Pengakuan-Pengakuan (Agustinus): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jonoo27 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Jonoo27 (bicara | kontrib)
(26 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Underlinked|date=Januari 2023}}
{{kembangkan}}
{{Italic title|string=Pengakuan-Pengakuan}}
[[File:Augustine Confessiones.jpg|thumb|upright|''Confessiones'' karya Santo [[Agustinus dari Hippo]]]]
Baris 8 ⟶ 6:
 
==Ringkasan==
''Confessiones'' bukanbukanlah sebuah autobiografi yang lengkap, karena karya ini dituliskan pada saat Agustinus berusia 40-an awal dan ia masih hidup lama setelahnya, menghasilkan karya penting lainnya, ''[[Kota Allah]]''. Meskipun begitu, karya ini tetap memberikan rekaman dari perkembangan pemikirannya dan adalah rekaman yang paling lengkap mengenai individu tertentu dari abad ke-4 dan 5. Karya ini adalah karya teologis yang signifikan, berisi perenungan dan wawasan spiritual.
 
Dalam karyanya ini, Agustinus menuliskan betapa ia menyesali telah menjalankan hidup yang penuh dosa dan amoral. Ia membahas penyesalannya karena mengikuti agama [[Manikheisme|Manikhean]] dan memercayai [[astrologi]]. Ia menuliskan tentang peran temannya, [[Nebridius]], dalam membantu membujuk dirinya bahwa astrologi tidak hanya salah tetapi jahat, dan peran Santo [[Ambrosius]] dalam pertobatannya menjadi Kristen. Sembilan jilid pertama bersifat autobiografis dan empat jilid terakhir adalah tafsiran dan secara signifikan lebih bersifat filosofis. Ia menunjukkan dukacita yang mendalam atas dosa-dosa seksualnya dan menuliskan mengenai pentingnya moralitas seksual. Jilid-jilid ini dituliskan sebagai doa kepada Allah, sehingga judulnya, didasarkan pada [[Mazmur Daud]]; dan dimulai dengan "Karena Engkau telah membuat kami untuk Engkau sendiri dan hati kami tidak akan tenang hingga mereka menemukan istirahat dalam Mu."<ref name="Hippo.)2009">{{cite book|author=Saint Augustine (Bishop of Hippo.)|title=Confessions|url=https://books.google.com/books?id=_wusCvC4yOcC&pg=PR172|year=2006|publisher=Hackett Publishing|isbn=978-0-87220-816-2|page=18}}</ref> Karya tersebut diperkirakan dapat dibagi menjadi jilid-jilid yang melambangkan berbagai aspek dari Tritunggal dan kepercayaan trinitarian.
Baris 15 ⟶ 13:
{{Agustinus}}
# Kelahirannya, dan masa kecil hingga usia 14 tahun. Dimulai dengan kelahirannya, Agustinus merenungkan masa kecil pribadinya untuk mengambil kesimpulan yang universal mengenai natur bayi: anak memiliki sifat yang penuh kekerasan secara inheren jika dibiarkan sendiri karena [[dosa asal]]. Setelahnya, ia merenungkan tentang memilih kenikmatan dan membaca sastra sekuler daripada mempelajari Kitab Suci, sebuah pilihan yang nantinya ia pahami sebagai pilihan yang layak menerima hukuman dari para gurunya, meskipun ia tidak menyadarinya pada masa kecilnya.
# Agustinus melanjutkan dengan merenungkan masa remajanya di mana ia mengingat dua contoh dari dosa beratnya yang ia lakukan ketika ia berusia 16 tahunttahun: perkembangan dari hawa nafsunya yang tanpa Tuhan dan pencurian buah pir dari kebun tetangganya, meskipun ia tidak pernah menginginkan makanan. Dalam jilid ini, ia membahas pertanyaan mengenai mengapa ia dan para kawannya mencuri buah pir ketika ia memiliki lebih banyak buah pir yang lebih baik miliknya. Ia menjelaskan perasaan yang ia alami ketika ia memakan buah-buah pir tersebut dan melemparkan sisanya ke babi-babi. Agustinus berargumentasi bahwa ia kemungkinan besar tidak akan mencuri apa pun jikalau ia tidak ditemani oleh orang lain yang dapat berbagi dalam dosanya.
# Ia memulai studi retorika di [[KarthagoKartago]], tempat ia mengembangkan kecintaan pada kebijaksanaan melalui membaca karya [[Cicero]], ''Hortensius.'' Ia menyalahkan kesombongannya untuk kurang beriman dalam Kitab Suci, sehingga ia menemukan jalan untuk mencari kebenaran mengenai baik dan jahat melalui [[Manikheisme]]. Pada akhir jilid ini, ibunya, Monika, memimpikan pertobatan ulang dari putranya kepada Kekristenan.
# Di antara usia 19 dan 28 tahun, Agustinus menjalin hubungan dengan seorang wanita yang tidak disebutkan namanya yang, meskipun setia, bukanlah istrinya yang dinikahinya secara sah, yang dengannya ia mempunyai seorang anak, Adeodatus. Pada saat yang sama ia kembali ke kampung halamannya Tagaste untuk mengajar, seorang temannya jatuh sakit, dibaptis dalam Gereja, pulih sebentar, kemudian meninggal. Kematian temannya ini membuat Agustinus depresi, yang kemudian merenungkan arti dari kasih seorang teman dalam arti kefanaan versus kasih seorang teman dalam Allah; ia menyimpulkan bahwa kematian temannya sangat mempengaruhinya karena kurangnya kasihnya dalam Allah. Hal yang ia dulunya cintai menjadi hal yang ia benci karena segalanya mengingatkannya akan apa yang hilang. Agustinus kemudian mengusulkan bahwa ia mulai mencintai kehidupannya yang penuh kesedihan lebih dari temannya yang sudah mati. Ia mengakhiri jilid ini dengan perenungannya bahwa ia telah berusaha mencari kebenaran melalui Manikheisme dan astrologi, tetapi anggota-anggota Gereja, yang ia klaim sebagai kurang berpengetahuan dan sombong, telah menemukan kebenaran melalui iman yang lebih besar di dalam Allah.
# Ketika Agustinus berusia 29 tahun, ia mulai kehilangan keyakinan dalam pengajaran Manikhean, sebuah proses uang dimulai ketika uskup Manikhean Faustus mengunjungi Kartago. Agustinus tidak terkesan dengan substansi dari Manikheisme, tetapi ia belum menemukan ajaran lain untuk menggantikannya. Ia merasa pasrah dengan dongeng-dongeng ini karena ia belum membentuk inti rohani untuk membuktikan kepalsuan mereka. Ia pindah untuk mengajar di Roma di mana sistem pendidikannya lebih disiplin. Ia tidak menetap lama di Roma karena ia diminta untuk mengajar di Milan, tempat ia bertemu dengan uskup [[Ambrosius]]. Ia memghargai gaya dan sikap Ambrosius, dan Ambrosius memaparkannnya kepada perspektif akan Allah yang lebih spiritual dan figuratif, yang membawanya menjadi seorang [[katekumen]] dalam Gereja.
# Khotbah-khotbah Ambrosius membawa Agustinus lebih dekat dengan Kekristenan, yang mulai ia lebih sukai ketimbang pilihan filosofis lainnya. Dalam bagian ini, permasalahan pribadinya, termasuk ambisinya, berlanjut, hingga di titik di mana ia membandingkan seorang pengemis, yang kemabukannya adalah "kebahagiaan sementara"nya, dengan kegagalannya hingga saat itu untuk menemukan kebahagiaan. {{Sfn|Bourke|1966|p=140}} Agustinus menyoroti kontribusi dari teman-temannya Alypius dan Nebridius dalam penemuannya akan kebenaran agamawi. Monika pulang pada akhir dari jilid ini dan mengatur pernikahan untuk Agustinus, yang berpisah dari gundiknya, menemukan selingkuhan baru, dan menganggap dirinya sebagai "budak hawa nafsu."{{Sfn|Bourke|1966|p=158}}
# The sermons of Ambrose draw Augustine closer to Catholicism, which he begins to favor over other philosophical options. In this section his personal troubles, including ambition, continue, at which point he compares a beggar, whose drunkenness is "temporal happiness," with his hitherto failure at discovering happiness.{{Sfn|Bourke|1966|p=140}} Augustine highlights the contribution of his friends Alypius and Nebridius in his discovery of religious truth. Monica returns at the end of this book and arranges a marriage for Augustine, who separates from his previous concubine, finds a new mistress, and deems himself to be a "slave of lust."{{Sfn|Bourke|1966|p=158}}
# Dalam misinya untuk menemukan kebenaran di balik kebaikan dan kejahatan, Agustinus diperhadapkan dengan pandangan [[Neoplatonis]] tentang Allah. Namun, ia mempersalahkan pandangan ini karena ia berpikir bahwa mereka dapat mengerti natur Allah tanpa menerima Kristus sebagai pengantara antara manusia dengan Allah. Ia memperkuat pendapatnya tentang kaum Neoplatonis melalui ilustrasi tentang puncak gunung: "Adalah satu hal untuk melihat, dari puncak gunung yang berpohon-pohon, tanah kedamaian, dan tidak menemukan jalan ke sana… adalah hal yang berbeda untuk tetap berada di jalan yang menuju ke sana, yang dibuat aman oleh pemeliharaan Panglima surgawi, di mana mereka yang meninggalkan pasukan surgawi tidak dapat melakukan perampokannya, karena mereka menghindarinya sebagai hukuman."{{Sfn|Bourke|1966|p=193–94}} Dari titik ini, ia membaca karya-karya Rasul Paulus yang "menangkap[nya] dengan rasa takjub."{{Sfn|Bourke|1966|p=194}}
# In his mission to discover the truth behind good and evil, Augustine is exposed to the [[Neoplatonist]] view of God. He finds fault with this thought, however, because he thinks that they understand the nature of God without accepting Christ as a mediator between humans and God. He reinforces his opinion of the Neoplatonists through the likeness of a mountain top: "It is one thing to see, from a wooded mountain top, the land of peace, and not to find the way to it… it is quite another thing to keep to the way which leads there, which is made safe by the care of the heavenly Commander, where they who have deserted the heavenly army may not commit their robberies, for they avoid it as a punishment."{{Sfn|Bourke|1966|p=193–94}} From this point, he picks up the works of the apostle Paul which "seized [him] with wonder."{{Sfn|Bourke|1966|p=194}}
# HeIa furthermenggambarkan describeslebih hislanjut innerkekacauan turmoilbatinnya onmengenai whetherapakah toia convertakan tomenjadi Christianityseorang Kristen. TwoDua oforang his friendstemannya, [[Simplicianus]] anddan Ponticianus, tell Augustinememberi storiestahu aboutAgustinus thekisah-kisah conversionsmengenai ofpertobatan [[Marius Victorinus]] anddan [[AnthonyAntonius theAgung Greatdari Mesir|SaintSanto AnthonyAntonius]]. WhileKetika reflectingmerenungkannya indalam asebuah gardentaman, AugustineAgustinus hearsmendengar asuara child'sseorang voiceanak chantingmenyanyikan "takeambil updan and readbaca."<ref>[http://www.ccel.org/ccel/augustine/confess.ix.xii.html Confessions, Chapter XII]</ref> AugustineAgustinus picksmemgambil upsebuah abuku bookberisi oftulisan St. Paul'sSanto writingsPaulus (codexkodeks apostoli, 8.12.29) anddan readsmembaca thebagian passageyang it opens todibukanya, RomansRoma 13:13–14: "NotJangan indalam revelrypesta andpora drunkennessdan kemabukan, notjangan dalam inpercabulan debaucherydan andhawa wantonnessnafsu, notjangan indalam strifeperselisihan anddan jealousyiri hati; buttetapi putkenakanlah onTuhan theYesus LordKristus Jesussebagai Christ,perlengkapan andsenjata asterang for the flesh,dan takejanganlah nomerawat thoughttubuhmu foruntuk itsmemuaskan lustskeinginannya."{{Sfn|Bourke|1966|p=225}} ThisTindakan actionini confirmsmengukuhkan hispertobatannya conversionmenjadi to CatholicismKristen. His friendTemannya, Alypius, follows his examplemenyusulnya.
# Dalam persiapannya untuk dibaptis, Agustinus mengakhiri pekerjaan mengajar retorikanya. Ambrosius membaptis Agustinus bersama Adeodatus dan Alypius. Agustinus kemudian menceritakan bagaimana gereja di Milan, dengan ibunya dalam peran yang memimpin, membela Ambrosius terhadap penganiayaan oleh [[Justina (ibu suri)|Justina]]. Sekembalinya ke Eropa bersama ibunya, mereka berbagi penglihatan religius di Ostia. Tak lama kemudian, [[Santa Monika]] meninggal, disusul oleh teman-temannya, Nebridius dan Verecundus. Di akhir jilid ini, Agustinus mengenang kematian-kematian tersebut melalui doa dalam iman yang baru dianutnya: "Kiranya mereka mengingat dengan perasaan kudus kedua orang tuaku dalam cahaya yang fana ini, dan saudara-saudaraku di bawah-Mu, ya Bapa, di dalam Bunda [Gereja] Katolik kami, dan rekan-rekan warganegara kami di Yerusalem yang kekal, yang untuknya ziarah umat-Mu menghela nafas sejak awal hingga kembali. Melalui jalan ini, permintaan terakhirnya kepadaku akan lebih dikabulkan dalam doa-doa banyak orang melalui pengakuan-pengakuanku ini daripada melalui doa-doaku sendiri."{{Sfn|Bourke|1966|p=262}}
# In preparation for his baptism, Augustine concludes his teaching of rhetoric. Ambrose baptizes Augustine along with Adeodatus and Alypius. Augustine then recounts how the church at Milan, with his mother in a leading role, defends Ambrose against the persecution of [[Justina (empress)|Justina]]. Upon his return with his mother to Africa, they share in a religious vision in Ostia. Soon after, [[Saint Monica]] dies, followed soon after by his friends Nebridius and Verecundus. By the end of this book, Augustine remembers these deaths through the prayer of his newly adopted faith: "May they remember with holy feeling my parents in this transitory light, and my brethren under Thee, O Father, in our Catholic Mother [the Church], and my fellow citizens in the eternal Jerusalem, for which the pilgrimage of Thy people sighs from the start until the return. In this way, her last request of me will be more abundantly granted her in the prayers of many through these my confessions than through my own prayers."{{Sfn|Bourke|1966|p=262}}
# Agustinus bergeser dari ingatan pribadi ke evaluasi introspektif terhadap ingatan itu sendiri dan terhadap diri, ketika ia terus merenungkan nilai-nilai pengakuan, signifikansi doa, dan sarana-sarana yang melaluinya seseorang dapat menemukan Allah. Melalui poin terakhir ini dan perenungannya tentang tubuh dan jiwa, ia sampai pada pembenaran untuk keberadaan Kristus.
# Augustine shifts from personal memories to introspective evaluation of the memories themselves and of the self, as he continues to reflect on the values of confessions, the significance of prayer, and the means through which individuals can reach God. It is through both this last point and his reflection on the body and the soul that he arrives at a justification for the existence of Christ.
# Agustinus menganalisis natur penciptaan dan waktu serta hubungannya dengan Tuhan. Ia mengeksplorasi isu-isu seputar [[presentisme filosofis|presentisme]]. Ia berpendapat bahwa ada tiga jenis waktu dalam pikiran: saat ini sehubungan dengan hal-hal yang telah berlalu, yaitu ingatan (memori); saat ini sehubungan dengan hal-hal yang ada saat ini, yaitu kontemplasi; dan saat ini sehubungan dengan hal-hal yang ada di masa depan, yaitu ekspektasi. Dia merujuk pada [[Kitab Kejadian]], terutama teks-teks mengenai penciptaan langit dan bumi, di seluruh jilid ini untuk mendukung pemikirannya.
# Augustine analyzes the nature of creation and of time as well as its relationship with God. He explores issues surrounding [[philosophical presentism|presentism]]. He considers that there are three kinds of time in the mind: the present with respect to things that are past, which is the memory; the present with respect to things that are present, which is contemplation; and the present with respect to things that are in the future, which is expectation. He relies on [[Book of Genesis|Genesis]], especially the texts concerning the creation of the sky and the earth, throughout this book to support his thinking.
# Melalui pembahasannya mengenai penciptaan, Agustinus mengaitkan natur dari yang ilahi dan yang duniawi sebagai bagian dari sebuah analisis yang menyeluruh mengenai retorika Kitab Kejadian dan pluralitas penafsiran yang dapat digunakan untuk menganalisis Kitab Kejadian. Dengan membandingkan kitab suci dengan mata air dengan aliran-aliran air yang menyebar di hamparan yang luas, ia menganggap bahwa adalah mungkin terdapat lebih dari satu penafsiran yang benar dan setiap orang dapat menarik kesimpulan apa pun yang benar dari teks-teks tersebut.
# Through his discussion of creation, Augustine relates the nature of the divine and the earthly as part of a thorough analysis of both the rhetoric of Genesis and the plurality of interpretations that one might use to analyze Genesis. Comparing the scriptures to a spring with streams of water spreading over an immense landscape, he considers that there could be more than one true interpretation and each person can draw whatever true conclusions from the texts.
# Ia mengakhiri teks ini dengan mengeksplorasi penafsiran alegoris terhadap Kitab Kejadian, yang melaluinya ia menemukan [[Tritunggal|Allah Tritunggal]] dan pentingnya penciptaan manusia oleh Allah. Berdasarkan penafsirannya, ia mendukung pentingnya istirahat serta keilahian Penciptaan: "Sebab, dengan demikian Engkau akan beristirahat di dalam kami, sama seperti Engkau bekerja di dalam kami sekarang. Jadi, kami melihat segala sesuatu yang telah Engkau ciptakan, karena mereka ada, tetapi mereka ada karena Engkau melihat mereka. Kami melihat, secara lahiriah, bahwa mereka ada, tetapi secara batiniah, bahwa mereka baik; Engkau telah melihat mereka dijadikan, di tempat yang sama di mana Engkau melihat mereka ketika belum dijadikan."{{Sfn|Bourke|1966|p=455–56}}
# He concludes the text by exploring an allegorical interpretation of Genesis, through which he discovers the [[Trinity]] and the significance of God's creation of man. Based on his interpretation, he espouses the significance of rest as well as the divinity of Creation: "For, then shalt Thou rest in us, in the same way that Thou workest in us now So, we see these things which Thou hast made, because they exist, but they exist because Thou seest them. We see, externally, that they exist, but internally, that they are good; Thou hast seen them made, in the same place where Thou didst see them as yet to be made."{{Sfn|Bourke|1966|p=455–56}}
 
==Tujuan==