Federalisme di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(12 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''[[Federalisme]]
==Sejarah==
{{Utama|Republik Indonesia Serikat}}
Pada Januari 1942, [[Jepang]] menduduki bekas wilayah [[Hindia Belanda]], menggusur pemerintah kolonial Belanda. Pada 17 Agustus 1945, dua hari setelah Jepang menyerah, pemimpin kalangan nasionalis Republik Indonesia, [[Soekarno|Ir. Soekarno]] memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah [[Belanda]], melihat Soekarno, Belanda mampu menegaskan kembali kendali atas sebagian besar wilayah yang sebelumnya ditempati oleh [[Angkatan Laut Kekaisaran Jepang|Angkatan Laut Jepang]], termasuk [[Kalimantan]] dan Indonesia bagian timur.
Diskusi antara Inggris dan Belanda menghasilkan Penjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda [[Hubertus van Mook]] yang pada akhirnya mengusulkan penentuan nasib sendiri untuk persemakmuran Indonesia. Pada Juli 1946, Belanda menyelenggarakan [[Konferensi Malino]] di Sulawesi di mana perwakilan dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur mendukung proposal untuk berdirinya Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal, yang memiliki hubungan dengan Belanda. Republik ini akan terdiri dari tiga elemen, Republik Indonesia, negara bagian di Kalimantan dan sebuah negara bagian untuk Indonesia Timur. Selanjutnya pada tanggal 15 November dengan [[Perjanjian Linggarjati]], di mana Republik Indonesia menyatakan secara sepihak menyetujui prinsip Indonesia federal. Belanda kemudian menyelenggarakan Konferensi Denpasar pada Desember 1946, yang mengarah pada pembentukan [[Negara Indonesia Timur]], diikuti oleh sebuah negara di Kalimantan Barat pada tahun 1947.
Aksi militer yang dilancarkan Belanda pada tanggal 20 Juli 1947 terhadap wilayah yang dikuasai Republik Indonesia, yang disebut sebagai [[Agresi Militer Belanda I]] mengakibatkan Belanda memperoleh kembali kendali atas Jawa Barat dan Jawa Timur, juga wilayah sekitar [[Medan]], [[Palembang]] dan [[Padang]] di [[Sumatra]]. [[PBB]] kemudian menyerukan gencatan senjata, dan negosiasi antara kedua belah pihak mengarah pada [[Perjanjian Renville]] bulan Januari 1948, dengan gencatan senjata di sepanjang [[Garis Van Mook]] yang menghubungkan antara titik-titik terdepan daerah yang diduduki Belanda. Belanda kemudian mendirikan negara-negara bagian di wilayah-wilayah yang mereka duduki, antara lain [[Sumatra Timur]] (Desember 1947); [[Madura]] dan [[Jawa Barat]] (Februari 1948); [[
[[Berkas:Round Table Signing.jpg|kiri|250px|jmpl|[[J.H. van Maarseveen]], [[Sultan Hamid II]] dan [[Mohammad Hatta]] menandatangani Perjanjian Meja Bundar, 2 November 1949.]]
Baris 16:
Bahkan pihak yang mendukung gagasan negara federal menginginkan bentuknya diputuskan oleh rakyat Indonesia sendiri melalui suatu Majelis Konstitusi terpilih, bukan oleh bekas kekuasaan kolonial. Belanda juga mencoba meyakinkan orang Indonesia bahwa negara kesatuan berarti merupakan dominasi Jawa, meskipun hal ini tidak berhasil. Adanya berbagai perbedaan pandangan di dalam negeri RIS, termasuk yang dikemukakan oleh [[Mohammad Natsir]] dengan [[Mosi Integral Natsir|mosi integralnya]], semakin membuka jalan kembalinya Republik Indonesia Serikat menjadi [[negara kesatuan]].
Pada bulan Maret dan April 1950, semua negara bagian dan daerah otonom RIS (kecuali [[Negara Sumatra Timur]] dan [[Negara Indonesia Timur]]) membubarkan diri untuk bergabung dengan [[Negara Republik Indonesia (RIS)|Negara Republik Indonesia]] di Yogyakarta. Dari tanggal 3–5 Mei, konferensi antara Negara Indonesia Timur
==Usulan==
[[Mohammad Hatta]] adalah orang pertama yang mengusulkan agar Indonesia berbentuk negara federal. Ia berpendapat, "saya cenderung kepada bentuk negara federal karena melihat contoh negara-negara besar waktu itu, seperti [[Amerika Serikat]] atau [[Uni Soviet]] yang semuanya berbentuk federal".<ref>{{cite web|url=https://www.republika.co.id/berita/or2urx282/sukarno-ingin-negara-kesatuan-hatta-rencanakan-federal|title=Sukarno Ingin Negara Kesatuan, Hatta Rencanakan Federal|website=www.republika.co.id|language=id|access-date=26 Oktober 2022|archive-date=2023-04-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20230423220903/https://republika.co.id/berita/or2urx282/sukarno-ingin-negara-kesatuan-hatta-rencanakan-federal|dead-url=no}}</ref>
Bentuk negara federal, di mana negara bagian yang memiliki kewenangan besar bekerja sama membentuk kesatuan, diupayakan keras oleh [[Hubertus van Mook]], [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]]. Berdasarkan [[Perundingan Linggarjati]] pada 15 November 1946, Belanda hanya mengakui Sumatra, Jawa, dan Madura sebagai wilayah ''[[de facto]]'' Indonesia. Konsekuensinya berdirilah negara-negara federal yang terpisah dari Republik Indonesia, termasuk yang pertama kali berdiri pada Desember 1946 yang juga atas usulan van Mook, [[Negara Indonesia Timur]] yang beribukota di [[Ujung Pandang]] (sekarang [[Makassar]]).
Perdebatan tentang sistem negara federal atau kesatuan muncul kembali sebelum dan setelah [[Pemilu 1999]]. Memperkenalkan sistem federasi adalah salah satu agenda utama [[Partai Amanat Nasional]] yang dipimpin [[Amien Rais]] di Pemilu 1999.<ref>{{cite web|url=https://tirto.id/ide-federasi-indonesia-dicetuskan-amien-rais-dipungkasi-gus-dur-glGK|title=Ide Federasi Indonesia: Dicetuskan Amien Rais, Dipungkasi Gus Dur|website=tirto.id|access-date=26 Oktober 2022|language=id|archive-date=2023-01-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20230107034626/https://tirto.id/ide-federasi-indonesia-dicetuskan-amien-rais-dipungkasi-gus-dur-glGK|dead-url=no}}</ref>
==Referensi==
{{Reflist}}
{{DEFAULTSORT:Indonesia, Federalisme di}}
[[Kategori:Federalisme]]
[[Kategori:Indonesia]]
[[Kategori:Republik Indonesia Serikat]]
{{Indonesia-stub}}
|