Siti Munjiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Inertia6084 (bicara | kontrib)
k (GR) File renamed: File:Hoofdbestuur Sopo Tresno Tahun 1919-1922.pngFile:Hoofdbestuur Sapa Tresna.png Criterion 3 (obvious error) · telah ditemukan data terbaru jika foto ini dibuat sekitar tahun 1915-1916
 
(7 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 55:
'''Siti Munjiyah''' ([[Ejaan Van Ophuijsen]]: '''Siti Moendjijah'''; lahir di [[Kauman, Yogyakarta|Kampung Kauman]], [[Yogyakarta]] pada 1896 dan meninggal di [[Tasikmalaya]], [[Jawa Barat]] pada 1955) adalah tokoh Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah ke-16–20. Dia adalah anak keenam dari Haji Hasyim Ismail, sedangkan keluarganya dikenal dengan sebutan “Bani Hasyim Kauman”, yang menjadi pendukung gerakan [[Muhammadiyah]].
 
Munjiyah merupakan salah satu wanita generasi awal di [[Hindia Belanda]] yang mempunyai latar belakang pendidikan yang baik. Pendidikan yang diterimanya meliputi [[Madrasah diniyah|Madrasah Diniyah Ibtidaiyah]], [[SopoSapa TresnoTresna]], dan Al-Qismul Arqo. Pendidikan tersebut memunculkan suatu kesadaran kritis dalam dirinya bahwa adat dalam kehidupan masyarakat saat itu menghambat pola kemajuan wanita.
 
Partisipasinya dalam skala nasional adalah menjadi peserta [[Kongres Perempuan Indonesia|Kongres Wanita Indonesia Pertama]] bersama dengan Siti Hayinah Mawardi, yang diselenggarakan di [[Ndalem Jayadipuran]] pada 22–25 Desember 1928. Dia mengemukakan pendapat tentang derajat wanita dalam acara penyampaian pidato. Pidato yang disampaikannya merupakan respon dari gerakan [[feminisme liberal]] yang berkembang saat itu. Dia mengelompokkan derajat dan kemuliaan kaum wanita menjadi tiga bagian, yaitu tinggi budinya, banyak ilmunya, dan baik kelakuannya. Tampilnya dalam forum tersebut membuka pandangan baru bagi para wanita untuk dapat berperan di dalam masyarakat dan menyingkirkan sekat-sekat tradisional.
Baris 94:
Munjiyah dan para wanita-wanita itu mendapatkan pendidikan agama langsung melalui kursus-kursus dan pengajian yang diadakan oleh Dahlan di Madrasah Diniyah Ibtidaiyah. Mereka ditempa menjadi calon pemimpin melalui bimbingan dan asuhan yang diberikan oleh Dahlan. Kursus-kursus dan pengajian agama tersebut menjadi cikal bakal sekolah-sekolah Muhammadiyah di kemudian hari.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=82–83|ps=}}
 
=== SopoSapa TresnoTresna ===
[[Berkas:Hoofdbestuur SopoSapa Tresno Tahun 1919-1922Tresna.png|jmpl|250x250px|Hoofdbestuur SopoSapa TresnoTresna tahun 1919–19221915-1916. Kudung menjadi ciri khas dari para anggota gerakan Aisyiyah di kemudian hari.]]
 
Setahun setelah menyekolahkan para wanita di sekolah umum dan agama, Dahlan dan istrinya lantas mendirikan perkumpulan kaum wanita yang berawal dari kursus membaca [[Al-Qur'an]] dengan nama SopoSapa TresnoTresna.{{sfnp|Mulyati|2021||p=146|ps=}} Perkumpulan inilah yang kelak diubah namanya menjadi Aisyiyah pada 19 Mei 1917 dan menjadi organisasi otonom (ortom)<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Organisasi Otonom|url=http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-48-cam-organisasi-otonom.html|website=Pimpinan Pusat Muhammadiyah|archive-url=https://web.archive.org/web/20200401213531/http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-48-cam-organisasi-otonom.html|archive-date=2020-04-01|dead-url=yes|access-date=8 April 2020}}</ref> yang diberi hak mengatur organisasinya secara mandiri.{{sfnp|Nashir, dkk|2010||p=120|ps=}} SopoSapa TresnoTresna ([[bahasa Jawa]]) berarti "siapakah yang berkasih sayang". Saat itu, perkumpulan ini belum menjadi suatu organisasi, tetapi hanya gerakan pengajian saja.{{sfnp|Sudja|1989||p=39|ps=}}
 
Pengajian yang dilaksanakan di SopoSapa TresnoTresna terus berlangsung sampai namanya diubah menjadi Aisyiyah.{{sfnp|Nashir, dkk|2010||p=122|ps=}} Selain pengajian, program pertama perkumpulan tersebut adalah mengusahakan agar setiap wanita peserta pengajian memakai kudung dari kain sorban berwarna putih. Perkumpulan ini lantas mengembangkan Pengajian Wal-Ashri dan Muballighin{{efn|Muballighin merupakan embrio dari Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah (FIAD) yang menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 1980-an ({{harvnb|Mulkhan|2013|pp=8}}).}} yang diselenggarakan setiap hari Senin sore.{{sfnp|Mulkhan|2013||p=8|ps=}}
 
Melalui perkumpulan itulah kaum wanita di Kauman, termasuk Munjiyah, mendapatkan pendidikan berorganisasi dan aktif bergerak di bidang sosial-keagamaan.{{sfnp|Mulyati|2021||p=146|ps=}} Sembari menjalani pendidikan di Madrasah Diniyah, dia dan para wanita lain juga dididik menjadi pemimpin yang memiliki sikap terbuka.{{sfnp|Suratmin|1990||p=44|ps=}}
 
Pembentukan amal usaha yang dilakukan oleh Munjiyah dan para wanita lain di dalam SopoSapa TresnoTresna tidak tergantung kepada kelompok atau organisasi lain, termasuk Muhammadiyah sebagai organisasi induknya.{{sfnp|Mulyati|2021||p=146|ps=}} Salah satu kegiatan utama perkumpulan tersebut adalah membantu kerja [[Penolong Kesengsaraan Oemoem]] (PKO), serta mengasuh beberapa orang anak yatim atau anak-anak yang tidak mampu meneruskan sekolah. Hal inilah yang menjadi modal dasar bagi Aisyiyah, sehingga mampu memiliki dan mengelola berbagai jenis usaha layanan publik, terutama bidang kesehatan dan pendidikan.{{sfnp|Noer|1988||p=90|ps=}}
 
=== Al-Qismul Arqo (Madrasah Mualimat) ===
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Diniyah Ibtidaiyah dan mendapatkan pendidikan berorganisasi di SopoSapa TresnoTresna, Munjiyah menjalani pendidikan di Al-Qismul Arqo{{efn|Pada 1920, Ahmad Dahlan dan para dermawan yang berada di Kauman mendirikan sebuah asrama untuk menampung para murid di Al-Qismul Arqo yang terus bertambah. Gedung baru disiapkan di Kauman, tepatnya di depan rumah H. Syuja’. Setelah menempati gedung baru dan menggunakan sistem klasik, kelas Al-Qismul Arqo mulai diklasifikasi secara berjenjang dari kelas satu sampai kelas tiga. Jenjang kelas satu menampung murid sebanyak 20 orang, kelas dua sebanyak 10 orang, dan kelas tiga sebanyak 6 orang. Nama Al-Qismul Arqo lantas diganti dengan nama Pondok Muhammadiyah dan kurikulum umum, seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah Belanda, turut diberikan di sekolah ini ({{harvnb|Setyowati|Mu'arif|2014|pp=84–85}}). Pada perkembangan selanjutnya, sekolah tersebut berganti nama lagi sebanyak tiga kali, yaitu Hoogere Muhammadiyah School (Sekolah Tinggi Muhammadiyah), Kweekschool Islam, dan Kweekschool Muhammadiyah atau Kweekschool Istri ({{harvnb|Hamzah|1962|pp=69}}). Adapun murid-murid wanita dari Kweekschool Istri mulai dipisahkan dengan murid-murid laki-laki dari Kweekschool Muhammadiyah sejak tahun 1929. Pada 1932, pemerintah Belanda mengeluarkan ''Wilde Schoolen Ordonantie'' (Ordonansi Sekolah Liar 1932). Ordonansi tersebut mengatur keberadaan sekolah liar (sekolah yang diselenggarakan oleh kaum pribumi, yang gurunya tidak mau bekerja di sekolah milik pemerintah Belanda) dengan melarang pemakaian nama persamaan sekolah Belanda, termasuk Muhammadiyah dan Taman Siswa. Hal inilah yang membuat Kweekschool Muhammadiyah dan Kweekschool Istri akhirnya namanya diubah menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah dan Madrasah Mualimat Muhammadiyah ({{harvnb|Suminto|1985|pp=59}}).}} yang diselenggarakan di emperan rumah Ahmad Dahlan sejak tahun 1918. Salah satu faktor yang menyebabkan dirinya masuk ke dalam sekolah tersebut adalah kebutuhan ''muballighin'' (laki-laki penyiar agama Islam) dan ''muballighat'' (wanita penyiar agama Islam) untuk menyebarkan paham Muhammadiyah ke luar Kauman.{{sfnp|Mulyati|2021||p=147|ps=}} Mu’arif dan Setyowati menjelaskan bahwa Munjiyah termasuk salah satu wanita yang dipersiapkan sebagai juru dakwah Muhammadiyah, sehingga dia dimasukkan ke dalam kelas itu oleh Dahlan.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=83|ps=}}
 
Al-Qismul Arqo lebih banyak mendalami pendidikan agama Islam dan menjalankannya dengan sistem sekolah modern, sedangkan kegiatan pembelajarannya dilakukan dengan duduk di lantai dan menggunakan bekas kotak [[minyak tanah]] sebagai meja tulisnya.{{sfnp|Mulyati|2021||p=147|ps=}} Tokoh yang memelopori pendirian sekolah tingkat lanjut ini adalah [[Muhammad Sangidu]] (ayah Siti Umniyah).{{sfnp|Darban|2000||p=44|ps=}}
Baris 144:
 
=== Peserta Kongres Wanita Indonesia Pertama ===
[[Berkas:Ndalem Jayadipuran atau Ndalem Dipowinatan.jpg|jmpl|250x250px|Pendopo Ndalem Jayadipuran, tempat pelaksanaan Kongres Wanita Indonesia Pertama. Bangunan ini sekarang digunakan olehsebagai kantor Balai Pelestarian NilaiKebudayaan (BPK) Budayawilayah YogyakartaX.]]
[[Berkas:Conggres_aisiyah.jpg|jmpl|250x250px|Aisyiyah diwakili Siti Munjiyah dan Siti Hayinah Mawardi tergabung dalam Komite Kongres Wanita Indonesia Pertama tahun 1928.]]