Suku Asmat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Envapid (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(19 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 4:
|caption= Seorang dari suku Asmat tengah membuat ukiran kayu
|population = -+ 70.000
|regions = '''{{flag|Indonesia}}'''<br>([[Papua Selatan]], [[Papua Pegunungan]])
|tablehdr =
|region1 =
Baris 14:
|languages =
|langs= [[Bahasa Asmat]], [[Bahasa Indonesia]]
|rels= {{•}}70% [[Kristen Katolik]]<br>{{•}}30% [[Kristen Protestan]] dan [[Islam]]<ref name="Widharyanto 2013">{{cite web | first=Dr. B.|Lastlast=Widharyarto|title= Kondisi Papua Terkini: Berangkat dari Kasus Asmat | url=https://repository.usd.ac.id/9747/1/400_Kondisi%2BPapua%2BTerkini.pdf | access-date=2023-10-22}}</ref>
|related=
}}
 
'''Suku Asmat''' adalah sebuah suku di [[Papua Selatan]]. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal [[dialek]], cara hidup, [[struktur sosial]] dan [[ritual]]. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu suku Bisman yang berada di antara Sungai Sinesty, dan suku Simai di Sungai Nin.<ref name="SUKU">{{cite web|url=https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/24/100318079/suku-asmat-suku-asli-papua|title=Suku Asmat Suku Asli Papua|website=www.kompas.com|accessdate=9 Juli 2023}}</ref>
 
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di Papua Selatan, Indonesia. Suku Asmat dikenal dengan hasil [[Ukiran Asmat|ukiran kayu tradisional]] yang sangat khas. Beberapa ornamen/motif yang sering kali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut ''mbis''. Namun tak berhenti sampai disitu, sering kali juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau ''wuramon'', yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
 
== Etimologi ==
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di Papua Selatan, Indonesia.''Asmat'' adalah sebuah nama yang diduga berasal dari ungkapan ''As Akat'', kata dalam [[Bahasa Asmat]] berarti “orang yang tepat”. Yang lain mengatakan bahwa nama tersebut berasal dari ''Osamat'', sebuah kata yang berarti "manusia dari pohon".<ref name="Indonesia Indonesia 2023 z608">{{cite web | last=Indonesia | first=Wahana Visi | last2=Indonesia | first2=Wahana Visi | title=Mengenal Suku Asmat Papua dan Permasalahan yang Dihadapinya | website=Mengenal Suku Asmat Papua dan Permasalahan yang Dihadapinya | date=2023-04-28 | url=https://wahanavisi.org/id/media-materi/cerita/detail/mengenal-suku-asmat-papua-dan-permasalahan-yang-dihadapinya | access-date=2023-10-22}}</ref>
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di Papua Selatan, Indonesia. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen/motif yang sering kali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut ''mbis''. Namun tak berhenti sampai disitu, sering kali juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau ''wuramon'', yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
 
== Kondisi Alam ==
Baris 31 ⟶ 33:
Suku Asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai [[Laut Arafura|Laut Arafuru]] dan [[Pegunungan Jayawijaya]], dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai [[maskawin]]. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku Asmat yang membetuk [[Rawa|rawa-rawa]] sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat [[kapak]], [[palu]], dan sebagainya.
 
== KampungRumah AsmatAdat ==
Rumah tradisional suku Asmat adalah ''[[rumah Jew|Jeu]]'' dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih dijumpai rumah tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah di atas pohon.
Saat ini, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung memiliki satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di [[Indonesia]]. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
 
Saat ini, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung memiliki satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di [[Indonesia]]. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
 
== Mata Pencaharian ==
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. Suku Asmat Darat, [[suku Citak|suku dan Citak]]-[[suku Awyu|Mitak]] mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan seperti, ular, [[kasuari]], burung, babi hutan, dll. Mereka juga selalu meramu/menokok sagu sebagai makanan pokok. Adapun nelayan mencari ikan dan udang untuk dimakan. Kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.
 
Sehari-hari orang Asmat bekerja di lingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun berkebun, dengan menggunakan metode yang cukup tradisional dan masih sederhana. Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi mereka adalah [[ulat sagu]]. Namun kehidupan sehari-sehari mereka hanya memanggang ikan atau daging binatang hasil buruan.
Baris 45 ⟶ 49:
Namun yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih. Air tanah sulit didapat karena wilayah mereka merupakan tanah berawa. Mereka terpaksa harus menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
 
== =Sumber Alam dan Potensi Alam lainnya===
== Pola Hidup ==
Selain ikan, cucut, kepiting, udang, teripang, ikan penyu, cumi-cumi, dan hewan lainnya yang melimpah ruah. Daerah Asmat juga memiliki sumber daya alam yang amat luar biasa, nseperti: [[rotan]], kayu, gahar, kemiri, kulit masohi, kulit lawang, damar, dan [[kemenyan]].
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku Asmat adalah mereka merasa dirinya sebagai bagian dari alam. Oleh karena itu, mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitar. Bahkan, pohon di sekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka.
 
== Cara Merias Diri ==
[[Berkas:Asmat Tribesman (48277997957).jpg|jmpl|Busana suku Asmat]]
 
Suku Asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri. Mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. Untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan. Sedangkan warna hitam berasal dari arang kayu yang dihaluskan. Cara menggunakannya cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunakan untuk mewarnai tubuh.
 
Baris 59 ⟶ 65:
* Kematian, apabila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk [[mumi]] dan dipajang di depan joglo suku ini, sedangkan masyarakat umum jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
 
=== Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat ===
== Rumah Adat ==
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung), menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyitersembunyi suatu realita derita para Ibuibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Rumah tradisional suku Asmat adalah ''Jeu'' dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih dijumpai rumah tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah di atas pohon.
 
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku tersebutkeluarga. Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya, mulai dari mencari ikan, udang, kepiting, dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua, menebang pohon sagu, menokok, membawa sagu dari hutan, memasak dan menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
 
SementaraWalau itubegitu kebanyakan kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya, mengisap tembakau, dan berjudi. Kadang suami membuat rumah atau perahu, namun dengan batuan istri. Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar. Sayangnyawalau merekatidak hanyaikut benar-benar menemanibekerja. Mendayung perahu, menebang kayu, dan membawanya pulang adalah tugas istri. Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
 
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi, maka istri pula yang akan dijadikan objek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats, kini terbiasa pula untuk mabuk, mereka lebih rentan untuk mengamuk, sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
 
Kadang kala laki-laki Asmat mengukir, jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin bertambah. Perempuankarena harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki mengukir, semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat, karena harus memangur, meramah, dan mengolah sagu, dan bahkan menjaring ikan, lebih tragisnya lagi, jika ukiran itu dijual, maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya, perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu, satu ukiranpun tidak akan selesai dibuat. (Dewi Linggasari, 2004, Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan Asmat. Yogyakarta: Bigraf Publishing, bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan The Fourt Foundation. Hal. 22).
 
== Agama ==
Masyarakat suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan AnimismeIslam. yakniDiperkirakan suatusekitar ajaran70% danorang praktikAsmat keseimbanganberagama alamKatolik, dansedangkan penyembahansekitar kepada30% rohberagama orangKristen matiProtestan ataudan patungIslam.<ref Baginame="Widharyanto suku2013"/> AsmatWalau ulatbegitu sagupengaruh merupakanAnimisme bagiandan pentingkepercayaan dariroh ritualnenek mereka.moyang Setiapmasih ritualbisa iniditemui diadakan,pada dapatkepercayaan dipastikan,dan banyakadat sekaliistiadat ulatdan yangpraktik dipergunakanberagama suku Asmat.
(Kal Muller, Mengenal Papua, 2008, hal.31)
 
=== Kepercayaan Dasar ===
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada zaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat yang berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis[[Fumeripits]].
 
Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
* ''Yi – ow'' atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
Baris 95 ⟶ 109:
 
Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang curian ataupun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
 
== Sumber Alam dan Potensi Alam ==
Selain ikan, cucut, kepiting, udang, teripang, ikan penyu, cumi-cumi, dan hewan lainnya yang melimpah ruah. Daerah Asmat juga memiliki sumber daya alam yang amat luar biasa, nseperti: [[rotan]], kayu, gahar, kemiri, kulit masohi, kulit lawang, damar, dan [[kemenyan]].
 
== Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat ==
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung), menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyi suatu realita derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
 
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku tersebut. Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya, mulai dari mencari ikan, udang, kepiting, dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua, menebang pohon sagu, menokok, membawa sagu dari hutan, memasak dan menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
 
Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya, mengisap tembakau, dan berjudi. Kadang suami membuat rumah atau perahu, namun dengan batuan istri. Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu bakar. Sayangnya mereka hanya benar-benar menemani. Mendayung perahu, menebang kayu, dan membawanya pulang adalah tugas istri. Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
 
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi, maka istri pula yang akan dijadikan objek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats, kini terbiasa pula untuk mabuk, mereka lebih rentan untuk mengamuk, sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
 
Kadang kala laki-laki Asmat mengukir, jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin bertambah. Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki mengukir, semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat, karena harus memangur, meramah, dan mengolah sagu, dan bahkan menjaring ikan, lebih tragisnya lagi, jika ukiran itu dijual, maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya, perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu,satu ukiranpun tidak akan selesai dibuat. (Dewi Linggasari, 2004, Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan Asmat. Yogyakarta: Bigraf Publishing, bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan The Fourt Foundation. Hal. 22).
 
== Mitologi ==
Baris 140:
 
=== Upacara ''Bis'' ===
[[Berkas:Asmat bis poles from Indonesian New Guinea - the poles are named for deceased people and the huge phalluses on top represent fertility. - panoramio.jpg|jmpl|Tiang Bis di Museum Metropolitan New York]]
Upacara B''isBis'' merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (''Bis'') apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara Bis ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
 
Untuk membuat patung leluhur atau saudara yang telah meninggal diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut.