Layanan Pengadaan Secara Elektronik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Afif Brika1 (bicara | kontrib) menambah logo |
||
(41 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Logo LPSE.png|jmpl|Logo LPSE]]
'''Layanan Pengadaan Secara Elektronik''' atau '''LPSE''' adalah mekanisme dan ekosistem penyelenggaraan [[Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah]] maupun [[pemerintah daerah]]. Seluruh prosedur dan proses pengadaan dilakukan melalui sistem e-procurement bernama SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik). Sistem ini dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sesuai Pasal 1 Nomor 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah [https://jdih.lkpp.go.id/regulation/peraturan-presiden/peraturan-presiden-nomor-16-tahun-2018 Perpres PBJ-2018] junto Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah [https://jdih.lkpp.go.id/regulation/peraturan-lkpp/peraturan-lkpp-nomor-12-tahun-2021 Perpres PBJ-2021], serta pasal-pasal lain dalam kedua Peraturan tersebut. Di dalam LPSE dioperasikan SPSE.
== SPSE - Sistem Pengadaan Secara Elektronik ==
LKPP mengembangkan SPSE untuk diterapkan seluruh instansi Pemerintah dan pemerintah daerah, serta lembaga independen yang dananya bersumber dari Anggran Pendapatan dan Belanja Negera (APBN) atau Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Indonesia. SPSE mulai diterapkan pada tahun 2008 oleh 11 instansi, dan tahun 2013 SPSE sudah diterapkan di 573 lembaga dari Kementerian/Lembaga/Daerah/Instansi. Kini (2023) seluruh lembaga Pemerintah dan pemerintah daerah, serta hampir seluruh lembaga independen yang didukung APBN (misal: [https://lpse.dpr.go.id/eproc4 Sekretariat DPR-RI] atau [https://lpse.basarnas.go.id/eproc4/ BASARNAS]) maupun APBD sudah menggunakan SPSE dalam pengadaan barang/jasanya. Pengembangan SPSE dipimpin oleh Direktur Pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik, yang secara berturut-turut adalah: <ol style="list-style-type: lower-alpha;"><li>Ikak Patriastomo: 2008-2012; <li>Tatang Rusnandar: 2012-2016; <li>Gatot Pambudhi Putranto: 2016- 2020; dan <li>Emin Adhy Muhaemin: 2021 - sekarang</ol><nowiki> </nowiki><ref name="lkpp">http://www.lkpp.go.id/</ref><ref name="web">https://web.archive.org</ref>.
SPSE merupakan aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh [http://www.lkpp.go.id LKPP] untuk diterapkan oleh instansi-instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Instansi pemerintah di Indonesia sangat beraneka ragam begitu pula dengan anggaran yang mereka miliki. Ada instansi daerah yang memiliki anggaran lebih dari 7 trilyun dan ada pula yang hanya puluhan hingga ratusan milyar saja per tahun. Kondisi ini menjadi pertimbangan LKPP dalam mengembangkan sistem e-procurement SPSE.▼
▲SPSE merupakan aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh
Dalam mengembangan SPSE, [[LKPP]] melibatkan instansi-instansi terkait yaitu [[Lembaga Sandi Negara]] dan [[Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan]](BPKP). [[Lembaga Sandi Negara]] mengembangkan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO). Dokumen penawaran dari peserta lelang di-''[[enkripsi]]'' dan di-''
=== LPSE - Layanan Pengadaan Secara Elektronik ===
LPSE merupakan unit yang dibentuk oleh sebuah instansi untuk mengoperasikan
LPSE tidak hanya melayani pengadaan dari instansi tempat LPSE tersebut berada. LPSE Kementerian Keuangan misalnya, memfasilitasi pengadaan dari [[LKPP]], [[KPK]], [[Komisi Yudisial]], dan [[PPATK]]. Hal serupa juga terjadi di LPSE-LPSE lain seperti di
=== Implementasi LPSE Secara Tersebar ===
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 13.000 pulau. Infrastruktur teknologi informasi masih menjadi kendala besar dalam implementasi eprocurement. Di sebagian besar wilayah, internet masih merupakan barang yang mahal. E-procurement memerlukan bandwith yang cukup besar karena di dalamnya ada proses ''upload'' dokumen dengan ukuran beberapa megabyte. Sangat tidak efisien, atau tidak mungkin, jika ada satu server tunggal, di Jakarta misalnya, untuk melayani seluruh instansi di Indonesia. Ada lebih dari 600 instansi di seluruh Indonesia. '''Implementasi secara tersebar dipilih karena''':
Setiap instansi perlu membangun LPSE dan memiliki server sendiri. Secara alamiah, pihak-pihak yang terlibat di dalam proses pengadaan berada pada lingkup geografis yang terbatas. Pengadaan di Kabupaten Malang misalnya, mungkin 90% lebih pesertanya berdomisili di Kabupaten Malang dan kota-kota terdekat seperti Surabaya, Pasuruan, atau Sidoarjo. Merupakan hal yang tidak efisien jika dokumen-dokumen dari Malang diupload dan disimpan di Jakarta kemudian didownload kembali ke Malang. Jauh lebih efisien jika dokumen-dokumen itu diupload dan disimpan di server yang berada di Malang.
Tidak semua penyedia memiliki akses internet yang cukup besar (idealnya minimal 1 mbps) untuk melakukan upload dokumen penawaran. Belum lagi kebiasaan penyedia untuk mengirimkan penawaran di jam atau menit terakhir. Kondisi ini menyebabkan potensi kegagalan upload sangat besar. Untuk itu, jika dokumen penawaran berukuran besar dan bandwidth di sisi penyedia tidak memadai, mereka dapat datang ke kantor LPSE untuk upload dari jaringan lokal (LAN) dengan kecepatan 100 mbps. Fasilitas upload melalui LAN ini tidak mungkin tersedia jika server LPSE terpusat di Jakarta.
Baris 27 ⟶ 25:
Memang ada pertanyaan dari penyedia: apa bedanya dengan lelang konvensional jika penyedia masih perlu datang ke kantor LPSE untuk memasukkan penawaran. Jawaban pertanyaan ini adalah, mahalnya biaya akses internet bukan di ranah kewenangan dan tanggung jawab LPSE sehingga LPSE tidak dapat membuat akses ini menjadi murah. Untuk membuat biaya akses murah merupakan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini [[Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia]]. Jika biaya akses internet telah dapat sangat murah, penyedia tidak perlu lagi datang ke kantor LPSE.
Implementasi e-procurement yang terpusat seperti
Sejarah penerapan e-procurement di Indonesia
Baris 35 ⟶ 33:
Tahun 2004, melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Bappenas, Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian diperintahkan melakukan ujicoba pelaksanaan e-procurement untuk kemudian dipergunakan bersama instansi Pemerintah lainnya.
== Teknologi ==
SPSE dipasang di seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia dengan kondisi infrastruktur yang bermacam-macam. Oleh karena itu, SPSE dirancang agar dapat berjalan di berbagai sistem operasi. Sebagian besar SPSE berjalan di atas Linux (umumnya CentOS) dan sebagian kecil Solaris.
SPSE menggunakan database PostgreSQL. Pada awalnya (sekitar 2008-2010) menggunakan PostgreSQL versi 8. Adapun sejak 2018, berbagai server LPSE diupgrade ke PostgreSQL 10 seiring instalasi SPSE-4.3.
SPSE dikembangkan menggunakan Java, mulai dari JDK-6 hingga pada 2019 menggunakan JDK-8. Java digunakan dengan pertimbangan keamanan dan kompatibilitas sistem operasi. SPSE 4.x menggunakan Play Framework 1 sebagai framework pengembangan namun dengan modifikasi yang cukup banyak. Modifikasi ini berhasil meningkatkan performa hingga lebih dari 50 kali lipat pada aspek manajemen data. Kini SPSE sudah mapan, dan seluruh SPSE terhubung dengan LKPP.
== Etika Pengadaan Barang/Jasa ==
Etika [[Unit Layanan Pengadaan]] yaitu:
#Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketetapan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;<ref name="bppk"/>
#Bekerja secara [[profesional]] dan [[mandiri]], serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa;<ref name="bppk"/>
#Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;<ref name="bppk"/>
#Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;<ref name="bppk"/>
#Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;<ref name="bppk"/>
#Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan [[negara]] dalam Pengadaan Barang/Jasa;<ref name="bppk"/>
#Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau [[kolusi]] dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;<ref name="bppk"/> dan
#Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa<ref name="bppk">https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-anggaran-dan-perbendaharaan-memahami-praktikpraktik-yang-memicu-tindak-pidana-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa-pemerintah-2019-11-05-5f320378/{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref><ref>{{Cite web |url=http://berkas.dpr.go.id/setjen/dokumen/ittama-Knowledge-Sharing-POTENSI-TERJADINYA-KORUPSI-DALAM-PENGADAAN-BARANG-DAN-JASA-1460023255.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2022-07-29 |archive-date=2022-07-29 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220729004704/http://berkas.dpr.go.id/setjen/dokumen/ittama-Knowledge-Sharing-POTENSI-TERJADINYA-KORUPSI-DALAM-PENGADAAN-BARANG-DAN-JASA-1460023255.pdf |dead-url=yes }}</ref>.
== Lihat Pula ==
# [http://www.lkpp.go.id LKPP] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100407042820/http://www.lkpp.go.id/ |date=2010-04-07 }}
# [http://lpse.blogdetik.com Blog LPSE] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20180120233825/http://lpse.blogdetik.com/ |date=2018-01-20 }}
== Referensi ==
[[Kategori:Pengadaan]]
[[Kategori:Pelayanan publik di Indonesia]]
|