Kerajaan Bedahulu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Nyilvoskt (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh Jalak Bali (tlg jangn blok sy) (bicara) ke revisi terakhir oleh Nyilvoskt
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(21 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{lihat juga|Kerajaan Bali}}
{{Infobox Former Country
|conventional_long_name = Kerajaan BedahuluBadahulu <br/>Kerajaan PejengPéjéng <br/>Kerajaan Singamandawa <br/>Singhadwala
|native_name =
|common_name = Bedulu
|s1 = Majapahit
|flag_s1 = Surya Majapahit.png
|common_languages = [[Bahasa Bali|Bali]] (utama)<br>{{nobold|[[Bahasa Jawa kuno|Kawi]] dan [[sansekerta]]}} (religius)
|religion = [[Hindu Bali|Hindu]] (resmi)
|capital = [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]]
|government_type = Monarki
Baris 23 ⟶ 24:
}}
 
'''Kerajaan BedahuluBadahulu''' atau '''Bedulu''' (disebut juga '''Kerajaan Pejeng''' karena lokasinya di [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]]) adalah kerajaan kuno di pulau [[Bali]] pada abad ke-8 sampai abad ke-14 Masehi, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]] (baca: ''pèjèng'') atau [[Bedulu, Blahbatuh, Gianyar|Bedulu]], [[Kabupaten Gianyar]], [[Bali]].
 
Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan [[dinasti Warmadewa]]. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem BedahuluBadahulu) yang menentang ekspansi [[kerajaan Majapahit]] pada tahun 1343 pimpinan [[Gajah Mada]], namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya (''Dalem Makambika'') berhasil dikalahkan tahun 1347 M.
 
Setelah itu [[Gajah Mada]] menempatkan seorang keturunan [[brahmana]] dari [[Jawa]] bernama [[Sri Kresna Kepakisan]] sebagai raja (''Dalem'') di pulau Bali. Keturunan [[dinasti Kepakisan]] inilah yang di kemudian hari menjadi raja-raja di beberapa kerajaan kecil di Pulau Bali.
 
== Sejarah Kerajaan ==
Nama Pejeng mulai dikenal sejak tahun 1705, melalui laporan naturalis Belanda [[Georg Everhard Rumphius]], berjudul ''Amboinsche Reteitkamer''. Dalam laporan tersebut, Rumphius menyebut keberadaan genderang (nekara) berbahan perunggu yang kemudian hari disebut ''Bulan Pejeng''. Rumphius sendiri belum pernah melihat benda tersebut. Dia mendapat informasi dari orang lain yang menyatakan bahwa di Pejeng ada benda misterius dari perunggu. Benda ini dianggap meteorit dan bidang pukulnya yang bulat dianggap sebagai bulatan roda. Rumphius menulis, benda ini semula tergeletak di tanah, tidak seorang pun yang berani memindahkan karena takut mendapat celaka. Inventarisasi kepurbakalaan yang dilakukan ''Oudheidkundige Dienst'' (OD) atau Jawatan Purbakala Pemerintah [[Hindia Belanda]], yang kemudian diteruskan oleh Balai Kepurbakalaan Indonesia, menemukan kenyataan Desa Pejeng memiliki peninggalan arkeologis yang amat beragam dan tersebar hampir di seluruh pelosok desa. Peninggalan-peninggalan purba dan tulisan-tulisan yang ada membuat para ahli memperkirakan Pejeng adalah pusat Kerajaan Bali Kuno yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kerajaan Bedahulu (883-1343 M). Kata ''"pejeng"'' sendiri diduga berasal dari kata ''"pajeng"'' (payung), karena dari desa inilah raja-raja Bali Kuno memayungi rakyatnya. Ada juga yang menduga berasal dari kata ''pajang'', bahasa Jawa Kuno yang berarti sinar. Bagi tetua di Pejeng, sebelum Pejeng desa itu disebut Soma Negara, ibu kota '''Kerajaan Singamandawa'''.
 
''Bulan Pejeng'' yang kini disimpan di Pura Penataran Sasih adalah nekara terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia: tinggi 186,5&nbsp;cm dan garis tengah bidang pukul 160&nbsp;cm. Nekara bertipe moko ini dalam perkembangan lebih lanjut menjadi model pertama untuk semua jenis moko yang kini banyak dijumpai di wilayah Indonesia lainnya dalam ukuran lebih kecil. Nama nekara terdapat dalam berbagai bahasa mulai dari ''kettledrum'' (Inggris), ''pauke'' atau ''metalltrommeln'' (Jerman), ''ketletrom'' (Belanda), kedeltrommeln (Denmark), hingga tambour metallique (Prancis), sebagai nama yang paling sering digunakan. Di Indonesia, nekara memiliki nama lokal beragam, seperti bulan untuk menyebut nama nekara dari Pejeng (Bali), tifa guntur (Maluku), makalamau (Sangeang), moko (Alor), kuang (Pulau Pantar), dan wulu (Flores Timur).
 
Bulan Pejeng berasal dari kebudayaan logam terutama perunggu di Asia Tenggara dimulai sekitar 3000-2000 SM berdasarkan hasil temuan di situs Dongson, Provinsi Thanh Hoc, Vietnam Utara. Nekara yang masih disakralkan oleh masyarakat Bali ini menunjukkan, bahwa di Masa Pra-Sejarah Pejeng telah dihuni oleh masyarakat yang memiliki tingkat kebudayaan tinggi dan terhubung dengan masyarakat internasional. Dan, jauh sebelum pengaruh agama Hindu sampai di Bali.
 
Salah satu prasasti berangka tahun 875 Saka/953 M berbahasa [[Sansekerta]] menyebut nama ''"Sri Walipuram"'' yang mengandung arti, bahwa Bali merupakan suatu kerajaan. Selain itu juga, ada beberapa prasasti yang menyebut kata ''baladwipamandala'', misalnya [[Prasasti Klandis]] menyebutkan;
Baris 43 ⟶ 44:
Selain ungkapan tersebut, dalam [[Prasasti Cempaga A]] yang berangka tahun 1103 Saka/1181 M, Bali disebut dengan istilah ''“baliwipanagara”'' yang dapat diartikan Bali merupakan suatu Negara.
 
Keberadaan Kerajaan Bali Kuno ini juga dikuatkan dengan peninggalan arca-arca kuno yang diletakkan dalam lingkungan pura di Pejeng yang dilindungi oleh masyarakat sampai sekarang, Misalnya saja, ''Arca Bhairawa'' di [[Pura Kebo Edan]], ''Arca Ratu Mecaling'' di Pura Pusering Jagat (Pura Tasik), [[Pura Manik Galag]] (Pura Manik Corong) sebagai Pura Sad Kahyangan atau ''setananya'' Bhatara Manik Galang dan Pura Penataran Sasih.
 
Penemuan fragmen-fragmen pada prasasti di Pejeng juga mengungkap sejarah dan perkembangan aliran agama di Bali sejak sebelum abad ke-8 M. Penelitian ahli purbakala, [[Roelof Goris|Dr. R. Goris]], yang diterbitkan pada 1926 menyebutkan, di masa [[Udayana|Raja Dharma Udayana]] terapatterdapat sembilan sektealiran agamakeagamaan dengan penganut yang hidup berbaur dan berdampingan, yakni: ''Siva Siddhanta, Pasupata, Bhairava, Vaisnava, Bodha (Soghata), Brahmana, Rsi, Sora (Surya)'' dan ''Ganapatya''. Ke-sembilan sektealiran itu kemudian dikristalisasi oleh Senapati Mpu Rajakerta yang lebih dikenal sebagai [[Mpu Kuturan]], dalam bentuk pemujaan kepada Tri Murti yang melandasi pembangunan Desa Pakraman (Desa Adat Bali) hingga kini. Penyatuan sektealiran-sektealiran itu dipercaya terjadi di [[Pura Samuan Tiga]], Pejeng.
 
Pejeng sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bali Kuno yang menurunkan raja-raja besar dari Dinasti Warmadewa, berakhir setelah penyerbuan [[Gajah Mada|Patih Gajah Mada]] dari [[Majapahit]] ke Bali pada 1343 M. Oleh Gajah Mada, pusat Kerajaan dipindahkan ke [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|Gelgel]]. Pada 1686, pasca raja terakhir Dinasti Gelgel, [[Dalem Di Made]] wafat, pusat kerajaan dipindahkan [[Klungkung, Klungkung|Klungkung]]. Pada periode Klungkung inilah, kekuasaan di Bali terpecah menjadi sembilan swapraja atau kerajaan kecil.<ref name="Pejeng">{{Cite web |url= http://www.pejeng.desa.id/reload.php?ref=post-content&post=sejarah-desa&refp=page&kat= |website= www.pejeng.desa.id |title= Sejarah Kerajaan Pejeng |access-date= 2019-02-14 |archive-date= 2020-02-06 |archive-url= https://web.archive.org/web/20200206221824/http://www.pejeng.desa.id/reload.php?ref=post-content&post=sejarah-desa&refp=page&kat= |dead-url= yes }}</ref>
 
== Silsilah Raja-Raja BedahuluBadahulu ==
{{utama|Daftar Raja Bali}}
Berikut adalah daftar silsilah raja yang berkuasa di Kerajaan BedahuluBadahulu;
=== Wangsa Warmadewa ===
{{utama|Wangsa Warmadewa}}
Baris 102 ⟶ 103:
=== Daftar pustaka ===
* ''Sejarah Bali''. Nyoka, Penerbit & Toko Buku Ria, Denpasar, 1990.
 
=== Catatan ===
<references group="lower-alpha"/>
 
== Pranala luar ==