Marga Tionghoa-Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jonoo27 (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan
Jonoo27 (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan
 
(11 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 58:
|}
 
Konvensi ejaan ini bertahan selama [[Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda|pendudukan Jepang]] (1942–1945) hingga memasuki [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]] (1945) dan pengakuan kedaulatan oleh [[Dewan Negara Belanda|pemerintah Belanda]] (1949). Karena pemerintahan Indonesia yang merdeka mewarisi [[Hukum di Belanda|sistem peradilan Belanda]], konvensi ejaan ini juga bertahan hingga 1965 pada era kepresidenan [[Soekarno]].
The spelling convention survived through the [[Japanese occupation of the Dutch East Indies|Japanese occupation]] (1942–1945) well into [[Proclamation of Indonesian Independence|Indonesian independence]] (1945) and sovereignty acknowledgment by the [[States General of the Netherlands|Dutch government]] (1949). Since the independent Indonesian government inherited the [[Law of the Netherlands|Dutch legal system]], it also survived until 1965 in [[Sukarno]]'s presidential era.
 
Pemerintah Indonesia kemudian mulai mengubah ejaan bahasa Indonesia untuk mengharmonisasikannya dengan ejaan yang digunakan untuk [[bahasa Melayu]] di [[Malaysia]], [[Singapura]] dan [[Brunei]], pertama di bawah [[Ejaan Soewandi]] yang diperkenalkan pada tahun 1947, dan kemudain di bawah [[Ejaan Yang Disempurnakan]] yang diadopsi pada tahun 1972. Terdapat beberapa perubahan dalam sistem ejaan yang telah diperbarui ini. Contohnya, "oe" yang dipengaruhi bahasa Belanda menjadi "u", dipengaruhi oleh bahasa Inggris. Selain itu, "j" gaya Belanda mengalami pergeseran ke "y" Inggris. Akibatnya, terjadi perubahan dalam ejaan marga; contohnya, marga Lie menjadi Li atau Lee, Loe menjadi Lu, Njoo menjadi Nyoo, dan Oey menjadi Wi.
 
===1966–1998===
Setelah [[Soeharto]] berkuasa, rezimnya menciptakan banyak [[Peraturan terhadap orang Tionghoa di Indonesia|perundang-undangan yang anti-Tionghoa di Indonesia]]. Salah satunya adalah [[127/U/Kep/12/1966]] yang sangat mendorong etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia untuk mengadopsi nama-nama yang terdengar Indonesia dan bukannya nama-nama standar Tionghoa yang terdiri dari tiga kata atau dua kata.
 
Meskipun mengalami proses Indonesianisasi, marga Hokkian masih digunakan sampai sekarang oleh diaspora Tionghoa-Indonesia di luar negeri (sebagian besar di Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat)—biasanya oleh orang Tionghoa-Indonesia yang cukup berani selama rezim Soeharto untuk mempertahankan nama Tionghoa mereka (misalnya, [[Kwik Kian Gie]])—atau oleh mereka yang tidak mampu memproses perubahan nama melalui birokrasi sipil Indonesia.
 
===2000–sekarang===
Setelah [[Kejatuhan Soeharto|Soeharto mengundurkan diri dari kepresidenan]], pemerintahan berikutnya mencabut [[Peraturan terhadap orang Tionghoa di Indonesia|larangan bagi etnis Tionghoa untuk berbicara dan belajar bahasa Tionghoa di ruang publik]]. Menggunakan marga Tionghoa asli tidak lagi menjadi hal yang tabu, namun hanya sebagian kecil yang memutuskan untuk menggunakan kembali nama asli Hokkien atau menggunakan romanisasi, pengucapan, dan pengejaan [[pinyin]] bahasa Mandarin. Contohnya, penulis Maria Audrey Lukito secara hukum mengubah namanya menjadi Yú Jiā Huì ({{Lang-zh|c=俞佳慧}}).<ref name=":7">{{Cite web |last=Hui |first=Audrey Yu Jia |date=2022-04-21 |title=Audrey 俞佳慧 About Me |url=https://audreyyujiahui.com/about-me/ |url-status=live |archive-url=https://web.archive.org/web/20240127061607/https://audreyyujiahui.com/about-me/ |archive-date=2024-01-27 |access-date=2024-01-27}}</ref><ref>{{cite web |last=Hafidz Faza |date=2017-10-26 |title=Audrey Yu Jia Hui, Simbol Patriotisme Anak Muda Tionghoa |trans-title=Audrey Yu Jia Hui, Symbol of Patriotism for Chinese Youth |url=https://rilis.id/audrey-yu-jia-hui-simbol-patriotisme-anak-muda-tionghoa.html |access-date=2021-02-23 |website=Rilis.id |publisher= |language=id |quote=Several years ago I changed my name legally. The reason was that in my whole life I was ashamed to be Chinese(-Indonesian). When I took my Chinese name back, I want to make a statement that I can love both my ancestor's culture and [[Pancasila]]/Indonesia at the same time.}}</ref>
 
Orang-orang yang mempertahankan nama Indonesia mereka melakukannya karena mereka tetap khawatir dengan terus berlanjutnya [[Rasisme di Indonesia|isu ras]], mereka percaya bahwa penutur bahasa non-Tionghoa mungkin kesulitan dengan pengucapannya, sudah menjadi kebiasaan dari era Orde Baru, keluarga mereka tidak lagi berbicara bahasa Tionghoa, mereka percaya bahwa nama-nama Tionghoa lebih baik ketika dituliskan dalam [[Hanzi]], atau mereka belum pernah memikirkannya.<ref name=":2">{{Cite journal |last=Kurniawan |first=Budi |date=2012 |title=Penggunaan Nama Barat Oleh Etnis Tionghoa di Surabaya |trans-title=Use of Western Names by Ethnic Chinese in Surabaya |url=https://e-journal.unair.ac.id/LAKON/article/view/1911 |journal=Lakon: Jurnal Kajian Sastra Dan Budaya |language=id |volume=1 |issue=1 |pages=12–20 |doi=10.20473/lakon.v1i1.1911 |issn=2527-4899|doi-access=free }}</ref>
 
Saat ini, orang Tionghoa Indonesia yang lahir di sekitar era [[Orde Baru]], terutama antara tahun 2000 dan 2003, sebagian besar menggunakan nama-nama yang terdengar Barat. Meskipun beberapa dari nama-nama ini mungkin dikaitkan dengan agama seperti [[Kekristenan]],<ref>{{Cite web |last=Chuarsa |first=Ira |date=2019-05-11 |title=Menafsir Ulang Hubungan Tradisi Cina dan Kekristenan di Indonesia |trans-title=Reinterpreting the Relationship between Chinese Tradition and Christianity in Indonesia |url=https://crcs.ugm.ac.id/menafsir-ulang-hubungan-tradisi-cina-dan-kekristenan-di-indonesia/ |access-date=2024-01-24 |website=Universitas Gajah Mada |language=id}}</ref> sebagian lainnya memilih nama-nama Barat karena mereka merasa nama-nama tersebut menarik dan bermakna, sesuai dengan tren saat itu, menawarkan beragam pilihan, terinspirasi dari selebritas Barat, mencerminkan tradisi keluarga, menunjukkan eksposur mereka pada kebudayaan Barat, melambangkan aspirasi untuk mendapatkan pengakuan internasional, atau hanya karena mereka lebih menyukai nama yang tidak terdengar Indonesia.<ref name=":2" />
 
== Contoh marga Tionghoa dan nama adopsinya yang terdengar Indonesia ==