteri dengan tidak akan tertemoe pertjeraian.</small>
<small>Dengan leloeasa menoeroeti hawa nafsunja sehingga mereka memboeat tempat permandian, dimana-pada tempat dimerdikakan orang lelaki dan perempoean berkoendjoeng doejoen-doejoen mandi djadi satoe dengan memakai pakaian jang sangat merdika poela jang oleh orang Barat dinamai Badcostoem. Dan bagaiamanakah pakaian hari-hari jang mereka itoe pakai ? O, soenggoeh sangat tjoekoep akan model-modelnja pakaian apa sadja ada. Sebentar-sebentar ganti dengan mode jang bertentangan atas keperempoeannja. Pakaiannja terboeka-boeka melipoeti aoeratnja, jang atas ditoeroenkan dan jang bawah ditarik mengatas, lengan badjoenja tidak poela mendjadi soal penoetoepan malah-malah dipotong sama sekali.</small>
<small>Inilah, bahwa bagi njonja-njonja teroetama pemimpin di Indonesia sajogijanja memperhatikan benar djangan sampai tjara jang demikian itoe mendjalar di tanah kita Indonesia.</small>
<small>Mereka bangsa Eropa berfikir bahwa dengan tjara jang demikian itoe maka moengkinlah akan tidak bertjerai dengan soeaminja.</small>
<small>Soerat chabar Natal Advertiser di Amerika jang terbit pada hari 16 boelan April 1926 ada memoeat statistik dari boeah penanja toean (Rt. Rev) L.W.T Manning, bischop (penghoeloe dari agama Christen) di New York menerangkan bahwa sekarang ini di United States (Amerika) tiap-tiap orang berlaki-isteri 7, ada satoe jang bertjerai. Di Tokjo tiap-tiap 5, satoe jang bertjerai. Di Texas tiap-tiap 3,9 djoega ada satoe. Di Oregon tiap-tiap 2,6 ada satoe jang bertjerai. Di kota Nevada dalam satoe tahoen ada orang 800 jang dipelaikan, dan seriboe jang bertjerai. Soerat chabar Dailj Express jang terbit pada hari 27 boelan Nopember 1926 memoeat statistik jang disiarkan oleh Departement of Commers (Kantor Besar Pengoeroes Perniagaan) menerangkan bahwa: di Amerika tiap-tiap 13 orang berlaki isteri ada 2 jang madjoe ke hadapan madjelis pengadilan oentoek minta tjerai.</small>
<small>Demikianlah kisah jang telah terdjadi dari golongan perempoean Barat.</small>
<small>Keadaan-keadaan jang begini roepa bagi kita kaoem perempoean dan teroetama pemimpin-pemimpin Indonesia adalah soeatoe koeadjiban jang berat, jang haroes diamat-amati beanar-benar, dan jang tidak boleh abaikan atas tanggoengan kita.</small>
<small>Gedang ertinja dan tidak dinilai harganja. Congres kita perempoean Indonesia ini, bahwa dengan dia nistjaja keadaan-keadaan jang sangat moengil bagi kita itoe dapatlah agak tertolak!</small>
<small>Moedah-moedahan Allah menolong kita tertjapailah toedjoean dan maksoednja Congres ini agar soepaja kelak hari bangsa kami, perempoean, moelia dan tinggi martabatnja. Amin.</small>
<small>Sesoenggoehnja bangsa kita ini soedah poenja sendiri adat-istiadat dan kelakoean (kesoesilaan Java) jang aloes, jang agaknja tidak akan kalah dengan kebarat-baratan dan lain-lainja bangsa. Akan tetapi lantaran terdorong dari pengaroeh peredaran doenia jang pada sangkanja molek, permai, berkilaoe-kilaoe dan sebagainja, istimewa poela menang maka tergelintjirlah keadaan bangsa kita Ja... barang siapa jang beroe ketempatan alah, maka tidak oeroeng serba apa sadja nistjaja djelek, hina-dina dan tidak menarik penglihatan.</small>
<small>Boekan maksoed kami bahwa semoea kemadjoean bangsa Eropa itoe tidak seharoes ditjontoh, itoe tidak: sebab diantaranja ada poela jang patoet kita tiroe. Kita wadjib memilih mana jang baik dan lajak kita tiroe, dan mana poela jang tidak pada kepatoetan semoea itoe dengan djalan jang dingin, tenang, dan berfikir. Kemadjoean bangsa Barat menoentoet ilmu pengetahoean, adalah satoe-satoenja kemadjoean jang tidak boleh kita bangsa Indonesia mentjotohnja dengan boelat-boelat. Pada soeatoe maksoet jang beloem tertjapai maka tidaklah ia soeka memberhentikan diri melainkan teroes-meneroes ditjarinja hingga dapat, dan sekiranja soedah terdapat, maka lantas didjalankan sebagaimana mestinja. Inilah ada sifat mempertinggi deradjat bangsa ! Bagi bangsa kita perempoean Indonesia tidak demikian halnja, ada pada keblaikannja itoelah jang njata, dan hanja hal-hal jang koerang berharga itoelah ditiroenja, seperti apa jang soedah kami oeraikan di atas tadi.</small>
<small>Besar pengharapan kami moga-moga mendjadi toentoenan bagi bangsa kita akan kemadjoean mentjari ilmoe pengetahoean baik dimana sadja tidak takoet djerih-lelah, berani menempoeh sesoeatoe maksoed jang moelia walaoepoen hingga pada djangka oesianja, bekerja mentjari hasil (berniaga) dengan koeat-koeat tidak takoet roegi. Inilah jang haroes kita perhatikan, soepaja dengan kekoeatan hati tegoeh itoe maka tjatatlah agaknja bangsa kita mendjadi bangsa jang tidak rendah, dan tidak poela mendjadi miskin.</small>
<small>Beloem kita dengar, bahwa bangsa kita jang soedah banjak djadi professor; paling tinggi pada abad ini hanja Mr. Dr. Ir. dan bangsa kita itoe kalaoe berdagang koeatir meroegi. Bilakah kita dapat mendjadi moelia, sekiranja perasaan jang demikian itoe masih terletak dalam sanoebari bangsa kita, ini oentoek kaoem lelaki.</small>
<small>Congres, njonja-njonja, dan toean-toean jang terhormat,</small>
<small>Sekarang sampailah pada pembitjaraan tentang pemandangan dalam lingkoengan Islam. Dalam pada pembitjaraan ini tidak sadja paksa-paksa soepaja saoedara-saoedara masoek ke agama Islam, bahwa sesoenggoehnja hal ini adalah terserah atas hadjatnja masing-masing.</small>
<small>Hoekoem Islam diterangkan bahwa “perempoean dan lelaki” itoe bedalah. Perbedaan ini boekan dari fehak lelaki lebih tinggi deradjatnja, dan fehak perempoean itoe lebih rendah, tidak.</small>
<small>Perempoean dan lelaki Islam itoe masing-masing berhak berkemadjoean dan berkesempoernaan, dan bahwasanja jang dikata kemadjoean dan kesempoernaan itu jalah menoeroet hak batas-batasnja sendiri-sendiri.</small>
== Lihat pula ==
'''Jurnal'''
* {{Cite journal|last=Mulyati|first=|year=Juni 2021|title=Amal Usaha Siti Munjiyah dalam Organisasi Aisyiyah di Yogyakarta Tahun 1914–1955|url=https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/163|journal=Walasuji|volume=12|issue=1|pages=|doi=|issn=2502-2229|ref={{sfnref|Mulyati|2021}}|access-date=2021-09-13|archive-date=2021-10-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20211019204543/https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/163|dead-url=yes}}
* {{Cite journal|last=Nura'ini|first=Dyah Siti|year=Desember 2013|title=Corak Pemikiran dan Gerakan Aktivis Perempuan (Melacak Pandangan Keagamaan Aisyiyah Periode 1917–1945)|url=https://journals.ums.ac.id/index.php/profetika/article/view/2012|journal=Profetika|volume=14|issue=2|pages=|doi=|issn=2541-4534|ref={{sfnref|Nura'ini|2013}}}}
* {{Cite journal|last=Rohman|first=Fandy Aprianto|year=Agustus 2019|title=K.H. Sangidu, Penghulu Penemu Nama Muhammadiyah|url=https://patrawidya.kemdikbud.go.id/index.php/patrawidya/article/view/155|journal=Patra Widya|volume=20|issue=2|pages=|doi=|issn=2598-4209|ref={{sfnref|Rohman|2019}}|access-date=2020-04-06|archive-date=2021-01-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20210113125838/https://patrawidya.kemdikbud.go.id/index.php/patrawidya/article/view/155|dead-url=yes}}
* {{Cite journal|last=Seniwati|first=|last2=Lestari|first2=Tuti Dwi|year=Desember 2019|title=Sikap Hidup Wanita Muslim Kauman: Kajian Peranan Aisyiyah dalam Kebangkitan Wanita di Yogyakarta Tahun 1914–1928|url=https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/11|journal=Walasuji|volume=10|issue=2|pages=|doi=|issn=2502-2229|ref={{sfnref|Seniwati|Lestari|2019}}|access-date=2020-04-06|archive-date=2020-12-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20201216190043/https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/11|dead-url=yes}}
{{refend}}
== Pranala luar ==
{{commons category|Siti Munjiyah}}
* [https://krjogja.com/web/news/read/86697/Angkat_Kembali_Spirit_Kongres_Perempuan_Pertama Angkat Kembali Spirit Kongres Perempuan Pertama] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20181223125831/http://www.krjogja.com/web/news/read/86697/Angkat_Kembali_Spirit_Kongres_Perempuan_Pertama |date=2018-12-23 }}
{{start box}}
|