Suku Asmat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Utyuqi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Newcomer task: copyedit
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(40 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{infobox ethnic group
{{rapikan}}
|group=Suku Asmat
{{refimprove}}
|image= Orang Asmat.jpg
[[Berkas:Orang|caption= Asmat.jpg|jmpl|Seorang dari suku Asmat tengah membuat ukiran kayu]]
|population = -+ 70.000
|regions = '''{{flag|Indonesia}}'''<br>[[Papua Selatan]]
|tablehdr =
|region1 =
|pop1 =
|region2 =
|pop2 =
|region3 =
|pop3 =
|languages =
|langs= [[Bahasa Asmat]], [[Bahasa Indonesia]]
|rels= {{•}}70% [[Kristen Katolik]]<br>{{•}}30% [[Kristen Protestan]] dan [[Islam]]<ref name="Widharyanto 2013">{{cite web | first=B.|last=Widharyarto|title= Kondisi Papua Terkini: Berangkat dari Kasus Asmat | url=https://repository.usd.ac.id/9747/1/400_Kondisi%2BPapua%2BTerkini.pdf | access-date=2023-10-22}}</ref>
|related=
}}
 
'''Suku Asmat''' adalah sebuah suku di [[Papua Selatan]]. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal [[dialek]], cara hidup, [[struktur sosial]] dan [[ritual]]. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu suku Bisman yang berada di antara Sungai Sinesty, dan suku Simai di Sungai Nin.<ref name="SUKU">{{cite web|url=https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/24/100318079/suku-asmat-suku-asli-papua|title=Suku Asmat Suku Asli Papua|website=www.kompas.com|accessdate=9 Juli 2023}}</ref>
 
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di Papua Selatan, Indonesia. Suku Asmat dikenal dengan hasil [[Ukiran Asmat|ukiran kayu tradisional]] yang sangat khas. Beberapa ornamen/motif yang sering kali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut ''mbis''. Namun tak berhenti sampai disitu, sering kali juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau ''wuramon'', yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
[[Berkas:Orang Asmat.jpg|jmpl|Seorang dari suku Asmat tengah membuat ukiran kayu]]
 
[[Berkas:Canoe Warriers in West Papua.jpg|jmpl|[[Perahu Asmat|Perahu Lesung]], alat transportasi suku Asmat.]]
 
== Etimologi ==
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di Papua Selatan, Indonesia.''Asmat'' adalah sebuah nama yang diduga berasal dari ungkapan ''As Akat'', kata dalam [[Bahasa Asmat]] berarti “orang yang tepat”. Yang lain mengatakan bahwa nama tersebut berasal dari ''Osamat'', sebuah kata yang berarti "manusia dari pohon".<ref name="Indonesia Indonesia 2023 z608">{{cite web | last=Indonesia | first=Wahana Visi | last2=Indonesia | first2=Wahana Visi | title=Mengenal Suku Asmat Papua dan Permasalahan yang Dihadapinya | website=Mengenal Suku Asmat Papua dan Permasalahan yang Dihadapinya | date=2023-04-28 | url=https://wahanavisi.org/id/media-materi/cerita/detail/mengenal-suku-asmat-papua-dan-permasalahan-yang-dihadapinya | access-date=2023-10-22}}</ref>
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di Papua Selatan, Indonesia. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen/motif yang sering kali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut ''mbis''. Namun tak berhenti sampai disitu, sering kali juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau ''wuramon'', yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
 
== Kondisi Alam ==
Wilayah yang ditempati Suku Asmat adalah dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai. Wilayah yang ditinggali Suku Asmat ini telah menjadi Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Asmat dengan 7 [[Kecamatan]] atau [[Distrik]]. Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3000-4000 mm/tahun. Setiap hari juga pasang surut laut masuk kewilayah ini, sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur. Jalan hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk di atas tanah yang lembek. Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa lewat jalan ini. Orang yang berjalan harus berhati-hati agar tidak terpeleset, terutama saat hujan.
 
== Pertentangan ==
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan hilang resmi dari ingatan.
 
== Persebaran ==
[[Berkas:Canoe Warriers in West Papua.jpg|jmpl|[[Perahu Asmat|Perahu Lesung]], alat transportasi suku Asmat.]]
Suku Asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai Laut Arafuru dan Pegunungan Jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai maskawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal Suku Asmat yang membetuk [[Rawa|rawa-rawa]] sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.
 
Suku Asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai [[Laut Arafura|Laut Arafuru]] dan [[Pegunungan Jayawijaya]], dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai [[maskawin]]. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal Sukusuku Asmat yang membetuk [[Rawa|rawa-rawa]] sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat [[kapak]], [[palu]], dan sebagainya.
== Kampung Asmat ==
 
Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di [[Indonesia]]. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
== Rumah Adat ==
Rumah Tradisionaltradisional Sukusuku Asmat adalah ''[[rumah Jew|Jeu]]'' dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih dijumpai Rumahrumah Tradisionaltradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat Pedalamanpedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah tinggal di atas pohon.
 
SekarangSaat biasanyaini, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punyamemiliki satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di [[Indonesia]]. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
== Ciri Fisik ==
Penduduk Asmat pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas, berkulit hitam dan berambut keriting. Tubuhnya cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan orang Asmat wanita sekitar 162&nbsp;cm dan tinggi badan laki-laki mencapai 172&nbsp;cm.
 
== Mata Pencaharian ==
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. Suku Asmat Darat, Suku[[suku Citak|suku dan SukuCitak]]-[[suku Awyu|Mitak]] mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan seperti, ular, [[kasuari]], burung, babi hutan, dll. merekaMereka juga selalu meramuh meramu/ menokok sagu sebagai makanmakanan pokok. danAdapun nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. kehidupanKehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.
 
Sehari-hari orang Asmat bekerja dilingkungandi lingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun berkebun, yang tentunya masihdengan menggunakan metode yang cukup tradisional dan masih sederhana. Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi mereka adalah [[ulat sagu]]. Namun kehidupan sehari-harinyasehari mereka hanya memanggang ikan atau daging binatang hasil buruan.
 
Dalam kehidupan Sukusuku Asmat, “batu” yang biasa kita lihat dijalanandi jalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai maskawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal Sukusuku Asmat yang membetukmembentuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.
 
=== Makanan Pokok ===
Makanan Pokokpokok orang Asmat adalah sagu,hampir. Hampir setiap hari mereka makan sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar dalam bara api. Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup dibatangdi batang pohon sagu, biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah, ditaburi [[sagu]], dan dibakar dalam bara api. Selain itu, sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap.
Namun yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih. Air tanah sulit didapat karena wilayah mereka merupakan tanah berawa.Terpaksa Mereka terpaksa harus menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
 
== =Sumber Alam dan Potensi Alam lainnya===
== Pola Hidup ==
Selain ikan, cucut, kepiting, udang, teripang, ikan penyu, cumi-cumi, dan hewan lainnya yang melimpah ruah. Daerah Asmat juga memiliki sumber daya alam yang amat luar biasa, nseperti: [[rotan]], kayu, gahar, kemiri, kulit masohi, kulit lawang, damar, dan [[kemenyan]].
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli Suku Asmat,mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka
 
== Cara Merias Diri ==
[[Berkas:Asmat Tribesman (48277997957).jpg|jmpl|Busana suku Asmat]]
Suku Asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan. sedangkan warna hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunakan untuk mewarnai tubuh.
 
Suku Asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. merekaMereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untukUntuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan. sedangkanSedangkan warna hitam mereka hasilkanberasal dari arang kayu yang dihaluskan. cara menggunakanCara punmenggunakannya cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunakan untuk mewarnai tubuh.
== Adat istiadat suku asmat ==
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain agam nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti [[Protestanisme|Protestan]], [[Katolik]] dan [[Islam]].
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat pun, melalui berbagai proses, yaitu:
* Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
* Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
* Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
* Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
 
== UnikAdat Istiadat ==
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
 
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Sukusuku Asmat pun, melalui berbagai proses, yaitu:
== Rumah Adat ==
* Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengansecara selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah ''Jeu'' dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat Pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah tinggal di atas pohon.
* Kelahiran, taktidak lama setelah si jabang bayi lahir, dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilusembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
* Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan, dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan masmaskawinnya kawinnyaberupa piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyataapabila ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
* Kematian, bilaapabila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk [[mumi]] dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bilasedangkan masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
 
=== Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat ===
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung), seperti kata Asmat di atas, menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyitersembunyi suatu realita derita para Ibuibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
 
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku tersebutkeluarga. Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya, mulai dari mencari ikan, udang, kepiting, dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua, menebang pohon sagu, menokok, membawa sagu dari hutan, memasak dan menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
 
SementaraWalau itubegitu kebanyakan kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya, mengisap tembakau, dan berjudi. Kadang suami membuat rumah atau perahu, namun dengan batuan istri. Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar. Sayangnyawalau merekatidak hanyaikut benar-benar menemanibekerja. Mendayung perahu, menebang kayu, dan membawanya pulang adalah tugas istri. Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
 
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi, maka istri pula yang akan dijadikan objek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats, kini terbiasa pula untuk mabuk, mereka lebih rentan untuk mengamuk, sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
 
Kadang kala laki-laki Asmat mengukir, jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin bertambah. Perempuankarena harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki mengukir, semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat, karena harus memangur, meramah, dan mengolah sagu, dan bahkan menjaring ikan, lebih tragisnya lagi, jika ukiran itu dijual, maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya, perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu, satu ukiranpun tidak akan selesai dibuat. (Dewi Linggasari, 2004, Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan Asmat. Yogyakarta: Bigraf Publishing, bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan The Fourt Foundation. Hal. 22).
 
== Agama ==
Masyarakat Sukusuku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan AnimismeIslam. yakniDiperkirakan suatusekitar ajaran70% danorang praktikAsmat keseimbanganberagama alamKatolik, dansedangkan penyembahansekitar kepada30% rohberagama orangKristen matiProtestan ataudan patungIslam.<ref Baginame="Widharyanto Suku2013"/> AsmatWalau ulatbegitu sagupengaruh merupakanAnimisme bagiandan pentingkepercayaan dariroh ritualnenek mereka.moyang Setiapmasih ritualbisa iniditemui diadakan,pada dapatkepercayaan dipastikan,dan kalauadat banyakistiadat sekalidan ulatpraktik yangberagama dipergunakansuku Asmat.
 
(Kal Muller,Mengenal Papua,2008,hal.31)
=== Kepercayaan Dasar ===
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada zaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat yang berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis[[Fumeripits]].
 
== Kepercayaan Dasar ==
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada zaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis.
Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
* ''Yi – ow'' atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
Baris 90 ⟶ 109:
 
Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang curian ataupun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
 
== Sumber Alam dan Potensi Alam ==
Selain ikan, cucut, kepiting, udang, teripang, ikan penyu, cumi-cumi, dan hewan lainnya yang melimpah ruah. Daerah Asmat juga memiliki sumber daya alam yang amat luar biasa, nseperti: [[rotan]], kayu, gahar, kemiri, kulit masohi, kulit lawang, damar, dan [[kemenyan]].
 
== Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat ==
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung), seperti kata Asmat di atas, menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyi suatu realita derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
 
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku tersebut. Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya, mulai dari mencari ikan, udang, kepiting, dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua, menebang pohon sagu, menokok, membawa sagu dari hutan, memasak dan menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
 
Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya, mengisap tembakau, dan berjudi. Kadang suami membuat rumah atau perahu, namun dengan batuan istri. Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar. Sayangnya mereka hanya benar-benar menemani. Mendayung perahu, menebang kayu, dan membawanya pulang adalah tugas istri. Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
 
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi, maka istri pula yang akan dijadikan objek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats, kini terbiasa pula untuk mabuk, mereka lebih rentan untuk mengamuk, sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
 
Kadang kala laki-laki Asmat mengukir, jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin bertambah. Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki mengukir, semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat, karena harus memangur, meramah, dan mengolah sagu, dan bahkan menjaring ikan, lebih tragisnya lagi, jika ukiran itu dijual, maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya, perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu,satu ukiranpun tidak akan selesai dibuat. (Dewi Linggasari, 2004, Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan Asmat. Yogyakarta: Bigraf Publishing, bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan The Fourt Foundation. Hal. 22).
 
== Mitologi ==
Dalam hal kepercayaan orang Asmat yakin bahwa mereka adalah keturunan dewa yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menurut keyakinan orang Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan.
 
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu namanya [[Fumeripitsy]]. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit yang terjadi, ia dapat membunuh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang mendamparkannya di tepi sungai [[Asuwetsy, Agats, Asmat|Asewetsy]], Desa Syuru sekarang. Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat sebuah genderang E''m[[Tifa|Eme]]'', yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
 
== Upacara Adat ==
Baris 124 ⟶ 130:
Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian, sedangkan jenazah wanita dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga tidak memiliki pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai atau semak-semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur, keluarga tetap dapat menemukan kuburannya.
 
=== Ritual Pembuatan dan Pengukuhan [[Perahu asmat|Perahu Lesung]] ===
Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru. Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
 
Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta bantuan kepada kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di belakang dan selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara khusus yang dipimpin oleh seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat. Maksudnya adalah agar perahu itu nantinya akan berjalan seimbang dan lancar.
 
Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam dan di bagian luar berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi ukiran yang berbentuk keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang lainnya. Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu diresmikan terlebih dahulu. Para pemilik perahu baru bersama dengan perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling berpengaruh di kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi -nyanyian dan penabuhan tifa. Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri dengan cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak dan wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun, ada juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah meninggal.
 
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu -perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu lebih terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.
 
=== Upacara ''Bis'' ===
[[Berkas:Asmat bis poles from Indonesian New Guinea - the poles are named for deceased people and the huge phalluses on top represent fertility. - panoramio.jpg|jmpl|Tiang Bis di Museum Metropolitan New York]]
Upacara B''isBis'' merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (''Bis'') apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara Bis ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
 
Untuk membuat patung leluhur atau saudara yang telah meninggal diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut.